PATRICK, TUAN CRAB, DAN TANGKUBAN PERAHU
“Mama,” panggil Sky.
Mendengar panggilan buah hatinya itu, Ratna langsung mengangkat pandangannya dari layar laptop. Saat ini ia sedang menemani Sky yang sedang asyik menonton kartun kesayangannya, Spongebob. Sambil menemani sang anak menonton kartun, Ratna bekerja dan mengurusi semua usaha online dan kos-kosan yang ia tinggal di Bogor. Untuk urusan rumah kos-kosan yang ada di Bogor, ia sudah menyerahkan kepada tetangganya yang sangat baik dan sudah ia percaya selama ini.
“Iya, Sayang, ada apa? Mama lagi kerja, nih,” seru Ratna.
Sky menoleh ke arahnya dan ia mendadak menoleh kembali ke arah televisi dan diam. Melihat hal itu, Ratna jadi heran dengan perubahan sikap Sky yang mendadak diam.
“Lah, kok, diam? Sky mau apa?” tanya Ratna.
“enggak, ah! Mama lagi sibuk, Sky enggak mau ganggu,” ucap Sky dengan nada kesal dan bibirnya mengerucut lucu.
“Yah, pangerannya Mama marah lagi. Sky mau apa, Sayang? Mama beliin,” bujuk Ratna sambil menahan tawa ketika melihat reaksi Sky yang menurutnya lucu.
“Sky mau tanya soalnya dari dulu Sky bingung. Patrick itu sebenarnya hewan apa? kok dia pakai celana doang enggak pakai baju?” Tunjuk Sky ke arah televisi. Ia nampak bingung sambil menggaruk-garuk kepalanya.
“Tunggu, ya, Mama mau cari referensi dulu.”
Karena Ratna tidak tahu harus menjawab apa pertanyaan anaknya tersebut, ia pun mencari tahu di internet. Setelah ia mendapatkan jawabannya, ia meletakkan ponselnya dan berdehem sejenak. Ratna memperhatikan wajah anaknya yang masih setia dengan wajah penuh penasaran menunggu jawabannya.
“Jadi gini, Sayang, Patrick itu adalah bintang laut yang termasuk invertebrate. Nah, bintang laut ini mempunyai lima tangan. Terkait mengapa Patrick hanya pakai celana tidak memakai baju karena patrick gemuk jadi tidak ada yang muat,” terang Ratna.
“Kalau enggak ada yang muat, bisa beli di toko Mama, kan, harusnya?” tanya Sky yang semakin membuat Ratna bingung menjawabnya. Pasalnya, anaknya ini mempunyai penasaran tingkat tinggi. Jika satu pertanyaannya tidak dijawab maka Sky akan menanyakannya sampai terjawab.
“Baju di toko Mama mahal harganya. Kamu enggak kasihan sama Patrick? Dia enggak punya uang bahkan harus tinggal di dalam tanah,” terang Ratna lagi dan jawabannya kali ini membuat Sky manggut-manggut entah anak itu paham atau tidak.
“Sky mau tanya lagi, Ma,” awalnya Ratna merasa lega karena anaknya itu diam beberapa saat. Tapi nyatanya, Sky ingin bertanya lagi.
“Tanya apa lagi, Sayang?” Ratna mencoba menyabarkan diri dan tenang.
“Sky penasaran sama Tuan Krab. Ia adalah kepiting tapi anaknya Pearl paus, kan enggak masuk akal kalau kepiting hamil paus?”
Ratna menghela napas lalu mencoba menjelaskannya sesederhana mungkin. “Oke, jadi gini. Pearl bukan anak kandung Tuan Crab. Pearl ditemukan oleh Tuan Crab di selokan lalu Tuan Crab merasa kasihan dan mengasuhnya.”
“Oh … jadi sama seperti Sky, dong,” sahut Sky yang mendadak raut wajahnya menjadi sendu.
“Hah? kok, sama? Jangan ada-ada aja deh, Sayang,” protes Ratna yang semakin tidak mengerti ucapan anaknya.
“Sama-sama tidak punya orang tua lengkap."
Mendengar ucapan Sky, Ratna pun terbungkam.
Ratna hanya bisa tersenyum sedih karena ia tidak bisa membendung air mata dan sakitnya ketika mendengar ucapan Sky yang seperti itu. Bukannya Ratna tak ingin mencari ayah pengganti untuk Sky namun Ratna masih trauma dengan sikap yang ditunjukkan oleh pria akibat kejadian yang ia alami tujuh tahun lalu. Tak jarang juga Risti menawarkan banyak pria untuk sahabatnya ini namun Ratna menolak.
Ratna mendekatkan duduknya ke samping Sky dan merangkulnya. “Sky masih punya Mama. Mama yang sangat sayang kepada Sky. Sky anak baik jadi harus bersyukur karena di luar sana masih banyak yang tidak seberuntung Sky. Mereka harus berjuang hidup sendiri tanpa orang tua.” Sky pun mengangguk-anggukan kepalanya.
“Jadi Sky harus kuat dan jadi anak yang bersyukur seperti Pearl?” tanya Sky polos yang dibalas anggukan kepala oleh Ratna.
Beberapa saat kemudian, Sky menguap karena memang waktu sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam dan saat ini sudah waktunya Sky istirahat. Ratna pun segera membereskan laptop yang ada di meja kerjanya lalu menggendong Sky yang mengantuk untuk ia bawa masuk ke kamarnya.
“Ma, bacain Sky dongeng,” pinta Sky ketika tubuhnya sudah di atas kasur.
“Emmm, mau dibacain cerita apa?” tanya
“Tangkuban Perahu.”
“Hah? Kamu mau dibacain cerita itu lagi?” tanya Ratna heran dan Sky pun menggangu dengan kuat.
Ratna hanya menggelengkan kepalanya heran lalu mengambil buku dongeng Tangkuban Perahu yang ia letakkan di rak buku dekat dengan pintu kamar Sky. Saat mengambil buku dongeng itu, Ratna merasa heran dengan tingkah Sky karena ia selalu saja ingin dibacakan cerita Tangkuban Perahu sebelum tidur. Meskipun berkali-kali ia bacakan, anak itu tetap tidak pernah merasa bosan.
Menurut Ratna, Sky merupakan salah satu anak yang mempunyai tipe susah untuk tidur. Bahkan pernah dua jam ia menunggu anak itu tidur namun tidak juga segera terlelap dan kerlingan matanya semakin nampak bening bukan merah. Jika sudah seperti itu maka Ratna akan memarahi Sky.
Namun, bukannya malah takut dan bergegas tidur seperti anak pada umumnya Sky semakin susah untuk tidur. Akan tetapi, semenjak Risti memberikan Sky buku dongen ‘Tangkuban Perahu’, anak itu pun ingin Ratna mendongeng cerita tersebut. Anehnya, ketika Ratna mendongeng cerita tersebut, Sky langsung terlelap dalam hitungan menit.
Ratna pun segera naik ke kasur dan berbaring di samping Sky. Ia melihat wajah Sky yang sudah tak sabar mendengarkan ia berdongeng tentang Tangkuban Perahu. Ketika ia melihat wajah anaknya yang seperti itu, Ratna pun tidak bisa menahan tawanya dan Sky hanya menatapnya datar.
Tanpa dikomando, Ratna mulai mendongeng dan dalam hitungan menit, benar saja Sky sudah memejamkan mata dan terlelap dalam tidurnya. Melihat wajah anaknya yang tenang dan damai saat tertidur membuat Ratna ikut merasa damai. Ia mengelus rambut hitam Sky dan mencium kening anak itu.
“Mimpi indah, Sayang.”
DETAK JANTUNG“Mama, di mana sepatuku? Kok, enggak ada di rak sepatu!” teriak Sky dari arah kamarnya.Ratna yang sedang berkutik di dapur sedang menyiapkan bekal Sky pun terkejut mendengar teriakan anaknya itu. Ia pun menghelas napaa sebab hampir di setiap pagi pasti anaknya itu berteriak mencari barangnya, entah itu sepatu, dasi, hingga penghapus pun ia cari. Awalnya Ratna membiarkan anaknya itu agar ia bisa menemukan sepatunya dan mencarinya terlebih dahulu namun Sky tetap berteriak sehingga ia pun harus menghampiri kamar anaknya yang ada di lantai dua.“Nyari apa lagi sih, Sayang?” tanya Ratna ketika sudah sampai di kamar anaknya. Ia melihat Sky sedang mengacak-acak rak sepatu yang ada di depan pintu kamarnya. Melihat sepatu yang awalnya tadi rapi kini menjadi berantakan, Ratna hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.“Mama lama banget, s
HARAPANRatna menatap kosong buku nikah bersampul merah yang ada di depannya. Matanya sangat merah karena terlalu menahan amarah yang membuncah tiba-tiba. Di dalam pikirannya masih terbayang sangat jelas ketika ia diusir dari rumah milik Tristan Adithama dengan cara yang tidak terhormat. Menurutnya, malam itu adalah malam terakhir ia bertemu dengan pria bajingan itu. Namun, siapa sangka, kenangan pahit yang sudah ia bungkus rapat-rapat dan mencoba membuangnya jauh-jauh malah kembali lagi mengenai hatinya yang baru mulai sembuh.“Ini tidak benar. Pria itu bukan Tristan Adithama. Aku mungkin salah lihat,” gerutunya heran dan masih tak percaya dengan sosok yang baru saja ia lihat di lantai satu.“Tapi aku yakin kalau sosok itu adalah bajingan Tristan! Ya, mata hitam gelap tadi mirip matanya.” Semakin ia berpikir dan memikirkan sosok yang tadi ia lihat maka hatinya semakin mengatakan ba
PENIPU“Astaga, ini ruangan kerja atau tempat tinggal orang purba? Sudah bau rokok, jendela enggak dibuka lagi. Lu mau mati membusuk di ruangan yang kayak gini?” gerutu seorang laki-laki berjas hitam saat memasuki sebuah ruangan kerja.Mendengar omelan laki-laki itu membuat mata laki-laki lain mengikuti gerakan orang yang baru masuk ke ruangan kerja. Laki-laki yang tadi duduk di kursi kerja pun berdiri lalu menuju ke arah jendela dan membuka gorden. Cahaya sinar matahari siang saat itu langsung menerobos masuk dan berlomba-lomba untuk menerangi ruangan kerja tersebut. Setelah membuka jendela laki-laki itu pun langsung duduk di sofa panjang dekat dengan meja kerjanya.“Lu itu inget umur, dong. Coba lihat! Sudah berapa batang rokok yang lu hisap? Bukannya mendekatkan diri ke Tuhan, tapi malah ugal-ugalan!” omel laki-laki berjas hitam dengan perasaan yang sangat kesal ketika melihat pu
TAMAN BERMAINDi taman, Ratna sedang memperhatikan Sky dan Aurel yang sedang bersenang-senang di arena bermain. Mata Ratna begitu cerah dan bahagia ketika melihat anak semata wayangnya tersenyum dan tertawa lepas. Dalam hati ia benar-benar sangat bersyukur karena Tuhan telah mengirimkan sosok malaikat kecil yang mampu membuat semua beban di pundaknya terasa hilang dengan hanya menatap tawa Sky.Dikarenakan Ratna sangat terbius dengan tawa Sky, ia sampai tidak sadar telah mengacuhkan Risti yang dari tadi bengong duduk di sampingnya. Sebenarnya, Risti juga ikut bahagia ketika melihat sahabatnya ini tersenyum, tapi kadang kala Ratna sering melupakan sekitarnya ketika bahagia.“Gak bisa gitu, kamu ajak aku ngobrol sebentar? Apa aku hanya patung bagimu?” cibir Risti yang sudah tidak tahan dengan suasana canggung saat ini.Ratna pun terkejut saat Risti mencoba mengajaknya untuk mengobrol. Ia m
BERTEMU LAGI Di ruangan kerja, Tristan sedang berkutat dengan lembaran kertas dan layar komputer yang menyala. Jemarinya terus menekan keyboard tanpa ampun sehingga menimbulkan suara cukup keras. Kedua bola mata itu menatap layar dengan serius seolah ia sedang berfikir bagaimana cara untuk menyelesaikan pekerjaan dengan cepat, agar ia bisa keluar dari kantor dan mencari tahu tentang Ratna. Namun, tiba-tiba pintu ruangan kerjanya dibuka secara paksa sehingga membuat suara benturan antara pintu dan dinding. Tristan menghentikan gerakan jemarinya dan memutar kursi untuk menghadap ke arah pintu. Ia mengehela napas ketika matanya menangkap bahwa Vio yang membuka pintu dengan wajah cemas.“Gak bisa apa buka pintunya biasa aja? Jangan sampai tangan lu gue patahin,” ucap Tristan datar. Vio mengacuhkan ucapan Tristan dan memilih untuk mondar-mandir sambil kedua tangannya di li
ANAK SIAPA?Tristan berjalan gontai menuju mobilnya sambil memegang pipinya yang masih merah akibat tamparan keras dari Ratna. Ia masuk ke dalam mobil dengan wajah yang benar-benar musam sedangkan Marchela hanya menatapnya datar karena ia benar-benar belum paham tentang apa yang dialami oleh Tristan. Ingin rasanya Marchela bertanya namun ia takut kalau teman papanya itu marah karena raut wajahnya saja sudah tampak tidak bersahabat.Dalam diam Tristan mulai melajukan mobilnya dan sepanjang perjalanan itu pula ia termenung dan mengingat-ingat tentang Ratna dan anak laki-laki yang ada di sampingnya. Dari keakraban Marchela dengan anak laki-laki itu, Tristan menebak bahwa umurnya seusia Marchela yang kira-kira usianya 8 tahun.Semakin ia berpikir maka ia mendapatkan jawaban bahwa saat Ratna meninggalkannya, wanita itu sedang hamil. Tak hanya itu saja, ada banyak sekali pikiran yang sedang bercamuk di dalam kepalanya. Pertanyaan yang co
KAMU DAN SECARIK KERTASTujuh tahun yang lalu….Ratna menguncupkan senyum di sudut bibirnya pada saat ia melihat kertas yang ada di genggamannya sekarang. Hatinya benar-benar sumringah karena tugas sebagai seorang istri telah ia capai saat ini. Ia memejamkan mata dan meletakkan kertas tersebut ke saku baju dan langsung menuju ke arah dapur untuk membuatkan teh hijau yang paling disukai oleh sang suami. Ia mengaduk larutan teh di dalam gelas sambil bersenandung riang. Tidak lama kemudian terdengar suara pintu rumah terbuka. Ia menoleh ke arah pintu dan tersenyum karena sudah tahu siapa pelaku yang membuka pintu tersebut. Tanpa basa-basi ia langsung berlari menuju ke pintu tersebut.“Mas, kamu sudah pulang?” tanyanya ketika ia sudah sampai di pintu tersebut.Ya, orang yang membuka pintu tadi adalah suaminya yang baru saja pulang dari tempat kerja. Bukannya menjawa
KEMBALITujuh Tahun Kemudian…….Ratna terduduk di sebuah halte dekat salah satu taman yang ada di kota Jakarta. Ia memandang kosong kendaraan yang lalu lalang di depan matanya. Sesekali ia juga menyeruput teh poci yang tadi sempat ia beli di penjual kaki lima sekitar taman. Sebenarnya, ia saat ini merasa gamang dengan keputusannya untuk kembali menginjakkan kaki di Kota Jakarta yang menyimpan kenangan pahit di dalam hidupnya. Namun, ia mencoba untuk meyakinkan diri dan mencoba untuk berpikir positif.Ratna mengibaskan tangan karena merasa gerah. Beradaptasi dengan cuaca Jakarta saat ini bukanlah suatu hal yang mudah. Bagaimana tidak, tujuh tahun ini Ratna hidup di kota Bogor yang jelas-jelas mempunyai cuaca dan suhu yang sangat dingin. Bogor tidak panas.Ratna menatap kosong kendaraan yang lalu lalang sambil memikirkan langkah apa selanjutnya yang harus
ANAK SIAPA?Tristan berjalan gontai menuju mobilnya sambil memegang pipinya yang masih merah akibat tamparan keras dari Ratna. Ia masuk ke dalam mobil dengan wajah yang benar-benar musam sedangkan Marchela hanya menatapnya datar karena ia benar-benar belum paham tentang apa yang dialami oleh Tristan. Ingin rasanya Marchela bertanya namun ia takut kalau teman papanya itu marah karena raut wajahnya saja sudah tampak tidak bersahabat.Dalam diam Tristan mulai melajukan mobilnya dan sepanjang perjalanan itu pula ia termenung dan mengingat-ingat tentang Ratna dan anak laki-laki yang ada di sampingnya. Dari keakraban Marchela dengan anak laki-laki itu, Tristan menebak bahwa umurnya seusia Marchela yang kira-kira usianya 8 tahun.Semakin ia berpikir maka ia mendapatkan jawaban bahwa saat Ratna meninggalkannya, wanita itu sedang hamil. Tak hanya itu saja, ada banyak sekali pikiran yang sedang bercamuk di dalam kepalanya. Pertanyaan yang co
BERTEMU LAGI Di ruangan kerja, Tristan sedang berkutat dengan lembaran kertas dan layar komputer yang menyala. Jemarinya terus menekan keyboard tanpa ampun sehingga menimbulkan suara cukup keras. Kedua bola mata itu menatap layar dengan serius seolah ia sedang berfikir bagaimana cara untuk menyelesaikan pekerjaan dengan cepat, agar ia bisa keluar dari kantor dan mencari tahu tentang Ratna. Namun, tiba-tiba pintu ruangan kerjanya dibuka secara paksa sehingga membuat suara benturan antara pintu dan dinding. Tristan menghentikan gerakan jemarinya dan memutar kursi untuk menghadap ke arah pintu. Ia mengehela napas ketika matanya menangkap bahwa Vio yang membuka pintu dengan wajah cemas.“Gak bisa apa buka pintunya biasa aja? Jangan sampai tangan lu gue patahin,” ucap Tristan datar. Vio mengacuhkan ucapan Tristan dan memilih untuk mondar-mandir sambil kedua tangannya di li
TAMAN BERMAINDi taman, Ratna sedang memperhatikan Sky dan Aurel yang sedang bersenang-senang di arena bermain. Mata Ratna begitu cerah dan bahagia ketika melihat anak semata wayangnya tersenyum dan tertawa lepas. Dalam hati ia benar-benar sangat bersyukur karena Tuhan telah mengirimkan sosok malaikat kecil yang mampu membuat semua beban di pundaknya terasa hilang dengan hanya menatap tawa Sky.Dikarenakan Ratna sangat terbius dengan tawa Sky, ia sampai tidak sadar telah mengacuhkan Risti yang dari tadi bengong duduk di sampingnya. Sebenarnya, Risti juga ikut bahagia ketika melihat sahabatnya ini tersenyum, tapi kadang kala Ratna sering melupakan sekitarnya ketika bahagia.“Gak bisa gitu, kamu ajak aku ngobrol sebentar? Apa aku hanya patung bagimu?” cibir Risti yang sudah tidak tahan dengan suasana canggung saat ini.Ratna pun terkejut saat Risti mencoba mengajaknya untuk mengobrol. Ia m
PENIPU“Astaga, ini ruangan kerja atau tempat tinggal orang purba? Sudah bau rokok, jendela enggak dibuka lagi. Lu mau mati membusuk di ruangan yang kayak gini?” gerutu seorang laki-laki berjas hitam saat memasuki sebuah ruangan kerja.Mendengar omelan laki-laki itu membuat mata laki-laki lain mengikuti gerakan orang yang baru masuk ke ruangan kerja. Laki-laki yang tadi duduk di kursi kerja pun berdiri lalu menuju ke arah jendela dan membuka gorden. Cahaya sinar matahari siang saat itu langsung menerobos masuk dan berlomba-lomba untuk menerangi ruangan kerja tersebut. Setelah membuka jendela laki-laki itu pun langsung duduk di sofa panjang dekat dengan meja kerjanya.“Lu itu inget umur, dong. Coba lihat! Sudah berapa batang rokok yang lu hisap? Bukannya mendekatkan diri ke Tuhan, tapi malah ugal-ugalan!” omel laki-laki berjas hitam dengan perasaan yang sangat kesal ketika melihat pu
HARAPANRatna menatap kosong buku nikah bersampul merah yang ada di depannya. Matanya sangat merah karena terlalu menahan amarah yang membuncah tiba-tiba. Di dalam pikirannya masih terbayang sangat jelas ketika ia diusir dari rumah milik Tristan Adithama dengan cara yang tidak terhormat. Menurutnya, malam itu adalah malam terakhir ia bertemu dengan pria bajingan itu. Namun, siapa sangka, kenangan pahit yang sudah ia bungkus rapat-rapat dan mencoba membuangnya jauh-jauh malah kembali lagi mengenai hatinya yang baru mulai sembuh.“Ini tidak benar. Pria itu bukan Tristan Adithama. Aku mungkin salah lihat,” gerutunya heran dan masih tak percaya dengan sosok yang baru saja ia lihat di lantai satu.“Tapi aku yakin kalau sosok itu adalah bajingan Tristan! Ya, mata hitam gelap tadi mirip matanya.” Semakin ia berpikir dan memikirkan sosok yang tadi ia lihat maka hatinya semakin mengatakan ba
DETAK JANTUNG“Mama, di mana sepatuku? Kok, enggak ada di rak sepatu!” teriak Sky dari arah kamarnya.Ratna yang sedang berkutik di dapur sedang menyiapkan bekal Sky pun terkejut mendengar teriakan anaknya itu. Ia pun menghelas napaa sebab hampir di setiap pagi pasti anaknya itu berteriak mencari barangnya, entah itu sepatu, dasi, hingga penghapus pun ia cari. Awalnya Ratna membiarkan anaknya itu agar ia bisa menemukan sepatunya dan mencarinya terlebih dahulu namun Sky tetap berteriak sehingga ia pun harus menghampiri kamar anaknya yang ada di lantai dua.“Nyari apa lagi sih, Sayang?” tanya Ratna ketika sudah sampai di kamar anaknya. Ia melihat Sky sedang mengacak-acak rak sepatu yang ada di depan pintu kamarnya. Melihat sepatu yang awalnya tadi rapi kini menjadi berantakan, Ratna hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.“Mama lama banget, s
PATRICK, TUAN CRAB, DAN TANGKUBAN PERAHU“Mama,” panggil Sky.Mendengar panggilan buah hatinya itu, Ratna langsung mengangkat pandangannya dari layar laptop. Saat ini ia sedang menemani Sky yang sedang asyik menonton kartun kesayangannya, Spongebob. Sambil menemani sang anak menonton kartun, Ratna bekerja dan mengurusi semua usaha online dan kos-kosan yang ia tinggal di Bogor. Untuk urusan rumah kos-kosan yang ada di Bogor, ia sudah menyerahkan kepada tetangganya yang sangat baik dan sudah ia percaya selama ini.“Iya, Sayang, ada apa? Mama lagi kerja, nih,” seru Ratna.Sky menoleh ke arahnya dan ia mendadak menoleh kembali ke arah televisi dan diam. Melihat hal itu, Ratna jadi heran dengan perubahan sikap Sky yang mendadak diam.“Lah, kok, diam? Sky mau apa?” tanya Ratna.“enggak, ah! Mama lagi sibuk, Sky enggak m
MEJA YANG HANGATRatna mengemudikan mobilnya dengan santai karena memang hari ini ia tidak ada acara atau pekerjaan berat yang harus ia lakukan. Lagipula semua kebutuhan pindahannya juga sudah diurus oleh petugas jasa pindahan jadi Ratna tinggal menempati rumah barunya saja. Ketika Ratna mengemudi mobil sesekali ia melirik seseorang yang duduk di sampingnya dengan tenang sambil memainkan ipad berwarna hitam. Hati Ratna merasa damai ketika melihat wajah seseorang yang ada di sampingnya karena ketika melihat wajah itu maka semua beban dan lelah yang ia rasakan seolah hilang semuanya.Mobil Ratna sampai di depan rumah barunya. Rumah ini cukup besar dan mempunyai halaman yang cukup luas, bahkan di depan rumah ada taman yang dikelilingi oleh berbagai macam bunga yang indah. Dalam hatinya, ia bersyukur mempunyai sahabat terbaik seperti Risti yang telah mencarikannya rumah sebagus ini.Setelah ia masuk ke dalam kamarnya, Rat
KEMBALITujuh Tahun Kemudian…….Ratna terduduk di sebuah halte dekat salah satu taman yang ada di kota Jakarta. Ia memandang kosong kendaraan yang lalu lalang di depan matanya. Sesekali ia juga menyeruput teh poci yang tadi sempat ia beli di penjual kaki lima sekitar taman. Sebenarnya, ia saat ini merasa gamang dengan keputusannya untuk kembali menginjakkan kaki di Kota Jakarta yang menyimpan kenangan pahit di dalam hidupnya. Namun, ia mencoba untuk meyakinkan diri dan mencoba untuk berpikir positif.Ratna mengibaskan tangan karena merasa gerah. Beradaptasi dengan cuaca Jakarta saat ini bukanlah suatu hal yang mudah. Bagaimana tidak, tujuh tahun ini Ratna hidup di kota Bogor yang jelas-jelas mempunyai cuaca dan suhu yang sangat dingin. Bogor tidak panas.Ratna menatap kosong kendaraan yang lalu lalang sambil memikirkan langkah apa selanjutnya yang harus