KEMBALI
Tujuh Tahun Kemudian…….
Ratna terduduk di sebuah halte dekat salah satu taman yang ada di kota Jakarta. Ia memandang kosong kendaraan yang lalu lalang di depan matanya. Sesekali ia juga menyeruput teh poci yang tadi sempat ia beli di penjual kaki lima sekitar taman. Sebenarnya, ia saat ini merasa gamang dengan keputusannya untuk kembali menginjakkan kaki di Kota Jakarta yang menyimpan kenangan pahit di dalam hidupnya. Namun, ia mencoba untuk meyakinkan diri dan mencoba untuk berpikir positif.
Ratna mengibaskan tangan karena merasa gerah. Beradaptasi dengan cuaca Jakarta saat ini bukanlah suatu hal yang mudah. Bagaimana tidak, tujuh tahun ini Ratna hidup di kota Bogor yang jelas-jelas mempunyai cuaca dan suhu yang sangat dingin. Bogor tidak panas.
Ratna menatap kosong kendaraan yang lalu lalang sambil memikirkan langkah apa selanjutnya yang harus diambil setelah ini. Hingga tiba-tiba …
“Ratna Aprilia!”
Seseorang memanggil namanya dengan berteriak sehingga Ratna terkejut bukan kepalang. Ratna tersenyum dan langsung mengenali siapa pemilik suara itu sehingga ia menoleh ke sumber suara. Ratna langsung berdiri dan melambaikan tangan ke arah wanita yang memanggilnya tadi. Ia terkejut dengan penampilan wanita itu yang semakin cantik. Wanita berkulit sawo matang dan berambut sepunggung, itu Risti.
Wanita itu adalah sahabatnya sejak SMP dan bertahan sampai saat ini, meskipun keduanya terpisah oleh jarak. Ketika Ratna sedang dirundung oleh kemalangan dalam hidupnya, Risti tidak pernah absen untuk mengunjunginya di Bogor. Uniknya lagi, Risti selalu mengulurkan tangan dengan tulus ketika Ratna sedang membutuhkan bantuan dan pertolongan. Setelah keduanya saling berhadapan, Risti meneteskan air matanya dan langsung memeluk Ratna dengan sangat erat.
“Ya Allah, Ratna apa kabar?” tanya Risti di dalam pelukan.
“Alhamdulillah, aku baik-baik saja,” jawab Ratna yang tak kuasa menahan air matanya.
“Eh, ayo kita cari tempat makan dulu. Kau pasti belum makan, kan?” saran Risti yang diangguki oleh Ratna. Akhirnya keduanya pun mencari tempat makan yang jaraknya dekat untuk mengobrol.
Lima puluh meter jaraknya dari taman tersebut, mereka berdua menemukan tempat makan yang menurut penilaian cocok untuk dijadikan tempat mengobrol. Setelah duduk di kursi, Risti pun memanggil pelayan untuk memesan makanan dan minuman.
“Omong-omong, bagaimana proses pindahanmu, Rat, lancar?” tanya Risti membuka obrolan.
“Alhamdulillah, sih, Ris, lancar semuanya. Untung aku ngikutin saranmu untuk menggunakan jasa pindahan. Jadi enggak sampai sehari semua barang pindahan sudah terurus semuanya,” jawab Ratna sambil mengibaskan tangannya akibat merasa sangat gerah.
“Kenapa kamu Rat, enggak kuat, ya, dengan panasnya udara Jakarta?” tanya Risti yang sedikit merasa lucu dengan sikap sahabatnya yang kepanasan.
“Iya, habis enggak kayak cuaca di Bogor,” ucap Ratna dengan wajah yang sedikit cemberut.
“Halah, tenang saja nanti bakal bisa adaptasi, kok.” Risti mencoba menenangkan. “Oh ya, mohon maaf aku tidak bisa membantu proses pindahan kamu tadi. Habisnya Aurel hari ini rewel banget. Gak tahu dah kenapa tuh bocah,” sambung Ratna dengan menundukkan kepalanya menyesal.
“Santai aja, lagian ada petugas yang udah ngurusin, kok. Kamu sudah membantuku untuk mencari rumah baru, aku sudah berterima kasih banget,” jelas Ratna mencoba untuk menenangkan.
“Ya, udah deh. Nanti aku bakal main ke rumahmu dengan Aurel,” hibur Risti.
“Oh ya Ris, katamu Aurel lagi sakit. Terus sekarang kamu tinggalin sama siapa tuh anakmu sekarang?” tanya Ratna sambil celingukan, pasalnya ia tidak melihat Aurel anak sahabatnya.
“Ohhh, Aurel lagi sama Papanya. Untung Mas Fajar lagi libur kerja jadi aku bisa nemuin kamu di sini," jawab Risti. “Oh ya, bagaimana dengan rumah barumu? Cocok, enggak?”
“Alhamdulillah, cocok Ris dan sesuai dengan foto yang kamu kirim ke W* aku. Aku suka.” Ratna tersenyum bahagia karena rumah yang dipilihkan Risti sangat bagus.
“Ya udah, kalau kamu suka, Rat.”
Setelah itu tidak ada obrolan lagi karena makanan dan minuman mereka telah sampai. Setelah itu keduanya makan dalam diam. Waktu hampir menunjukkan pukul dua belas siang sehingga cuaca kota Jakarta semakin menyengat. Ratna semakin kelimpungan mencari angin segar.
“Panas, Ris,” ucap Ratna yang sudah tidak kuat dengan cuaca Jakarta saat ini.
Risti yang melihat sikap Ratna pun tertawa dengan keras. ”Haha ... dasar! Kamu, sih, kelamaan tinggal di Bogor jadi kena panas sedikit kamu sudah ngeluh.”
“Sumpah, panas banget di sini. Kukira masih sama seperti dulu, tapi nyatanya makin panas aja nih kota. Misal, ya, aku meletakkan telur ceplok di atas kepalaku pasti auto matang,” ucap Ratna kesal.
“Iya sih, memang. Asal kamu tahu ya, pas Mas Fajar ngajak aku pindah ke kota ini baru dua hari saja AC tidak mati sama sekali." Ratna mengangguk membenarkan.
“Tuh, kamu aja ngeluh apalagi aku, Ris? Oh ya, omong-omong kamu udah nemu ruko yang aku inginkan?”
“Kemarin Mas Fajar lihat beberapa ruko di dekat rumahmu. Katanya ada beberapa, sih, yang dijual. Nanti kalau kamu mau lihat, aku temenin, deh,” jawab Ratna.
“Omong-omong, kamu mau menjual ruko yang kamu omongin ke aku pas di telpon kemarin?”
“Rencana sih, iya. Habisnya aku punya mimpi punya toko jadi aku bisa jual barang lainnya,” jelas Ratna.
“Oh, ya udah, deh, bagus kalau gitu,” komentar Risti.
Setelah kepergian Ratna dari rumah suaminya, ia memutuskan untuk tinggal di kota Bogor. Dengan berbekal tabungan mandiri seadanya, ia memutuskan untuk membangun sebuah bisnis kontrakan dan kos-kosan. Awalnya ia ragu untuk membangun bisnis tersebut karena belum mempunyai modal yang cukup. Akan tetapi, Risti menyarankan untuk meminjam dari bank sementara dan Ratna menyetujuinya. Beruntung bisnis Ratna berjalan lancar dan menghasilkan uang yang menurutnya cukup untuk menghidupinya.
“Eh, Omong-omong aku harus pulang dulu, Rat,” ucap Risti tiba-tiba.
“Kamu mau pulang, kenapa?” Ratna mengernyitkan dahinya heran.
“Aku khawatir kalau Aurel lagi sama Mas Fajar,” ucap Risti dengan risau.
“Hah? Khawatir gimana? Bukannya bagus, ya, kalau Fajar di rumah? Jadi kalian bisa gantian momong Aurel,” Ratna terkejut dengan alasan sahabatnya.
“Iya, bagus, sih. Tapi tahu enggak, kemarin pas aku tinggal beli royco di toko sebelah, tuh anak ga berupa anak.”
“Hah? Ga berupa bagaimana?’’ Ratna semakin heran dengan ucapan Risti.
“Ya gitu, Aurel kan dimandiin tuh sama Papanya. Masak iya, Aurel dibedakin dan dikasih minyak telon sebadan. Mana anaknya diem lagi pas digituin Mas Fajar.”
“Hahaha … ada ada aja deh, mesti kebiasaan tuh suamimu.” Ratna tidak menggelakkan tawanya ketika mendengar cerita Risti.
“Ya udah deh, aku pamit dulu ya,” pamit Risti dan cipika-cipiki dengan sahabatnya sebelum tersebut berpisah.
Setelah merasa Risti sudah jauh dari pandangannya, Ratna pun mengemasi barang-barangnya dan meninggalkan tempat makan tersebut. Ia kemudian naik ke mobil dan menuju ke sebuah tempat. Ia turun dari mobilnya dan menunggu seseorang. Tak beberapa lama ia melihat orang yang ia tunggu dan ia sayangi, Ratna melambaikan tangan sehingga membuat orang tersebut menghampirinya.
“Apa kabar, Sayang?” sapa Ratna pada orang tersebut sambil mengecup pipinya penuh sayang.
MEJA YANG HANGATRatna mengemudikan mobilnya dengan santai karena memang hari ini ia tidak ada acara atau pekerjaan berat yang harus ia lakukan. Lagipula semua kebutuhan pindahannya juga sudah diurus oleh petugas jasa pindahan jadi Ratna tinggal menempati rumah barunya saja. Ketika Ratna mengemudi mobil sesekali ia melirik seseorang yang duduk di sampingnya dengan tenang sambil memainkan ipad berwarna hitam. Hati Ratna merasa damai ketika melihat wajah seseorang yang ada di sampingnya karena ketika melihat wajah itu maka semua beban dan lelah yang ia rasakan seolah hilang semuanya.Mobil Ratna sampai di depan rumah barunya. Rumah ini cukup besar dan mempunyai halaman yang cukup luas, bahkan di depan rumah ada taman yang dikelilingi oleh berbagai macam bunga yang indah. Dalam hatinya, ia bersyukur mempunyai sahabat terbaik seperti Risti yang telah mencarikannya rumah sebagus ini.Setelah ia masuk ke dalam kamarnya, Rat
PATRICK, TUAN CRAB, DAN TANGKUBAN PERAHU“Mama,” panggil Sky.Mendengar panggilan buah hatinya itu, Ratna langsung mengangkat pandangannya dari layar laptop. Saat ini ia sedang menemani Sky yang sedang asyik menonton kartun kesayangannya, Spongebob. Sambil menemani sang anak menonton kartun, Ratna bekerja dan mengurusi semua usaha online dan kos-kosan yang ia tinggal di Bogor. Untuk urusan rumah kos-kosan yang ada di Bogor, ia sudah menyerahkan kepada tetangganya yang sangat baik dan sudah ia percaya selama ini.“Iya, Sayang, ada apa? Mama lagi kerja, nih,” seru Ratna.Sky menoleh ke arahnya dan ia mendadak menoleh kembali ke arah televisi dan diam. Melihat hal itu, Ratna jadi heran dengan perubahan sikap Sky yang mendadak diam.“Lah, kok, diam? Sky mau apa?” tanya Ratna.“enggak, ah! Mama lagi sibuk, Sky enggak m
DETAK JANTUNG“Mama, di mana sepatuku? Kok, enggak ada di rak sepatu!” teriak Sky dari arah kamarnya.Ratna yang sedang berkutik di dapur sedang menyiapkan bekal Sky pun terkejut mendengar teriakan anaknya itu. Ia pun menghelas napaa sebab hampir di setiap pagi pasti anaknya itu berteriak mencari barangnya, entah itu sepatu, dasi, hingga penghapus pun ia cari. Awalnya Ratna membiarkan anaknya itu agar ia bisa menemukan sepatunya dan mencarinya terlebih dahulu namun Sky tetap berteriak sehingga ia pun harus menghampiri kamar anaknya yang ada di lantai dua.“Nyari apa lagi sih, Sayang?” tanya Ratna ketika sudah sampai di kamar anaknya. Ia melihat Sky sedang mengacak-acak rak sepatu yang ada di depan pintu kamarnya. Melihat sepatu yang awalnya tadi rapi kini menjadi berantakan, Ratna hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.“Mama lama banget, s
HARAPANRatna menatap kosong buku nikah bersampul merah yang ada di depannya. Matanya sangat merah karena terlalu menahan amarah yang membuncah tiba-tiba. Di dalam pikirannya masih terbayang sangat jelas ketika ia diusir dari rumah milik Tristan Adithama dengan cara yang tidak terhormat. Menurutnya, malam itu adalah malam terakhir ia bertemu dengan pria bajingan itu. Namun, siapa sangka, kenangan pahit yang sudah ia bungkus rapat-rapat dan mencoba membuangnya jauh-jauh malah kembali lagi mengenai hatinya yang baru mulai sembuh.“Ini tidak benar. Pria itu bukan Tristan Adithama. Aku mungkin salah lihat,” gerutunya heran dan masih tak percaya dengan sosok yang baru saja ia lihat di lantai satu.“Tapi aku yakin kalau sosok itu adalah bajingan Tristan! Ya, mata hitam gelap tadi mirip matanya.” Semakin ia berpikir dan memikirkan sosok yang tadi ia lihat maka hatinya semakin mengatakan ba
PENIPU“Astaga, ini ruangan kerja atau tempat tinggal orang purba? Sudah bau rokok, jendela enggak dibuka lagi. Lu mau mati membusuk di ruangan yang kayak gini?” gerutu seorang laki-laki berjas hitam saat memasuki sebuah ruangan kerja.Mendengar omelan laki-laki itu membuat mata laki-laki lain mengikuti gerakan orang yang baru masuk ke ruangan kerja. Laki-laki yang tadi duduk di kursi kerja pun berdiri lalu menuju ke arah jendela dan membuka gorden. Cahaya sinar matahari siang saat itu langsung menerobos masuk dan berlomba-lomba untuk menerangi ruangan kerja tersebut. Setelah membuka jendela laki-laki itu pun langsung duduk di sofa panjang dekat dengan meja kerjanya.“Lu itu inget umur, dong. Coba lihat! Sudah berapa batang rokok yang lu hisap? Bukannya mendekatkan diri ke Tuhan, tapi malah ugal-ugalan!” omel laki-laki berjas hitam dengan perasaan yang sangat kesal ketika melihat pu
TAMAN BERMAINDi taman, Ratna sedang memperhatikan Sky dan Aurel yang sedang bersenang-senang di arena bermain. Mata Ratna begitu cerah dan bahagia ketika melihat anak semata wayangnya tersenyum dan tertawa lepas. Dalam hati ia benar-benar sangat bersyukur karena Tuhan telah mengirimkan sosok malaikat kecil yang mampu membuat semua beban di pundaknya terasa hilang dengan hanya menatap tawa Sky.Dikarenakan Ratna sangat terbius dengan tawa Sky, ia sampai tidak sadar telah mengacuhkan Risti yang dari tadi bengong duduk di sampingnya. Sebenarnya, Risti juga ikut bahagia ketika melihat sahabatnya ini tersenyum, tapi kadang kala Ratna sering melupakan sekitarnya ketika bahagia.“Gak bisa gitu, kamu ajak aku ngobrol sebentar? Apa aku hanya patung bagimu?” cibir Risti yang sudah tidak tahan dengan suasana canggung saat ini.Ratna pun terkejut saat Risti mencoba mengajaknya untuk mengobrol. Ia m
BERTEMU LAGI Di ruangan kerja, Tristan sedang berkutat dengan lembaran kertas dan layar komputer yang menyala. Jemarinya terus menekan keyboard tanpa ampun sehingga menimbulkan suara cukup keras. Kedua bola mata itu menatap layar dengan serius seolah ia sedang berfikir bagaimana cara untuk menyelesaikan pekerjaan dengan cepat, agar ia bisa keluar dari kantor dan mencari tahu tentang Ratna. Namun, tiba-tiba pintu ruangan kerjanya dibuka secara paksa sehingga membuat suara benturan antara pintu dan dinding. Tristan menghentikan gerakan jemarinya dan memutar kursi untuk menghadap ke arah pintu. Ia mengehela napas ketika matanya menangkap bahwa Vio yang membuka pintu dengan wajah cemas.“Gak bisa apa buka pintunya biasa aja? Jangan sampai tangan lu gue patahin,” ucap Tristan datar. Vio mengacuhkan ucapan Tristan dan memilih untuk mondar-mandir sambil kedua tangannya di li
ANAK SIAPA?Tristan berjalan gontai menuju mobilnya sambil memegang pipinya yang masih merah akibat tamparan keras dari Ratna. Ia masuk ke dalam mobil dengan wajah yang benar-benar musam sedangkan Marchela hanya menatapnya datar karena ia benar-benar belum paham tentang apa yang dialami oleh Tristan. Ingin rasanya Marchela bertanya namun ia takut kalau teman papanya itu marah karena raut wajahnya saja sudah tampak tidak bersahabat.Dalam diam Tristan mulai melajukan mobilnya dan sepanjang perjalanan itu pula ia termenung dan mengingat-ingat tentang Ratna dan anak laki-laki yang ada di sampingnya. Dari keakraban Marchela dengan anak laki-laki itu, Tristan menebak bahwa umurnya seusia Marchela yang kira-kira usianya 8 tahun.Semakin ia berpikir maka ia mendapatkan jawaban bahwa saat Ratna meninggalkannya, wanita itu sedang hamil. Tak hanya itu saja, ada banyak sekali pikiran yang sedang bercamuk di dalam kepalanya. Pertanyaan yang co
ANAK SIAPA?Tristan berjalan gontai menuju mobilnya sambil memegang pipinya yang masih merah akibat tamparan keras dari Ratna. Ia masuk ke dalam mobil dengan wajah yang benar-benar musam sedangkan Marchela hanya menatapnya datar karena ia benar-benar belum paham tentang apa yang dialami oleh Tristan. Ingin rasanya Marchela bertanya namun ia takut kalau teman papanya itu marah karena raut wajahnya saja sudah tampak tidak bersahabat.Dalam diam Tristan mulai melajukan mobilnya dan sepanjang perjalanan itu pula ia termenung dan mengingat-ingat tentang Ratna dan anak laki-laki yang ada di sampingnya. Dari keakraban Marchela dengan anak laki-laki itu, Tristan menebak bahwa umurnya seusia Marchela yang kira-kira usianya 8 tahun.Semakin ia berpikir maka ia mendapatkan jawaban bahwa saat Ratna meninggalkannya, wanita itu sedang hamil. Tak hanya itu saja, ada banyak sekali pikiran yang sedang bercamuk di dalam kepalanya. Pertanyaan yang co
BERTEMU LAGI Di ruangan kerja, Tristan sedang berkutat dengan lembaran kertas dan layar komputer yang menyala. Jemarinya terus menekan keyboard tanpa ampun sehingga menimbulkan suara cukup keras. Kedua bola mata itu menatap layar dengan serius seolah ia sedang berfikir bagaimana cara untuk menyelesaikan pekerjaan dengan cepat, agar ia bisa keluar dari kantor dan mencari tahu tentang Ratna. Namun, tiba-tiba pintu ruangan kerjanya dibuka secara paksa sehingga membuat suara benturan antara pintu dan dinding. Tristan menghentikan gerakan jemarinya dan memutar kursi untuk menghadap ke arah pintu. Ia mengehela napas ketika matanya menangkap bahwa Vio yang membuka pintu dengan wajah cemas.“Gak bisa apa buka pintunya biasa aja? Jangan sampai tangan lu gue patahin,” ucap Tristan datar. Vio mengacuhkan ucapan Tristan dan memilih untuk mondar-mandir sambil kedua tangannya di li
TAMAN BERMAINDi taman, Ratna sedang memperhatikan Sky dan Aurel yang sedang bersenang-senang di arena bermain. Mata Ratna begitu cerah dan bahagia ketika melihat anak semata wayangnya tersenyum dan tertawa lepas. Dalam hati ia benar-benar sangat bersyukur karena Tuhan telah mengirimkan sosok malaikat kecil yang mampu membuat semua beban di pundaknya terasa hilang dengan hanya menatap tawa Sky.Dikarenakan Ratna sangat terbius dengan tawa Sky, ia sampai tidak sadar telah mengacuhkan Risti yang dari tadi bengong duduk di sampingnya. Sebenarnya, Risti juga ikut bahagia ketika melihat sahabatnya ini tersenyum, tapi kadang kala Ratna sering melupakan sekitarnya ketika bahagia.“Gak bisa gitu, kamu ajak aku ngobrol sebentar? Apa aku hanya patung bagimu?” cibir Risti yang sudah tidak tahan dengan suasana canggung saat ini.Ratna pun terkejut saat Risti mencoba mengajaknya untuk mengobrol. Ia m
PENIPU“Astaga, ini ruangan kerja atau tempat tinggal orang purba? Sudah bau rokok, jendela enggak dibuka lagi. Lu mau mati membusuk di ruangan yang kayak gini?” gerutu seorang laki-laki berjas hitam saat memasuki sebuah ruangan kerja.Mendengar omelan laki-laki itu membuat mata laki-laki lain mengikuti gerakan orang yang baru masuk ke ruangan kerja. Laki-laki yang tadi duduk di kursi kerja pun berdiri lalu menuju ke arah jendela dan membuka gorden. Cahaya sinar matahari siang saat itu langsung menerobos masuk dan berlomba-lomba untuk menerangi ruangan kerja tersebut. Setelah membuka jendela laki-laki itu pun langsung duduk di sofa panjang dekat dengan meja kerjanya.“Lu itu inget umur, dong. Coba lihat! Sudah berapa batang rokok yang lu hisap? Bukannya mendekatkan diri ke Tuhan, tapi malah ugal-ugalan!” omel laki-laki berjas hitam dengan perasaan yang sangat kesal ketika melihat pu
HARAPANRatna menatap kosong buku nikah bersampul merah yang ada di depannya. Matanya sangat merah karena terlalu menahan amarah yang membuncah tiba-tiba. Di dalam pikirannya masih terbayang sangat jelas ketika ia diusir dari rumah milik Tristan Adithama dengan cara yang tidak terhormat. Menurutnya, malam itu adalah malam terakhir ia bertemu dengan pria bajingan itu. Namun, siapa sangka, kenangan pahit yang sudah ia bungkus rapat-rapat dan mencoba membuangnya jauh-jauh malah kembali lagi mengenai hatinya yang baru mulai sembuh.“Ini tidak benar. Pria itu bukan Tristan Adithama. Aku mungkin salah lihat,” gerutunya heran dan masih tak percaya dengan sosok yang baru saja ia lihat di lantai satu.“Tapi aku yakin kalau sosok itu adalah bajingan Tristan! Ya, mata hitam gelap tadi mirip matanya.” Semakin ia berpikir dan memikirkan sosok yang tadi ia lihat maka hatinya semakin mengatakan ba
DETAK JANTUNG“Mama, di mana sepatuku? Kok, enggak ada di rak sepatu!” teriak Sky dari arah kamarnya.Ratna yang sedang berkutik di dapur sedang menyiapkan bekal Sky pun terkejut mendengar teriakan anaknya itu. Ia pun menghelas napaa sebab hampir di setiap pagi pasti anaknya itu berteriak mencari barangnya, entah itu sepatu, dasi, hingga penghapus pun ia cari. Awalnya Ratna membiarkan anaknya itu agar ia bisa menemukan sepatunya dan mencarinya terlebih dahulu namun Sky tetap berteriak sehingga ia pun harus menghampiri kamar anaknya yang ada di lantai dua.“Nyari apa lagi sih, Sayang?” tanya Ratna ketika sudah sampai di kamar anaknya. Ia melihat Sky sedang mengacak-acak rak sepatu yang ada di depan pintu kamarnya. Melihat sepatu yang awalnya tadi rapi kini menjadi berantakan, Ratna hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.“Mama lama banget, s
PATRICK, TUAN CRAB, DAN TANGKUBAN PERAHU“Mama,” panggil Sky.Mendengar panggilan buah hatinya itu, Ratna langsung mengangkat pandangannya dari layar laptop. Saat ini ia sedang menemani Sky yang sedang asyik menonton kartun kesayangannya, Spongebob. Sambil menemani sang anak menonton kartun, Ratna bekerja dan mengurusi semua usaha online dan kos-kosan yang ia tinggal di Bogor. Untuk urusan rumah kos-kosan yang ada di Bogor, ia sudah menyerahkan kepada tetangganya yang sangat baik dan sudah ia percaya selama ini.“Iya, Sayang, ada apa? Mama lagi kerja, nih,” seru Ratna.Sky menoleh ke arahnya dan ia mendadak menoleh kembali ke arah televisi dan diam. Melihat hal itu, Ratna jadi heran dengan perubahan sikap Sky yang mendadak diam.“Lah, kok, diam? Sky mau apa?” tanya Ratna.“enggak, ah! Mama lagi sibuk, Sky enggak m
MEJA YANG HANGATRatna mengemudikan mobilnya dengan santai karena memang hari ini ia tidak ada acara atau pekerjaan berat yang harus ia lakukan. Lagipula semua kebutuhan pindahannya juga sudah diurus oleh petugas jasa pindahan jadi Ratna tinggal menempati rumah barunya saja. Ketika Ratna mengemudi mobil sesekali ia melirik seseorang yang duduk di sampingnya dengan tenang sambil memainkan ipad berwarna hitam. Hati Ratna merasa damai ketika melihat wajah seseorang yang ada di sampingnya karena ketika melihat wajah itu maka semua beban dan lelah yang ia rasakan seolah hilang semuanya.Mobil Ratna sampai di depan rumah barunya. Rumah ini cukup besar dan mempunyai halaman yang cukup luas, bahkan di depan rumah ada taman yang dikelilingi oleh berbagai macam bunga yang indah. Dalam hatinya, ia bersyukur mempunyai sahabat terbaik seperti Risti yang telah mencarikannya rumah sebagus ini.Setelah ia masuk ke dalam kamarnya, Rat
KEMBALITujuh Tahun Kemudian…….Ratna terduduk di sebuah halte dekat salah satu taman yang ada di kota Jakarta. Ia memandang kosong kendaraan yang lalu lalang di depan matanya. Sesekali ia juga menyeruput teh poci yang tadi sempat ia beli di penjual kaki lima sekitar taman. Sebenarnya, ia saat ini merasa gamang dengan keputusannya untuk kembali menginjakkan kaki di Kota Jakarta yang menyimpan kenangan pahit di dalam hidupnya. Namun, ia mencoba untuk meyakinkan diri dan mencoba untuk berpikir positif.Ratna mengibaskan tangan karena merasa gerah. Beradaptasi dengan cuaca Jakarta saat ini bukanlah suatu hal yang mudah. Bagaimana tidak, tujuh tahun ini Ratna hidup di kota Bogor yang jelas-jelas mempunyai cuaca dan suhu yang sangat dingin. Bogor tidak panas.Ratna menatap kosong kendaraan yang lalu lalang sambil memikirkan langkah apa selanjutnya yang harus