MEJA YANG HANGAT
Ratna mengemudikan mobilnya dengan santai karena memang hari ini ia tidak ada acara atau pekerjaan berat yang harus ia lakukan. Lagipula semua kebutuhan pindahannya juga sudah diurus oleh petugas jasa pindahan jadi Ratna tinggal menempati rumah barunya saja. Ketika Ratna mengemudi mobil sesekali ia melirik seseorang yang duduk di sampingnya dengan tenang sambil memainkan ipad berwarna hitam. Hati Ratna merasa damai ketika melihat wajah seseorang yang ada di sampingnya karena ketika melihat wajah itu maka semua beban dan lelah yang ia rasakan seolah hilang semuanya.
Mobil Ratna sampai di depan rumah barunya. Rumah ini cukup besar dan mempunyai halaman yang cukup luas, bahkan di depan rumah ada taman yang dikelilingi oleh berbagai macam bunga yang indah. Dalam hatinya, ia bersyukur mempunyai sahabat terbaik seperti Risti yang telah mencarikannya rumah sebagus ini.
Setelah ia masuk ke dalam kamarnya, Ratna langsung membongkar semua belanjaannya yang tadi sempat ia beli di tengah-tengah perjalanan pulang. Ya, belanjaannya itu berisi keperluan rumah, bahan pokok, dan beberapa barang yang ingin ia perjual belikan nantinya. Ketika tadi ia berbelanja di supermarket dan di beberapa toko, orang yang ada di sampingnya terus rewel karena menurutnya Ratna sangat lama ketika berbelanja. Jadi mau tidak mau, Ratna harus mengakhiri kegiatan belanjanya.
“Sayang, cepat ganti baju jangan lupa cuci tangan setelah itu kamu ke Mbak Ina minta makan siang!” teriak Ratna dari dalam kamarnya.
“Siap, Bos!” teriak seseorang yang dipanggil sayang oleh Ratna.
Selain berbelanja kebutuhan rumah, beberapa baju ganti, dan keperluan tokonya, Ratna juga membeli beberapa makanan siap saji karena tadi saat di jalan, Ina---asisten rumah tangga Ratna---menelpon bahwa tidak bisa masak hari ini karena harus mengurus barang pindahan. Ia membeli ayam goreng dan nasi kesukaan orang kesayangannya lalu memindahkan makanan itu ke piring dan membawanya ke kantai satu karena memang meja makan ada di lantai itu. Yap, benar saja, baru beberapa saat ayam dan nasi itu ia letakkan di meja makan, seseorang menghampirinya dengan cepat lalu duduk tenang di kursi.
“Sudah cuci tangan?” tanya Ratna kepada orang tersebut.
“Hehehe, lupa.” Orang itu tertawa malu sehingga menampilkan giginya yang copot satu tepat di bagian tengah.
“Nah, ‘kan, sana cepat cuci tangan!” Ratna berkacak pinggang dan memelototi orang tersebut. Dalam hitungan detik orang tersebut menuju ke arah wastafel untuk cuci tangan lalu kembali lagi ke meja makan.
“Sudah boleh makan?” tanya orang tersebut dengan wajah yang cemberut.
“Iya, boleh.” Tak menunggu beberapa lama, orang tersebut pun segera melahap ayam goreng yang ada di depannya.
“Hati-hati kalau makan, nanti tersedak,” ucap Ratna kepada orang tersebut yang hanya dibalas dengan tatapan tajam.
Melihat orang tersebut mulai diam dan dan asyik dengan makanannya, Ratna pun tersenyum bersyukur karena mempunyai seseorang yang ada di depannya sekarang. Setelah makan siang selesai, Ratna menyuruh orang tersebut mencuci tangan dan memanggilnya lagi agar duduk di meja makan.
“Omong-omong, bagaimana sekolahnya?” tanya Ratna kepada seseorang yang ada di depannya yang sedang meletakkan kepala di atas meja makan karena kekenyangan.
Sky Pranatagama namanya. Ia adalah anak kecil berusia 7 tahun yang merupakan putra dari pernikahan Ratna bersama seorang yang tidak pernah ingin Ratna sebut namanya. Ia pikir pria tersebut menyayangi dirinya, namun Ratna salah. Ketika ia ingin memberitahu bahwa dirinya sedang hamil, dengan teganya pria tersebut menuduhnya atas kesalahan yang tidak berdasar lalu menceraikan dan mengusirnya dari rumah.
Membesarkan anak seorang diri, bukanlah suatu hal yang mudah bagi Ratna. Karena memang saat ia hamil Sky, Ratna baru saja mendapatkan gelar sarjananya. Bahkan setelah diusir dari rumah, ia mencoba untuk melamar di perusahan-perusahaan baik swasta maupun negeri tapi tak ada yang mau menerimanya sebab keadaannya adalah hamil.
Akan tetapi, Ratna selalu bersyukur karena ia berkuliah di jurusan ekonomi di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Jakarta karena di jurusan itu ia telah mempunyai jiwa-jiwa bisnis sehingga ia memutuskan untuk membuka sebuah toko online yang saat ini masih berjalan lancar.
Setelah ia diusir dari rumah pria itu, Ratna benar-benar hidup sebatang kara karena memang ia tidak tahu tujuannya mau ke mana. Ia juga tidak mungkin pulang ke rumah orang tuanya yang ada di Surabaya karena jika orang tuanya tahu dirinya diusir dari rumah suaminya itu maka bisa menjadi suatu masalah yang besar. Mengapa demikian? Karena memang pernikahannya tidak pernah direstui oleh kedua orang tuanya. Jadi tidak mungkin kalau Ratna pulang ke rumah orang tuanya.
Hidup di Bogor memang mempunyai biaya hidup yang jauh lebih murah dibanding dengan kehidupan di Jakarta. Ketika ia hidup di Bogor, ia rela harus membanting tulang demi anak yang ada di kandungannya sebab ia tak ingin anaknya merasa kekurangan. Pada saat ia menjalankan toko online, menurutnya penghasilannya masih kurang sehingga mau tidak mau ia harus menjual kue keliling. Intinya, apa pun akan dia lakukan asalkan pekerjaan itu halal.
“Dasar wanita jalang!”
“Pasti dia adalah simpanan para pejabat yang diasingkan!!”
“Hamil kok disembunyi-sembunyikan!”
Ketika ia hidup di Bogor, tak sedikit pula orang yang menghina atau mengejeknya. Hal tersebut dikarenakan usia Ratna yang masih 24 tahun, sedang hamil, dan hidup seorang diri di pedesaan. Banyak sekali kabar miring tentang Ratna, salah satunya ia dianggap sebagai wanita simpanan para pejabat yang sedang hamil dan diasingkan di tempat terpencil agar tidak ketahuan dengan istri sahnya. Meskipun banyak yang menggunjingnya, Ratna memilih untuk bersabar dan bertahan. Bahkan ada beberapa tetangga lain yang masih baik hati dan merasa iba kepadanya.
Namun, pada suatu hari atas dasar saran dari Risti, Ratna memberanikan diri meminjam uang dari bank yang dapat digunakan sebagai modal awal untuk usaha. Usaha yang ia pikirkan yaitu membuka sebuah ruko untuk menjual alat-alat perkantoran karena memang di lingkungan tinggal adalah lokasi para pekerja kantoran. Bahkan ia mencoba untuk membuka usaha kos-kosan sebab ada banyak sekali bapak-ibu atau anak kuliahan yang mengekos di sekitar daerah tersebut. Beruntung semua usahanya dapat berjalan dengan lancar namun tahun ini, usahanya sedikit sepi sehingga Risti menyarankan untuk pindah ke Jakarta lagi.
“Mama, kok, melamun? pasti Mama tidak mendengarkanku, kan?” ucap Sky dengan nada kesal. Anak itu mengerucutkan bibir sehingga membuat Ratna tersadar dari nostalgia perjuangan hidupnya.
“Eh, maaf, Sayang. Tadi Mama lagi mikirin usaha untuk hidup kita. Tadi kamu ngomong apa?” hibur Ratna sambil mengelus kepala Sky lembut.
“Gak mau! Sky capek ngomong banyak-banyak tapi Mama enggak perhatiin. Tau, ah!” Sky masih kesal dengan sikap Mamanya yang sering melamun.
Ratna tersenyum ketika melihat anaknya sedang merajuk karena baginya itu adalah hal yang lucu. “Lah, kok, gitu? Ya udah kalau enggak mau cerita jadi es krimnya Mama kasih ke Mbak Ina,” goda Ratna menahan tawa.
“Ahhh ... enggak bisa gitu dong, Ma! Ya udah, deh, Sky cerita nih.” Sky Pun terbujuk dengan rayuan es krim yang ditawarkan oleh Ratna.
“Nah, gitu dong, baru anak Mama,” ucap Ratna yang menopang dagunya di depan muka Sky sehingga membuat anak itu semakin cemberut dan kesal.
“Jadi gini, Ma. Sky seneng banget karena punya banyak teman. Teman-teman aku juga baik.” Sky memulai ceritanya. “Tadi Sky duduk sama anak mirip orang China, namanya Kevin. Dia itu awalnya pendiam. Sky ga suka jadi aku godain biar ngomong. Eh, taunya dia juga cerewet,” imbuh Sky dengan riang. Sky merupakan anak yang gampang melupakan sesuatu pada saat bercerita bahkan ia sudah lupa dengan perasaan sebalnya.
”Lah, kok, malah Sky jahil. Emang Sky apain itu anak China?” tanya Ratna pada Sky.
“Enggak Sky apa-apain. Cuma Sky tarik buku gambarnya lalu dia ngomel,” terang Sky tidak bersalah yang membuat Ratna harus menahan tawa.
“Yah, Sky jahat. Sama teman enggak boleh gitu, Sayang, nanti enggak punya teman bagaimana? Sky mau kalau nanti temenan sama kucing?” goda Ratna yang sukses membuat Sky menundukkan kepalanya bersalah.
“Ya udah deh, Sky enggak bakal nakal lagi,” ucap Sky pada akhirnya.
Melihat Sky yang sudah mengakui kesalahannya, Ratna pun tersenyum lalu mengelus rambut anaknya. “Terus bagaimana guru di sekolah, Sky?” pancing Ratna agar Sky jadi ceria lagi.
“Guru Sky?” tanya Sky dan ditanggapi oleh anggukan kepala Ratna. “Emm, baik Ma. Tapi ada salah satu guru yang gemuk. Sky takut melihatnya,” lanjut Sky.
“Lah, kok, Sky bilang gitu? Sky mau masuk neraka gara-gara menghina guru sendiri?” goda Ratna lagi yang membuat Sky menggelengkan kepalanya cepat. “Nah, makanya jangan ejek orang lainnya,” lanjut Ratna. Tiba-tiba Sky menguap sangat lebar membuat wajahnya semakin lucu.
“Ya udah, sekarang Sky tidur siang dulu,” ucap Ratna lalu Sky pun menuju ke kamar tidurnya.
PATRICK, TUAN CRAB, DAN TANGKUBAN PERAHU“Mama,” panggil Sky.Mendengar panggilan buah hatinya itu, Ratna langsung mengangkat pandangannya dari layar laptop. Saat ini ia sedang menemani Sky yang sedang asyik menonton kartun kesayangannya, Spongebob. Sambil menemani sang anak menonton kartun, Ratna bekerja dan mengurusi semua usaha online dan kos-kosan yang ia tinggal di Bogor. Untuk urusan rumah kos-kosan yang ada di Bogor, ia sudah menyerahkan kepada tetangganya yang sangat baik dan sudah ia percaya selama ini.“Iya, Sayang, ada apa? Mama lagi kerja, nih,” seru Ratna.Sky menoleh ke arahnya dan ia mendadak menoleh kembali ke arah televisi dan diam. Melihat hal itu, Ratna jadi heran dengan perubahan sikap Sky yang mendadak diam.“Lah, kok, diam? Sky mau apa?” tanya Ratna.“enggak, ah! Mama lagi sibuk, Sky enggak m
DETAK JANTUNG“Mama, di mana sepatuku? Kok, enggak ada di rak sepatu!” teriak Sky dari arah kamarnya.Ratna yang sedang berkutik di dapur sedang menyiapkan bekal Sky pun terkejut mendengar teriakan anaknya itu. Ia pun menghelas napaa sebab hampir di setiap pagi pasti anaknya itu berteriak mencari barangnya, entah itu sepatu, dasi, hingga penghapus pun ia cari. Awalnya Ratna membiarkan anaknya itu agar ia bisa menemukan sepatunya dan mencarinya terlebih dahulu namun Sky tetap berteriak sehingga ia pun harus menghampiri kamar anaknya yang ada di lantai dua.“Nyari apa lagi sih, Sayang?” tanya Ratna ketika sudah sampai di kamar anaknya. Ia melihat Sky sedang mengacak-acak rak sepatu yang ada di depan pintu kamarnya. Melihat sepatu yang awalnya tadi rapi kini menjadi berantakan, Ratna hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.“Mama lama banget, s
HARAPANRatna menatap kosong buku nikah bersampul merah yang ada di depannya. Matanya sangat merah karena terlalu menahan amarah yang membuncah tiba-tiba. Di dalam pikirannya masih terbayang sangat jelas ketika ia diusir dari rumah milik Tristan Adithama dengan cara yang tidak terhormat. Menurutnya, malam itu adalah malam terakhir ia bertemu dengan pria bajingan itu. Namun, siapa sangka, kenangan pahit yang sudah ia bungkus rapat-rapat dan mencoba membuangnya jauh-jauh malah kembali lagi mengenai hatinya yang baru mulai sembuh.“Ini tidak benar. Pria itu bukan Tristan Adithama. Aku mungkin salah lihat,” gerutunya heran dan masih tak percaya dengan sosok yang baru saja ia lihat di lantai satu.“Tapi aku yakin kalau sosok itu adalah bajingan Tristan! Ya, mata hitam gelap tadi mirip matanya.” Semakin ia berpikir dan memikirkan sosok yang tadi ia lihat maka hatinya semakin mengatakan ba
PENIPU“Astaga, ini ruangan kerja atau tempat tinggal orang purba? Sudah bau rokok, jendela enggak dibuka lagi. Lu mau mati membusuk di ruangan yang kayak gini?” gerutu seorang laki-laki berjas hitam saat memasuki sebuah ruangan kerja.Mendengar omelan laki-laki itu membuat mata laki-laki lain mengikuti gerakan orang yang baru masuk ke ruangan kerja. Laki-laki yang tadi duduk di kursi kerja pun berdiri lalu menuju ke arah jendela dan membuka gorden. Cahaya sinar matahari siang saat itu langsung menerobos masuk dan berlomba-lomba untuk menerangi ruangan kerja tersebut. Setelah membuka jendela laki-laki itu pun langsung duduk di sofa panjang dekat dengan meja kerjanya.“Lu itu inget umur, dong. Coba lihat! Sudah berapa batang rokok yang lu hisap? Bukannya mendekatkan diri ke Tuhan, tapi malah ugal-ugalan!” omel laki-laki berjas hitam dengan perasaan yang sangat kesal ketika melihat pu
TAMAN BERMAINDi taman, Ratna sedang memperhatikan Sky dan Aurel yang sedang bersenang-senang di arena bermain. Mata Ratna begitu cerah dan bahagia ketika melihat anak semata wayangnya tersenyum dan tertawa lepas. Dalam hati ia benar-benar sangat bersyukur karena Tuhan telah mengirimkan sosok malaikat kecil yang mampu membuat semua beban di pundaknya terasa hilang dengan hanya menatap tawa Sky.Dikarenakan Ratna sangat terbius dengan tawa Sky, ia sampai tidak sadar telah mengacuhkan Risti yang dari tadi bengong duduk di sampingnya. Sebenarnya, Risti juga ikut bahagia ketika melihat sahabatnya ini tersenyum, tapi kadang kala Ratna sering melupakan sekitarnya ketika bahagia.“Gak bisa gitu, kamu ajak aku ngobrol sebentar? Apa aku hanya patung bagimu?” cibir Risti yang sudah tidak tahan dengan suasana canggung saat ini.Ratna pun terkejut saat Risti mencoba mengajaknya untuk mengobrol. Ia m
BERTEMU LAGI Di ruangan kerja, Tristan sedang berkutat dengan lembaran kertas dan layar komputer yang menyala. Jemarinya terus menekan keyboard tanpa ampun sehingga menimbulkan suara cukup keras. Kedua bola mata itu menatap layar dengan serius seolah ia sedang berfikir bagaimana cara untuk menyelesaikan pekerjaan dengan cepat, agar ia bisa keluar dari kantor dan mencari tahu tentang Ratna. Namun, tiba-tiba pintu ruangan kerjanya dibuka secara paksa sehingga membuat suara benturan antara pintu dan dinding. Tristan menghentikan gerakan jemarinya dan memutar kursi untuk menghadap ke arah pintu. Ia mengehela napas ketika matanya menangkap bahwa Vio yang membuka pintu dengan wajah cemas.“Gak bisa apa buka pintunya biasa aja? Jangan sampai tangan lu gue patahin,” ucap Tristan datar. Vio mengacuhkan ucapan Tristan dan memilih untuk mondar-mandir sambil kedua tangannya di li
ANAK SIAPA?Tristan berjalan gontai menuju mobilnya sambil memegang pipinya yang masih merah akibat tamparan keras dari Ratna. Ia masuk ke dalam mobil dengan wajah yang benar-benar musam sedangkan Marchela hanya menatapnya datar karena ia benar-benar belum paham tentang apa yang dialami oleh Tristan. Ingin rasanya Marchela bertanya namun ia takut kalau teman papanya itu marah karena raut wajahnya saja sudah tampak tidak bersahabat.Dalam diam Tristan mulai melajukan mobilnya dan sepanjang perjalanan itu pula ia termenung dan mengingat-ingat tentang Ratna dan anak laki-laki yang ada di sampingnya. Dari keakraban Marchela dengan anak laki-laki itu, Tristan menebak bahwa umurnya seusia Marchela yang kira-kira usianya 8 tahun.Semakin ia berpikir maka ia mendapatkan jawaban bahwa saat Ratna meninggalkannya, wanita itu sedang hamil. Tak hanya itu saja, ada banyak sekali pikiran yang sedang bercamuk di dalam kepalanya. Pertanyaan yang co
KAMU DAN SECARIK KERTASTujuh tahun yang lalu….Ratna menguncupkan senyum di sudut bibirnya pada saat ia melihat kertas yang ada di genggamannya sekarang. Hatinya benar-benar sumringah karena tugas sebagai seorang istri telah ia capai saat ini. Ia memejamkan mata dan meletakkan kertas tersebut ke saku baju dan langsung menuju ke arah dapur untuk membuatkan teh hijau yang paling disukai oleh sang suami. Ia mengaduk larutan teh di dalam gelas sambil bersenandung riang. Tidak lama kemudian terdengar suara pintu rumah terbuka. Ia menoleh ke arah pintu dan tersenyum karena sudah tahu siapa pelaku yang membuka pintu tersebut. Tanpa basa-basi ia langsung berlari menuju ke pintu tersebut.“Mas, kamu sudah pulang?” tanyanya ketika ia sudah sampai di pintu tersebut.Ya, orang yang membuka pintu tadi adalah suaminya yang baru saja pulang dari tempat kerja. Bukannya menjawa
ANAK SIAPA?Tristan berjalan gontai menuju mobilnya sambil memegang pipinya yang masih merah akibat tamparan keras dari Ratna. Ia masuk ke dalam mobil dengan wajah yang benar-benar musam sedangkan Marchela hanya menatapnya datar karena ia benar-benar belum paham tentang apa yang dialami oleh Tristan. Ingin rasanya Marchela bertanya namun ia takut kalau teman papanya itu marah karena raut wajahnya saja sudah tampak tidak bersahabat.Dalam diam Tristan mulai melajukan mobilnya dan sepanjang perjalanan itu pula ia termenung dan mengingat-ingat tentang Ratna dan anak laki-laki yang ada di sampingnya. Dari keakraban Marchela dengan anak laki-laki itu, Tristan menebak bahwa umurnya seusia Marchela yang kira-kira usianya 8 tahun.Semakin ia berpikir maka ia mendapatkan jawaban bahwa saat Ratna meninggalkannya, wanita itu sedang hamil. Tak hanya itu saja, ada banyak sekali pikiran yang sedang bercamuk di dalam kepalanya. Pertanyaan yang co
BERTEMU LAGI Di ruangan kerja, Tristan sedang berkutat dengan lembaran kertas dan layar komputer yang menyala. Jemarinya terus menekan keyboard tanpa ampun sehingga menimbulkan suara cukup keras. Kedua bola mata itu menatap layar dengan serius seolah ia sedang berfikir bagaimana cara untuk menyelesaikan pekerjaan dengan cepat, agar ia bisa keluar dari kantor dan mencari tahu tentang Ratna. Namun, tiba-tiba pintu ruangan kerjanya dibuka secara paksa sehingga membuat suara benturan antara pintu dan dinding. Tristan menghentikan gerakan jemarinya dan memutar kursi untuk menghadap ke arah pintu. Ia mengehela napas ketika matanya menangkap bahwa Vio yang membuka pintu dengan wajah cemas.“Gak bisa apa buka pintunya biasa aja? Jangan sampai tangan lu gue patahin,” ucap Tristan datar. Vio mengacuhkan ucapan Tristan dan memilih untuk mondar-mandir sambil kedua tangannya di li
TAMAN BERMAINDi taman, Ratna sedang memperhatikan Sky dan Aurel yang sedang bersenang-senang di arena bermain. Mata Ratna begitu cerah dan bahagia ketika melihat anak semata wayangnya tersenyum dan tertawa lepas. Dalam hati ia benar-benar sangat bersyukur karena Tuhan telah mengirimkan sosok malaikat kecil yang mampu membuat semua beban di pundaknya terasa hilang dengan hanya menatap tawa Sky.Dikarenakan Ratna sangat terbius dengan tawa Sky, ia sampai tidak sadar telah mengacuhkan Risti yang dari tadi bengong duduk di sampingnya. Sebenarnya, Risti juga ikut bahagia ketika melihat sahabatnya ini tersenyum, tapi kadang kala Ratna sering melupakan sekitarnya ketika bahagia.“Gak bisa gitu, kamu ajak aku ngobrol sebentar? Apa aku hanya patung bagimu?” cibir Risti yang sudah tidak tahan dengan suasana canggung saat ini.Ratna pun terkejut saat Risti mencoba mengajaknya untuk mengobrol. Ia m
PENIPU“Astaga, ini ruangan kerja atau tempat tinggal orang purba? Sudah bau rokok, jendela enggak dibuka lagi. Lu mau mati membusuk di ruangan yang kayak gini?” gerutu seorang laki-laki berjas hitam saat memasuki sebuah ruangan kerja.Mendengar omelan laki-laki itu membuat mata laki-laki lain mengikuti gerakan orang yang baru masuk ke ruangan kerja. Laki-laki yang tadi duduk di kursi kerja pun berdiri lalu menuju ke arah jendela dan membuka gorden. Cahaya sinar matahari siang saat itu langsung menerobos masuk dan berlomba-lomba untuk menerangi ruangan kerja tersebut. Setelah membuka jendela laki-laki itu pun langsung duduk di sofa panjang dekat dengan meja kerjanya.“Lu itu inget umur, dong. Coba lihat! Sudah berapa batang rokok yang lu hisap? Bukannya mendekatkan diri ke Tuhan, tapi malah ugal-ugalan!” omel laki-laki berjas hitam dengan perasaan yang sangat kesal ketika melihat pu
HARAPANRatna menatap kosong buku nikah bersampul merah yang ada di depannya. Matanya sangat merah karena terlalu menahan amarah yang membuncah tiba-tiba. Di dalam pikirannya masih terbayang sangat jelas ketika ia diusir dari rumah milik Tristan Adithama dengan cara yang tidak terhormat. Menurutnya, malam itu adalah malam terakhir ia bertemu dengan pria bajingan itu. Namun, siapa sangka, kenangan pahit yang sudah ia bungkus rapat-rapat dan mencoba membuangnya jauh-jauh malah kembali lagi mengenai hatinya yang baru mulai sembuh.“Ini tidak benar. Pria itu bukan Tristan Adithama. Aku mungkin salah lihat,” gerutunya heran dan masih tak percaya dengan sosok yang baru saja ia lihat di lantai satu.“Tapi aku yakin kalau sosok itu adalah bajingan Tristan! Ya, mata hitam gelap tadi mirip matanya.” Semakin ia berpikir dan memikirkan sosok yang tadi ia lihat maka hatinya semakin mengatakan ba
DETAK JANTUNG“Mama, di mana sepatuku? Kok, enggak ada di rak sepatu!” teriak Sky dari arah kamarnya.Ratna yang sedang berkutik di dapur sedang menyiapkan bekal Sky pun terkejut mendengar teriakan anaknya itu. Ia pun menghelas napaa sebab hampir di setiap pagi pasti anaknya itu berteriak mencari barangnya, entah itu sepatu, dasi, hingga penghapus pun ia cari. Awalnya Ratna membiarkan anaknya itu agar ia bisa menemukan sepatunya dan mencarinya terlebih dahulu namun Sky tetap berteriak sehingga ia pun harus menghampiri kamar anaknya yang ada di lantai dua.“Nyari apa lagi sih, Sayang?” tanya Ratna ketika sudah sampai di kamar anaknya. Ia melihat Sky sedang mengacak-acak rak sepatu yang ada di depan pintu kamarnya. Melihat sepatu yang awalnya tadi rapi kini menjadi berantakan, Ratna hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.“Mama lama banget, s
PATRICK, TUAN CRAB, DAN TANGKUBAN PERAHU“Mama,” panggil Sky.Mendengar panggilan buah hatinya itu, Ratna langsung mengangkat pandangannya dari layar laptop. Saat ini ia sedang menemani Sky yang sedang asyik menonton kartun kesayangannya, Spongebob. Sambil menemani sang anak menonton kartun, Ratna bekerja dan mengurusi semua usaha online dan kos-kosan yang ia tinggal di Bogor. Untuk urusan rumah kos-kosan yang ada di Bogor, ia sudah menyerahkan kepada tetangganya yang sangat baik dan sudah ia percaya selama ini.“Iya, Sayang, ada apa? Mama lagi kerja, nih,” seru Ratna.Sky menoleh ke arahnya dan ia mendadak menoleh kembali ke arah televisi dan diam. Melihat hal itu, Ratna jadi heran dengan perubahan sikap Sky yang mendadak diam.“Lah, kok, diam? Sky mau apa?” tanya Ratna.“enggak, ah! Mama lagi sibuk, Sky enggak m
MEJA YANG HANGATRatna mengemudikan mobilnya dengan santai karena memang hari ini ia tidak ada acara atau pekerjaan berat yang harus ia lakukan. Lagipula semua kebutuhan pindahannya juga sudah diurus oleh petugas jasa pindahan jadi Ratna tinggal menempati rumah barunya saja. Ketika Ratna mengemudi mobil sesekali ia melirik seseorang yang duduk di sampingnya dengan tenang sambil memainkan ipad berwarna hitam. Hati Ratna merasa damai ketika melihat wajah seseorang yang ada di sampingnya karena ketika melihat wajah itu maka semua beban dan lelah yang ia rasakan seolah hilang semuanya.Mobil Ratna sampai di depan rumah barunya. Rumah ini cukup besar dan mempunyai halaman yang cukup luas, bahkan di depan rumah ada taman yang dikelilingi oleh berbagai macam bunga yang indah. Dalam hatinya, ia bersyukur mempunyai sahabat terbaik seperti Risti yang telah mencarikannya rumah sebagus ini.Setelah ia masuk ke dalam kamarnya, Rat
KEMBALITujuh Tahun Kemudian…….Ratna terduduk di sebuah halte dekat salah satu taman yang ada di kota Jakarta. Ia memandang kosong kendaraan yang lalu lalang di depan matanya. Sesekali ia juga menyeruput teh poci yang tadi sempat ia beli di penjual kaki lima sekitar taman. Sebenarnya, ia saat ini merasa gamang dengan keputusannya untuk kembali menginjakkan kaki di Kota Jakarta yang menyimpan kenangan pahit di dalam hidupnya. Namun, ia mencoba untuk meyakinkan diri dan mencoba untuk berpikir positif.Ratna mengibaskan tangan karena merasa gerah. Beradaptasi dengan cuaca Jakarta saat ini bukanlah suatu hal yang mudah. Bagaimana tidak, tujuh tahun ini Ratna hidup di kota Bogor yang jelas-jelas mempunyai cuaca dan suhu yang sangat dingin. Bogor tidak panas.Ratna menatap kosong kendaraan yang lalu lalang sambil memikirkan langkah apa selanjutnya yang harus