“Udah terlanjur sampai sini, mending kita masuk aja. Gue janji, kalau sampai Sarah diketusin sama Bokap Nyokap, gue bakal langsung anter balik lo sama Sarah,” pungkas Rafka sambil keluar dari dalam mobilnya.Dibukakan pintu untuk Sarah dan Leo agar mereka mau tak mau terpaksa turun juga dari dalam mobil.“Bikin ribet aja! Awas aja sampai lo bohong, gue bikin bonyok pipi lo, Bang!” gerutu Leo tapi tetap keluar dari dalam mobil Rafka, meskipun enggan.“Leo, Sudah berapa kali Mama katakan padamu untuk berbicara yang lebih sopan pada Rafka. Bagaimanapun umurnya lebih tua daripada kamu!” Entah sudah kali keberapa Sarah selalu memberikan teguran pada putranya itu, tetapi selalu saja di ulangi lagi oleh Leo, meskipun putranya itu merespons nasihatnya dengan anggukan.Kendati begitu, Sarah tak lelah mengatakan pesan yang sama kepada Leo karena sebagai orang tua tentu saja Sarah ingin anaknya itu bisa menjadi lebih santun. Tak peduli mulutnya sampai berbusa atau pun sampai tenggorokannya keri
“Jangan terlampau senang. Ingat Mama memberikan restu bukan karena senang dengan hubunganmu dengan Sarah. Tapi hanya karena Mama ingin segera mendapatkan cucu laki-laki darimu dan Sarah!” tekan Maya.Maya menekankan itu agar putranya sadar kalau ia belum sepenuhnya menerima dan menyukai Sarah. Terpaksa betul Maya harus memberikan restu pada Sarah dan Rafka untuk menikah. Pertama, tentu saja ia sudah terlalu lelah dengan sikap pemberontak Rafka yang tak mau dijodohkan. Kedua, karena perbuatan putra sulungnya dahulu kepada Sarah. Walau di sebagain hati kecilnya ia menduga bisa saja Sarah yang terlebih dahulu menggoda Ervan, sama halnya seperti Sonia.Kebanggaannya kepada Ervan yang telah sukses menjadi dokter dan selalu menorehkan prestasi saat menempuh pendidikan, membuat Maya mempunyai keyakinan kalau wanita seperti Sonia dan Sarah sengaja menjebak anaknya untuk tidur bersama.Ah … menyesal rasanya karena ia sempat memberikan usul pada suaminya untuk merestui hubungan Rafka dan Sar
“Hmm … Aku boleh tanya sesuatu sama kamu, Sar? Tapi, mungkin pertanyaannya agak sensitif buat kamu. Kalau kamu enggak mau jawab, aku enggak akan paksa.”Sebulan setelah ia melamar Sarah, kini ia dan Sarah memang sedang disibukkan dengan persiapan rencana pernikahan mereka. “Mau tanya apa, Raf? Katakan saja,” sahut Sarah menampilkan senyumnya kepada Rafka ketika melihat betapa tegangnya air muka pria itu.“Orang tua kamu masih hidup?” tanya Rafka memperhatikan bagaimana raut wajah Sarah sewaktu Rafka menanyakan hal itu.Sepanjang berpacaran selama lebih dari 2, 5 tahun ini, Rafka memang hampir tidak pernah menyinggung dan banyak tanya apa pun tentang masa lalu Sarah. Bukannya ia tidak penasaran atau ingin tahu, tetapi ia bisa merasakan ada kekelaman dalam masa lalu wanita itu. Terutama, ia pernah membaca catatan informasi Sarah dan banyak hal sensitif di dalamnya untuk dibahas.Sepintas paras Sarah terlihat memucat mendapati pertanyaan Rafka yang ternyata memang benar-benar sensitif
“Tenang, Sar. Apa pun yang bakal kamu hadapi nanti, aku bakal selalu ada di sisi kamu.”Rafka yang duduk menyetir mobil di sebelah Sarah, mencoba menguatkan wanita yang tengah memutar-mutar cincin dan terus menggigiti bibirnya dengan gelisah.Kemarin, Sarah memang telah mengambil keputusan untuk menyetujui saran Rafka untuk bertemu dengan Papanya.Meski hatinya masih dipenuhi ketakutan dan keraguan, tetapi kepada Papanya ia juga memiliki sejuta kerinduan yang sampai saat ini belum tersampaikan.Selagi ia mempunyai alasan untuk menemui Papanya dengan menggunakan alasan meminta restu untuk pernikahannya dengan Rafka, kenapa tak ia lakukan?Selama ini, selain merasa segan untuk bertemu dengan Papanya, Sarah juga merasa tak punya alasan yang tepat untuk menemuinya.“Terima kasih kamu mau menemani aku untuk menemui Papa, Raf. Kalau tidak ada kamu, aku tidak akan mempunyai keberanian seperti ini untuk bertemu dengannya,” ucap Sarah mencoba memasang senyum di wajahnya yang sedari tadi tampak
“Langsung masuk ke dalam saja, Non,” lontar Mbok Darmi setelah mereka sampai di depan ruangan yang Sarah kenali sekali sebagai kamar Papanya. Sarah meremas tangannya dengan gelisah. “Mbok sampaikan saja dulu ke Papa kalau ada tamu yang ingin menemui beliau. Saya merasa sedikit kikuk kalau langsung menemui Papa begitu saja, Mbok.” Mbok Darmi mengangguk, “Kalau begitu tunggu sebentar, Non. Nanti Mbok akan panggil Non setelah memberitahukan Tuan.” Setelah mengatakan itu, Mbok Darmi dengan tergopoh-gopoh memasuki kamar Tuannya. “Permisi Tuan, ada tamu yang ingin menemui Tuan. Boleh Mbok persilakan masuk tamunya, Tuan? Sengaja Mbok Darmi tak mengatakan bahwa tamu yang datang adalah Sarah karena begitu lah permintaan dari Nonanya itu. “Persilakan masuk saja,” jawab Gunawan tanpa mengalihkan pandangan dari koran yang sedang di bacanya. Mendengar persetujuan dari Tuannya, Mbok Darmi kembali melangkahkan kaki menemui Sarah. “Terima kasih sudah bicara pada Papa, Mbok. Saya akan masuk se
“Papa pasti marah dan kecewa pada Sarah, sekali lagi maafkan Sarah, Pa. Kalau setelah ini Papa merasa malu mempunyai anak yang pernah hamil di luar nikah, maka Sarah tidak akan pernah muncul di hadapan Papa lagi untuk selamanya.”Lama hanya menyaksikan Papanya yang tak kunjung bicara, akhirnya Sarah memutuskan untuk mengeluarkan suara.Mental Sarah terasa ciut seketika sewaktu menatap wajah Papanya yang memerah dengan rahang yang menegang. Tidak diragukan lagi pasti Papanya termata kesal, marah, dan kecewa pada dirinya yang memilih pergi karena hamil di luar nikah.Gunawan menghela nafas panjang sebelum pada akhirnya menaruh tangannya di atas tangan Sarah.“Mungkin memang ada sedikit perasaan terluka yang mengiris hati Papa sewaktu mendengar kejujuranmu. Tapi, rasa bersalah karena tak bisa menjaga anak gadis Papa lah yang lebih besar menghujam hati Papa, Sarah.”“Sarah mohon jangan salahkan diri Papa sendiri. Semua yang terjadi atas kesalahan Sarah sendiri yang tak mampu menjaga diri
“Siapa mereka Sarah?” tanya Gunawan to do point sewaktu melihat Sarah kembali memasuki kamarnya dengan diikuti oleh 2 orang lelaki di belakangnya.Sarah mengajak Rafka dan Leo untuk duduk di sofa yang ada di kamar Papanya, baru lah setelah duduk ia angkat bicara untuk menjawab pertanyaan yang Papanya ajukan.“Laki-laki yang duduk di samping Sarah ini adalah anak Sarah, Pa. Namanya Leo,” papar Sarah sengaja melirik dan menyenggol pinggang Leo agar anaknya itu menyalami tangan kakeknya.Leo yang cepat tanggap menyadari arti lirikan dan senggolan Mamanya pun berdiri dan berjalan ke arah orang yang dipanggil Papa oleh Mamanya. Sesampainya di sana tangannya bergerak menempelkan tangan Kakeknya itu di jidatnya.Gunawan terenyuh sekali saat pertama kali memandang cucunya yang ternyata sudah tumbuh sebesar ini. Ditahannya Leo agar duduk di sampingnya saat ia melihat anak itu akan kembali duduk di samping Sarah.“Papa tidak menyangka kalau ternyata selama ini Papa sudah mempunyai cucu sebesar
“Papa masih tidak menyangka kalau kamu memutuskan untuk menikah dengan lelaki yang masih semuda itu. Tetapi, kalau ini sudah menjadi keputusanmu dan Papa tahu kamu pasti sudah memutuskannya dengan pertimbangan terbaik, Papa hanya bisa mendoakan supaya pernikahanmu selalu dilimpahkan kebahagiaan.” Sarah tersenyum memandangi Papanya yang terlihat jauh lebih gagah dengan mengenakan tuxedo hitam yang melekat pas di tubuhnya. “Terima kasih untuk doa dan restunya, Pa. Hari ini Sarah senang sekali karena Papa bisa datang untuk mendampingi Sarah menuju Altar pernikahan,” ucap Sarah dengan suara mendayu. “Sudah pasti Papa akan datang di hari pernikahanmu dan mengantarmu sampai di altar nanti. Bagaimanapun Papa ingin dengan tangan Papa sendiri menyerahkanmu pada lelaki yang sebentar lagi akan menjadi suamimu, Sarah.” Untuk sesaat keduanya saling menatap dalam hening. Hingga tanpa sadar setitik air mata sudah menggenang di sudut mata Gunawan, tetapi ditahannya gara tidak sampai keluar. Sedan