“Malam ini, kamu bisa undang Sarah dan anaknya untuk datang makan malah ke rumah kita. Ada hal penting yang mau Mama dan Papa bicarakan, jadi pastikan dia datang!” titah Maya.“Bukannya Mama dan Papa tidak merestui hubunganku dengan Sarah? Lalu kenapa mau ngundang Sarah buat datang? Mama mau menghinannya dan menyuruhnya untuk putus sama Rafka?!”“Kamu ini selalu saja berprasangka buruk pada orang tuamu sendiri, Raf. Intinya ajak saja Sarah kemari, maka kamu akan tahu apa yang mau kami bicarakan padamu dan Sarah.”“Hmmm … Rafka usahain. Tapi, ingat jangan ngomong apa pun yang bisa bikin Sarah sakit hati kalau dia sampai mau menerima undangan untuk makan malam di sini.”“Sudah lah Mama sedang tidak mau berbicara panjang lebar. Bawa saja Sarah dan anaknya ke sini malam ini!”Sesudah mengatakan itu, Maya langsung tunggang langgang menuju ke kamar cucu perempuanya. “Moga-moga Sarah mau gue undang kesini. Tapi kenapa kudu bawa si Leo kunyuk juga. Jangan-jangan Mama mau menghina Sarah mengg
“Udah terlanjur sampai sini, mending kita masuk aja. Gue janji, kalau sampai Sarah diketusin sama Bokap Nyokap, gue bakal langsung anter balik lo sama Sarah,” pungkas Rafka sambil keluar dari dalam mobilnya.Dibukakan pintu untuk Sarah dan Leo agar mereka mau tak mau terpaksa turun juga dari dalam mobil.“Bikin ribet aja! Awas aja sampai lo bohong, gue bikin bonyok pipi lo, Bang!” gerutu Leo tapi tetap keluar dari dalam mobil Rafka, meskipun enggan.“Leo, Sudah berapa kali Mama katakan padamu untuk berbicara yang lebih sopan pada Rafka. Bagaimanapun umurnya lebih tua daripada kamu!” Entah sudah kali keberapa Sarah selalu memberikan teguran pada putranya itu, tetapi selalu saja di ulangi lagi oleh Leo, meskipun putranya itu merespons nasihatnya dengan anggukan.Kendati begitu, Sarah tak lelah mengatakan pesan yang sama kepada Leo karena sebagai orang tua tentu saja Sarah ingin anaknya itu bisa menjadi lebih santun. Tak peduli mulutnya sampai berbusa atau pun sampai tenggorokannya keri
“Jangan terlampau senang. Ingat Mama memberikan restu bukan karena senang dengan hubunganmu dengan Sarah. Tapi hanya karena Mama ingin segera mendapatkan cucu laki-laki darimu dan Sarah!” tekan Maya.Maya menekankan itu agar putranya sadar kalau ia belum sepenuhnya menerima dan menyukai Sarah. Terpaksa betul Maya harus memberikan restu pada Sarah dan Rafka untuk menikah. Pertama, tentu saja ia sudah terlalu lelah dengan sikap pemberontak Rafka yang tak mau dijodohkan. Kedua, karena perbuatan putra sulungnya dahulu kepada Sarah. Walau di sebagain hati kecilnya ia menduga bisa saja Sarah yang terlebih dahulu menggoda Ervan, sama halnya seperti Sonia.Kebanggaannya kepada Ervan yang telah sukses menjadi dokter dan selalu menorehkan prestasi saat menempuh pendidikan, membuat Maya mempunyai keyakinan kalau wanita seperti Sonia dan Sarah sengaja menjebak anaknya untuk tidur bersama.Ah … menyesal rasanya karena ia sempat memberikan usul pada suaminya untuk merestui hubungan Rafka dan Sar
“Hmm … Aku boleh tanya sesuatu sama kamu, Sar? Tapi, mungkin pertanyaannya agak sensitif buat kamu. Kalau kamu enggak mau jawab, aku enggak akan paksa.”Sebulan setelah ia melamar Sarah, kini ia dan Sarah memang sedang disibukkan dengan persiapan rencana pernikahan mereka. “Mau tanya apa, Raf? Katakan saja,” sahut Sarah menampilkan senyumnya kepada Rafka ketika melihat betapa tegangnya air muka pria itu.“Orang tua kamu masih hidup?” tanya Rafka memperhatikan bagaimana raut wajah Sarah sewaktu Rafka menanyakan hal itu.Sepanjang berpacaran selama lebih dari 2, 5 tahun ini, Rafka memang hampir tidak pernah menyinggung dan banyak tanya apa pun tentang masa lalu Sarah. Bukannya ia tidak penasaran atau ingin tahu, tetapi ia bisa merasakan ada kekelaman dalam masa lalu wanita itu. Terutama, ia pernah membaca catatan informasi Sarah dan banyak hal sensitif di dalamnya untuk dibahas.Sepintas paras Sarah terlihat memucat mendapati pertanyaan Rafka yang ternyata memang benar-benar sensitif
“Tenang, Sar. Apa pun yang bakal kamu hadapi nanti, aku bakal selalu ada di sisi kamu.”Rafka yang duduk menyetir mobil di sebelah Sarah, mencoba menguatkan wanita yang tengah memutar-mutar cincin dan terus menggigiti bibirnya dengan gelisah.Kemarin, Sarah memang telah mengambil keputusan untuk menyetujui saran Rafka untuk bertemu dengan Papanya.Meski hatinya masih dipenuhi ketakutan dan keraguan, tetapi kepada Papanya ia juga memiliki sejuta kerinduan yang sampai saat ini belum tersampaikan.Selagi ia mempunyai alasan untuk menemui Papanya dengan menggunakan alasan meminta restu untuk pernikahannya dengan Rafka, kenapa tak ia lakukan?Selama ini, selain merasa segan untuk bertemu dengan Papanya, Sarah juga merasa tak punya alasan yang tepat untuk menemuinya.“Terima kasih kamu mau menemani aku untuk menemui Papa, Raf. Kalau tidak ada kamu, aku tidak akan mempunyai keberanian seperti ini untuk bertemu dengannya,” ucap Sarah mencoba memasang senyum di wajahnya yang sedari tadi tampak
“Langsung masuk ke dalam saja, Non,” lontar Mbok Darmi setelah mereka sampai di depan ruangan yang Sarah kenali sekali sebagai kamar Papanya. Sarah meremas tangannya dengan gelisah. “Mbok sampaikan saja dulu ke Papa kalau ada tamu yang ingin menemui beliau. Saya merasa sedikit kikuk kalau langsung menemui Papa begitu saja, Mbok.” Mbok Darmi mengangguk, “Kalau begitu tunggu sebentar, Non. Nanti Mbok akan panggil Non setelah memberitahukan Tuan.” Setelah mengatakan itu, Mbok Darmi dengan tergopoh-gopoh memasuki kamar Tuannya. “Permisi Tuan, ada tamu yang ingin menemui Tuan. Boleh Mbok persilakan masuk tamunya, Tuan? Sengaja Mbok Darmi tak mengatakan bahwa tamu yang datang adalah Sarah karena begitu lah permintaan dari Nonanya itu. “Persilakan masuk saja,” jawab Gunawan tanpa mengalihkan pandangan dari koran yang sedang di bacanya. Mendengar persetujuan dari Tuannya, Mbok Darmi kembali melangkahkan kaki menemui Sarah. “Terima kasih sudah bicara pada Papa, Mbok. Saya akan masuk se
“Papa pasti marah dan kecewa pada Sarah, sekali lagi maafkan Sarah, Pa. Kalau setelah ini Papa merasa malu mempunyai anak yang pernah hamil di luar nikah, maka Sarah tidak akan pernah muncul di hadapan Papa lagi untuk selamanya.”Lama hanya menyaksikan Papanya yang tak kunjung bicara, akhirnya Sarah memutuskan untuk mengeluarkan suara.Mental Sarah terasa ciut seketika sewaktu menatap wajah Papanya yang memerah dengan rahang yang menegang. Tidak diragukan lagi pasti Papanya termata kesal, marah, dan kecewa pada dirinya yang memilih pergi karena hamil di luar nikah.Gunawan menghela nafas panjang sebelum pada akhirnya menaruh tangannya di atas tangan Sarah.“Mungkin memang ada sedikit perasaan terluka yang mengiris hati Papa sewaktu mendengar kejujuranmu. Tapi, rasa bersalah karena tak bisa menjaga anak gadis Papa lah yang lebih besar menghujam hati Papa, Sarah.”“Sarah mohon jangan salahkan diri Papa sendiri. Semua yang terjadi atas kesalahan Sarah sendiri yang tak mampu menjaga diri
“Siapa mereka Sarah?” tanya Gunawan to do point sewaktu melihat Sarah kembali memasuki kamarnya dengan diikuti oleh 2 orang lelaki di belakangnya.Sarah mengajak Rafka dan Leo untuk duduk di sofa yang ada di kamar Papanya, baru lah setelah duduk ia angkat bicara untuk menjawab pertanyaan yang Papanya ajukan.“Laki-laki yang duduk di samping Sarah ini adalah anak Sarah, Pa. Namanya Leo,” papar Sarah sengaja melirik dan menyenggol pinggang Leo agar anaknya itu menyalami tangan kakeknya.Leo yang cepat tanggap menyadari arti lirikan dan senggolan Mamanya pun berdiri dan berjalan ke arah orang yang dipanggil Papa oleh Mamanya. Sesampainya di sana tangannya bergerak menempelkan tangan Kakeknya itu di jidatnya.Gunawan terenyuh sekali saat pertama kali memandang cucunya yang ternyata sudah tumbuh sebesar ini. Ditahannya Leo agar duduk di sampingnya saat ia melihat anak itu akan kembali duduk di samping Sarah.“Papa tidak menyangka kalau ternyata selama ini Papa sudah mempunyai cucu sebesar
Dua bulan berlalu sejak kasus penculikan yang dilakukan oleh Sonia dan Riko terhadap Leo. Kini, kedua orang tersebut telah menemui hasil persidangan yaitu mereka masing-masing dijatuhi hukuman 7 tahun penjara atas perbuatan yang mereka lakukan. Sekarang luka di punggung Dea sudah mengering dan ia pun sudah keluar dari rumah sakit. Tetapi, ia baru sanggup untuk menemui Mamanya di penjara setelah keluar jatuhnya masa hukuman untuk Mamanya. “Yakin enggak mau aku temenin sampai dalem?” tanya Leo yang hari ini mengantarkan kekasihnya ke tempat Mama Dea menjalani hukuman atas kasus penculikan terhadap dirinya. “Enggak usah, Kak. Aku bisa sendiri. Kakak tunggu di mobil aja,” tolak Dea karena ia ingin berbicara dari hati ke hati dengan Mamanya. Sebenarnya, Leo sudah menawark
“Makasih ya, Pa. Papa tetap sayang dan perhatian sama Dea, padahal Papa udah tahu kalau Dea bukan anak kandung Papa. Dea jadi merasa enggak pantes dapet semuanya dari Papa lagi karena ternyata Dea enggak punya hubungan darah apa pun sama Papa.” lirih Dea berlinangan air mata.Ervan, bersama dengan Sarah dan Rafka memang baru saja datang beberapa menit yang lalu. Tetapi, seolah mengerti kalau Ervan membutuhkan waktu untuk membahas sesuatu yang privasi dengan Dea; Sarah dan Rafka pun mengajak Leo ke kafetaria rumah sakit dan memberikan waktu bagi Ervan dan Dea untuk saling bicara berdua dari hati ke hati.“Papa tidak peduli dengan apa pun yang kemarin Papa dengar. Bagi Papa selamanya kamu adalah putri Papa. Tak peduli jika kamu dan Papa tidak mempunyai hubungan darah sekali pun. Tapi, kamu akan selalu menjadi putri kecil Papa yang berharga.&rdqu
“Ngapain sih lo pake nyelametin gue segala?! Kan jadi lo juga yang harus masuk rumah sakit kayak gini! Belum lagi lo pasti kesakitan karena dapet luka tusuk, ‘kan? Harusnya lo enggak perlu ngelindungin gue dan biarin gue aja yang menanggung semua kesakitan yang lo rasain sekarang!” Sudah sehari ini, Leo memang meminta pada Mama, Om Ervan, dan Bang Rafka untuk mengizinkannya menunggui Dea seorang diri di ruang rawat inap tempat Dea dirawat.Memang Dea baru saja sadar usai menjalankan operasi penjahitan dari luka tusuk yang didapatkannya. Oleh karena itu, usai Dea selesai dioperasi dan masih belum sadarkan diri, Leo sengaja meminta pada keluarganya untuk menjaga Dea seorang diri. Kebetulan luka-luka yang ia dapati karena insiden penculikan kemarin, telah selesai ditangani oleh tenaga medis di rumah sakit ini juga..Anggap lah ia melakukan ini sebagai ucapan terima kasih pada Dea karena telah menyelamatkannya. Toh, ia juga merasa bersalah karena demi melindungi dirinya, malah Dea yan
Hati Ervan terasa remuk dan langkahnya meremang saat perlahan mendekati Sonia. Ia merasa seperti terhempas ke dalam labirin kebohongan yang tak terbayangkan sebelumnya. Marah dan kecewa menyatu dalam dirinya, membuatnya ingin melampiaskan semua emosinya di depan wanita itu.Sebagai seorang ayah yang selama ini yakin bahwa Dea adalah anak kandungnya, perasaannya hancur berkeping-keping ketika ada orang lain yang mengakui Dea sebagai anaknya dan seolah mengungkap bahwa Dea sebenarnya bukanlah darah dagingnya."Sonia!" pekik Ervan, suaranya penuh dengan rasa pahit. "apa arti dari semua ini? Katakan kepadaku, mengapa lelaki itu menyebut Dea sebagai anaknya? Apakah aku yang salah dengar atau memang benar begitu adanya?"Sonia menoleh dengan wajah pucat. "Ervan, aku..."Sonia tak bisa melanjutkan kata-katanya. Ia terlihat terpojok di bawah sorotan tajam Ervan. Ia menelan ludah, mencoba merangkai kata-kata yang tepat untuk memberikan penjelasan pada Ervan. Namun, sebelum Ia bisa menjawab, k
“Akhirnya kamu bertanya juga apa yang aku mau. Baiklah, aku akan mengatakannya langsung kalau yang kuinginkan agar bisa kubebaskan anak ini yaitu Ervan harus menyerahkan 80% harta dan aset yang kamu miliki kepadaku untuk menjamin masa depan Dea. Sedang kamu Rafka, harus memberikan 50% harta dan aset mu kepadaku kalau ingin anak ini kubebaskan tanpa luka yang lebih parah dari yang didapatkan saat ini.”“Kalau cuma harta, ambil lah sebanyak yang kamu mau, Son. Tapi, apakah kamu meragukan bahwa aku sebagai ayahnya tidak bisa menjamin kehidupan Dea selamanya? Sampai-sampai kamu harus memintaku menyerahkan hartamu untuk menjamin masa depannya?” tukas Ervan dengan tatapan terluka sekaligus ada perasaan kesal dalam hatinya.Sonia tersenyum masam. “Aku percaya padamu sebelum kutahu adanya anak harammu dengan Sarah. Tapi setelah itu, aku tak bisa percaya padamu lagi karena aku takut kamu tidak akan bisa dengan adil membagi harta warisanmu kepada Dea dan anak haram itu! Bagaimana pun anak haram
Setelah menaiki tangga berliku-liku; akhirnya Sarah, Rafka, dan Ervan berhasil menemukan Leo di lantai paling atas atau bagian atap. Namun, pemandangan yang mereka temui mampu menyayat hati dan membuat mereka bertiga tertegun bukan main.Leo terikat erat dan mulutnya ditutupi rapat oleh selembar solasi tebal, sehingga Leo hanya bisa memekik tertahan di balik mulut yang disumpal itu. Di samping Leo, mereka melihat Sonia yang berdiri dengan angkuh, dan di sebelahnya ada Riko, yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.Sekalipun Ervan kini adalah suami Sonia, tetapi bukan berarti ia sudah tahu kalau Riko adalah pacar Sonia dulu.Semantar itu, Mendapati orang-orang yang ia benci sudah ada di hadapannya, langsung saja Sonia menyuruh Riko untuk melancarkan tinjuan bertubi-tubi di wajah Leo yang telah sadar dari pingsannya.Wajah Leo yang tak tertutup lakban, terlihat mengkerut seolah Leo sedang berusaha keras untuk menahan rasa sakit dari tonjokkan tanpa henti yang sedang dilayangkan ke w
Usai menempuh perjalanan sekitar 1 jam lebih, akhirnya Sarah dan Rafka tiba di gedung kosong di jalan Raya Delima No. 25 dengan hati yang berdebar-debar dan penuh kekhawatiran.Namun saat Sarah dan Rafka baru saja tiba di depan gedung kosong itu, mereka melihat Ervan sudah lebih dulu berada di sana.Sarah dan Rafka berdiri di depan gedung kosong, gelisah menyelinap di benak mereka seiring dengan kehadiran Ervan. Rafka, yang masih membawa rasa kekesalan terhadap Ervan atas peristiwa masa lalu, menduga-duga dalam hati.Rafka berspekulasi bahwa Ervan mungkin saja terlibat dalam penculikan Leo, mengingat keterlibatannya dalam peristiwa tragis yang menimpa Sarah dahulu. Tanpa memberi kesempatan pada Ervan untuk memberi jawaban dan menjelaskan alasan kehadirannya di sini, Rafka menghentakkan tinjunya dengan keras ke arah wajah Ervan, dengan maksud ingin melepaskan kekesalannya. "Kenapa lo bisa ada di sini? Apa yang lagi lo lakuin, Bang?Jangan-jangan lo juga terlibat di balik penculikan Le
Sarah menggigit bibirnya dengan keras, matanya berkaca-kaca. “Ini apa maksudnya, Raf? Apa yang harus kita lakukan sekarang? Aku benar-benar takut kalau Leo sampai kenapa-napa!”Rafka yang juga merasakan kekhawatiran yang sama dengan yang tengah dirasakan Sarah, memilih merangkul istrinya agar kepanikan Sarah tak terlalu membahana. "Kita harus segera pergi, Sar. Leo mungkin berada dalam bahaya. Percaya lah, bagaimanapun caranya, aku akan menyelamatkan Leo dan enggak akan membiarkannya sesuatu yang buruk terjadi padanya. Kita harus mencari tahu apa yang sedang terjadi dan menyelamatkan Leo secepat mungkin."Sarah mengangguk, wajahnya pucat. Mereka berdua bergegas keluar dari rumah dan menuju ke lokasi yang disebutkan dalam pesan tersebut dengan hati yang dipenuhi kekhawatiran.Rasanya keduanya sudah tidak sabar ingin mengetahui apa yang sebenarnya sedang terjadi pada Leo dan siapakah orang yang berani sekali melakukan penculikan pada anak lelaki Sarah tersebut.****“Untung saja, bocah
Sarah duduk gelisah di ruang tamu, matanya tak henti-hentinya memandangi jam di dinding. Sudah larut malam, tetapi tak seperti biasanya, kali ini Sarah sama sekali tak bisa tidur.Lagi pula bagaimana mungkin ia bisa tidur kalau malam kian larut, tetapi putranya belum kunjung pulang. Berkali-kali, Sarah menghubungi nomor Leo lewat panggilan ponsel, tetapi nomor Leo sama sekali tak bisa dihubungi.Seketika perasaan tak tenang dan gelisah mulai merayap ke dalam hati Sarah. Ia takut terjadi hal buruk pada putranya karena tiba-tiba perasaannya seperti merasa tidak enak.“Aku khawatir sekali pada Leo, Raf. Sekarang sudah jam 12 malam, tapi dia belum pulang dan ponselnya juga tidak bisa dihubungi. Padahal semenjak berbaikan dengan Leo waktu itu, dia sudah tidak pernah pulang malam dan mabuk-mabukan lagi,” ujar Sarah dengan nada cemas dan penuh kekhawatiran, sehingga memuat suaranya gemetar.Saking cemasnya, tak henti-hentinya Sarah terus menerus menatap layar ponselnya yang terus menunju