“Langsung masuk ke dalam saja, Non,” lontar Mbok Darmi setelah mereka sampai di depan ruangan yang Sarah kenali sekali sebagai kamar Papanya. Sarah meremas tangannya dengan gelisah. “Mbok sampaikan saja dulu ke Papa kalau ada tamu yang ingin menemui beliau. Saya merasa sedikit kikuk kalau langsung menemui Papa begitu saja, Mbok.” Mbok Darmi mengangguk, “Kalau begitu tunggu sebentar, Non. Nanti Mbok akan panggil Non setelah memberitahukan Tuan.” Setelah mengatakan itu, Mbok Darmi dengan tergopoh-gopoh memasuki kamar Tuannya. “Permisi Tuan, ada tamu yang ingin menemui Tuan. Boleh Mbok persilakan masuk tamunya, Tuan? Sengaja Mbok Darmi tak mengatakan bahwa tamu yang datang adalah Sarah karena begitu lah permintaan dari Nonanya itu. “Persilakan masuk saja,” jawab Gunawan tanpa mengalihkan pandangan dari koran yang sedang di bacanya. Mendengar persetujuan dari Tuannya, Mbok Darmi kembali melangkahkan kaki menemui Sarah. “Terima kasih sudah bicara pada Papa, Mbok. Saya akan masuk se
“Papa pasti marah dan kecewa pada Sarah, sekali lagi maafkan Sarah, Pa. Kalau setelah ini Papa merasa malu mempunyai anak yang pernah hamil di luar nikah, maka Sarah tidak akan pernah muncul di hadapan Papa lagi untuk selamanya.”Lama hanya menyaksikan Papanya yang tak kunjung bicara, akhirnya Sarah memutuskan untuk mengeluarkan suara.Mental Sarah terasa ciut seketika sewaktu menatap wajah Papanya yang memerah dengan rahang yang menegang. Tidak diragukan lagi pasti Papanya termata kesal, marah, dan kecewa pada dirinya yang memilih pergi karena hamil di luar nikah.Gunawan menghela nafas panjang sebelum pada akhirnya menaruh tangannya di atas tangan Sarah.“Mungkin memang ada sedikit perasaan terluka yang mengiris hati Papa sewaktu mendengar kejujuranmu. Tapi, rasa bersalah karena tak bisa menjaga anak gadis Papa lah yang lebih besar menghujam hati Papa, Sarah.”“Sarah mohon jangan salahkan diri Papa sendiri. Semua yang terjadi atas kesalahan Sarah sendiri yang tak mampu menjaga diri
“Siapa mereka Sarah?” tanya Gunawan to do point sewaktu melihat Sarah kembali memasuki kamarnya dengan diikuti oleh 2 orang lelaki di belakangnya.Sarah mengajak Rafka dan Leo untuk duduk di sofa yang ada di kamar Papanya, baru lah setelah duduk ia angkat bicara untuk menjawab pertanyaan yang Papanya ajukan.“Laki-laki yang duduk di samping Sarah ini adalah anak Sarah, Pa. Namanya Leo,” papar Sarah sengaja melirik dan menyenggol pinggang Leo agar anaknya itu menyalami tangan kakeknya.Leo yang cepat tanggap menyadari arti lirikan dan senggolan Mamanya pun berdiri dan berjalan ke arah orang yang dipanggil Papa oleh Mamanya. Sesampainya di sana tangannya bergerak menempelkan tangan Kakeknya itu di jidatnya.Gunawan terenyuh sekali saat pertama kali memandang cucunya yang ternyata sudah tumbuh sebesar ini. Ditahannya Leo agar duduk di sampingnya saat ia melihat anak itu akan kembali duduk di samping Sarah.“Papa tidak menyangka kalau ternyata selama ini Papa sudah mempunyai cucu sebesar
“Papa masih tidak menyangka kalau kamu memutuskan untuk menikah dengan lelaki yang masih semuda itu. Tetapi, kalau ini sudah menjadi keputusanmu dan Papa tahu kamu pasti sudah memutuskannya dengan pertimbangan terbaik, Papa hanya bisa mendoakan supaya pernikahanmu selalu dilimpahkan kebahagiaan.” Sarah tersenyum memandangi Papanya yang terlihat jauh lebih gagah dengan mengenakan tuxedo hitam yang melekat pas di tubuhnya. “Terima kasih untuk doa dan restunya, Pa. Hari ini Sarah senang sekali karena Papa bisa datang untuk mendampingi Sarah menuju Altar pernikahan,” ucap Sarah dengan suara mendayu. “Sudah pasti Papa akan datang di hari pernikahanmu dan mengantarmu sampai di altar nanti. Bagaimanapun Papa ingin dengan tangan Papa sendiri menyerahkanmu pada lelaki yang sebentar lagi akan menjadi suamimu, Sarah.” Untuk sesaat keduanya saling menatap dalam hening. Hingga tanpa sadar setitik air mata sudah menggenang di sudut mata Gunawan, tetapi ditahannya gara tidak sampai keluar. Sedan
“Thanks buat semalam, Sar,” ucap Rafka mengecup pucuk kepala Sarah saat melihat Sarah membuka matanya usai tertidur semalaman.Mungkin lelahnya resepsi pernikahan yang berbaur dengan kegiatan panas mereka semalam membuat Sarah langsung tertidur usai menuntaskan gelora gairahanya bersama Rafka.Pipi Sarah memerah dan wajahnya terasa memanas. Sentuhan dan kecupan Rafka di setiap inci tubuhnya kembali memutar di otaknya ketika ia sudah benar–benar terjaga.“Ah … Itu kan memang sudah kewajibanku sebagai istrimu, Raf. Aku hanya memberikan hakmu, jadi tidak perlu berterima kasih untuk itu.”Sarah mencoba menyembunyikan rasa kagumnya kepada lelaki yang telah menjadi suaminya tersebut. Semalam Rafka benar-benar tampil gagah perkasa dan mampu membawanya ke puncak kenikmatan yang belum pernah diraskan olehnya.Meski ini bukan pengalaman pertama untuknya, tetapi jujur saja baru kali ini ia melakukannya dalam keadaan sadar.Dulu sewaktu melakukannya dengan Ervan, Sarah dibawah minuman keras berca
“Sudah siap?” tanya Sarah kepada Leo karena setelah Rafka menjemputnya di kampus ia dan Leo akan pindah ke rumah baru mereka.“Udah siap, Ma,” jawab Leo membawa sekardus besar komik dan buku-buku kesayangannya.Sebenarnya Sarah telah menawarkan untuk mengangkut barang-barang itu di dalam truk yang ia sewa untuk memindahkan semua barang-barang dari rumahnya. Hanya saja, buku-buku itu tampakan terlalu berharga bagi Leo sehingga Leo tak rela buku-bukunya tertumpuk dengan barang-barang yang lain. Barangkali kali Leo takut buku-bukunya rusak kalau sampai tertimpa barang-barang lain.“Hello my son! Come here to daddy,” goda Rafka turun dari dalam mobil untuk membantu Leo menaruh bukunya di bagasi mobilnya.“N*j*s Bang. Sekali lagi ngomong kayak gitu, gue kempesin ban mobil lo!” sungut Leo membelalak kesal ke arah Rafka.Rafka hanya tertawa saja karena gampang sekali memancing emosi kekesalan bocah satu ini sekarang. Hanya dengan bermodalkan memanggil Leo sebagai anak dan menyebut dirinya
“Maaf Sarah datangnya agak telah, Pa. Di jalan macet sekali soalnya,” jelas Sarah sambil menyerah paper bag kepada Papa. “Tadi sebelum ke sini Sarah belikan kue kesukaan Papa.”“Ternyata kamu masih ingat kue kesukaan Papa. Terima kasih, ya,” ucap Gunawan mengintip sedikit ke dalam paper bag berisi kue yang ia terima dari Sarah.Sarah mengangguk dan tersenyum. “Tapi, ada apa Papa menyuruh Sarah datang ke kantor Papa hari ini?”“Kalau kamu tidak keberatan, Papa ingin memintamu untuk membantu Papa mengurus pekerjaan di kantor. Papa tahu kamu lulusan kuliah yang berhubungan dengan bis
“Papa sudah seminggu, Sakit. Aku ingin menjenguknya ke sana, Son. Kamu mau membuat alasan apa lagi supaya aku tidak pergi ke sana. Sebagai dokter aku tahu ligamen kakimu sudah semakin membaik. Hanya butuh diistirahatkan beberapa hari lagi, pasti sudah sembuh total” pungkas Ervan.Sungguh Ervan tak mengerti ada apa dengan istrinya? Mengapa seolah-olah istrinya itu mencoba menghalangi dan tidak ingin ia pergi berkunjung ke Jakarta yang notabene adalah tempat orang tuanya tinggal?Tepat sehari sebelum adiknya menikah, tiba-tiba Sonia terpeleset hingga membuat kakinya membengkak dan terkilir hingga harus digips.Dengan amat terpaksa Ervan tak bisa menghadiri pernikahan adiknya karena tentu saja harus memantau kondisi istrinya yang sedang sakit dan menjaganya.Kini, saat kondisi istrinya itu berangsur-angsur pulih, Ervan mendapatkan kabar kalau Papanya sedang dirawat di rumah sakit.Sebagai seorang anak sudah lah pasti Ervan mengkhawatirkan kesehatan Papanya. Apa pun yang terjadi ia harus
Dua bulan berlalu sejak kasus penculikan yang dilakukan oleh Sonia dan Riko terhadap Leo. Kini, kedua orang tersebut telah menemui hasil persidangan yaitu mereka masing-masing dijatuhi hukuman 7 tahun penjara atas perbuatan yang mereka lakukan. Sekarang luka di punggung Dea sudah mengering dan ia pun sudah keluar dari rumah sakit. Tetapi, ia baru sanggup untuk menemui Mamanya di penjara setelah keluar jatuhnya masa hukuman untuk Mamanya. “Yakin enggak mau aku temenin sampai dalem?” tanya Leo yang hari ini mengantarkan kekasihnya ke tempat Mama Dea menjalani hukuman atas kasus penculikan terhadap dirinya. “Enggak usah, Kak. Aku bisa sendiri. Kakak tunggu di mobil aja,” tolak Dea karena ia ingin berbicara dari hati ke hati dengan Mamanya. Sebenarnya, Leo sudah menawark
“Makasih ya, Pa. Papa tetap sayang dan perhatian sama Dea, padahal Papa udah tahu kalau Dea bukan anak kandung Papa. Dea jadi merasa enggak pantes dapet semuanya dari Papa lagi karena ternyata Dea enggak punya hubungan darah apa pun sama Papa.” lirih Dea berlinangan air mata.Ervan, bersama dengan Sarah dan Rafka memang baru saja datang beberapa menit yang lalu. Tetapi, seolah mengerti kalau Ervan membutuhkan waktu untuk membahas sesuatu yang privasi dengan Dea; Sarah dan Rafka pun mengajak Leo ke kafetaria rumah sakit dan memberikan waktu bagi Ervan dan Dea untuk saling bicara berdua dari hati ke hati.“Papa tidak peduli dengan apa pun yang kemarin Papa dengar. Bagi Papa selamanya kamu adalah putri Papa. Tak peduli jika kamu dan Papa tidak mempunyai hubungan darah sekali pun. Tapi, kamu akan selalu menjadi putri kecil Papa yang berharga.&rdqu
“Ngapain sih lo pake nyelametin gue segala?! Kan jadi lo juga yang harus masuk rumah sakit kayak gini! Belum lagi lo pasti kesakitan karena dapet luka tusuk, ‘kan? Harusnya lo enggak perlu ngelindungin gue dan biarin gue aja yang menanggung semua kesakitan yang lo rasain sekarang!” Sudah sehari ini, Leo memang meminta pada Mama, Om Ervan, dan Bang Rafka untuk mengizinkannya menunggui Dea seorang diri di ruang rawat inap tempat Dea dirawat.Memang Dea baru saja sadar usai menjalankan operasi penjahitan dari luka tusuk yang didapatkannya. Oleh karena itu, usai Dea selesai dioperasi dan masih belum sadarkan diri, Leo sengaja meminta pada keluarganya untuk menjaga Dea seorang diri. Kebetulan luka-luka yang ia dapati karena insiden penculikan kemarin, telah selesai ditangani oleh tenaga medis di rumah sakit ini juga..Anggap lah ia melakukan ini sebagai ucapan terima kasih pada Dea karena telah menyelamatkannya. Toh, ia juga merasa bersalah karena demi melindungi dirinya, malah Dea yan
Hati Ervan terasa remuk dan langkahnya meremang saat perlahan mendekati Sonia. Ia merasa seperti terhempas ke dalam labirin kebohongan yang tak terbayangkan sebelumnya. Marah dan kecewa menyatu dalam dirinya, membuatnya ingin melampiaskan semua emosinya di depan wanita itu.Sebagai seorang ayah yang selama ini yakin bahwa Dea adalah anak kandungnya, perasaannya hancur berkeping-keping ketika ada orang lain yang mengakui Dea sebagai anaknya dan seolah mengungkap bahwa Dea sebenarnya bukanlah darah dagingnya."Sonia!" pekik Ervan, suaranya penuh dengan rasa pahit. "apa arti dari semua ini? Katakan kepadaku, mengapa lelaki itu menyebut Dea sebagai anaknya? Apakah aku yang salah dengar atau memang benar begitu adanya?"Sonia menoleh dengan wajah pucat. "Ervan, aku..."Sonia tak bisa melanjutkan kata-katanya. Ia terlihat terpojok di bawah sorotan tajam Ervan. Ia menelan ludah, mencoba merangkai kata-kata yang tepat untuk memberikan penjelasan pada Ervan. Namun, sebelum Ia bisa menjawab, k
“Akhirnya kamu bertanya juga apa yang aku mau. Baiklah, aku akan mengatakannya langsung kalau yang kuinginkan agar bisa kubebaskan anak ini yaitu Ervan harus menyerahkan 80% harta dan aset yang kamu miliki kepadaku untuk menjamin masa depan Dea. Sedang kamu Rafka, harus memberikan 50% harta dan aset mu kepadaku kalau ingin anak ini kubebaskan tanpa luka yang lebih parah dari yang didapatkan saat ini.”“Kalau cuma harta, ambil lah sebanyak yang kamu mau, Son. Tapi, apakah kamu meragukan bahwa aku sebagai ayahnya tidak bisa menjamin kehidupan Dea selamanya? Sampai-sampai kamu harus memintaku menyerahkan hartamu untuk menjamin masa depannya?” tukas Ervan dengan tatapan terluka sekaligus ada perasaan kesal dalam hatinya.Sonia tersenyum masam. “Aku percaya padamu sebelum kutahu adanya anak harammu dengan Sarah. Tapi setelah itu, aku tak bisa percaya padamu lagi karena aku takut kamu tidak akan bisa dengan adil membagi harta warisanmu kepada Dea dan anak haram itu! Bagaimana pun anak haram
Setelah menaiki tangga berliku-liku; akhirnya Sarah, Rafka, dan Ervan berhasil menemukan Leo di lantai paling atas atau bagian atap. Namun, pemandangan yang mereka temui mampu menyayat hati dan membuat mereka bertiga tertegun bukan main.Leo terikat erat dan mulutnya ditutupi rapat oleh selembar solasi tebal, sehingga Leo hanya bisa memekik tertahan di balik mulut yang disumpal itu. Di samping Leo, mereka melihat Sonia yang berdiri dengan angkuh, dan di sebelahnya ada Riko, yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.Sekalipun Ervan kini adalah suami Sonia, tetapi bukan berarti ia sudah tahu kalau Riko adalah pacar Sonia dulu.Semantar itu, Mendapati orang-orang yang ia benci sudah ada di hadapannya, langsung saja Sonia menyuruh Riko untuk melancarkan tinjuan bertubi-tubi di wajah Leo yang telah sadar dari pingsannya.Wajah Leo yang tak tertutup lakban, terlihat mengkerut seolah Leo sedang berusaha keras untuk menahan rasa sakit dari tonjokkan tanpa henti yang sedang dilayangkan ke w
Usai menempuh perjalanan sekitar 1 jam lebih, akhirnya Sarah dan Rafka tiba di gedung kosong di jalan Raya Delima No. 25 dengan hati yang berdebar-debar dan penuh kekhawatiran.Namun saat Sarah dan Rafka baru saja tiba di depan gedung kosong itu, mereka melihat Ervan sudah lebih dulu berada di sana.Sarah dan Rafka berdiri di depan gedung kosong, gelisah menyelinap di benak mereka seiring dengan kehadiran Ervan. Rafka, yang masih membawa rasa kekesalan terhadap Ervan atas peristiwa masa lalu, menduga-duga dalam hati.Rafka berspekulasi bahwa Ervan mungkin saja terlibat dalam penculikan Leo, mengingat keterlibatannya dalam peristiwa tragis yang menimpa Sarah dahulu. Tanpa memberi kesempatan pada Ervan untuk memberi jawaban dan menjelaskan alasan kehadirannya di sini, Rafka menghentakkan tinjunya dengan keras ke arah wajah Ervan, dengan maksud ingin melepaskan kekesalannya. "Kenapa lo bisa ada di sini? Apa yang lagi lo lakuin, Bang?Jangan-jangan lo juga terlibat di balik penculikan Le
Sarah menggigit bibirnya dengan keras, matanya berkaca-kaca. “Ini apa maksudnya, Raf? Apa yang harus kita lakukan sekarang? Aku benar-benar takut kalau Leo sampai kenapa-napa!”Rafka yang juga merasakan kekhawatiran yang sama dengan yang tengah dirasakan Sarah, memilih merangkul istrinya agar kepanikan Sarah tak terlalu membahana. "Kita harus segera pergi, Sar. Leo mungkin berada dalam bahaya. Percaya lah, bagaimanapun caranya, aku akan menyelamatkan Leo dan enggak akan membiarkannya sesuatu yang buruk terjadi padanya. Kita harus mencari tahu apa yang sedang terjadi dan menyelamatkan Leo secepat mungkin."Sarah mengangguk, wajahnya pucat. Mereka berdua bergegas keluar dari rumah dan menuju ke lokasi yang disebutkan dalam pesan tersebut dengan hati yang dipenuhi kekhawatiran.Rasanya keduanya sudah tidak sabar ingin mengetahui apa yang sebenarnya sedang terjadi pada Leo dan siapakah orang yang berani sekali melakukan penculikan pada anak lelaki Sarah tersebut.****“Untung saja, bocah
Sarah duduk gelisah di ruang tamu, matanya tak henti-hentinya memandangi jam di dinding. Sudah larut malam, tetapi tak seperti biasanya, kali ini Sarah sama sekali tak bisa tidur.Lagi pula bagaimana mungkin ia bisa tidur kalau malam kian larut, tetapi putranya belum kunjung pulang. Berkali-kali, Sarah menghubungi nomor Leo lewat panggilan ponsel, tetapi nomor Leo sama sekali tak bisa dihubungi.Seketika perasaan tak tenang dan gelisah mulai merayap ke dalam hati Sarah. Ia takut terjadi hal buruk pada putranya karena tiba-tiba perasaannya seperti merasa tidak enak.“Aku khawatir sekali pada Leo, Raf. Sekarang sudah jam 12 malam, tapi dia belum pulang dan ponselnya juga tidak bisa dihubungi. Padahal semenjak berbaikan dengan Leo waktu itu, dia sudah tidak pernah pulang malam dan mabuk-mabukan lagi,” ujar Sarah dengan nada cemas dan penuh kekhawatiran, sehingga memuat suaranya gemetar.Saking cemasnya, tak henti-hentinya Sarah terus menerus menatap layar ponselnya yang terus menunju