“Sudah siap?” tanya Sarah kepada Leo karena setelah Rafka menjemputnya di kampus ia dan Leo akan pindah ke rumah baru mereka.“Udah siap, Ma,” jawab Leo membawa sekardus besar komik dan buku-buku kesayangannya.Sebenarnya Sarah telah menawarkan untuk mengangkut barang-barang itu di dalam truk yang ia sewa untuk memindahkan semua barang-barang dari rumahnya. Hanya saja, buku-buku itu tampakan terlalu berharga bagi Leo sehingga Leo tak rela buku-bukunya tertumpuk dengan barang-barang yang lain. Barangkali kali Leo takut buku-bukunya rusak kalau sampai tertimpa barang-barang lain.“Hello my son! Come here to daddy,” goda Rafka turun dari dalam mobil untuk membantu Leo menaruh bukunya di bagasi mobilnya.“N*j*s Bang. Sekali lagi ngomong kayak gitu, gue kempesin ban mobil lo!” sungut Leo membelalak kesal ke arah Rafka.Rafka hanya tertawa saja karena gampang sekali memancing emosi kekesalan bocah satu ini sekarang. Hanya dengan bermodalkan memanggil Leo sebagai anak dan menyebut dirinya
“Maaf Sarah datangnya agak telah, Pa. Di jalan macet sekali soalnya,” jelas Sarah sambil menyerah paper bag kepada Papa. “Tadi sebelum ke sini Sarah belikan kue kesukaan Papa.”“Ternyata kamu masih ingat kue kesukaan Papa. Terima kasih, ya,” ucap Gunawan mengintip sedikit ke dalam paper bag berisi kue yang ia terima dari Sarah.Sarah mengangguk dan tersenyum. “Tapi, ada apa Papa menyuruh Sarah datang ke kantor Papa hari ini?”“Kalau kamu tidak keberatan, Papa ingin memintamu untuk membantu Papa mengurus pekerjaan di kantor. Papa tahu kamu lulusan kuliah yang berhubungan dengan bis
“Papa sudah seminggu, Sakit. Aku ingin menjenguknya ke sana, Son. Kamu mau membuat alasan apa lagi supaya aku tidak pergi ke sana. Sebagai dokter aku tahu ligamen kakimu sudah semakin membaik. Hanya butuh diistirahatkan beberapa hari lagi, pasti sudah sembuh total” pungkas Ervan.Sungguh Ervan tak mengerti ada apa dengan istrinya? Mengapa seolah-olah istrinya itu mencoba menghalangi dan tidak ingin ia pergi berkunjung ke Jakarta yang notabene adalah tempat orang tuanya tinggal?Tepat sehari sebelum adiknya menikah, tiba-tiba Sonia terpeleset hingga membuat kakinya membengkak dan terkilir hingga harus digips.Dengan amat terpaksa Ervan tak bisa menghadiri pernikahan adiknya karena tentu saja harus memantau kondisi istrinya yang sedang sakit dan menjaganya.Kini, saat kondisi istrinya itu berangsur-angsur pulih, Ervan mendapatkan kabar kalau Papanya sedang dirawat di rumah sakit.Sebagai seorang anak sudah lah pasti Ervan mengkhawatirkan kesehatan Papanya. Apa pun yang terjadi ia harus
Sepanjang perjalanan menuju Jakarta, Ervan hanya bisa menghela nafas panjang. Saking terburu-burunya pergi, ia sampai tidak membawa pakaian. Beruntung dompet dan hpnya ad di saku jas yang ia kenakan.Sebenarnya ia tak sampai hati meninggalkan Sonia yang tampak tak melepaskannya pergi ke Jakarta. Apalagi kondisi kaki Sonia memang belum pulih betul, meskipun sudah lebih membaik. Namun, apa boleh buat? Toh, selama istrinya itu mengalami patah tulang, ia sudah selalu berusaha merawatnya, hingga terpaksa tak bisa datang ke pernikahan adik satu-satunya.Keadaannya Sonia pun sudah lebih baik. Sehingga, saat ini adalah waktu yang tepat untuk menengok keadaan Papanya sekaligus memberikan ucapan selamat atas pernikahan adiknya.Sepertinya ia harus mampir ke beberapa toko untuk membelikan hadiah pernikahan adiknya dan juga buah untuk Papanya.*****“Minggu ini kegiatan aku udah enggak terlalu sibuk. Jadi, mending kamu istirahat aja, Sar. Biar aku yang gantian jagain papa. Makasih ya selama ini
“Ini, aku bawakan baju ganti dan makanan untuk kamu, Raf. Maaf aku datangnya agak malam karena harus masak dulu untuk makan malam Leo sama Dea. Mama aku suruh besok pagi saja kemari karena wajahnya masih kelihatan lelah.”Sarah menunduk meletakkan kotak makanan dan baju ganti yang ia bawa untuk Rafka ke atas meja. Ketika memasuki kamar inap Papa mertuanya, ia hanya melirik sekilas ke arah ranjang yang ditiduri oleh Papa mertuanya.Dikiranya lelaki yang sedang duduk membelakanginya dan menghadap ke arah ranjang Papa mertuanya adalah Rafka. Jadi, Sarah dengan santai melakukan kegiatannya.Lain halnya dengan Sarah yang tak sadar kalau lelaki yang duduk itu adalah Ervan dan bukan lah Rafka. Tetapi, Ervan langsung berbalik dan memindahkan padangan begitu merasa pernah mendengar dan seperti mengenali suara lembut Sarah.Seketika mata Ervan tertegun dan tubuhnya mendadak membeku seperti air yang didiamkan dalam lemari es dalam waktu yang lama.Meski sudah belasan tahun berlalu dan hanya bisa
“Cepet habisin makanan lo! Bang Rafka nyuruh gue ajak lo ke rumah sakit!” suruh Leo ketika mendapati pesan masuk di ponselnya yang ternyata dari Rafka.“Sabar, dong! Ini kan aku lagi ngunyah,” kesal Dea saat sedang asyik makan malah diganggu dan disuruh cepat-cepat.Padahal makanan di piringnya saja masih sisa setengah. Tetapi dengan semena-mena cowok di samping ini menyuruhnya secepat mungkin menghabiskan makanannya.Leo tak bisa menahan decakannya saat melihat suapan Dea yang sedikit-sedikit. Direbutnya sendok di tangan Dea dan diambilnya sesendok penuh nasi dan lauk dari piring cewek di sebelahnya ini.“Buruan buka mulut lo!” paksa Leo dengan tak sabarannya mengarahkan sesendok penuh nasi itu ke depan mulut Dea.“Tapi nasinya keban–”Belum selesai berbicara, mulut Dea sudah disumpal sesendok penuh nasi oleh Leo. Mumpung mulut Dea terbuka, jadi Leo yang memang memiliki IQ mumpuni, langsung saja menyuapkannya pada Dea.Saking penuhnya nasi yang disuapkan Leo padanya, Pipi Dea tampak
“Lo tenang aja, Bang. Kebetulan Leo mahasiswa di kampus yang sama kayak Dea kalau anak lo diterima,” ujar Rafka pada Abangnya yang tampak mengkhawatirkan Dea.Ervan yang memang sudah berkenalan dengan Leo beberapa menit lalu, tersenyum ke arah pemuda yang ia yakini sebagai anaknya itu.“Kalau begitu, tolong bantuannya untuk menjaga dan mengawasi putri saya. Terkadang dia terlalu polos dan ceroboh. Oleh karena, saya butuh seseorang untuk memonitrinya,” kata Ervan mengelus lembut surai Dea, tetapi matanya masih memandang lurus ke arah Leo.Entah mengapa ia merasa hatinya seperti bersorak senang dan menghangat ketika bisa berbicara lebih panjang dengan Leo.Leo menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tak gatal. Ia sungguh bingung ingin menyahuti seperti apa. Sebetulnya, ia malas sekali harus mempedulikan anak manja yang masih suka bertingkah layaknya bocah seperti Dea itu.Namun, anehnya ia merasa tak bisa menolak atau membantah sedikitpun keinginan dari saudara lelaki Rafka itu.Seperti a
“Bisa bicara sebentar? Ada hal penting yang mau aku tanyakan pada kamu, Sarah. Aku tahu tak pantas meminta waktumu karena pebuataku di masa lalu, pasti amat menyakitimu. Tapi ada satu hal yang membuatku penasaran dan hanya kamu yang bisa menjawab rasa penasaranku itu, Sarah.”Ervan mencegat Sarah di depan parkiran mobil usai ia melihat wanita itu keluar dari gedung yang dimasukinya beberapa jam lalu.Memang sengaja benar Ervan mengikuti Sarah sampai ke sini setelah beberapa saat wanita itu meninggalkan kediaman orang tuanya.Sebenarnya Ervan tak kuasa untuk muncul di hadapan Sarah lagi karena ia pernah menyakiti perasaan wanita itu begitu dalam. Meskipun ia melakukanya juga karena terpaksa dan bukan atas dasar keinginannya untuk membuat Sarah terluka.Namun, Ervan sungguh tak dapat menahan perasaan yang ingin tahu sebuah kebenaran dari Sarah. Menyadari kehadiran mantan pacar yang kini telah menjadi kakak iparnya ini membuat Sarah mendengus dan menghunjamkan tatapan tajam tepat ke mat
Dua bulan berlalu sejak kasus penculikan yang dilakukan oleh Sonia dan Riko terhadap Leo. Kini, kedua orang tersebut telah menemui hasil persidangan yaitu mereka masing-masing dijatuhi hukuman 7 tahun penjara atas perbuatan yang mereka lakukan. Sekarang luka di punggung Dea sudah mengering dan ia pun sudah keluar dari rumah sakit. Tetapi, ia baru sanggup untuk menemui Mamanya di penjara setelah keluar jatuhnya masa hukuman untuk Mamanya. “Yakin enggak mau aku temenin sampai dalem?” tanya Leo yang hari ini mengantarkan kekasihnya ke tempat Mama Dea menjalani hukuman atas kasus penculikan terhadap dirinya. “Enggak usah, Kak. Aku bisa sendiri. Kakak tunggu di mobil aja,” tolak Dea karena ia ingin berbicara dari hati ke hati dengan Mamanya. Sebenarnya, Leo sudah menawark
“Makasih ya, Pa. Papa tetap sayang dan perhatian sama Dea, padahal Papa udah tahu kalau Dea bukan anak kandung Papa. Dea jadi merasa enggak pantes dapet semuanya dari Papa lagi karena ternyata Dea enggak punya hubungan darah apa pun sama Papa.” lirih Dea berlinangan air mata.Ervan, bersama dengan Sarah dan Rafka memang baru saja datang beberapa menit yang lalu. Tetapi, seolah mengerti kalau Ervan membutuhkan waktu untuk membahas sesuatu yang privasi dengan Dea; Sarah dan Rafka pun mengajak Leo ke kafetaria rumah sakit dan memberikan waktu bagi Ervan dan Dea untuk saling bicara berdua dari hati ke hati.“Papa tidak peduli dengan apa pun yang kemarin Papa dengar. Bagi Papa selamanya kamu adalah putri Papa. Tak peduli jika kamu dan Papa tidak mempunyai hubungan darah sekali pun. Tapi, kamu akan selalu menjadi putri kecil Papa yang berharga.&rdqu
“Ngapain sih lo pake nyelametin gue segala?! Kan jadi lo juga yang harus masuk rumah sakit kayak gini! Belum lagi lo pasti kesakitan karena dapet luka tusuk, ‘kan? Harusnya lo enggak perlu ngelindungin gue dan biarin gue aja yang menanggung semua kesakitan yang lo rasain sekarang!” Sudah sehari ini, Leo memang meminta pada Mama, Om Ervan, dan Bang Rafka untuk mengizinkannya menunggui Dea seorang diri di ruang rawat inap tempat Dea dirawat.Memang Dea baru saja sadar usai menjalankan operasi penjahitan dari luka tusuk yang didapatkannya. Oleh karena itu, usai Dea selesai dioperasi dan masih belum sadarkan diri, Leo sengaja meminta pada keluarganya untuk menjaga Dea seorang diri. Kebetulan luka-luka yang ia dapati karena insiden penculikan kemarin, telah selesai ditangani oleh tenaga medis di rumah sakit ini juga..Anggap lah ia melakukan ini sebagai ucapan terima kasih pada Dea karena telah menyelamatkannya. Toh, ia juga merasa bersalah karena demi melindungi dirinya, malah Dea yan
Hati Ervan terasa remuk dan langkahnya meremang saat perlahan mendekati Sonia. Ia merasa seperti terhempas ke dalam labirin kebohongan yang tak terbayangkan sebelumnya. Marah dan kecewa menyatu dalam dirinya, membuatnya ingin melampiaskan semua emosinya di depan wanita itu.Sebagai seorang ayah yang selama ini yakin bahwa Dea adalah anak kandungnya, perasaannya hancur berkeping-keping ketika ada orang lain yang mengakui Dea sebagai anaknya dan seolah mengungkap bahwa Dea sebenarnya bukanlah darah dagingnya."Sonia!" pekik Ervan, suaranya penuh dengan rasa pahit. "apa arti dari semua ini? Katakan kepadaku, mengapa lelaki itu menyebut Dea sebagai anaknya? Apakah aku yang salah dengar atau memang benar begitu adanya?"Sonia menoleh dengan wajah pucat. "Ervan, aku..."Sonia tak bisa melanjutkan kata-katanya. Ia terlihat terpojok di bawah sorotan tajam Ervan. Ia menelan ludah, mencoba merangkai kata-kata yang tepat untuk memberikan penjelasan pada Ervan. Namun, sebelum Ia bisa menjawab, k
“Akhirnya kamu bertanya juga apa yang aku mau. Baiklah, aku akan mengatakannya langsung kalau yang kuinginkan agar bisa kubebaskan anak ini yaitu Ervan harus menyerahkan 80% harta dan aset yang kamu miliki kepadaku untuk menjamin masa depan Dea. Sedang kamu Rafka, harus memberikan 50% harta dan aset mu kepadaku kalau ingin anak ini kubebaskan tanpa luka yang lebih parah dari yang didapatkan saat ini.”“Kalau cuma harta, ambil lah sebanyak yang kamu mau, Son. Tapi, apakah kamu meragukan bahwa aku sebagai ayahnya tidak bisa menjamin kehidupan Dea selamanya? Sampai-sampai kamu harus memintaku menyerahkan hartamu untuk menjamin masa depannya?” tukas Ervan dengan tatapan terluka sekaligus ada perasaan kesal dalam hatinya.Sonia tersenyum masam. “Aku percaya padamu sebelum kutahu adanya anak harammu dengan Sarah. Tapi setelah itu, aku tak bisa percaya padamu lagi karena aku takut kamu tidak akan bisa dengan adil membagi harta warisanmu kepada Dea dan anak haram itu! Bagaimana pun anak haram
Setelah menaiki tangga berliku-liku; akhirnya Sarah, Rafka, dan Ervan berhasil menemukan Leo di lantai paling atas atau bagian atap. Namun, pemandangan yang mereka temui mampu menyayat hati dan membuat mereka bertiga tertegun bukan main.Leo terikat erat dan mulutnya ditutupi rapat oleh selembar solasi tebal, sehingga Leo hanya bisa memekik tertahan di balik mulut yang disumpal itu. Di samping Leo, mereka melihat Sonia yang berdiri dengan angkuh, dan di sebelahnya ada Riko, yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.Sekalipun Ervan kini adalah suami Sonia, tetapi bukan berarti ia sudah tahu kalau Riko adalah pacar Sonia dulu.Semantar itu, Mendapati orang-orang yang ia benci sudah ada di hadapannya, langsung saja Sonia menyuruh Riko untuk melancarkan tinjuan bertubi-tubi di wajah Leo yang telah sadar dari pingsannya.Wajah Leo yang tak tertutup lakban, terlihat mengkerut seolah Leo sedang berusaha keras untuk menahan rasa sakit dari tonjokkan tanpa henti yang sedang dilayangkan ke w
Usai menempuh perjalanan sekitar 1 jam lebih, akhirnya Sarah dan Rafka tiba di gedung kosong di jalan Raya Delima No. 25 dengan hati yang berdebar-debar dan penuh kekhawatiran.Namun saat Sarah dan Rafka baru saja tiba di depan gedung kosong itu, mereka melihat Ervan sudah lebih dulu berada di sana.Sarah dan Rafka berdiri di depan gedung kosong, gelisah menyelinap di benak mereka seiring dengan kehadiran Ervan. Rafka, yang masih membawa rasa kekesalan terhadap Ervan atas peristiwa masa lalu, menduga-duga dalam hati.Rafka berspekulasi bahwa Ervan mungkin saja terlibat dalam penculikan Leo, mengingat keterlibatannya dalam peristiwa tragis yang menimpa Sarah dahulu. Tanpa memberi kesempatan pada Ervan untuk memberi jawaban dan menjelaskan alasan kehadirannya di sini, Rafka menghentakkan tinjunya dengan keras ke arah wajah Ervan, dengan maksud ingin melepaskan kekesalannya. "Kenapa lo bisa ada di sini? Apa yang lagi lo lakuin, Bang?Jangan-jangan lo juga terlibat di balik penculikan Le
Sarah menggigit bibirnya dengan keras, matanya berkaca-kaca. “Ini apa maksudnya, Raf? Apa yang harus kita lakukan sekarang? Aku benar-benar takut kalau Leo sampai kenapa-napa!”Rafka yang juga merasakan kekhawatiran yang sama dengan yang tengah dirasakan Sarah, memilih merangkul istrinya agar kepanikan Sarah tak terlalu membahana. "Kita harus segera pergi, Sar. Leo mungkin berada dalam bahaya. Percaya lah, bagaimanapun caranya, aku akan menyelamatkan Leo dan enggak akan membiarkannya sesuatu yang buruk terjadi padanya. Kita harus mencari tahu apa yang sedang terjadi dan menyelamatkan Leo secepat mungkin."Sarah mengangguk, wajahnya pucat. Mereka berdua bergegas keluar dari rumah dan menuju ke lokasi yang disebutkan dalam pesan tersebut dengan hati yang dipenuhi kekhawatiran.Rasanya keduanya sudah tidak sabar ingin mengetahui apa yang sebenarnya sedang terjadi pada Leo dan siapakah orang yang berani sekali melakukan penculikan pada anak lelaki Sarah tersebut.****“Untung saja, bocah
Sarah duduk gelisah di ruang tamu, matanya tak henti-hentinya memandangi jam di dinding. Sudah larut malam, tetapi tak seperti biasanya, kali ini Sarah sama sekali tak bisa tidur.Lagi pula bagaimana mungkin ia bisa tidur kalau malam kian larut, tetapi putranya belum kunjung pulang. Berkali-kali, Sarah menghubungi nomor Leo lewat panggilan ponsel, tetapi nomor Leo sama sekali tak bisa dihubungi.Seketika perasaan tak tenang dan gelisah mulai merayap ke dalam hati Sarah. Ia takut terjadi hal buruk pada putranya karena tiba-tiba perasaannya seperti merasa tidak enak.“Aku khawatir sekali pada Leo, Raf. Sekarang sudah jam 12 malam, tapi dia belum pulang dan ponselnya juga tidak bisa dihubungi. Padahal semenjak berbaikan dengan Leo waktu itu, dia sudah tidak pernah pulang malam dan mabuk-mabukan lagi,” ujar Sarah dengan nada cemas dan penuh kekhawatiran, sehingga memuat suaranya gemetar.Saking cemasnya, tak henti-hentinya Sarah terus menerus menatap layar ponselnya yang terus menunju