Share

Jerat Cinta Kakak Tiri
Jerat Cinta Kakak Tiri
Author: Yulia Hanifiah

Touch Me Please!

last update Last Updated: 2022-08-25 11:28:13

Kedua tangan Safira mencengkeram kemudi kuat-kuat dengan deru napas memburu. Tatapannya nyalang menatap bangunan yang tinggi menjulang di hadapannya.

Tawa miris berurai dari bibirnya. Safira tidak menyangka dirinya malah disuguhi perselingkuhan menjijikan begitu tiba di unit apartemen milik kekasihnya. Ralat, milik mantan kekasihnya.

“Bodoh,” gumam Safira merutuki dirinya sendiri.

Pemuda yang selama setahun terakhir ini menjadi kekasihnya begitu tega bermain api di belakangnya. Bahkan, setelah tertangkap basah, mantan kekasihnya itu masih saja berkelit. Safira paling tidak menyukai pengkhianatan dalam bentuk apa pun dan ia langsung memutuskan hubungan mereka saat itu juga.

Tanpa menunggu lebih lama lagi, Safira segera menyalakan mesin mobilnya dan pergi meninggalkan tempat itu. Safira bersumpah tidak akan pernah menginjakkan kakinya di sana lagi sampai kapan pun.

Di tengah sesak yang menyelubungi hatinya, Safira tidak menangis. Rasanya ia akan semakin terlihat bodoh jika menangisi seseorang yang tidak pantas untuk ditangisi.

Safira mengemudikan mobilnya tak tentu arah. Ia tidak memiliki tujuan tetapi tidak mungkin juga kembali ke rumah dalam suasana hati yang kacau seperti ini. Safira membutuhkan pelampiasan, paling tidak untuk mengalihkan pikirannya dari bayangan menjijikan yang masih menari-nari di dalam kepalanya.

Setelah berkendara kurang lebih 30 menit, Safira menghentikan laju mobilnya di depan sebuah club malam mewah. Helaan napas berat lolos dari bibirnya. Sebenarnya ia tidak menyukai tempat seperti ini. Tetapi, sekarang dirinya membutuhkan pengalihan.

Safira keluar dari mobilnya dan melangkah memasuki bangunan yang berdiri di hadapannya. Ia menunjukkan kartu undangan yang kebetulan berada di mobilnya sebagai akses masuk.

“Surprise! Akhirnya lo mau datang juga, Fir!” seru seorang gadis muda bernama Emily yang kini tengah melangkah mendekati Safira.

Safira berusaha menyunggingkan senyum. Ia tidak boleh terlihat menyedihkan malam ini. Luapan amarah yang masih tersisa biarlah dirinya simpan rapat-rapat di dalam dadanya.

Gadis bersetelan kasual cukup terbuka itu langsung menggandeng lengan Safira dengan wajah sumringah. “Apa yang ngebuat lo tiba-tiba berubah pikiran? Dari banyaknya undangan yang lo dapat, baru sekarang lo mau datang.”

Emily mengajak Safira melangkah ke tengah ruangan, membelah lautan manusia yang menghalangi jalan. Beberapa orang yang mengenal keduanya langsung memberi sapaan. Mereka takjub melihat kedatangan Safira yang sangat langka dalam acara seperti ini.

Safira mengangkat bahunya tak acuh. “Gue lagi suntuk aja, butuh refreshing,” jawabnya asal.

Suasana hingar bingar sertai musik yang memekak telinga membuat Safira mengerutkan keningnya tak suka. Ditambah lagi lautan manusia yang menyebabkan tempat luas itu terasa sesak.

Safira benar-benar tidak menyukai tempat seperti ini. Ia memang bukan perempuan alim. Namun, tempat bising seperti ini tidak cocok untuk dirinya yang menyukai ketenangan.

Safira datang kemari hanya untuk melampiaskan kekecewaannya dan mungkin ini adalah pertama dan terakhir kalinya.

“Apa pun alasannya, gue senang banget lo datang malam ini. Sekarang kita temui yang ulang tahun dulu, setelah itu kita bisa bersenang-senang sepuasnya!” ucap Emily agak keras supaya suaranya terdengar di tengah suasana yang bising.

Safira hanya mengekori sahabatnya itu tanpa banyak berkomentar. Sebetulnya ia tidak membawa kado karrna pada dasarnya dirinya tidak memiliki niatan datang kemari.

Salah seorang senior Safira yang populer di kampus berulang tahun hari ini. Nyaris seluruh mahasiswa semua tingkatan mendapat undangan, terutama orang-orang yang cukup populer dan Safira termasuk di dalamnya.

“Sekarang kita cari tempat duduk yang kosong,” tutur Emily dengan tatapan berkeliling mencari tempat duduk yang bisa mereka tempati. Setelah menemukannya, ia langsung menarik Safira ke arah sana.

“Gue pesan minuman dulu, lo tunggu di sini!” perintah Emily sebelum meninggalkan Safira duduk sendirian di sofa panjang paling pojok.

Safira menyandarkan kepalanya di sandaran sofa sembari memejamkan mata. Sesak di dadanya tak kunjung berkurang, datang ke tempat ini seolah tidak berguna.

Masih jelas terbayang dalam ingatannya bagaimana kekasihnya mencumbu wanita lain di depan matanya. Sebuah tamparan masih belum cukup untuk membalas sikap kurang ajar pemuda itu.

Safira kembali membuka matanya saat merasakan sofa di sampingnya sedikit bergerak. Ternyata Emily sudah kembali dengan dua gelas minuman beralkohol di tangannya.

“Ini buat lo.” Emily meletakkan sebuah gelas di hadapan Safira, kemudian menyesap jatah minumannya. “Lo bilang lagi suntuk, ‘kan? Kita harus have fun malam ini.”

Safira melirik gelas minuman itu dengan sorot malas. Sebenarnya ia tidak ingin mabuk malam ini, tetapi perasaan frustasi yang berkubang dalam dadanya membuatnya berubah pikiran.

Safira langsung meraih dan meneguk minuman itu tanpa berpikir panjang. Mungkin dengan mabuk bisa mengalihkan pikiran untuk sejenak. Minuman itu seperti membakar kerongkongannya, ditambah rasa pahit yang sangat pekat, tetapi ia mengabaikan rasa aneh itu.

Pening langsung menghantam kepala Safira dan pandangannya mulai mengabur. Jemarinya terulur untuk memijat pelipisnya yang berdenyut sembari bersandar di sofa.

Tanpa Safira sadari, Emily menyeringai misterius melihat Safari yang sudah mulai kehilangan kesadaran. Emily mengedarkan pandangannya seraya mengambil sling bag Safira yang tergeletak di atas meja dan segera mencari ponsel milik Safira.

[Jemput aku di kamar nomor 10]

Setelah mengirimkan pesan tersebut kepada seseorang, Emily langsung mengembalikan benda pipih itu ke tempat semula. Emily berdecak puas karena rencananya sukses besar.

“Are you okay?” tanya Emily berbasa-basi.

Pertanyaan Emily hanya mendapat gelengan samar dari Safira. Telinganya berdengung dan pening yang mendera kepalanya semakin menjadi-jadi.

Safira tidak mengerti apa yang terjadi padanya. Bukan hanya pening yang ia rasakan, tetapi juga panas di sekujur tubuhnya. Safira semakin gelisah ketika rasa terbakar mulai menjalar ke titik sensitifnya.

“Gue pusing,” gumam Safira dengan suara lemah. Matanya masih setengah terpejam karena terlalu berat untuk dipaksa terbuka.

“Gue bantu lo cari kamar buat istirahat ya.” Emily membantu Safira berdiri dan memapah Safira membelah kerumunan orang. “Maafin gue, Fir,” ucapnya tanpa suara.

Safira hanya menggerakkan kakinya tanpa membuka mata. Fokusnya semakin hilang seiring dengan geleyar aneh yang terus menerus menyerang tubuhnya. Safira hanya menurut saja ketika Emily memintanya berbaring dan menunggu di sebuah kamar.

Rasanya Safira ingin menangis karena rasa panas yang menyiksa. Tanpa sadar ia mulai membuka satu per satu kancing kemejanya berharap dapat mengurangi panas itu.

Keringatnya mengucur deras, membuat rambutnya yang terurai menjadi basah. Safira semakin kepayahan kala rasa nyeri menjalari area pribadinya. Ia belum pernah merasakan ini sebelumnya dan dirinya tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada tubuhnya.

KLEK!

Pintu yang terbuka mengalihkan atensi Safira dari rasa panas di tubuhnya. Pandangannya yang mengabur membuat Safira tidak bisa melihat dengan jelas siapa yang memasuki kamar itu, tetapi sosok itu sangat familiar.

Safira langsung bangkit dari posisinya, mengamati lelaki yang sedang melangkah ke arahnya. Safira menelan salivanya susah payah saat menatap lelaki yang terlihat begitu sensual di matanya. Tubuhnya meremang dan rasa ingin dijamah itu semakin pekat.

“Ayo pulang!” ajak lelaki bernama Agam itu dengan kening berkerut. Raut keheranan terlihat sangat jelas di wajahnya melihat gelagat aneh yang Safira tunjukkan.

Bukannya menyahut, Safira hanya bergeming sembari menatap Agam penuh damba. Entah mendapat kekuatan dari mana, Safira menarik lengan kekar lelaki itu sekuat tenaga hingga terjatuh di atas ranjang.

“Apa yang kamu laku—”

Kedua mata Agam melebar sempurna saat Safira tanpa tahu malu langsung menduduki tubuhnya. Ketika Safira mulai menunduk dan berusaha menyatukan bibir mereka, Agam bergerak sigap membalikkan posisi dan membanting Safira di atas ranjang.

“Tolong... panas....” gumam Safira seraya berusaha kembali bangkit dan menggapai tangan Agam.

Agam membalikkan tubuhnya dan melangkah meninggalkan kamar itu sebelum kewarasannya mulai menghilang. Ia tidak peduli dengan Safira yang terus merengek.

Tiba-tiba Safira bangkit dari ranjang dan berlari secepat kilat mendahului Agam yang hampir mencapai ambang pintu. Safira menutup pintu dengan gerakan cepat hingga menimbulkan suara nyaring.

Sebelum Agam sempat melayangkan protes, Safira langsung mengalungkan kedua tangannya di leher belakang lelaki itu dan menyatukan bibir mereka. Safira mengerang pelan ketika pagutannya mulai mendapat balasan.

Safira menjauhkan bibirnya karena dirinya nyaris kehabisan napas. Deru napasnya terengah dengan tatapannya yang semakin sayu. “Touch me please!”

Related chapters

  • Jerat Cinta Kakak Tiri   Awal Kehancuran

    Ringisan pelan keluar dari bibir Safira ketika merasakan kepalanya seakan dihantam sesuatu yang berat saat hendak membuka mata. Safira memijat pelipisnya, berharap dapat meredakan nyeri yang mengganggu. Setelah merasa lebih baik, Safira kembali membuka kelopak matanya. Alangkah terkejutnya Safira saat menyadari dirinya tertidur di dada bidang seseorang. Ia langsung mengangkat kepalanya tanpa mempedulikan rasa nyeri yang menghantam.Pekikan Safira membuat lelaki yang berbaring di sampingnya terjaga. Agam segera bangkit dan membuka mulutnya seakan hendak menjelaskan sesuatu. Tetapi, bibirnya kembali mengatup karena tamparan keras yang Safira layangkan padanya.Safira menatap Agam dengan tatapan nyalang. “Apa yang kamu lakuin ke aku?!” semburnya murka. Safira mengeratkan cengkeramannya pada selimut yang membalut tubuhnya yang benar-benar polos tanpa sehelai benang pun. Meskipun otaknya tidak bisa di ajak bekerja sama mengingat apa yang terjadi semalam, Safira tahu bahwa dirinya dan

    Last Updated : 2022-08-27
  • Jerat Cinta Kakak Tiri   Sebuah Pertanda

    Safira pikir hidupnya akan berakhir ketika mobil itu menghantam dan meremukkan tubuhnya. Mungkin itu lebih baik dibanding menanggung aib yang bisa terbongkar kapan saja. Kedatangan seseorang yang langsung merengkuh tubuhnya kuat-kuat membuatnya terselamatkan dari maut. Entah ia harus mengumpat atau berterimakasih pada orang yang telah menyelamatkan dirinya. Safira membuka kelopak matanya perlahan-lahan dan netranya langsung bertemu dengan netra gelap Agam yang menatapnya penuh perhitungan. Tatapan keduanya terkunci selama beberapa saat hingga akhirnya Agam lebih dulu membuang muka. Di saat yang bersamaan, Safira langsung tersadar dari lamunannya kemudian berusaha kembali berdiri tegak dan melepaskan diri dari rengkuhan Agam. Wanita itu menyentuh dadanya sembari mengatur degup jantungnya yang menggila karena nyaris tertabrak tadi. “Apa sudah gila dan berniat ingin bunuh diri, hah?” hardik Agam tanpa basa-basi. Bukannya menanggapi Agam, Safira malah mengedarkan pandangannya,

    Last Updated : 2022-08-28
  • Jerat Cinta Kakak Tiri   Ketika Agam Tahu

    Safira meraih kalender kecil yang ada di pojok meja belajarnya, melirik tanggal yang sengaja ia lingkari dan mencocokkan dengan tanggal hari ini. Satu fakta yang ia ketahui saat ini, tanggal itu telah terlewat beberapa hari. Seharusnya beberapa hari yang lalu Safira sudah mendapat tamu bulanannya. Tetapi, hingga hari ini belum ada tanda-tanda dirinya akan datang bulan. Safira sengaja melingkari tanggal itu untuk berjaga-jaga karena dirinya memang pelupa. Pikirannya yang kacau menyebabkan ia melupakan satu hal penting itu. Kerisauan terlihat semakin jelas di wajahnya. Keterlambatan datang bulan mungkin sering terjadi karena faktor tertentu. Namun, ada sesuatu yang membuat Safira tidak bisa tenang. Belakangan ini Safira selalu merasakan perutnya bergejolak di pagi hari. Bahkan, pernah juga selama seharian penuh dirinya tidak bisa mengkonsumsi apa pun karena perutnya tidak bisa diajak kompromi.Safira tersenyum penuh ironi. “Pasti karena telat aja,” monolongnya berusaha meyakinkan

    Last Updated : 2022-09-02
  • Jerat Cinta Kakak Tiri   Kita Harus Menikah!

    Safira hanya bisa menundukkan kepala dengan jemari yang saling bertautan untuk menguatkan diri. Wanita itu tak berhenti mengutuk Agam dalam hati karena menyeretnya ke rumah sakit tanpa kompromi. Safira ingin melarikan diri, namun tertahan karena Agam merengkuh pinggangnya sangat erat. Lelaki itu pasti sudah menduga niatnya dan sengaja melakukan antisipasi sejak awal. Setiap detik yang terlewati terasa sangat cepat. Satu per satu pasien yang mengantri sudah selesai menjalani pemeriksaan hingga akhirnya tibalah waktu Safira dipanggil untuk masuk ke ruangan dokter kandungan itu. “Kamu nggak perlu ikut masuk,” bisik Safira ketika melihat Agam ikut berdiri setelah dirinya dipanggil. “Diam!” jawab Agam sembari menggandeng tangan Safira dan memimpin langkah memasuki ruangan yang ada di depannya tanpa keraguan sedikitpun. Agam dan Safira duduk bersisian di hadapan dokter perempuan berusia pertengahan 30 tahun-an yang menatap keduanya sembari tersenyum ramah. Sangat kontras dengan ekspresi

    Last Updated : 2022-09-03
  • Jerat Cinta Kakak Tiri   Aku Akan Menggugurkannya

    PLAK! Tatapan membunuh yang terpancar dari mata Safira semakin tajam. Deru napasnya mulai memburu, wajahnya berubah merah padam dengan emosi yang semakin memuncak. Agam menyentuh pipinya yang terasa panas karena tamparan keras Safira. “Kenapa kamu malah tampar aku?” protesnya dengan rahang mengeras. Ekspresi tenang di wajahnya perlahan menguap. “Kamu gila!” jerit Safira sembari menunjuk wajah Agam. Wanita itu berusaha keras menahan air mata yang mendesak di pelupuk matanya. “Dengar ini baik-baik, sampai kapan pun aku nggak akan pernah sudi menikah sama kamu!” Safira melangkah mundur seraya menggeleng pelan. Wanita itu mengangkat tangannya ketika Agam hendak berjalan ke arahnya. Ia hanya ingin menenangkan diri malam ini, bukan menambah masalah. Safira tahu, rahasia ini tidak akan bisa ia sembunyikan selamanya. Tetapi, jika dirinya harus menikah dengan kakak tirinya ini untuk mengatasi semuanya, ia benar-benar tidak sanggup. Safira dan Agam memang tidak memiliki huhungan darah sama

    Last Updated : 2022-09-17
  • Jerat Cinta Kakak Tiri   Menjadi Buah Bibir

    Tubuh Safira menegang mendengar suara sang ayah di belakangnya. Wanita itu spontan memutar tubuhnya seraya berdeham pelan. “Nggak ada apa-apa, Yah. Kami cuma lagi—” “Aku cuma ngajak Safira berangkat bareng ke kampus, tapi dia nggak mau,” potong Agam sebelum Safira selesai memberikan pembelaan. Lelaki itu mengabaikan tatapan protes yang Safira layangkan padanya. Safira mengepalkan kedua tangannya. Bisa-bisanya Agam malah mencari kesempatan dalam kesempitan. “Aku bisa berangkat ke kampus sendiri, Yah. Biasanya juga gitu,” timpalnya sebelum sang ayah menyetujui usul Agam. Pasalnya, Afnan nyaris selalu satu pendapat dengan Agam. Sedangkan saat ini Safira sedang berusaha keras untuk menghindari Agam. Setidaknya sampai pikirannya benar-benar tenang dan ia bisa memutuskan sesuatu. Afnan menatap Safira dan Agam secara bergantian seraya berkata, “Menurut Ayah, usul Agam ada benarnya. Kamu kelihatan kurang sehat, lebih baik kalian berangkat bersama.” “Kalau kamu nggak mau berangkat bareng A

    Last Updated : 2022-09-18
  • Jerat Cinta Kakak Tiri   Rahasia yang Terbongkar

    “Jangan sembarangan!” balas Safira setengah membentak. Walaupun wanita itu tetap mempertahankan ekspresi marah di wajahnya, tubuhnya mulai gemetar saat ini. Safira tidak ingin rahasia besarnya terbongkar secepat ini. Ia belum siap mendapat tatapan cemooh dari orang lain jika rahasianya terbongkar. Ketika Safira hendak melangkah pergi, lagi-lagi Wisnu menghalangi jalannya. Safira menggertakkan giginya menahan kesal. “Minggir! Jangan ganggu aku lagi, kita nggak punya urusan apa pun!” Ia tidak ingin salah bicara yang malah akan membuat rahasianya terbongkar. “Oke, kita bicara di tempat lain.” Tanpa mengidahkan pengusiran yang Safira lakukan, Wisnu langsung menarik pelan lengan wanita itu agar mengikuti langkahnya. Safira berhenti meronta saat mereka mulai menjadi pusat perhatian. Ia tidak ingin menambah gosip baru tentangnya. Akhirnya, wanita itu memilih mengikuti gerak kaki Wisnu yang entah akan membawa dirinya ke mana. Di tengah jalan, Safira tak sengaja bertemu pandang denga

    Last Updated : 2022-09-19
  • Jerat Cinta Kakak Tiri   Hancur Tak Bersisa

    “Safira memang hamil, dia hamil anak saya, bukan anak laki-laki itu,” ungkap Agam tanpa basa-basi. Bahkan, tanpa diminta lelaki itu langsung menempati salah satu kursi yang kosong di dekat tempat duduk Safira.Safira melayangkan tatapan membunuh pada kakak tirinya. Sebelumnya, mereka sudah sepakat untuk merahasiakan masalah ini. Tetapi, bisa-bisanya Agam malah membongkar semuanya. Safira baru saja mendapatkan alasan untuk menyangkal tuduhan yang semua orang berikan padanya. Namun, Agam yang baru saja datang malah menghancurkan semuanya. Safira dapat menyaksikan jika tatapan orang-orang yang duduk di seberangnya langsung menatapnya dengan sorot berbeda, begitu juga dengan Wisnu. Harga dirinya benar-benar hancur lebur hari ini. Agam mengabaikan tatapan tajam yang Safira layangkan padanya kemudian kembali menatap ke depan. “Mohon maaf sebelumnya, tetapi saya harap orang yang tidak berkepentingan berada bisa keluar dari sini.”Salah seorang yang duduk di barisan dosen langsung men

    Last Updated : 2022-09-21

Latest chapter

  • Jerat Cinta Kakak Tiri   Hancur Tak Bersisa

    “Safira memang hamil, dia hamil anak saya, bukan anak laki-laki itu,” ungkap Agam tanpa basa-basi. Bahkan, tanpa diminta lelaki itu langsung menempati salah satu kursi yang kosong di dekat tempat duduk Safira.Safira melayangkan tatapan membunuh pada kakak tirinya. Sebelumnya, mereka sudah sepakat untuk merahasiakan masalah ini. Tetapi, bisa-bisanya Agam malah membongkar semuanya. Safira baru saja mendapatkan alasan untuk menyangkal tuduhan yang semua orang berikan padanya. Namun, Agam yang baru saja datang malah menghancurkan semuanya. Safira dapat menyaksikan jika tatapan orang-orang yang duduk di seberangnya langsung menatapnya dengan sorot berbeda, begitu juga dengan Wisnu. Harga dirinya benar-benar hancur lebur hari ini. Agam mengabaikan tatapan tajam yang Safira layangkan padanya kemudian kembali menatap ke depan. “Mohon maaf sebelumnya, tetapi saya harap orang yang tidak berkepentingan berada bisa keluar dari sini.”Salah seorang yang duduk di barisan dosen langsung men

  • Jerat Cinta Kakak Tiri   Rahasia yang Terbongkar

    “Jangan sembarangan!” balas Safira setengah membentak. Walaupun wanita itu tetap mempertahankan ekspresi marah di wajahnya, tubuhnya mulai gemetar saat ini. Safira tidak ingin rahasia besarnya terbongkar secepat ini. Ia belum siap mendapat tatapan cemooh dari orang lain jika rahasianya terbongkar. Ketika Safira hendak melangkah pergi, lagi-lagi Wisnu menghalangi jalannya. Safira menggertakkan giginya menahan kesal. “Minggir! Jangan ganggu aku lagi, kita nggak punya urusan apa pun!” Ia tidak ingin salah bicara yang malah akan membuat rahasianya terbongkar. “Oke, kita bicara di tempat lain.” Tanpa mengidahkan pengusiran yang Safira lakukan, Wisnu langsung menarik pelan lengan wanita itu agar mengikuti langkahnya. Safira berhenti meronta saat mereka mulai menjadi pusat perhatian. Ia tidak ingin menambah gosip baru tentangnya. Akhirnya, wanita itu memilih mengikuti gerak kaki Wisnu yang entah akan membawa dirinya ke mana. Di tengah jalan, Safira tak sengaja bertemu pandang denga

  • Jerat Cinta Kakak Tiri   Menjadi Buah Bibir

    Tubuh Safira menegang mendengar suara sang ayah di belakangnya. Wanita itu spontan memutar tubuhnya seraya berdeham pelan. “Nggak ada apa-apa, Yah. Kami cuma lagi—” “Aku cuma ngajak Safira berangkat bareng ke kampus, tapi dia nggak mau,” potong Agam sebelum Safira selesai memberikan pembelaan. Lelaki itu mengabaikan tatapan protes yang Safira layangkan padanya. Safira mengepalkan kedua tangannya. Bisa-bisanya Agam malah mencari kesempatan dalam kesempitan. “Aku bisa berangkat ke kampus sendiri, Yah. Biasanya juga gitu,” timpalnya sebelum sang ayah menyetujui usul Agam. Pasalnya, Afnan nyaris selalu satu pendapat dengan Agam. Sedangkan saat ini Safira sedang berusaha keras untuk menghindari Agam. Setidaknya sampai pikirannya benar-benar tenang dan ia bisa memutuskan sesuatu. Afnan menatap Safira dan Agam secara bergantian seraya berkata, “Menurut Ayah, usul Agam ada benarnya. Kamu kelihatan kurang sehat, lebih baik kalian berangkat bersama.” “Kalau kamu nggak mau berangkat bareng A

  • Jerat Cinta Kakak Tiri   Aku Akan Menggugurkannya

    PLAK! Tatapan membunuh yang terpancar dari mata Safira semakin tajam. Deru napasnya mulai memburu, wajahnya berubah merah padam dengan emosi yang semakin memuncak. Agam menyentuh pipinya yang terasa panas karena tamparan keras Safira. “Kenapa kamu malah tampar aku?” protesnya dengan rahang mengeras. Ekspresi tenang di wajahnya perlahan menguap. “Kamu gila!” jerit Safira sembari menunjuk wajah Agam. Wanita itu berusaha keras menahan air mata yang mendesak di pelupuk matanya. “Dengar ini baik-baik, sampai kapan pun aku nggak akan pernah sudi menikah sama kamu!” Safira melangkah mundur seraya menggeleng pelan. Wanita itu mengangkat tangannya ketika Agam hendak berjalan ke arahnya. Ia hanya ingin menenangkan diri malam ini, bukan menambah masalah. Safira tahu, rahasia ini tidak akan bisa ia sembunyikan selamanya. Tetapi, jika dirinya harus menikah dengan kakak tirinya ini untuk mengatasi semuanya, ia benar-benar tidak sanggup. Safira dan Agam memang tidak memiliki huhungan darah sama

  • Jerat Cinta Kakak Tiri   Kita Harus Menikah!

    Safira hanya bisa menundukkan kepala dengan jemari yang saling bertautan untuk menguatkan diri. Wanita itu tak berhenti mengutuk Agam dalam hati karena menyeretnya ke rumah sakit tanpa kompromi. Safira ingin melarikan diri, namun tertahan karena Agam merengkuh pinggangnya sangat erat. Lelaki itu pasti sudah menduga niatnya dan sengaja melakukan antisipasi sejak awal. Setiap detik yang terlewati terasa sangat cepat. Satu per satu pasien yang mengantri sudah selesai menjalani pemeriksaan hingga akhirnya tibalah waktu Safira dipanggil untuk masuk ke ruangan dokter kandungan itu. “Kamu nggak perlu ikut masuk,” bisik Safira ketika melihat Agam ikut berdiri setelah dirinya dipanggil. “Diam!” jawab Agam sembari menggandeng tangan Safira dan memimpin langkah memasuki ruangan yang ada di depannya tanpa keraguan sedikitpun. Agam dan Safira duduk bersisian di hadapan dokter perempuan berusia pertengahan 30 tahun-an yang menatap keduanya sembari tersenyum ramah. Sangat kontras dengan ekspresi

  • Jerat Cinta Kakak Tiri   Ketika Agam Tahu

    Safira meraih kalender kecil yang ada di pojok meja belajarnya, melirik tanggal yang sengaja ia lingkari dan mencocokkan dengan tanggal hari ini. Satu fakta yang ia ketahui saat ini, tanggal itu telah terlewat beberapa hari. Seharusnya beberapa hari yang lalu Safira sudah mendapat tamu bulanannya. Tetapi, hingga hari ini belum ada tanda-tanda dirinya akan datang bulan. Safira sengaja melingkari tanggal itu untuk berjaga-jaga karena dirinya memang pelupa. Pikirannya yang kacau menyebabkan ia melupakan satu hal penting itu. Kerisauan terlihat semakin jelas di wajahnya. Keterlambatan datang bulan mungkin sering terjadi karena faktor tertentu. Namun, ada sesuatu yang membuat Safira tidak bisa tenang. Belakangan ini Safira selalu merasakan perutnya bergejolak di pagi hari. Bahkan, pernah juga selama seharian penuh dirinya tidak bisa mengkonsumsi apa pun karena perutnya tidak bisa diajak kompromi.Safira tersenyum penuh ironi. “Pasti karena telat aja,” monolongnya berusaha meyakinkan

  • Jerat Cinta Kakak Tiri   Sebuah Pertanda

    Safira pikir hidupnya akan berakhir ketika mobil itu menghantam dan meremukkan tubuhnya. Mungkin itu lebih baik dibanding menanggung aib yang bisa terbongkar kapan saja. Kedatangan seseorang yang langsung merengkuh tubuhnya kuat-kuat membuatnya terselamatkan dari maut. Entah ia harus mengumpat atau berterimakasih pada orang yang telah menyelamatkan dirinya. Safira membuka kelopak matanya perlahan-lahan dan netranya langsung bertemu dengan netra gelap Agam yang menatapnya penuh perhitungan. Tatapan keduanya terkunci selama beberapa saat hingga akhirnya Agam lebih dulu membuang muka. Di saat yang bersamaan, Safira langsung tersadar dari lamunannya kemudian berusaha kembali berdiri tegak dan melepaskan diri dari rengkuhan Agam. Wanita itu menyentuh dadanya sembari mengatur degup jantungnya yang menggila karena nyaris tertabrak tadi. “Apa sudah gila dan berniat ingin bunuh diri, hah?” hardik Agam tanpa basa-basi. Bukannya menanggapi Agam, Safira malah mengedarkan pandangannya,

  • Jerat Cinta Kakak Tiri   Awal Kehancuran

    Ringisan pelan keluar dari bibir Safira ketika merasakan kepalanya seakan dihantam sesuatu yang berat saat hendak membuka mata. Safira memijat pelipisnya, berharap dapat meredakan nyeri yang mengganggu. Setelah merasa lebih baik, Safira kembali membuka kelopak matanya. Alangkah terkejutnya Safira saat menyadari dirinya tertidur di dada bidang seseorang. Ia langsung mengangkat kepalanya tanpa mempedulikan rasa nyeri yang menghantam.Pekikan Safira membuat lelaki yang berbaring di sampingnya terjaga. Agam segera bangkit dan membuka mulutnya seakan hendak menjelaskan sesuatu. Tetapi, bibirnya kembali mengatup karena tamparan keras yang Safira layangkan padanya.Safira menatap Agam dengan tatapan nyalang. “Apa yang kamu lakuin ke aku?!” semburnya murka. Safira mengeratkan cengkeramannya pada selimut yang membalut tubuhnya yang benar-benar polos tanpa sehelai benang pun. Meskipun otaknya tidak bisa di ajak bekerja sama mengingat apa yang terjadi semalam, Safira tahu bahwa dirinya dan

  • Jerat Cinta Kakak Tiri   Touch Me Please!

    Kedua tangan Safira mencengkeram kemudi kuat-kuat dengan deru napas memburu. Tatapannya nyalang menatap bangunan yang tinggi menjulang di hadapannya. Tawa miris berurai dari bibirnya. Safira tidak menyangka dirinya malah disuguhi perselingkuhan menjijikan begitu tiba di unit apartemen milik kekasihnya. Ralat, milik mantan kekasihnya. “Bodoh,” gumam Safira merutuki dirinya sendiri. Pemuda yang selama setahun terakhir ini menjadi kekasihnya begitu tega bermain api di belakangnya. Bahkan, setelah tertangkap basah, mantan kekasihnya itu masih saja berkelit. Safira paling tidak menyukai pengkhianatan dalam bentuk apa pun dan ia langsung memutuskan hubungan mereka saat itu juga. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Safira segera menyalakan mesin mobilnya dan pergi meninggalkan tempat itu. Safira bersumpah tidak akan pernah menginjakkan kakinya di sana lagi sampai kapan pun. Di tengah sesak yang menyelubungi hatinya, Safira tidak menangis. Rasanya ia akan semakin terlihat bodoh jika men

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status