Share

Harus Operasi

Author: YOSSYTA S
last update Last Updated: 2025-03-24 09:53:25

"Siapa kamu?" tanya Dinda merasa sedikit keheranan. Wanita itu melihat ada satu orang wanita muda yang kini berada tepat di samping ranjang bayinya.

Wanita muda itu sempat terlonjak dan langsung menoleh ke arahnya. Lalu seraya mengulas senyum ramah, wanita yang ternyata adalah seorang perawatan bayi di ruang itu pun menjawab, "Saya perawat, Nona."

Tak berselang lama baik itu Rafka dan Raisa menyusul masuk ke dalam, dan mereka tampak terkejut saat melihat bukan wanita tadi yang sedang berada di ruang bayi ini.

"Loh, Mbak Tari. Ke mana wanita tadi?" tanya Raisa kebingungan.

"Oh, si Mbaknya tadi sudah pergi, Dok." Si suster bernama Utari pun menjawab.

"Apa?! Wanita itu malah pergi?" Dengan wajah mengeras, tiba-tiba saja Rafka terlihat sangat kesal. "Dasar brengsek! Wanita tak tahu diuntung!" Seraya mengepalkan tangan, ia mengumpat geram.

Sehingga membuat Dinda jadi keheranan saja melihatnnya, dan bertanya siapa wanita yang kini tengah dibicarakan oleh ketiga orang tersebut.

"Tunggu-tunggu! Sebenarnya siapa wanita yang kalian maksud?" Karena merasa penasaran Dinda menyela pembicaraan. "Dan kenapa pula kamu jadi terlihat sangat marah, Rafka?" Dengan alis mengerut, wanita itu menatap keheranan lelaki yang baru berrapa minggu lalu menyandang sebagai suaminya tersebut.

"Ah ... sudahlah kau tak perlu tahu. Raisa sebaiknya kau suruh security sini agar bisa melacak di mana wanita itu berada sekarang!" titah Rafka berang. "Suruh mereka semua mengecek CCTV dan pastikan kalau mereka harus segera bisa menemukan wanita itu secepatnya!"

"Oke-oke, kamu tenang dulu! Aku akan mengerahkan bagian keamanan di rumah sakit ini untuk bisa mencarinya segera," jawab Raisa.

***

Sementara di tempat lain.

Setelah rasa haus bayi kecil nan sangat menggemaskan itu menghilang, bayi itu kini tertidur pulas di pangkuan Vania.

Dengan wajah berseri, wanita itu tersenyum hangat terus menatap lembut wajah polos tanpa dosa malaikat kecil tersebut.

Hanya dalam waktu singkat, wanita itu mulai merasa sayang padanya. Namun, jika mengingat bagaimana sikap ayah dari bayi ini, ia pun langsung dibuat kesal saja pada lelaki itu.

Jika menuruti keinginan naluri keibuan yang tumbuh di hatinya kini, ingin rasanya ia terus membersamai bayi itu. Akan tetapi, apakah ia nanti akan siap dan kuat menghadapi bagaimana sikap arogan dari ayah bayi ini? Dia rasa tidak.

"Huff!" Lagi, Vania menghela napas. Dirinya masih merasa bingung dan bimbang untuk menentukan keputusan.

Apakah ia akan menerima tawaran pekerjaan sebagai ibu susu dari bayi ini? Atau malah akan menolaknya.

Hingga di tengah-tengah lamunannya, tiba-tiba saja ia teringat akan Pamannya yang kini sedang sakit dan dirawat di rumah sakit ini juga.

Seketika itu ia pun memutuskan untuk segera pergi saja dari sana.

Dengan sangat hati-hati, Vania meletakan bayi mungil itu di atas ranjang. "Tidur yang nyenyak ya, Sayang! Maaf, mungkin setelah ini kita tidak akan pernah bertemu lagi," ucapnya sedih.

Sebenarnya ia merasa sangat berat untuk meningkatkan bayi itu. Namun, ini harus. Karena jujur, sungguh ia tidak ingin terlibat masalah lagi dengan lelaki itu.

Dengan susah payah, dia sudah berupaya untuk bisa melupakan kejadian itu. Lalu sekarang dia malah dipertemukan kembali dengan pria itu lagi.

"Kurasa takdir kini sedang mempermainkan ku. Sehingga aku harus bertemu lagi dengan lelaki brengsek itu."

"Kenapa sih, setelah sekian lama aku baru bisa melupakan kejadian naas itu. Tapi sekarang, tiba-tiba saja pria itu malah muncul di hadapan aku dan dengan membawa bayi seimut kamu." Dengan gemas ia mengusap-usap pipi cabi bayi kecil yang bernama Alviano. Sehingga membuat bayi yang sedang tertidur pulas itu sedikit bergerak pelan.

"Huff ... benar-benar sangat menyebalkan?" Dalam hati wanita itu sibuk berbicara sendiri. Seolah ia sangat menyesali dengan pertemuannya dengan Rafka. Akan tetapi, ia juga merasa sangat senang ketika bertemu dengan bayi ini.

Namun sekarang ia terpaksa harus menentukan pilihan. Lalu dengan mantap, akhirnya ia memutuskan akan menolak tawaran itu dan lebih memilih untuk merawat pamannya saja.

Hingga pada akhirnya, dengan tanpa sepengetahuan Rafka, wanita itu menyelinap pergi meninggalkan ruangan itu, dan bergegas menuju ruang rawat tempat pamannya berada kini.

Krieett!

Vania tampak mulai memasuki sebuah ruang kamar bernuansa putih berukuran sedang. Di mana di dalam ruang itu tampak ada seorang lelaki paruh baya tengah terbaring lemah di atas ranjang pasien.

Terlihat ada berapa alat kesehatan yang menempel di tubuh lelaki itu. Seperti jarum infus, selang oksigen dan alat pendeteksi detak jantung, yang terdengar pelan memenuhi ruangan tersebut.

"Paman, ini aku Vania, paman," ucapnya pelan. Seraya meraih tangan lelaki itu, wajah Vania yang tampak sedih berusaha untuk tetap tersenyum.

Ketika merasa ada sentuhan lembut di tangan, perlahan pria itu mulai terbangun. Lalu dengan tersenyum lembut namun samar, lelaki itu tampak senang melihatnya.

"Va-vania," ucapnya pelan, hampir tak terdengar.

"Iya, Paman. Ini aku, Vania. Maaf, karena aku baru bisa datang sekarang." Wanita itu mulai berkaca-kaca. Sungguh ia merasa tak tega melihat keadaan Pamannya yang terlihat sangat lemah.

Lelaki paruh baya itu menggeleng pelan. "Tidak apa-apa, Nia. Kamu tidak perlu meminta maaf. Paman lah yang seharusnya meminta maaf padamu. Karena Paman tidak bisa menjagamu dengan baik. Sehingga kamu sampai diusir dari rumah." Pria yang bernama Herman itu tampak sangat menyesal.

"Sudahlah, Paman. Jangan diingat lagi ya! Yang terpenting sekarang Paman harus cepat sembuh!"

"Ta-tapi, ngomong-ngomong ke mana Bibi dan juga Dinda, Paman? Kenapa mereka tidak ada di sini?" Vania baru menyadari, baik itu istri dan anak dari lelaki itu tidak ada yang menunggunya.

Raut wajah lelaki itu kian bertambah sedih. Tatkala ia teringat semenjak ia yang sering sakit-sakitan, istri dan anaknya itu sudah tidak pernah memperdulikannya lagi. Dengan tanpa belas kasihan, mereka tega pergi meninggalkannya dengan begitu saja.

Tiba-ti, dengan kesakitan lelaki itu memegangi dadanya yang terasa sesak dan kembali nyeri. Sehingga membuat Vania langsung terlihat sangat panik dan juga cemas.

"Paman, Paman kenapa? Suster, Dokter! Tolong Paman!"

Vania yang panik langsung berlari keluar kamar untuk mencari pertolongan.

Dengan sigap, salah satu perawat yang selalu standby di ruang jaga langsung menghampirinya. "Ada apa, Mbak?"

"I-itu-- paman saya--" Dengan tergagap Vania menunjuk ke arah kamar pamannya.

Sang perawat lainnya langsung memanggil dokter. Baru kemudian ada beberapa perawatan dan juga dokter langsung masuk ke dalam kamar.

Sementara Vania, dengan wajah tegang ia merasa tak tenang, berjalan mondar-mandir gelisah menunggu di depan ruangan.

Tak lama kemudian dokter pun keluar. Vania langsung saja menghampirinya.

"Bagaimana, Dok, keadaan Paman saya?" tanya Vania cemas.

"Em ... apakah Anda keluarganya?" tanya sang dokter memastikan.

"Iya, Dok, saya keluarganya. A-apakah Paman saya baik-baik saja?"

Terlihat Dokter muda itu tampak menghela napas berat, lalu berkata, "Paman Anda harus segera melakukan operasi secepatnya. Jika sampai terlambat nanti bisa membahayakan pasien."

"A-apa! Operasi?" Jelas saja Vania langsung terlihat sangat-sangat syok. "Em ... kira-kira berapa biaya untuk operasinya, Dok?"

"Em ... mungkin sekitar 200 sampai 300 juta."

"Apa?! Du-dua ratus juta!" Dengan membelalakan mata, lagi-lagi Vania kembali terpekik kaget.

"Ya Allah ... dari mana aku bisa mendapatkan uang itu?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Jerat Cinta Ibu Susu Anakku    Melahirkan

    Di dalam puskesmas kecil yang sunyi, seorang suster muda berjalan tergesa-gesa keluar dari ruang persalinan. Dalam dekapannya, ada seorang bayi mungil yang baru saja lahir. Namun, wajahnya bukan dipenuhi kebahagiaan, melainkan kepanikan. "Maaf, tapi aku tidak punya pilihan," ucapnya membatin. Ia merasa sangat terpaksa harus melakukan ini. Lalu dengan segera ia menyerahkan bayi kecil itu kepada seorang wanita yang tengah menunggunya di luar kamar. "Nyonya, ini bayinya," ucap si suster dengan nada sedikit pelan. Wanita cantik bergaun putih, segera menggendong bayi kecil berjenis kelamin laki-laki itu dengan sangat hati-hati. "Bagus. Ini imbalan untukmu." Satu wanita yang lebih tua, menyelipkan amplop coklat ke tangan si suster. "Kuharap, kamu bisa merahasiakan semua ini dari siapapun! Ingat, bila rahasia ini sampai bocor!" Wanita itu mencondongkan tubuhnya dan melotot tajam ke arah si suster. "Kamu yang akan menanggung akibatnya nanti!" "Ba-baik Nyonya. Saya pasti akan menu

    Last Updated : 2025-02-12
  • Jerat Cinta Ibu Susu Anakku    Bertemu Malaikat Kecil

    Dua Minggu telah berlalu. Namun, Vania masih belum bisa melupakan kejadian malang itu. Dirinya sering kali tidak bisa tidur. Bayangan wajah mungil seorang bayi terus saja menghantuinya. Sehingga membuat dadanya terasa sesak. Wanita itu masih saja belum bisa ikhlas atas kematian anaknya. Dia masih terbayang wajah imut bayi yang baru dia lahirkan. Perasaan bersalah memenuhi relung hatinya, hingga membuatnya tersiksa secara lahir dan batin. "Anakku Sayang, anakku malang. Maafkan Ibu, Nak!" batinnya kembali pilu, jika mengingat kejadian itu. Di mana anak yang baru saja ia lahirkan, dinyatakan telah meninggal. Wanita itu mulai kembali terisak. Perihnya kehilangan terus saja menggerogoti jiwanya, dan ia menangis secara diam-diam. "Maafkan Ibu, Nak. Maafkan Ibu yang membuat kamu harus pergi selama-lamanya dari sisi Ibu," ucapnya lirih, sambil memeluk selimut terakhir yang dikenakan anaknya. Dadanya kembali sesak, batinnya perih kala bayangan demi bayangan terus memenuhi rasa bersal

    Last Updated : 2025-02-15
  • Jerat Cinta Ibu Susu Anakku    Menjadi Ibu Susu

    Dengan wajah pucat pasi, Vania tertegun menatap pria tersebut. Dadanya langsung bergemuruh tatkala ia melihat kemarahan yang begitu kentara di wajah tampan lelaki itu. Vania langsung tahu jawabannya. "Apakah… dia ayah dari bayi ini?" batinnya mulai menebak. "Tapi tunggu! Kenapa aku seperti pernah melihatnya? Tapi di mana?" Otaknya langsung bekerja keras, coba mengingat siapa pria tersebut. Lalu di detik berikutnya, dengan wajah menegang ia mulai teringat akan peristiwa yang pernah menimpanya dulu. Peristiwa yang terjadi sekitar sembilan bulan lalu. Peristiwa yang sangat-sangat membuatnya telah hancur. Di mana pada malam itu, dirinya harus kehilangan sesuatu yang paling berharga dalam hidupnya, yaitu kesuciannya. Ya, tidak salah lagi, ia baru menyadari bahwasanya lelaki itu adalah orang yang sangat ia benci, orang yang pernah melewati malam panas bersamanya dulu. Namun, apakah orang itu masih mengingatnya? Semoga saja tidak. "Siapa kau? Berani-beraninya kau menyentuh an

    Last Updated : 2025-02-20
  • Jerat Cinta Ibu Susu Anakku    Memberikan Penawaran

    Beberapa menit yang lalu. Di saat Raisa yang tiba-tiba saja malah membawa Rafka untuk masuk ke sebuah kamar. "Kau ini apa-apaan sih, Raisa? Main tarik-tarik aja!" Lelaki berambut klimis itu tampak mendengkus kesal. "Ikh, coba kau dengerin aku dulu, Rafka!" Seraya mengeratkan gigi, ingin rasanya wanita yang mempunyai darah campuran Belanda dan Indonesia itu menjitak kepala Rafka. "Dengerin apaan?" Seraya melipat tangan, dengan sangat malas Rafka menjatuhkan bokongnya di atas sofa panjang yang ada di tengah ruang. Begitu juga dengan Raisa yang ikut duduk di sampingnya kini. "Coba kau pikirkan bagaimana keadaan anakmu sekarang, Rafka! Bukankah selama ini kau cukup kesusahan mencari ibu susu yang cocok buat bayimu itu?" "Hem." Pria itu tampak menganggukkan kepalanya pelan. "Terus, apa kaitannya dengan wanita itu, Raisa?" lanjutnya dengan ogah-ogahan. "Ya, kurasa dialah wanita yang cocok untuk dijadikan sebagai ibu susu anakmu nanti." "Kau tadi lihat sendiri 'kan? Kalau b

    Last Updated : 2025-02-22
  • Jerat Cinta Ibu Susu Anakku    Sepuluh juta

    "Sepuluh juta. Aku akan membayar mu 10 juta per bulan, jika kau bersedia menjadi ibu susu bayiku!" celetuk Rafka tiba-tiba. "Huh!" Sontak saja, baik itu Vania, juga Raisa langsung terbengong mendengarnya. Lalu, dengan tanpa pikir panjang lagi, Rafka langsung menarik tangan wanita itu untuk segera menuju ke ruangan bayi tempat anaknya berada. "E-eh, lepasin! Ini namanya pemaksaan!" Tentu saja, dengan wajah kesal, Vania ingin memberontak. Namun, tak bisa. Karena cengkraman tangan lelaki itu terlalu kuat. Sehingga membuatnya mau tak mau hanya bisa pasrah mengikuti ke arah mana laki-laki itu membawanya kini. Begitu telah sampai di dekat ranjang kecil sang bayi, baru lelaki itu mau melepaskan tangan Vania. "Cepat susui dia sekarang!" titahnya dingin. Sehingga membuat Vania langsung membuang muka dan mendengkus kesal padanya. "Udah buruan! Atau ...." "Atau apa?" tantang Vania geram. Dengan wajah yang seolah tanpa rasa takut, wanita itu menatapnya garang. Namun hanya seb

    Last Updated : 2025-03-02

Latest chapter

  • Jerat Cinta Ibu Susu Anakku    Harus Operasi

    "Siapa kamu?" tanya Dinda merasa sedikit keheranan. Wanita itu melihat ada satu orang wanita muda yang kini berada tepat di samping ranjang bayinya. Wanita muda itu sempat terlonjak dan langsung menoleh ke arahnya. Lalu seraya mengulas senyum ramah, wanita yang ternyata adalah seorang perawatan bayi di ruang itu pun menjawab, "Saya perawat, Nona." Tak berselang lama baik itu Rafka dan Raisa menyusul masuk ke dalam, dan mereka tampak terkejut saat melihat bukan wanita tadi yang sedang berada di ruang bayi ini. "Loh, Mbak Tari. Ke mana wanita tadi?" tanya Raisa kebingungan. "Oh, si Mbaknya tadi sudah pergi, Dok." Si suster bernama Utari pun menjawab. "Apa?! Wanita itu malah pergi?" Dengan wajah mengeras, tiba-tiba saja Rafka terlihat sangat kesal. "Dasar brengsek! Wanita tak tahu diuntung!" Seraya mengepalkan tangan, ia mengumpat geram. Sehingga membuat Dinda jadi keheranan saja melihatnnya, dan bertanya siapa wanita yang kini tengah dibicarakan oleh ketiga orang tersebut.

  • Jerat Cinta Ibu Susu Anakku    Sepuluh juta

    "Sepuluh juta. Aku akan membayar mu 10 juta per bulan, jika kau bersedia menjadi ibu susu bayiku!" celetuk Rafka tiba-tiba. "Huh!" Sontak saja, baik itu Vania, juga Raisa langsung terbengong mendengarnya. Lalu, dengan tanpa pikir panjang lagi, Rafka langsung menarik tangan wanita itu untuk segera menuju ke ruangan bayi tempat anaknya berada. "E-eh, lepasin! Ini namanya pemaksaan!" Tentu saja, dengan wajah kesal, Vania ingin memberontak. Namun, tak bisa. Karena cengkraman tangan lelaki itu terlalu kuat. Sehingga membuatnya mau tak mau hanya bisa pasrah mengikuti ke arah mana laki-laki itu membawanya kini. Begitu telah sampai di dekat ranjang kecil sang bayi, baru lelaki itu mau melepaskan tangan Vania. "Cepat susui dia sekarang!" titahnya dingin. Sehingga membuat Vania langsung membuang muka dan mendengkus kesal padanya. "Udah buruan! Atau ...." "Atau apa?" tantang Vania geram. Dengan wajah yang seolah tanpa rasa takut, wanita itu menatapnya garang. Namun hanya seb

  • Jerat Cinta Ibu Susu Anakku    Memberikan Penawaran

    Beberapa menit yang lalu. Di saat Raisa yang tiba-tiba saja malah membawa Rafka untuk masuk ke sebuah kamar. "Kau ini apa-apaan sih, Raisa? Main tarik-tarik aja!" Lelaki berambut klimis itu tampak mendengkus kesal. "Ikh, coba kau dengerin aku dulu, Rafka!" Seraya mengeratkan gigi, ingin rasanya wanita yang mempunyai darah campuran Belanda dan Indonesia itu menjitak kepala Rafka. "Dengerin apaan?" Seraya melipat tangan, dengan sangat malas Rafka menjatuhkan bokongnya di atas sofa panjang yang ada di tengah ruang. Begitu juga dengan Raisa yang ikut duduk di sampingnya kini. "Coba kau pikirkan bagaimana keadaan anakmu sekarang, Rafka! Bukankah selama ini kau cukup kesusahan mencari ibu susu yang cocok buat bayimu itu?" "Hem." Pria itu tampak menganggukkan kepalanya pelan. "Terus, apa kaitannya dengan wanita itu, Raisa?" lanjutnya dengan ogah-ogahan. "Ya, kurasa dialah wanita yang cocok untuk dijadikan sebagai ibu susu anakmu nanti." "Kau tadi lihat sendiri 'kan? Kalau b

  • Jerat Cinta Ibu Susu Anakku    Menjadi Ibu Susu

    Dengan wajah pucat pasi, Vania tertegun menatap pria tersebut. Dadanya langsung bergemuruh tatkala ia melihat kemarahan yang begitu kentara di wajah tampan lelaki itu. Vania langsung tahu jawabannya. "Apakah… dia ayah dari bayi ini?" batinnya mulai menebak. "Tapi tunggu! Kenapa aku seperti pernah melihatnya? Tapi di mana?" Otaknya langsung bekerja keras, coba mengingat siapa pria tersebut. Lalu di detik berikutnya, dengan wajah menegang ia mulai teringat akan peristiwa yang pernah menimpanya dulu. Peristiwa yang terjadi sekitar sembilan bulan lalu. Peristiwa yang sangat-sangat membuatnya telah hancur. Di mana pada malam itu, dirinya harus kehilangan sesuatu yang paling berharga dalam hidupnya, yaitu kesuciannya. Ya, tidak salah lagi, ia baru menyadari bahwasanya lelaki itu adalah orang yang sangat ia benci, orang yang pernah melewati malam panas bersamanya dulu. Namun, apakah orang itu masih mengingatnya? Semoga saja tidak. "Siapa kau? Berani-beraninya kau menyentuh an

  • Jerat Cinta Ibu Susu Anakku    Bertemu Malaikat Kecil

    Dua Minggu telah berlalu. Namun, Vania masih belum bisa melupakan kejadian malang itu. Dirinya sering kali tidak bisa tidur. Bayangan wajah mungil seorang bayi terus saja menghantuinya. Sehingga membuat dadanya terasa sesak. Wanita itu masih saja belum bisa ikhlas atas kematian anaknya. Dia masih terbayang wajah imut bayi yang baru dia lahirkan. Perasaan bersalah memenuhi relung hatinya, hingga membuatnya tersiksa secara lahir dan batin. "Anakku Sayang, anakku malang. Maafkan Ibu, Nak!" batinnya kembali pilu, jika mengingat kejadian itu. Di mana anak yang baru saja ia lahirkan, dinyatakan telah meninggal. Wanita itu mulai kembali terisak. Perihnya kehilangan terus saja menggerogoti jiwanya, dan ia menangis secara diam-diam. "Maafkan Ibu, Nak. Maafkan Ibu yang membuat kamu harus pergi selama-lamanya dari sisi Ibu," ucapnya lirih, sambil memeluk selimut terakhir yang dikenakan anaknya. Dadanya kembali sesak, batinnya perih kala bayangan demi bayangan terus memenuhi rasa bersal

  • Jerat Cinta Ibu Susu Anakku    Melahirkan

    Di dalam puskesmas kecil yang sunyi, seorang suster muda berjalan tergesa-gesa keluar dari ruang persalinan. Dalam dekapannya, ada seorang bayi mungil yang baru saja lahir. Namun, wajahnya bukan dipenuhi kebahagiaan, melainkan kepanikan. "Maaf, tapi aku tidak punya pilihan," ucapnya membatin. Ia merasa sangat terpaksa harus melakukan ini. Lalu dengan segera ia menyerahkan bayi kecil itu kepada seorang wanita yang tengah menunggunya di luar kamar. "Nyonya, ini bayinya," ucap si suster dengan nada sedikit pelan. Wanita cantik bergaun putih, segera menggendong bayi kecil berjenis kelamin laki-laki itu dengan sangat hati-hati. "Bagus. Ini imbalan untukmu." Satu wanita yang lebih tua, menyelipkan amplop coklat ke tangan si suster. "Kuharap, kamu bisa merahasiakan semua ini dari siapapun! Ingat, bila rahasia ini sampai bocor!" Wanita itu mencondongkan tubuhnya dan melotot tajam ke arah si suster. "Kamu yang akan menanggung akibatnya nanti!" "Ba-baik Nyonya. Saya pasti akan menu

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status