Jam istirahat, di kantin. Kalea dan Ella membawa nampan berisi makanan masing-masing. Memang, disini makanan mendapat jatah ransum harian. Tapi, sekiranya kurang berkenan, bisa beli lauk yang lain.
"Aaah ... Lapernya. Rasanya kek mau meninggoy aja," seru Ella. Seraya mengempas bokongnya ke kursi duduk. Menatap berbinar makanannya."Lebaaayy ...." cibir Kalea."Haha. Sialan."Dengan segera, Ella menyuap suapan penuh semangat. Begitu juga Kalea. Pekerjaan yang menguras pikiran. Membuat perut ikut demo minta jatah. Tapi, justru dengan begini makanan terasa nikmat. Makan disaat perut benar-benar lapar."Em, Kal. Btw, kita udah kerja satu tahun ya."Kalea mengangkat alisnya. Terus?"Selama ini, kok gue gak pernah ngelihat pimpinan deh. Perasaan, pas rapat atau acara peresmian, cuma ada pak Prayit, wakil doang.""Gak pernah denger ya? Pimpinan kan emang lagi nyelesain studi.""Enggak. Gue gak pernah denger tuh," geleng Ella, mengernyitk"Ma-maaf ...."Maaf. Perutnya belum usai. Kalea langsung berlari ke kamar mandi. Menuntaskan mual perutnya. Muntah berkali-kali. Sampai kosong perutnya. Dan, kebas lidahnya. Wajahnya pucat pasi. Entah bagaimana nasib orang yang dia tabrak tadi. Nanti, dia akan meminta maaf dengan benar, karna sudah mengotori bajunya. "Huft ... Haahhh!" Kalea memejamkan matanya. Mengatur napasnya yang naik turun setelah perjuangan menghabiskan isi perut tadi. Menatap cermin wastafel. Memandang wajah pucatnya. Meringis kecil, saat membayangkan amarah apa yang akan dia dapatkan dari orang yang dia tabrak tadi. Jelas marahlah. Bayangkan saja, dirimu terkena muntahan orang lain. Lantas, bukannya bertanggung jawab, malah ditinggal kabur. Dan kira-kira, siapa yang dia tabrak tadi? Kok, gak nyusul ke kamar mandi? Ya, Kalea baru sadar. Orang yang ditabraknya tadi, harusnya menyusul ke kamar mandi. Selain buat marahin dia, emang dia gak butuh bersih-bersih? Kalea mengeru
Karna di rumah ternyata tidak lantas membuatnya tenang, Kalea memutuskan untuk jalan keluar. Jalan kaki tak tentu arah. Katanya, lumayan untuk membuang pikiran yang semrawut.Terasa getaran dari saku hodie yang dipakainya. Tepatnya dari ponselnya. Kalea tidak langsung merogohnya. Takut ada pesan yang akan membuatnya mati berdiri. Apalagi, di tengah keadaannya yang seperti ini. Bisa jadi, seperti yang dia khawatirkan tadi. Email dari perusahaan mengenai pemberhentiannya, misalnya. Susah-susah loh dia dapetin pekerjaan ini. Pekerjaan yang lumayan untuk menghidupi kehidupannya yang mandiri. Tapi, getar itu berdering berturut-turut. Mengganggu imajinasinya. Dengan tegukan saliva kasar, Kalea memutuskan merogohnya. Tangannya saja sampai tremor, takut bayangannya jadi kenyataan. "Nak, mama butuh uang.""Mama gak ada pegangan sama sekali.""Papamu masih sakit, jadi belum bisa nyari kerja.""Hari ini mama cuma makan dengan lauk seadanya.""Tolong
"Sumpah, Kal. Pokoknya, jadi lo nyesel banget deh, ngelewatin momen langka."Nyatanya, setelah Ella pulang pun, gadis itu masih menyerocos tentang kedatangan si CEO muda yang katanya tampan itu.Kalea menggendikkan bahu, meletakkan mie panasnya di meja. Siap menyantap."Ish! Ella! Bikin sendiri!"Sialnya, Ella malah nyomot duluan. Dan tanpa rasa bersalah, gadis itu cuma nyengir dan menjulurkan lidah. Gantian."Gue jamin, lo juga bakalan tertarik deh, sama Ceo kita. Secara, ganteng banget."Kalea merotasikan bola matanya. Masih aja, topik CEO gak ganti-ganti. Cewek mah, kalau ada yang membuatnya tertarik, cenderung enggan beralih dari pengalihan pembahasan."Siapa bilang. Ganteng versi lo sama gue kan beda.""Eh, kali ini beneran deh, ganteng banget. Sumpah.""Iya ... Iya, La. Heboh amat. Kayak orangnya baik aja. Ntar ganteng doang, tapi galak dan super nyebelin, terus diktator dan sombong gimana? Apa asyiknya? Ga
"Bodoh."Deg.Setelah sekian lama tidak mendengar desisan kasar itu, kali ini telinganya kembali mendengar. Meski lirih.Eh, tapi apakah telinganya benar mendengar desisan itu? Atau hanya sekedar imajinasi alam bawah sadar? Karna nyatanya bibir pria yang menangkapnya itu terkatup rapat dengan ekspresi datar tanpa reaksi."Pak Barra"Demi mendengar panggilan pak Prayit pada pria itu, seketika menyadarkan Kalea dari lamunanya. Gadis itu tergesa melepaskan diri, tapi sialnya, justru membuatnya jatuh terjerembab di lantai."Aa ... Awh!" pekik Kalea, meringis kesakitan. Iya sih, tadi pantatnya sempat gagal landing ke lantai. Tapi sekarang justru dia sendiri yang mewujudkannya. Sukses menghantam lantai, yang menimbulkan nyeri di pantat.Sementara pria yang menangkapnya tadi, melenggang santai melangkahi kakinya yang membujur. Tanpa dosa. Kalea menatapnya penuh rasa kesal. Ah! Sialan! Kenapa pula dia malah melamun tadi."Aku kir
Meski mulut menggerutu penuh hujatan pada sang boss, tetap saja gadis itu melakukannya. Lagian, mana bisa dia nolak. Yang ada malah dirinya dipecat nanti. Yang sama artinya, dirinya juga yang rugi. Terpaksa. Dirinya masih membutuhkan pekerjaan ini untuk menghidupi dirinya.Kalea mengusap dahinya yang dibanjiri peluh. Basah."Huft ... Akhirnya selesai juga," tukasnya, mendesah lega. Melirik jam tangannya, ternyata masih ada waktu sebelum jam makan siang."Ternyata gue cekatan juga. Hebat. Bisa selesai cepet. Haha," pujinya, membanggakan diri."Haahh ... Capek juga ternyata. Gerah juga. Emm ... Enaknya ngadem dulu aja, ah. Lagian Barra sialan itu lagi di luar juga. Palingan juga dia datengnya molor. Daripada gue langsung keluar, ntar malah ketemu dia, dikasih kerjaan tambahan lagi. Cih! Ogah banget," ujarnya setengah menggerutu.Dan benar, gadis itu mewujudkan omongannya. Dengan santai tanpa dosa merebahkan diri di sofa. Menikmati hembusan AC ya
"Kusut amat muka. Udah ketemu sama pak direktur baru kan?" Kalea mendengkus keras. Melempar badannya ke salah satu sofa kontrakan mereka."Gimana, Kal? Ganteng, kan? Gue bilang juga apa. Aaaish! Enak jadi elo. Bisa tiap hari ketemu. Bebas mandangin wajah tampannya. Aaaa ... Pengen deh."Kalea mendesis sinis. "Ganteng apanya? Gitu doang. Biasa aja.""Eee ... Kayaknya mata lo perlu operasi geh, Kal."Kalea merotasikan bola matanya, malas."Pak Barra tuh, gimana ya ... Eeum ... Perfect banget deh pokoknya.""Serah deh. Dia emang si paling sempurna," ketus Kalea, seraya beranjak. "Gue mandi duluan.""Yee ... Malah pergi," gerutu Ella. "Jangan lama-lama," tambahnya, berteriak. Tapi Kalea sudah menghilang di balik tembok."Coba gue aja yang jadi sekretaris pak Barra. Beruntung banget gue. Kalea emang aneh. Dikasih anugerah malam asem banget tuh muka." Gadis itu menyusul masuk ke dalam, setelah sebelumnya menutup pintu terlebih dahu
Tok! Tok!"Hmm. Masuk."Dengan kertas di tangan kirinya, Kalea mendorong pintu. Yang langsung di suguhi tatapan tajam Barra."Untuk kali ini kamu beruntung. Kurang lima menit. Lain kali saya tidak akan mentolerir keterlambatanmu," tegas pria tersebut. Dan tanpa menunggu Kalea sempat menarik napas, Barra sudah berjalan melewati gadis itu. Dan pastinya mau tak mau Kalea mengikutinya. Berkas yang dia bawa adalah bahan untuk rapat. Dia belum sempat mendapat jadwal resmi pria itu. Karna memang dia baru tahu penugasan barunya kemarin. Itupun dia langsung disuruh bersih-bersih. Matanya berat sekali, ya Tuhaaan. Kalau boleh, ingin rasanya dia rebahan sebentar. Suasana rapat yang terlalu tegang dan serius itu membuat kantuknya menjadi. Entah berapa kali matanya tiba-tiba memejam tanpa sadar. Sampai notebooknya penuh coretan. Gadis itu menggeleng kuat. Tidak. Dia gak boleh tertidur. Bagaimanapun juga, tugasnya mencatat apa saja yang penting. Bisa kena semp
"Dia inget gue gak sih?"Memikirkan sikap Barra sejak pertemuan pertama, nyatanya membuat Kalea bertanya-tanya. Sikap Barra membuatnya kembali ragu. "Tapi, perasaan dia sama sekali gak menyinggung apa-apa deh. Seenggaknya, minimal nanyain kabar kek, atau apa. Lah, ini boro-boro. Lagaknya kayak boss beneran deh. Kesannya bukan lagi sombong, tapi ... kayak gak kenal deh," gumamnya lagi, mengerutkan dahi. Menepis keraguannya sendiri.Banyak hal yang dia lewatkan selama ini. Dia benar-benar lari dari kehidupan kelam di masa lalunya itu. Saking kencangnya dia lari, sampai kadang batu sandungan pun gak dia pedulikan. Lukanya akibat terjatuh, gak seberapa sakit dibandingkan dia memilih berhenti, yang akibatnya akan membuatnya menoleh.Tangannya bergerak di tengah otaknya yang masih melamun. Mengetik nama akun yang terlintas di otaknya. Tak butuh berapa detik, muncul akun seperti yang dia tujukan. Sayangnya, gak sesuai harapan."Ck. Update terak