Diva memang pintar memanfaatkan keadaan. Heheh! Terima kasih untuk kalian yang mau menunggu terus-terusan!🥰🥰🥰🥰
Belum sempat Prisya melakukan protes besar-besaran pada kakaknya, Diva sudah melambaikan tangan kembali ke arah pintu masuk kafe sambil tersenyum lebar melihat kehadiran Reni kembali. “Kita sambung lagi ini nanti, okay!” ucap Diva dan direspon Prisya dengan memutar bola mata malasnya. “Diva, apa kamu benar-benar mengatakan pada Miko kalau akan mengusulkan kenaikan gajiku dan juga tambahan bonus?” Reni berkata tiba-tiba saat dia sudah sampai di meja Diva. Diva diam sejenak lalu tersenyum dan mengangguk. Reni terlihat tersenyum lebar dan matanya berkaca-kaca. “Ya ampun Diva! Terima kasih banyak, Div, terima kasih!” Reni lalu memeluk Diva dengan erat, Diva merasakan kebahagiaan rekannya itu, Diva tahu hal ini sangat membuatnya terbantu. “Diva, kamu bener-bener luar biasa! Aku … aku bahagia banget, Div! Diva tolong katakan ini bukan mimpi!” Reni kembali berkata dengan penuh suka cita. “No, ini bukan mimpi, mudah-mudahan Elvan nanti menyetujuinya.” Diva berkata dengan tenang.
“Mik, malam ini aku tinggal dulu, ya!” Elvan berkata pada Miko yang masih sibuk dengan laptopnya di ruang kerja Elvan. Miko segera menghentikan kegiatannya dan melihat ke arah Elvan. “Mau kemana? Bertemu dengan Diva?” tebak Miko. “Menurutmu, apa ada orang lain lagi?” Elvan berdiri dari kursinya dan membenarkan pakaiannya. Miko tidak bisa berkata-kata melihat tingkah Elvan yang sangat tidak masuk akal ini, pergi disaat-saat penting, dimana program yang sedang mereka perbaiki harus ditinggal oleh Elvan. “Tidak perlu protes, Mik! Aku tahu kamu bisa mengerjakannya. Aku harus mengurus hal yang lebih besar lagi, kamu … kerja yang benar, ya!” Setelah mengatakan hal itu, Elvan meninggalkan Miko dengan menambah beban pekerjaannya itu. *** Sementara itu di parkiran salah satu bank tempat dimana Diva memanfaatkan fasilitas dari Elvan ini Prisya tampak sangat syok. “Kakak! Apa kakak gila?!” Prisya setengah berteriak saat Diva memperlihatkan bukti transfer yang ditunjukkan oleh Div
Pria yang kini sedang menahan tubuh Diva itu sekarang tersenyum, tanpa sadar hal ini membuat Diva terdiam setelah meneriakkan namanya, entah kenapa kejadian ini sangat dramatis menurut Diva, ditambah lagi sinar dari lampu ponselnya itu sedikit mengarah ke wajah Elvan yang membuatnya terlihat sangat tampan di mata wanita itu.Garis wajahnya yang tegas, mata hitam pekatnya, tatanan rambutnya yang menurut Diva hari ini sedikit berbeda lalu, wangi tubuhnya. Ah … semuanya membuatnya benar-benar terhanyut akan pikirannya tentang pria itu. Apa mungkin dia adalah dewa yang menjelma menjadi manusia atau titisan dewa seperti film fantasi yang sering ditontonnya? Karena bagi Diva saat ini, Elvan dari sisi manapun tetap terlihat begitu mempesona.Aura dominannya memancarkan kesan seksi di mata Diva. ‘Ya Tuhan … pria ini … apa benar-benar milikku?’ Diva berkata dalam hati.“Mau berencana sampai kapan seperti ini, hehm? Apa sebenarnya kamu sengaja ingin kugendong saja?” Elvan berkata dengan senyum m
Diva kembali ingin meninggikan suaranya, tetapi Elvan dengan cepat menghilang ke dalam tempat itu.Kalau diingat lagi di dalam sana memang tempat pertama kali mereka bertemu, saat itu sangat memalukan! Elvan sedang melakukan ritualnya dan disela oleh dirinya yang sedang dikejar-kejar oleh orang suruhan Farha.Namun, setelah wajahnya kesal, Diva jadi tersenyum sendiri saat mengingatnya, dia juga tidak menyangka kalau orang itu adalah orang yang punya pengaruh besar, andai saja dia bukan Elvan, entah apa yang akan terjadi selanjutnya, apa dia juga akan jatuh cinta pada orang itu, atau malah ….Ah, Diva tidak ingin memikirkan hal yang sudah berlalu dengan berandai-andai, apalagi hal yang dipikirkan adalah hal yang kurang baik.“Tidak-tidak, yang terjadi memang sudah takdir,” gumam Diva. Dengan sedikit bosan menunggu Elvan di luar. Wanita itu lalu melihat ke pergelangan tangannya cukup lama Elvan di dalam, ‘Apa jangan-jangan dia sedang ….”Malas memikirkannya dan juga Diva melihat kanan d
Elvan tersenyum lebar melihat Diva yang bengong mendengar kata-katanya barusan.“Kenapa? Apa kamu mau berubah pikiran, hehm? Ingat Diva, aku tidak akan melepaskanmu begitu saja. Aku sudah membuat perjanjian dengan Ayahmu.” Elvan berkata dengan penuh misteri membuat Diva mengerutkan keningnya.“Maksudmu apa?”“Ayo ikut aku!” Elvan tidak lagi menarik tangan Diva. Diva melihat punggung pria itu dari belakang yang mulai berjalan menjauh.“Van! Kamu benar-benar mau kita masuk ke dalam kamarnya?” Diva bertanya dari tempatnya semula, dia tidak mengikuti Elvan. Mendengar hal itu, Elvan kembali memutar tubuhnya dan melihat ke arah Diva dengan menghela napas dalam, dia lalu berjalan mendekatinya lagi.“Apa aku benar-benar menakutkan?” tanya pada Diva dengan wajah yang serius.“Itu … Aku … bukan bermaksud untuk menyinggungmu, hanya saja ….” Diva tahu kekerasan hatinya ini membuat Elvan pasti merasa sangat kesal, karena terlihat wajah Elvan mulai terlihat bertekuk.“Diva aku bukan pria mesum sepe
Diva langsung melihat ke arah Elvan yang baru saja berbisik di belakang telinganya, dia mencoba untuk cepat menghubungkan semuanya, tetapi entah kenapa malam ini rasanya kepalanya seolah mau pecah. “Bagaimana bisa kalian ….” Diva menunjuk ke arah Elvan dan ayahnya secara bergantian lalu melihat ke arah pria itu dengan tatapan tanya. “Si-siapa dia?” tanya Diva yang dia juga tidak terlalu peduli diajukan pada Elvan atau ayahnya, toh mereka berdua sepertinya sudah tahu tentang hal ini. “Sini, Nak,” panggil Lukman menyuruh Diva mendekatinya. Diva segera berjalan ke arah ayahnya dan berdiri di sampingnya yang sedang duduk. “Kenalkan ini Isaac Wennink, pamanmu,” kenal Lukman padanya, membuat mata Diva membesar. "Hai, Diva!" Pria dengan mata bewarna karamel itu melambaikan tangannya dan tersenyum lebar. Diva masih diam, dia masih terpaku dengan apa yang dia lihat, lau dia juga mengangkat tangannya membalas salam pria itu. Tempat mereka sediki jauh kalau untuk berjabat tangan. Diva mel
Hal ini membuat Diva benar-benar tidak menyangka, matanya yang melebar serta mulutnya yang ternganga memperjelas kalau saat ini dia sedang sangat terkejut. “Sejak kapan?” Diva bertanya dengan suara rendah dan dengan kerongkongan yang cukup terasa kering. “Sejak dimana dia datang ke rumah kita.” “Tapi kenapa ayah bilang jangan berhubungan dulu dengan Elvan dan kenapa juga Diva tidak bisa menghubunginya? Apa kalian sedang mempermainkan Diva?” Diva benar-benar tidak habis pikir dengan apa yang sebenarnya orang-orang ini rencanakan, karena semuanya berada di luar pikirannya dan sangat tidak masuk akal. “Diva, sebenarnya Elvan itu ….” Lukman menceritakan secara perlahan masalah yang sedang dihadapi oleh Elvan, terutama tentang kendala dalam hal perusahaannya itu. Hal ini membuat Diva sangat terkejut. Mendengar penjelasannya tentang Elvan membuat Diva membenarkan pikirannya sendiri kalau ternyata memang ada sesuatu yang sedang disembunyikan oleh Elvan saat ini padanya. “Kenapa tida
Tidak perlu ditanya sebahagia apa rasanya Diva saat ini, yang jelas rasa itu membuncah hebat sampai membuatnya lupa tujuan awal dia ada di sini untuk mempertanyakan banyak hal dengan Elvan. Rencana yang disusun kembali gagal.Diva lalu melihat ke arah Elvan dan juga Isaac yang sedang berbicara dengan raut serius di sana, kemudian dia mengalihkan pandangannya pada sang Ayah.“Ayah sudah mengatakan hal ini juga dengan Elvan?” tanya Diva.“Ya tentu saja, dan dia akan datang ke rumah kita membawa keluarganya setelah acara ulang tahun perusahaan itu, mungkin akhir pekan ini.” Lukman ternyum melihat ke arah Diva.“Terima kasih, Yah!" Taman bunga seolah bermekaran di hati Diva.“Lalu, sekarang bisa ayah jelaskan tentang hubungan ayah dan juga keluarga Ibu? Karena … Diva tidak menemukan apapun berita tentang Isabelle Wennink.” Diva berkata pada ayahnya dengan terus terang.“Kamu sudah mengetahuinya?” Lukman mengerutkan keningnya.“Ya, tentu saja, apa ayah tidak kenal dengan anak sendiri yang r