Mendengar ucapan Diva barusan yang penuh semangat, Reni mengerutkan keningnya, dia tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Diva. “Tapi Div, aku kemari disuruh oleh Pak Miko untuk mengambil file yang ada di kamu saja,” ucap Reni. “Dia hanya mengatakan hal itu padamu?” tanya Diva heran, padahal dia sudah jelas-jelas mengatakan pada Elvan untuk bersama dengan Reni hari ini, karena banyak hal yang ingin dia tanyakan. Reni mengangguk memastikan. “Ah, menyebalkan sekali," gerutu Diva. "Aku minta tolong padamu, bisakah kamu hubungi Miko sekarang?” Diva berkata dengan sedikit memelas. “Ya tentu saja bisa,” jawab Reni, lalu dia segera menghubungi atasannya itu dan menekan tombol handsfree di panggilannya itu. “Iya, Ren? Apa kamu sudah bertemu dengan Diva?” tanya Miko langsung tanpa basa-basi. “Sudah Pak,” jawab Reni. Namun, belum sempat dia mengatakan tujuannya menghubungi atasannya ini, Miko langsung memberikan respon untuk menyuruhnya kembali. “Kalau begitu cepat kembalilah,
Prisya mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Diva, sebenarnya persoalan orang kelas atas seharusnya memang sangat kompleks, persaingan bisnis jelas tidak sesederhana kelihatannya, yang nampak hanya bagian kecil dan bahagianya saja, sedangkan permasalahan sesungguhnya seperti gunung es yang sangat besar di bawah permukaannya. “Jadi artinya ….” Prisya menggantung kalimatnya. “Banyak masalah yang harusnya tidak semudah yang kita kira Pris. Kakak kemarin sudah cerita denganmu, kan? Tentang traumanya terhadap laut kemarin.” Diva berkata serius melihat ke arah Prisya Adiknya itu menganggukan kepalanya merespon ucapan Diva. “Elvan sangat trauma karena dia menganggap ada seseorang yang menyabotase yacht yang mereka tumpangi saat itu. Dari keterangan yang diberikan oleh Dokter Reynand, dia membutuhkan waktu yang lama untuk bangkit kembali dari keterpurukannya itu.” Diva memulai mengeluarkan pemikirannya. “Apa maksudnya … ini terkait dengan perebutan kekuasaan?” Prisya berkata dengan meng
Diva kembali lagi ke meja mereka dengan membawa minuman dan beberapa kue pastri coklat sambil bersenandung.“Ih, bahagia banget Kak?” Prisya berkata dengan memperhatikan wajah Diva yang saat ini terlihat memancarkan aura bahagia.“Tentunya! Sekarang kita harus bahagia dulu, sebelum nanti mikir yang berat-berat bareng Elvan!” Diva tersenyum merekah lalu menyuapkan kue itu ke dalam mulutnya.Prisya menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah Diva yang cepat sekali berubah-ubah, dari mendung ke cerah atau sebaliknya."Iya deh, terserah kakak saja." Prisya kembali menyandarkan dirinya ke kursi dan menatap ke arah luar.“Eh Kak," ucap Prisya secara tiba-tiba. "Sebenernya apa kakak yakin temen kakak itu bisa dipercaya?” tanya Prisya sebelum Reni datang lagi.Diva diam lalu menarik napas dalam sebelum akhirnya menjawab, “Sebenernya di dunia ini tidak ada yang benar-benar bisa dipercaya, Pris,""Nah terus kenapa kakak ....""Tapi … setidaknya dia bukan orang munafik yang menampakkan kebaikan h
“Kenapa kamu diam?” tanya Diva saat melihat Prisya yang tidak memberikan respon apapun terhadap pembicaraannya, padahal adiknya itu paling aktif kalau memberikan balasan dari kalimat-kalimat yang dia keluarkan. “Aku hanya berpikir kalau kakak memang wanita super! Seperti si Reni bilang kakak wanita yang luar biasa, sampai aku tidak bisa berkata-kata.” Prisya berkata jujur. “Mudah-mudahan dia tidak merasa dimanfaatkan oleh Kakak saja,” lanjut Prisya lagi. Diva tertawa mendengarnya. “Tapi Kak, kalau tiba-tiba dia ditawari uang banyak sama orang lain dan harus–” “Sssstt!” Diva menghentikan ucapan Prisya dengan meletakkan telunjuknya di depan bibir Prisya. “Adikku sayang, memang orang itu bermacam-macam, kalau nanti dia menerima tawaran orang lain untuk mengkhianati L Tekno, maka dia siap-siap saja kalau dia akan hidup dengan tidak tenang. Kakak rasa dia akan berpikir panjang dalam hal ini,” ucap Diva tenang. “Kakak memang kakakku yang luar biasa! Baiklah, aku percayakan saja sama K
Belum sempat Prisya melakukan protes besar-besaran pada kakaknya, Diva sudah melambaikan tangan kembali ke arah pintu masuk kafe sambil tersenyum lebar melihat kehadiran Reni kembali. “Kita sambung lagi ini nanti, okay!” ucap Diva dan direspon Prisya dengan memutar bola mata malasnya. “Diva, apa kamu benar-benar mengatakan pada Miko kalau akan mengusulkan kenaikan gajiku dan juga tambahan bonus?” Reni berkata tiba-tiba saat dia sudah sampai di meja Diva. Diva diam sejenak lalu tersenyum dan mengangguk. Reni terlihat tersenyum lebar dan matanya berkaca-kaca. “Ya ampun Diva! Terima kasih banyak, Div, terima kasih!” Reni lalu memeluk Diva dengan erat, Diva merasakan kebahagiaan rekannya itu, Diva tahu hal ini sangat membuatnya terbantu. “Diva, kamu bener-bener luar biasa! Aku … aku bahagia banget, Div! Diva tolong katakan ini bukan mimpi!” Reni kembali berkata dengan penuh suka cita. “No, ini bukan mimpi, mudah-mudahan Elvan nanti menyetujuinya.” Diva berkata dengan tenang.
“Mik, malam ini aku tinggal dulu, ya!” Elvan berkata pada Miko yang masih sibuk dengan laptopnya di ruang kerja Elvan. Miko segera menghentikan kegiatannya dan melihat ke arah Elvan. “Mau kemana? Bertemu dengan Diva?” tebak Miko. “Menurutmu, apa ada orang lain lagi?” Elvan berdiri dari kursinya dan membenarkan pakaiannya. Miko tidak bisa berkata-kata melihat tingkah Elvan yang sangat tidak masuk akal ini, pergi disaat-saat penting, dimana program yang sedang mereka perbaiki harus ditinggal oleh Elvan. “Tidak perlu protes, Mik! Aku tahu kamu bisa mengerjakannya. Aku harus mengurus hal yang lebih besar lagi, kamu … kerja yang benar, ya!” Setelah mengatakan hal itu, Elvan meninggalkan Miko dengan menambah beban pekerjaannya itu. *** Sementara itu di parkiran salah satu bank tempat dimana Diva memanfaatkan fasilitas dari Elvan ini Prisya tampak sangat syok. “Kakak! Apa kakak gila?!” Prisya setengah berteriak saat Diva memperlihatkan bukti transfer yang ditunjukkan oleh Div
Pria yang kini sedang menahan tubuh Diva itu sekarang tersenyum, tanpa sadar hal ini membuat Diva terdiam setelah meneriakkan namanya, entah kenapa kejadian ini sangat dramatis menurut Diva, ditambah lagi sinar dari lampu ponselnya itu sedikit mengarah ke wajah Elvan yang membuatnya terlihat sangat tampan di mata wanita itu.Garis wajahnya yang tegas, mata hitam pekatnya, tatanan rambutnya yang menurut Diva hari ini sedikit berbeda lalu, wangi tubuhnya. Ah … semuanya membuatnya benar-benar terhanyut akan pikirannya tentang pria itu. Apa mungkin dia adalah dewa yang menjelma menjadi manusia atau titisan dewa seperti film fantasi yang sering ditontonnya? Karena bagi Diva saat ini, Elvan dari sisi manapun tetap terlihat begitu mempesona.Aura dominannya memancarkan kesan seksi di mata Diva. ‘Ya Tuhan … pria ini … apa benar-benar milikku?’ Diva berkata dalam hati.“Mau berencana sampai kapan seperti ini, hehm? Apa sebenarnya kamu sengaja ingin kugendong saja?” Elvan berkata dengan senyum m
Diva kembali ingin meninggikan suaranya, tetapi Elvan dengan cepat menghilang ke dalam tempat itu.Kalau diingat lagi di dalam sana memang tempat pertama kali mereka bertemu, saat itu sangat memalukan! Elvan sedang melakukan ritualnya dan disela oleh dirinya yang sedang dikejar-kejar oleh orang suruhan Farha.Namun, setelah wajahnya kesal, Diva jadi tersenyum sendiri saat mengingatnya, dia juga tidak menyangka kalau orang itu adalah orang yang punya pengaruh besar, andai saja dia bukan Elvan, entah apa yang akan terjadi selanjutnya, apa dia juga akan jatuh cinta pada orang itu, atau malah ….Ah, Diva tidak ingin memikirkan hal yang sudah berlalu dengan berandai-andai, apalagi hal yang dipikirkan adalah hal yang kurang baik.“Tidak-tidak, yang terjadi memang sudah takdir,” gumam Diva. Dengan sedikit bosan menunggu Elvan di luar. Wanita itu lalu melihat ke pergelangan tangannya cukup lama Elvan di dalam, ‘Apa jangan-jangan dia sedang ….”Malas memikirkannya dan juga Diva melihat kanan d