Huhm... Ayah, ayo pikirkan lagi bener-bener. Kita semua menantikan keputusan si ayah loh. hehehe... tetap semangat semuanya!
Lukman melihat ke arah istrinya dengan tatapan yang mengisyaratkan kalau dirinya masih saja belum mempercayai hal itu.“Seperti yang Ibu dengar saat Ayah bicara dengan anak itu, Ayah hanya ingin melihat dulu, ingin membuktikan sejauh apa pria itu memperlakukan Diva.” Lukman berkata dengan berat.Indah masih diam, dia tahu suaminya pasti akan merasa sangat sedih kalau sampai dia kali ini salah memutuskan.“Yah, Ibu tahu ini berat, tapi kita juga tidak bisa menutup mata atas perlakuan baiknya pada anak kita, Diva … dan juga Ratri.” Indah menghela napas saat menyebutkan nama Ratri, rasa sakit seakan tercurah ke sana ketika dia mengingat sosok anaknya itu, melahirkan anak spesial tanpa seorang suami, belum lagi penghinaan lain yang diterimanya di usia yang masih muda.“Itulah kenapa ayah bilang, jangan sampai kita ada hutang budi dengan orang lain, tapi sepertinya Diva ini ….” Lukman diam, dia merasakan sekali beban berat itu.“Sepertinya Diva melakukan hal ini sudah mempertimbangkan selu
“Selamat malam, Tante,” sapa Elvan pada Indah.Wanita ini memperlihatkan wajah datarnya dan mengangguk lalu melihat ke arah kedua anaknya. Mereka membawa barang belanjaan yang cukup banyak membuat Indah mengerutkan keningnya. Kejadian ini persis seperti belum lama ini saat mantan Diva itu menikah dengan sahabatnya sendiri. Tebakannya benar kalau anaknya ini pergi berbelanja.Lalu, Elvan … pria ini cukup berani untuk turun mengantar kedua putrinya. Seharusnya Elvan bisa mendapatkan penilaian berbeda dari suaminya, secara singkat dia melihat ke dalam. Walau tidak melihat suaminya, dia yakin kalau ayah Diva ini pasti sudah tahu Elvan ada di sini.“Hai, Bu.” Prisya berkata dengan santai sambil tersenyum lebar melihat ibunya.“Tadi Prisya yang menghubungi kakak ipar untuk menjemput kami, belanjaan kami sungguh banyak, Bu.” Prisya berkata masih dengan memamerkan senyumnya, bakan sekarang Prisya sudah memanggil Elvan dengan sebutan Kakak Ipar.Prisya yang jarang mau tahu urusan orang lain se
Tidak hanya Elvan yang terkejut dengan pernyataan Indah ini, melainkan Diva dan juga Prisya yang saling tatap. Baru kali ini juga Elvan merasa kalau saat ini segala tindakannya bisa ditebak oleh orang lain.“Kami sudah makan sebelum menjemput Bu Diva dan Prisya, Bu,” jawab Andi cepat. Respon cepat Andi ini membuat kelegaan tersendiri untuk Elvan dan tentunya Diva, karena ucapan Indah terasa seperti sedang menguji sesuatu.“Apa benar begitu?” tanya Indah pada Elvan untuk memastikan.Elvan tersenyum cepat dan menganggukkan kepalanya.“Benar Tante, tadi sebelum mendapat telepon dari Prisya, saya sedang ada di luar bersama dengan klien.” Elvan kembali berbohong.Berbeda dari biasanya ketika menghadapi klien-kliennya, saat mengatakan kebohongan kecil untuk menyukseskan misinya, Elvan tidak pernah dilanda rasa khawatir. Kali ini Elvan merasa sedikit gugup kalau saja kebohongan kecilnya ini kembali terbongkar, karena sorot tajam dari mata ibunya Diva ini sangat mengulik masuk ke dalam dirin
Di ruang makan, mereka berempat saling lempar pandang, pertanyaan demi pertanyaan tidak hanya muncul di kepala Diva dan Elvan, tapi juga pada Prisya dan Andi.“Pris, sebenernya Ayah sama Ibu kenapa?” Diva berkata setengah berbisik.“Kakak pikir aku ini cenayang? Atau aku ini jin yang bisa nebak pikiran orang lain?" Prisya memanyunkan bibirnya. Diva menghela napas dalam lalu melirik ke arah Elvan. Pria itu hanya menanggapi dengan senyuman yang mengisyaratkan padanya jangan khawatir."Ya mana aku tau kenapa, Kak. Mungkin mereka tiba-tiba dapat ilham kali.” Prisya melanjutkan kalimatnya dengan santai sembari mengambil sayur sop yang ada di mangkok besar di hadapannya.“Ah, kakak ipar kamu tidak mau makan? Sop ayam buatan ibuku ini sangat nikmat.” Prisya berkata pada Elvan yang masih melihat makanan yang disajikan di atas meja ini.Sebenarnya, Elvan jelas mempertanyakan sikap ambigu dari orang tuanya Diva ini. Tentang masalah sebelumnya saat Elvan menghadapi orang tua Diva, di sana merek
Diva diam, dia melihat ke arah Elvan, wajah pria itu terlihat tenang saat ayahnya mengajaknya pergi keluar. Pria yang selalu menegaskan diri sebagai calon suaminya ini mengangguk patuh saat Lukman mengajaknya pergi.“Baiklah, Om.” Elvan tahu ada hal yang perlu mereka selesaikan, mungkin obrolan sesama pria.“Tapi, Yah … ini sudah malam dan Elvan perlu istirahat–”Elvan menghentikan ucapan Diva saat mata Pria itu melihatnya dengan sorot mata dalam.“Besok juga hari libur, kan? Apa kamu tidak punya waktu, Nak Elvan?” Lukman berkata dengan suara khasnya.“Tidak, Om, betul yang Om katakan, besok sudah akhir pekan. Saya tidak ada masalah.” Elvan berkata dengan sopan.Lukman lalu melihat ke arah Diva, menatap teduh wajah putrinya itu yang kini terlihat gelisah. “Diva, kamu ambil handphone kamu sama Ibu, malam ini tidurlah lebih cepat. Tidak perlu menghubungi Elvan dan khawatir berlebihan.”Elvan memperlihatkan wajah santainya pada Diva sambil mengangguk meyakinkan.“Baiklah,” jawab Diva sin
“Dasar wanita murahan.” Makian itu membuat Diva yang sedang berada di tengah kerumunan pesta pernikahan terkejut. Dia menoleh ke sumber suara, lalu melihat sejumlah pasang mata menatapnya dengan pandangan merendahkan. “Hari ini adalah hari pernikahan Nico dan Nadya, bisa-bisanya dia dengan tidak tahu malu datang ke sini? Apa dia masih mau berusaha merebut kekasih sahabatnya sendiri?” sahut seorang tamu lainnya. “Namanya juga wanita kelas bawah, mana tahu malu, sih?” Walau mendengar jelas berbagai komentar mengenai dirinya, Diva hanya terdiam. Dia mengabaikan cacian tersebut dan mengalihkan pandangan ke arah pelaminan. Sepasang pengantin tampak tersenyum bahagia selagi menyalami satu persatu tamu yang menghampiri mereka. Di saat ini, Diva mendengus. Wanita murahan? Berusaha merebut kekasih sahabatnya? Omong kosong! Orang-orang yang tadi mencacinya sama sekali tidak tahu apa-apa. Kenyataannya, pasangan pengantin bernama Nadya dan Nico yang ada di pelaminan itu adalah sahabat ba
“Tangkap wanita jalang itu!” Perintah Farha membuat sejumlah petugas keamanan menoleh ke arah Diva, lalu mereka gegas berusaha menangkapnya. Diva tahu ini akan terjadi, jadi dia langsung berlari kencang keluar dari ballroom. Mata Diva langsung berkeliaran saat berlari, mencari-cari letak tempat yang telah dia rencanakan menjadi tempat persembunyiannya. Akan tetapi, jauh berlari, Diva menyadari satu hal. Diva keluar dari pintu ballroom yang salah! “Sial! Harus sembunyi di mana ini?!” gumam Diva pada dirinya sendiri sambil celingak-celinguk mencari tempat untuk bersembunyi. Saat dirinya melihat tanda petunjuk ke arah toilet, Diva langsung berbelok cepat. Dalam pikirannya, ruang paling aman dari kejaran para pria adalah toilet. Para tamu wanita di dalam pasti akan ribut kalau petugas keamanan itu asal menerobos ke dalam! Alhasil, Diva pun mendorong pintu toilet dan– “AAHH!” Diva setengah berteriak sambil menutup mulutnya dengan kedua tangan. “Apa yang kamu lakukan di sini!?” Dia
Menyadari bahwa dirinya sedang berhadapan dengan pewaris keluarga Wongso yang ternama, orang suruhan Farha pun langsung membungkuk hormat. “T-Tuan Elvan, m-maafkan kelancangan kami. K-kami tidak tahu Anda sedang–” “Cepat pergi!” Geraman penuh amarah dari sosok Elvan membuat orang suruhan Farha langsung berkata, “B-baik, Tuan Elvan. Sekali lagi … kami minta maaf!” Pria itu pun gegas lari keluar dari toilet bersama kawan-kawannya yang lain dengan terbirit-birit. Sesampainya mereka di hadapan Farha yang sedang menunggu kabar bersama Nadya di ruang tunggu pengantin, wanita itu menggeram dengan wajah yang tidak puas, “Kenapa kalian kembali dengan tangan kosong!? Mana wanita jalang itu!?” Pesta pernikahan memang telah kembali tenang, tapi rasa malu akibat kekacauan yang terjadi masih mengakar dalam diri. Demikian, Farha dan Nadya butuh pelampiasan dan pertanggungjawaban dari Diva! Dengan wajah pucat, tiga orang suruhannya itu menggeleng. “Maaf, Nyonya, Nona. Akan tetapi, kami tidak bi