Aduh kira-kira siapa sih Zaydan ini? Hayo hayo ... siapa yang penasaran?? 😂😂
Seisi ruangan sedikit terkejut saat Diva mengatakan hal itu. Namun, tidak dengan Elvan. Dia sudah sejak awal tahu kalau Diva pasti akan sangat kaget saat mengetahui sosok Miko yang sebenarnya. Tidak ada yang salah dengan apa yang diucapkan Diva barusan, karena Diva menyebutkan nama depannya, tetapi sejak bergabung dengan L Tekno ini, pria itu memang lebih dikenal dengan nama Miko. “Hai, Diva, lama tidak berjumpa, ya, ternyata kamu masih mirip seperti sebelumnya” ucap Miko dengan santai lalu melirik sekilas ke arah Elvan yang memandangnya dengan tatapan was-was. Diva masih tidak bisa berkata-kata, dia masih sangat terkejut dengan kehadiran pria itu, sudah sangat lama sekali! “Eh, kalo kalian mau tahu, Diva ini dulu adalah adik kelas saya waktu sekolah!” Miko menjelaskan pada mereka yang ada di sana, hal ini membuat semuanya menganggukkan kepalanya. Semuanya tampak berpikir hal yang wajar saat Miko tidak terlalu mempermasalahkan urusan pekerjaan Diva kemarin. Berbeda dengan Elvan, Dia
Pikiran Diva berputar mengingat kejadian yang sangat lama itu. Saat dirinya baru pertama kali mendapatkan debaran jantung yang cukup kencang ketika melihat lawan jenisnya! Laki-laki yang beruntung itu adalah Zaydan Mikola, kakak kelas yang terlihat sangat tampan dan menawan, siapapun pasti mengidolakannya kala itu, namun sayangnya laki-laki itu hanya fokus pada sekolahnya saja. Diva sangat percaya diri dan berpikiran naif saat itu, dia beranggapan kalau dia bisa menaklukannya, sayangnya semua cara yang dia lakukan malah berujung kekecewaan! Bahkan saat itu dia sampai tidak berselera makan dan menyebabkan berat badannya turun lumayan jauh! Ya, kira-kira segila itu kisah remaja Diva! “Kak Zaydan, aku menyukaimu! Aku tidak mau lagi jadi adikmu. Apa kamu benar-benar tidak mau jadi pacarku saja?” Diva berkata dengan lantang saat menemui Zaydan di bandara. Saat itu Zaydan akan berangkat ke Amerika, dia mendapatkan beasiswa dari universitas yang terkemuka di dunia. Zaydan tersenyum melihat
Saat membaca pesan Elvan, Diva mengembangkan senyumnya! Kemudian tak berselang lama, kembali pesan masuk dari Elvan. [Dengarkan penjelasan dari atasanmu itu, tapi ingat, jangan berpikir macam-macam tentangnya! Berkonsentrasilah, namun jangan terpaku dengan kisah cinta masa lalumu.] Seketika wajah Diva memerah saat membaca pesan Elvan tersebut. Diva tidak kuasa untuk tidak melihat ke arah Elvan, dan memelototkan matanya, tetapi tindakannya barusan segera mendapatkan reaksi Elvan dengan menggerakkan dagunya ke arah Miko yang saat ini sedang bicara, menyuruhnya untuk memperhatikan penjelasan Miko. [Jangan menyindir tentang masa lalu yang buruk. Menyebalkan!] Setelah mengirimkan pesan tersebut. Diva memasukkan handphonenya ke saku blazernya, tak berselang lama, Miko selesai dengan pemaparannya dan mereka sibuk dengan diskusi. “Saya permisi ke belakang sebentar, Pak,” izin Diva pada Miko, pria itu hanya mengangguk memberikan persetujuan. Dengan cepat Diva keluar dari ruangan itu. Bar
Diva menghela napas saat Elvan mengatakan hal tersebut, benar yang dikatakan Elvan, mana mungkin dia menunggu wanita lain di depan toilet wanita. Masa dia menunggu dua wanita yang baru masuk tadi?“Oh, kamu mau tebar pesona sama wanita yang baru saja masuk ya?!” cibir Diva dengan nada yang terdengar menggemaskan di telinga Elvan.“Kenapa jadi balik ke aku? Harusnya aku yang tanya kamu, apa kamu baik-baik saja setelah bertemu dengan Kak Zaydan Mikola yang dulunya hampir setiap hari masuk ke dalam mimpimu itu?” Elvan melihat ke arah Diva dengan tatapan tajam dan penuh penekanan saat menyebutkan nama lengkap Miko.Hal ini membuat Diva terdiam dan meneguk air liurnya dengan sedikit kasar.“Kamu …!” tunjuk Diva padanya.“Kenapa? Apa aku ada yang salah?” tanya Elvan sembari bersedekap.Wajah Diva memerah, dia bukan marah melainkan sangat malu!“Sejauh apa kamu tahu tentang cerita itu?” tanya Diva penasaran dengan mengerucutkan bibirnya.Elvan menghela napas berat. “Ah, harusnya aku yang kesa
Diva sebenarnya tidak tahu darimana keberaniannya barusan itu tiba-tiba muncul, apa mungkin hal itu berasal dari dirinya yang diprovokasi oleh wanita itu secara tidak langsung? Entahlah, dia juga tidak tahu kenapa dia barusan bersikap nekat.Diva dan Elvan berjalan menuju ruangan mereka, tetapi saat di tangga, Diva langsung melepaskan lengan Elvan dan berkata, “Maaf, tadi itu benar-benar menyebalkan!” Diva berkata datar tanpa melihat lawan bicaranya, jelas saja dia malu, barusan dia bertindak nekat, hal ini tidak pernah dia tunjukkan pada Elvan sebelumnya.Elvan diam, lalu kemudian tersenyum. “Apa kamu memang seberani ini sebenarnya?” tanya Elvan memperhatikan wajah Diva yang mulai merona.“Sudah, jangan melihatku begitu, aku jalan duluan! Kamu masuk dua menit setelah aku masuk ke ruangan itu!” Diva berkata dengan tegas pada Elvan.“Lalu, ini minumanmu kenapa tidak dibawa sekalian?” tanya Elvan dengan mengulas senyum.“Itu aku pesan memang untukmu! Aku tahu kamu suka itu, anggap permin
Mendengar jawaban dari temannya itu, Elvan sadar dia baru saja menyentuh titik sensitif seseorang. “Sorry aku gak maksud untuk membuatmu merasa rendah diri.” Elvan berkata dengan nada sedikit penyesalan atas apa yang baru saja dilontarkan dari mulutnya. “Tidak masalah. Lagipula, kebetulan kamu menyinggungnya, maka aku akan cerita saja. Dia adalah anak cewek yang lucu! Cewek yang dengan berani mengajakku berkenalan terlebih dahulu saat anak-anak cewek lainnya hanya melihatku dari kejauhan.” Miko berkata dengan tersenyum dan pandangannya lurus ke depan. "Agresif dong kalo gitu! Aku sih ya kalo cewek begitu mending mundur aja!" Elvan menimpali. "Haha! Ini tidak seperti yang kamu bayangkan, El! Dia ini cukup berani dan sangat terus terang, tidak munafik dan apa adanya." Miko berkata dengan mata yang berbinar menceritakannya. “Dia … salah satu yang sangat berbeda dari yang lain, entah darimana dia bisa mendapatkan banyak informasi tentangku. Kamu tahu, bahkan dulu, aku pernah beberapa
Mendengar pernyataan yang keluar dari mulut Elvan itu membuat Miko terkekeh ringan. Dia benar-benar geli mendengar respon elvan ini. “Jangan terlalu keras, bersikap santailah sedikit, El. Kalau urusanmu selesai di luar, kamu masuk saja! Lagian ngapain sih kamu di luar?” tanya Miko. “Aku hanya menuruti kata calon istriku, dia bilang aku harus masuk setelah dia masuk terlebih dahulu, jadi aku sedang menunggu waktu yang tepat saja! Lagipula aku datang bukan untuk mengamati proyek itu! Aku datang untuk pekerjaan yang lain.” Elvan berkata santai. “Ya aku tahu kamu datang untuk pekerjaan menempel padanya, kan?” Miko berkata merujuk pada Diva. “Ada apa sebenarnya? Katakan saja jangan banyak basa-basi.” Elvan berkata sambil menyedot minumannya itu, dia tahu benar, tidak mungkin Miko hanya sekadar menghubunginya kalau tidak ada alasan dibaliknya. Miko tidak sekurangkerjaan itu. “Semua sudah selesai. Apa kamu tidak mau memberikan arahan pada mereka?" Pertanyaan Miko ini, membuat Elvan me
Ucapan Elvan membuat suasana di ruangan ini menjadi dingin, apalagi Diva melihat kilatan tegas dari mata Elvan terhadap Miko. Diva tidak menyangka kalau kisah roman picisan tentang kecemburuan seorang pasangan malah terjadi padanya! Diva berusaha tenang, 'Diva cepat pakai otakmu untuk memisahkan dua orang ini!' teriak dirinya yang lain dari dalam. “Van, kamu jangan begitu dong ….” Diva berusaha untuk mencairkan suasana. “Kamu kenapa? Kamu mau bicara dengan Kak Zaydanmu ini?” Elvan berkata dengan nada tidak suka dan tatapan tajam ke arah Diva. “Itu aku ….” Diva makin merasa serba salah, dia sebenarnya juga tidak tahu perasaan gila yang sekarang ada dalam hatinya ini. “Iya-iya aku mengerti, jangan memarahi Diva, dia tidak mungkin melenceng dari garis yang dia buat!” Miko berkata dengan serius, Miko tahu sifat Elvan yang satu ini. Elvan tidak akan melunak dengan apapun yang sudah dia putuskan. “Bagus kalau kamu tahu,” ucap Elvan masih dengan menatap tajam ke arah Miko. Diva menghe
“Uhh ...” lenguh Kayla selagi memegang kepalanya yang terasa pening. “Kepalaku sakit sekali ….” Sembari menggerutu dengan mata terpejam, wanita bersurai cokelat panjang bergelombang itu berusaha untuk mengingat apa yang terjadi di malam yang lalu. “Minum Kay!” “Habiskan!” “Ah! Kamu kalah lagi!” “Sudah, jangan dipaksa, kamu tidak cukup kuat untuk meneguknya!” “Kamu sudah mabuk, Kay!” Kalimat-kalimat itu masih terngiang di kepala Kayla Semalam, Kayla diajak reuni oleh teman-temannya di salah satu hotel bintang lima. Awalnya, wanita itu berpikir kalau tujuan pertemuan tersebut hanyalah sebatas temu kangen berupa makan malam di restoran atau ruang khusus hotel. Sayangnya, Kayla terlalu bodoh untuk berpikir panjang, sampai-sampai dia lupa bahwa kelompok temannya yang satu ini adalah tipe yang lebih suka menghabiskan waktu dengan minum di bar. Alhasil, di sinilah Kayla sekarang, merutuki kebodohannya yang mau saja lanjut ikut di acara itu, apalagi saat teman-temanny
Pagi itu terasa istimewa. Rumah Elvan dan Diva dipenuhi dengan dekorasi lembut berwarna pastel—biru muda dan merah muda menyelimuti ruang tamu, balon-balon cantik tergantung di setiap sudut. Sebuah spanduk besar terbentang di tengah ruangan dengan tulisan “Selamat Datang, Claudia Cantika Wongso”.Ini adalah hari dimana pesta penyambutan bayi perempuan mereka yang baru lahir, Claudia Cantika Wongso. Sebuah momen yang sudah lama mereka nantikan dan kini mereka sudah bersiap untuk merayakan kedatangan anggota baru dalam keluarga mereka bersama orang-orang terdekat.Diva berdiri di depan cermin, merapikan rambutnya dengan senyum lembut menghiasi wajahnya. Dia mengenakan gaun sederhana namun elegan, warna pastel lembut yang menonjolkan kesan anggun. Di sebelahnya, Elvan sedang menggendong Claudia yang terlelap dalam balutan selimut bayi berwarna merah muda. Auranya makin terpancar saat pria itu menggendong anaknya dengan penuh kasih sayang, menatap putri mereka dengan tatapan lembut.“Van,
Malam ini sungguh terasa berbeda. Diva terbangun di tengah malam dengan perasaan aneh yang tak bisa ia abaikan. Sudah sembilan bulan sejak mereka pertama kali mendengar kabar bahwa ia hamil, dan kini momen yang telah mereka tunggu-tunggu hampir tiba. Diva merasakan kontraksi yang semakin intens, dan kali ini berbeda dari yang sebelumnya—lebih kuat dan cukup teratur. Diva berpikir mungkin ini sudah saatnya. Saat dimana dia akan melahirkan hampir tiba.Elvan terbangun ketika Diva menggeliat di sampingnya, wajahnya langsung dipenuhi kekhawatiran. “Diva, kamu baik-baik saja, hehm?” tanyanya dengan suara serak, matanya masih setengah tertutup karena kantuk.Diva menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri meskipun rasa sakit semakin jelas terasa. “Elvan… aku pikir ini saatnya. Kontraksinya … semakin kuat.” Diva berkata dengan suara bergetar, wajahnya terlihat berkeringat.Elvan langsung terjaga sepenuhnya dan segera bangkit dari tidurnya. “Kamu yakin?” Matanya terbuka lebar, panik dan
Kehamilan Diva sudah memasuki trimester kedua, meskipun mereka dipenuhi kebahagiaan karena kabar tersebut, tidak semuanya berjalan mulus. Beberapa minggu terakhir, Diva masih tetap merasakan berbagai tantangan fisik yang sebelumnya. Seperti mual setiap pagi dan rasa ingin muntah saat mengunyah makanan, tetapi kelelahan yang tidak bisa dijelaskan tetap ada, serta perubahan suasana hati yang terkadang membuatnya merasa tidak terkendali, tetap menjadi rutinitasnya.Di sisi lain, Elvan terus belajar dan berusaha sekuat tenaga untuk tetap tenang dan mendukung, meskipun tantangan itu juga mulai memengaruhi dinamika hubungan mereka.Pagi itu, Diva duduk di meja makan, berusaha menghabiskan sedikit sarapannya. Namun, seperti hari-hari sebelumnya, mual datang begitu saja tanpa peringatan. Dia buru-buru berlari ke kamar mandi, meninggalkan Elvan yang masih menikmati sarapannya.“Diva!” Elvan langsung berlari mengikuti istrinya, wajahnya penuh kecemasan.Diva duduk di lantai kamar mandi, menarik
Beberapa minggu setelah kabar bahagia itu, kehidupan Diva dan Elvan berubah secara drastis. Mereka mulai mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambut bayi mereka, meskipun kehamilan Diva masih dalam tahap awal. Setiap malam, mereka berdua duduk bersama di ruang tamu, berbicara tentang masa depan dengan penuh semangat. Namun, di balik kebahagiaan itu, tetap akan datang pula tantangan baru yang harus mereka hadapi.Pagi ini, Diva duduk di meja makan dengan secangkir air putih hangat di depannya. Sejak tahu dirinya hamil, ia mulai lebih berhati-hati, bahkan mengganti minuman coklat kesukaannya dengan air putih hangat. Meski bahagia, perasaan cemas tidak sepenuhnya hilang dari hatinya.Elvan datang dari ruang kerja dengan laptop di tangan, meletakkannya di atas meja sambil memandangi istrinya dengan senyum. “Kamu terlihat sedikit lebih tenang hari ini. Bagaimana perasaanmu? Apa masih merasakan mual dan tidak nafsu untuk makan?”Diva tersenyum lembut, meskipun ada sedikit kekhawatiran di m
Setelah pulang dari liburan mereka melakukan aktivitas seperti biasa, masalah kehadiran buah hati tidak lagi menjadi sebuah penghalang besar untuk keduanya. Mereka juga sudah menjalankan program kehamilan dari dokter, walau sudah tiga bulan masih belum menunjukkan hasilnya, keduanya tetap saling memberikan dukungan satu sama lain.Hingga suatu pagi. Diva bangun dengan perasaan sedikit mual yang sudah ia rasakan selama beberapa hari terakhir. Dia berusaha mengabaikannya, berpikir itu mungkin hanya karena perubahan pola makan sejak kembali dari liburan. Namun, di dalam hatinya, ada perasaan yang mengusik—sesuatu yang berbeda dari biasanya. Sesuatu yang membuatnya bertanya-tanya.Elvan sudah berangkat lebih awal ke kantor. Diva berencana untuk menghabiskan hari dengan bekerja dari rumah. Tetapi, mual yang semakin kuat membuatnya sulit berkonsentrasi. Setelah sarapan, ia kembali merasa perutnya bergejolak, dan kali ini lebih parah daripada sebelumnya. Diva menunduk di depan wastafel, napa
Pagi hari di resort terasa lebih segar dan tenang. Diva memandang ombak yang bergulung pelan dari teras vila mereka. Ia mendekap secangkir teh hangat, mencoba menenangkan pikirannya yang mulai dipenuhi berbagai pertanyaan. Liburan ini memang seharusnya menjadi waktu bagi mereka untuk beristirahat, tapi di dalam hati Diva, rasa cemas belum juga hilang.Elvan keluar dari kamar, rambutnya masih sedikit acak-acakan, tapi wajahnya jauh lebih segar daripada beberapa hari sebelumnya. “Kamu sudah bangun sejak kapan?” tanyanya sambil berjalan mendekat.Diva menoleh dan tersenyum tipis. “Baru saja.”Elvan duduk di kursi di sampingnya, menarik napas panjang sambil menatap laut. “Liburan ini benar-benar membuatku sadar betapa kita jarang meluangkan waktu seperti ini. Rasanya... aneh, tapi juga menyenangkan.”Diva memandang suaminya dan berkata, "Ya, aku juga merasa seperti itu. Ini... mungkin apa yang kita butuhkan.”Elvan tersenyum lembut, matanya menatap Diva dalam-dalam lalu berbisik lembut di
Pagi harinya Diva sudah melihat Prisya sibuk di dapur dengan pelayan yang ada di rumah mereka, dia terlihat mengatur makanan untuk sarapan mereka.“Wah, Kak Diva sudah bangun?” Prisya berkata dengan penuh semangat.“Kamu sibuk banget,” ucap Diva.“Iya dong, eh, Kakak ipar sudah bangun?” tanya Prisya lagi.“Pastinya dia sebentar lagi turun kok harusnya.” Diva menjawab santai.Tidak lama berselang Elvan ada di antara mereka.“Sudah sibuk sekali pagi ini.” Elvan berkata santai, dia terlihat dengan pakaian formalnya dan siap untuk ke kantor.“Kakak Ipar mau ke kantor?” tanya Prisya.“Ya, tentu saja, masih ada yang harus aku urus dengan Miko, tetapi tidak lama, tenang saja.” Elvan berkata pada mereka.“Ya, harusnya serahkan saja pada Miko, tenang saja, aku akan membantumu untuk memantaunya.” Prisya tertawa setelah mengatakan hal itu.Pagi ini setelah Elvan pergi ke kantor Prisya membantu kakaknya menyiapkan barang-barang yang harus mereka bawa untuk pergi berlibur. Keduanya sangat antusias
“Hasil untuk Nyonya Elvan tidak ada yang diragukan, semuanya baik dan juga untuk Tuan Elvan, tidak ada masalah.” Dokter itu berkata dengan tersenyum pada keduanya. Ucapan ini bagaikan sebuah oase di tengah gurun pasir.Artinya tidak ada yang salah dari keduanya, lantas kenapa sampai saat ini masih belum ada juga? Hal ini membuat Elvan langsung bertanya, “Lalu, kenapa masih belum juga sampai sekarang, Dok?” tanya Elvan, dia juga tahu, saat ini Diva juga ingin bertanya hal demikian.“Ini banyak faktor, Tuan Elvan. Salah satunya karena kelelahan dan pikiran.” Dokter berkata dengan suara lembut.Elvan lalu melihat ke arah Diva.“Saya akan memberikan obat pada Nyonya untuk meminumnya, nanti akan ada obat penyubur, jika masih datang bulan untuk bulan depan, hari pertama haid Nyonya dan Tuan datang kembali untuk kita melakukan serangkaian pemeriksaan lagi.” Dokter berkata pada keduanya.“Baik, Dok, kami mengerti.” Setelah melewati sesi konsultasi mereka kembali ke rumah. Walaupun mereka cuk