Ditunggu bab selanjutnya ya! Happy Friyeay! asyikkk besok weekend! Semangat ya Temen2nya Chinta!
Ucapan Elvan membuat suasana di ruangan ini menjadi dingin, apalagi Diva melihat kilatan tegas dari mata Elvan terhadap Miko. Diva tidak menyangka kalau kisah roman picisan tentang kecemburuan seorang pasangan malah terjadi padanya! Diva berusaha tenang, 'Diva cepat pakai otakmu untuk memisahkan dua orang ini!' teriak dirinya yang lain dari dalam. “Van, kamu jangan begitu dong ….” Diva berusaha untuk mencairkan suasana. “Kamu kenapa? Kamu mau bicara dengan Kak Zaydanmu ini?” Elvan berkata dengan nada tidak suka dan tatapan tajam ke arah Diva. “Itu aku ….” Diva makin merasa serba salah, dia sebenarnya juga tidak tahu perasaan gila yang sekarang ada dalam hatinya ini. “Iya-iya aku mengerti, jangan memarahi Diva, dia tidak mungkin melenceng dari garis yang dia buat!” Miko berkata dengan serius, Miko tahu sifat Elvan yang satu ini. Elvan tidak akan melunak dengan apapun yang sudah dia putuskan. “Bagus kalau kamu tahu,” ucap Elvan masih dengan menatap tajam ke arah Miko. Diva menghe
Jelas sekali hal ini membuat Elvan sangat terkejut, sedangkan Miko hanya menganggukan kepalanya. “Maaf, aku tidak bermaksud untuk tidak menjaga perasaan calon suamimu ini tapi–” “Aku juga ingin mengatakan padamu, kalau aku tidak tertarik dengan cerita masa lalu dan hal yang berkaitan dengan itu. Aku tidak ada minat untuk mengenang, bagiku hal yang terlewat adalah sesuatu yang berjalan menjauh, sedangkan hal sekarang yang sedang dijalani harus dihargai dengan sebaik mungkin.” Diva memotong ucapan Miko. Elvan masih diam dia masih sedikit terkejut dengan ucapan yang keluar dari mulut Diva ini. “Aku hanya tidak ingin ada kesalahpahaman dengan hubungan kami yang belum lama ini. Jadi, kuharap kamu mengerti.” Diva melanjutkan dengan tegas dan menatap Miko dengan lekat. Diva menghela napas dalam lalu mengalihkan pandangnua ke arah Elvan. "Kamu ke sini dengan siapa?” tanyanya pada Elvan. “Ah?!” Elvan terkesiap, tersadar dari pikirannya sendiri. “Kami diantar Andi ke sini. Mungkin sebenta
Diva benar-benar pasrah kali ini, dia sukses menahan laju air matanya untuk tidak keluar, dia menarik napas dalam untuk menciptakan ruang besar agar dadanya tidak terasa sesak. Sekujur tubuhnya terasa membeku. Dia juga tidak bisa menyalahkan Elvan atas apa yang dia perbuat, kalaupun tidak sekarang, Elvan lambat laun juga pasti akan tahu tingkahnya ini. Ternyata, sikapnya yang seperti inilah yang membuat pria tidak menginginkannya, terlalu terang-terangan bahkan sangat terkesan agresif. pria lebih menyukai wanita anggun yang pemalu dan lemah lembut, sedangkan dirinya? Ah! Mungkin kemarin Elvan belum menyadarinya. “Dengarkan aku,” Elvan kembali mendekatkan wajahnya ke arah Diva lalu menyelipkan rambut Diva ke belakang telinganya, dan berbisik, “Aku menyesal karena tidak bertemu denganmu sejak lama. Jadi, sekarang jangan pernah berpikir untuk kabur dariku!” Setelah mengatakan hal itu, Elvan membawa Diva dalam dekapnya. Diva yang awalnya sudah berpikiran buruk ini kembali tidak bisa
Di dalam kendaraan ini, Elvan terus melihat kearah Diva, tatapannya tidak bergeser sedikit pun, membuat Diva merasa sedikit risih. “Kamu kenapa sih?” Diva berkata dengan mengerucutkan bibirnya. Elvan hanya menggeleng dan tersenyum, kalau saja tidak ada Andi saat ini sudah dipastikan Elvan akan langsung membawa wanita itu dalam pelukannya, entah kenapa sepertinya memeluk Diva sudah menjadi candu baginya, terasa sangat nyaman dan menenangkan. “Van, jangan bilang kamu mulai sedikit menggila karena senyum-senyum aneh seperti orang mesum begitu!” Diva berkata dengan menunjuk ke arahnya. Elvan langsung mengangguk cepat, “Ya benar, aku makin menggila karena kamu! Tapi, kamu harus catat, aku tidak pernah berpikiran mesum. Apa kamu ... sedang membicarakan diri sendiri, hehm?” goda Elvan. Hal ini spontan membuat Diva terkejut. “Kamu bisa bersikap normal gak sih? Jangan ngomong yang aneh-aneh ya, kamu sedang menggukan teknik serang balik, ya?” Diva menyipitkan sebelah matanya melihat ke arah
Mendengar permintaan tidak masuk akal dari Zaydan itu membuat Nina jelas tertawa sinis dan meremehkan Diva.“Tapi, kalau kamu tidak sanggup melakukannya, jangan pernah sekalipun terlihat di depanku! Karena aku tidak suka!” Zaydan berkata dengan ketus dan sangat pedas.Namun, reaksi Diva justru berbeda, dia menganggap ucapan Zaydan ini seolah dirinya mendapatkan secercah harapan, Diva tersenyum pada anak laki-laki itu dengan sangat manis sekali, membuat Zaydan untuk sesaat menatapnya heran.“Baiklah! Terima kasih kesempatannya, Kak! Sekarang, apa aku boleh tidak melanjutkan lagi wawancara ini dan melanjutkan misi yang Kak Zaydan berikan padaku saja?” tanya Diva padanya dengan mata yang berbinar lebar.Zaydan melihatnya lagi dengan mengerutkan keningnya lalu berpikir sejenak kemudian mengangguk mengizinkan Diva untuk keluar dari tempat itu. "Silakan saja, tapi ingat jika besok pagi kamu tidak memberikannya maka-""Iya-iya aku tahu konsekuensinya, jangan diulang-ulang terus," ucap Diva. S
Miko kembali ke ke rumah sakit tempat neneknya dirawat. Dia melihat ke arah wanita tua yang sangat lemah itu terbaring di sana dengan alat bantu medis. “Nek, nenek ingat dengan anak perempuan yang dulu itu? Sekarang dia benar-benar bersinar seperti bintang! Bahkan sudah memiliki planet sendiri yang selalu memutarinya.” Miko berkata dengan suara lemah dan terdengar getir di sana. “Entah aku harus senang atau sedih, tapi yang jelas, aku harus mendukungnya! Mereka memang pasangan yang cocok.” Kembali Miko berkata dengan suara rendah, kali ini terdengar seperti ingin menumpahkan luapan emosinya. Miko terbayang kegigihan Diva saat mendekatinya. Diva menyerahkan sebuah buku tulis bewarna biru dengan gambar boneka beruang di depannya. Dia dengan sangat percaya diri mengatakan kalau semuanya sudah selesai dikerjakannya dalam waktu satu malam. Zaydan terkejut melihat tulisan-tulisan Diva ini, lalu saat istirahat tiba dia menyuruh seorang adik kelas yang melintas di depannya untuk memanggil
Miko menghubungi Diva, tetapi panggilannya tidak dijawab. “Ya ampun! Bisa gila aku kalo begini! Elvan, ya aku harus hubungi Elvan saja.” Sayangnya panggilannya juga tidak dijawab oleh Elvan, membuat Miko mengumpat kesal, “Apaan sih dua orang ini! Padahal aku mau bilang hal yang penting, malah mereka gak ada yang terima teleponku. Nanti kalo masalahnya sudah besar malah memaksa untuk melakukan ini itu!” Kembali Miko menghubungi Elvan, berkali-kali juga panggilan itu belum diangkatnya. Mau tidak mau dia harus mengirim pesan! [Cek Grup kantor sekarang! Apa kalian harus memberi kejelasan dengan berita gila ini?] Setelah mengirimnya Miko menekan tombol silent. “Aku akan konsentrasi dengan kegiatanku malam ini!” ucapnya santai lalu memasukkan benda pipih itu kembali ke saku kemejanya. “Nenek, Miko pulang dulu, nanti Miko akan datang ke sini kalau sudah selesai urusan pekerjaan.” Miko lalu mencium wanita tua itu dan segera pergi dari tempat itu. Sementara itu, masih di dalam mobil mil
Beberapa saat sebelumnya. “Ya ampun, akhirnya Diva pulang juga. Gimana kerjaan di kantornya, Nak?” tanya Indah pada anaknya yang baru saja masuk ke rumah. “Kerjaannya … sudah beres, Bu,” jawab Diva tersenyum lebar. “Ayah, maaf ya, kemarin Diva gak bisa temuin ayah di kantor,” ucap Diva sambil mendekati ayahnya yang sekarang sedang mengajak main keponakannya itu. “Gak apa-apa, Sayang, kemarin juga ayah ketemu sama adik kamu kok di sana,” pria paruh baya itu tersenyum melihat anaknya. “Kamu pasti capek banget, ya! Mendingan kamu bersih-bersih dulu, terus makan, tadi ibu sudah masak enak.” Diva mengangguk lalu melangkahkan kakinya ke kamar, tapi langkahnya terhenti saat melewati kamar Prisya yang pintunya terbuka sedikit, dia mengintip ke dalam kamar itu. Sang pemilik sedang sibuk di depan laptopnya, headphonenya terpasang sempurna beserta beberapa camilan di atas meja. Wajahnya sangat serius sekali sekarang ini. Tergelitik ingin tahu, Diva lalu masuk dan mendekati adiknya itu, teta