Okay, ditunggu bab selanjutnya untuk hari ini ya! bab 200 OTW! Eh, bukan Chinta tuh gak mau balesin komentar kalian ya, cumaaa penulis itu tidak dapat pemberitahuan apapun kalau misalnya ceritanya di komen pembaca. Kalo mau ngobrol ayuklah via dm 1G: Nychintaa ... hehe 🥰🥰🥰
Miko menghubungi Diva, tetapi panggilannya tidak dijawab. “Ya ampun! Bisa gila aku kalo begini! Elvan, ya aku harus hubungi Elvan saja.” Sayangnya panggilannya juga tidak dijawab oleh Elvan, membuat Miko mengumpat kesal, “Apaan sih dua orang ini! Padahal aku mau bilang hal yang penting, malah mereka gak ada yang terima teleponku. Nanti kalo masalahnya sudah besar malah memaksa untuk melakukan ini itu!” Kembali Miko menghubungi Elvan, berkali-kali juga panggilan itu belum diangkatnya. Mau tidak mau dia harus mengirim pesan! [Cek Grup kantor sekarang! Apa kalian harus memberi kejelasan dengan berita gila ini?] Setelah mengirimnya Miko menekan tombol silent. “Aku akan konsentrasi dengan kegiatanku malam ini!” ucapnya santai lalu memasukkan benda pipih itu kembali ke saku kemejanya. “Nenek, Miko pulang dulu, nanti Miko akan datang ke sini kalau sudah selesai urusan pekerjaan.” Miko lalu mencium wanita tua itu dan segera pergi dari tempat itu. Sementara itu, masih di dalam mobil mil
Beberapa saat sebelumnya. “Ya ampun, akhirnya Diva pulang juga. Gimana kerjaan di kantornya, Nak?” tanya Indah pada anaknya yang baru saja masuk ke rumah. “Kerjaannya … sudah beres, Bu,” jawab Diva tersenyum lebar. “Ayah, maaf ya, kemarin Diva gak bisa temuin ayah di kantor,” ucap Diva sambil mendekati ayahnya yang sekarang sedang mengajak main keponakannya itu. “Gak apa-apa, Sayang, kemarin juga ayah ketemu sama adik kamu kok di sana,” pria paruh baya itu tersenyum melihat anaknya. “Kamu pasti capek banget, ya! Mendingan kamu bersih-bersih dulu, terus makan, tadi ibu sudah masak enak.” Diva mengangguk lalu melangkahkan kakinya ke kamar, tapi langkahnya terhenti saat melewati kamar Prisya yang pintunya terbuka sedikit, dia mengintip ke dalam kamar itu. Sang pemilik sedang sibuk di depan laptopnya, headphonenya terpasang sempurna beserta beberapa camilan di atas meja. Wajahnya sangat serius sekali sekarang ini. Tergelitik ingin tahu, Diva lalu masuk dan mendekati adiknya itu, teta
Diva dengan cepat meraih benda itu dan melihatnya sekali lagi dia memastikan indra penglihatannya sedang berfungsi dengan baik! Dia lalu melakukan zoom pada gambar itu dan ….‘Sial!’ makinya dalam hati.“Ini … kamu dapat dari mana?” tanya Diva pada Prisya dengan pandangan tajam.“Jelas dapat dari grup kantor lah! Sekarang semua orang membahas tentangmu, Kak! Sebelumnya memang ada berita hal seperti ini, yang mengatakan kalau kakak adalah wanita simpanannya Pak Elvan Sabil, tapi sekarang berita ini makin melebar dan sekarang semua orang sedang membicarakanmu, Kak!” Prisya menjelaskan dengan santai.Diva berusaha menenangkan dirinya, tangannya gemetar melihat hal ini, dia benar-benar merutuki kebodohannya, andai saja dia saat itu tidak terprovokasi oleh wanita itu, mana mungkin dia bertindak segila itu tadi!“Kenapa Kak? Sekarang kakak sedang menyesal, karena bertindak agresif, ya?” tanyanya dengan tersenyum lebar.Diva tidak menjawab pertanyaan Prisya, dia merogoh kantong blazernya dan
Melihat Indah yang bertanya seperti itu membuat Diva sedikit gugup. “Kenapa, Bu?” tanya Diva. Jantungnya mulai berdegup kencang, wajah ibunya terlihat sangat serius sekarang ini, bahkan dia merasakan suhu ruangan ini turun beberapa derajat menjadi lebih dingin. Indah menarik napas sejenak lalu memandang lekat ke arah Diva. “Nak, ibu mau bertanya sama kamu, tapi tolong jawablah yang jujur.” Ucapan Indah ini membenarkan semua ketakutan yang hinggap di diri Diva barusan. “Tentang apa, Bu?” tanya Diva perlahan, jantungnya kian berpacu cepat, terakhir kali ibunya memasang wajah serius seperti sekarang ini adalah ketika dia tahu tentang kondisi Ratri yang tengah hamil anaknya Anggala. “Tentang kamu,” ucap Indah dengan suaranya yang terdengar tegas. “Aku … kenapa?” Diva tidak menyadari kalau saat ini tangannya mulai sedikit gemetar, tetapi dia berusaha menyembunyikannya dari ibunya. “Ibu mau tanya, kemana kamu sebenarnya dua malam ini?” Benar saja! Satu pertanyaan ini membuat Diva bena
Diva mengernyitkan kening saat melihat pesan Elvan ini, tetapi detik berikutnya rasa bahagia menyelimuti hatinya.[Baiklah, sekarang lebih baik kamu tidur dulu, istirahat yang cukup dan jangan lupa minum obat!]Tidak lama berselang dari pesan yang dia kirimkan itu, Elvan menghubunginya, Diva sebenarnya sudah menebak hal ini, pria itu pasti akan menghubunginya kalau dia membalas pesannya itu.“Wah, calon suamiku menelpon. Apa kamu merindukanku?” tanya Diva dengan suara manjanya. Bibirnya melengkungkan senyum yang cukup lebar.“Tentu saja! Siapa yang tidak merindukan calon istrinya sendiri.” Elvan berkata dengan suara yang terdengar cukup senang.“Apa kamu sebahagia itu, Van?” tanya Diva.“Tentu saja, sejak awal aku ingin memamerkanmu! Tapi kamu maunya dalam mode invisible!” Elvan berkata dengan santai. Diva lalu terkekeh mendengar ucapan Elvan ini. Pria ini sangat berbeda sejak awal mereka bertemu, pertama kali dia sangat menyeramkan untuk Diva, terkesan arogan dan dingin, tiap kata yan
Mendengar hal itu membuat Diva tak melepaskan senyum dari wajahnya sedikitpun! Mungkin dulu dia menyelamatkan sebuah negara sampai akhirnya sekarang dia benar-benar merasa sangat beruntung bertemu dengan pria ini.“Kamu … kamu dapat kata-kata itu dari mana?” tanya Diva lagi.“Dari papaku.” Elvan menjawab singkat.Jawaban Elvan itu membuat Diva membulatkan mulutnya. “Oh, kirain dari cari tahu di internet.” Diva lalu terkekeh.“Ide dari internet terlalu banyak yang melebih-lebihkan! Aku tidak terlalu menyukainya.” Elvan menjawab sekenanya saja. “Div, jangan coba-coba mengalihkan cerita kita. Katakan apa yang mau kamu ceritakan itu?” tanya Elvan.“Ah, itu … ehm … aku, aku sebenarnya sudah lama tidak membuat puisi lagi sejak … tiga bulan setelah Zaydan pergi.” Diva berkata dengan suara lemah.Setelah mengatakan hal itu, Diva mendengar Elvan menghela napas. “Van aku ….”“Tidak apa-apa, ternyata cinta pertamamu itu membekas sekali ya, Diva.” Elvan berkata dengan nada datar.“Lalu apa boleh
Diva terkejut dengan jawaban yang diberikan oleh Elvan, apa dia sekarang sedang tidak salah dengar?“A-apa?” tanya Diva lagi, dia hanya ingin memastikan kalau jawaban yang diberikan Elvan itu bukan halusinasinya saja.“Aku pernah bilang padamu waktu itu, kamu cinta terakhirku, kan? Dan hari ini aku beritahu padamu satu hal penting dalam hidupku. Kamu juga merangkap sebagai cinta pertamaku.” Jawab Elvan dengan sangat jelas.“Jadi maksudnya kamu selama ini tidak pernah ….” DIva tidak melanjutkan kalimatnya, karena dia benar-benar sangat terkejut dengan pernyataan Elvan ini, ada rasa yang tidak mungkin dalam pikiran Diva.“Ya! Aku tidak pernah menyukai wanita lain dalam hidupku selain kamu. Jadi, kamu sudah tahu bagaimana rasanya ditinggal cinta pertama, kan? Maka jangan lakukan hal itu padaku.” Ucapan Elvan terdengar tegas dan penuh ancaman, tapi hal itu tidak membuat Diva takut, melainkan senang.“Van, katakan padaku apa aku benar-benar dulu pernah menyelamatkan dunia sampai aku merasa
Namun, dengan cepat Diva menetralisir keterkejutannya. Diva tidak percaya dengan pernyataan Prisya barusan. “Ah, kamu pikir kakak percaya?! Mana mungkin dia menunggu di rumah kita, jangan mengada-ada kamu, Pris!” Diva berkata dengan nada yang dibuat setenang mungkin sambil bergerak cepat meraih ponselnya yang ternyata tergeletak kehabisan daya di atas bantalnya! “Pantas saja tidak berbunyi!” Diva merutuki dirinya sambil melihat benda pipih itu, lalu menghubungkannya ke pengisi daya. Padahal, dia sudah menghidupkan alarm di sana, semalam pasti dia tidak melihat tanda baterai itu. Sedangkan Prisya sekarang hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat Diva yang kelabakan, mencari handuknya dan segera keluar dari dalam kamarnya menuju kamar mandi. “Dasar Kak Diva!” Prisya lalu keluar kamar Diva. Tidak sampai Lima menit Diva sudah menyelesaikan semua ritual mandinya. Dia lalu melihat ponselnya yang dihidupkan tadi dan benar saja, sudah banyak pesan yang ada di sana. Dia lalu mencari k