Hehm .... gimana kira-kira pas ke kantor besok ya? hehehe! Gas hari ini aja gak nih? Tunggu yak, kebetulan hari ini tuh lagi ada arisan di rumah Chinta.. wkwkwkw! 😘😘😘
Diva mengernyitkan kening saat melihat pesan Elvan ini, tetapi detik berikutnya rasa bahagia menyelimuti hatinya.[Baiklah, sekarang lebih baik kamu tidur dulu, istirahat yang cukup dan jangan lupa minum obat!]Tidak lama berselang dari pesan yang dia kirimkan itu, Elvan menghubunginya, Diva sebenarnya sudah menebak hal ini, pria itu pasti akan menghubunginya kalau dia membalas pesannya itu.“Wah, calon suamiku menelpon. Apa kamu merindukanku?” tanya Diva dengan suara manjanya. Bibirnya melengkungkan senyum yang cukup lebar.“Tentu saja! Siapa yang tidak merindukan calon istrinya sendiri.” Elvan berkata dengan suara yang terdengar cukup senang.“Apa kamu sebahagia itu, Van?” tanya Diva.“Tentu saja, sejak awal aku ingin memamerkanmu! Tapi kamu maunya dalam mode invisible!” Elvan berkata dengan santai. Diva lalu terkekeh mendengar ucapan Elvan ini. Pria ini sangat berbeda sejak awal mereka bertemu, pertama kali dia sangat menyeramkan untuk Diva, terkesan arogan dan dingin, tiap kata yan
Mendengar hal itu membuat Diva tak melepaskan senyum dari wajahnya sedikitpun! Mungkin dulu dia menyelamatkan sebuah negara sampai akhirnya sekarang dia benar-benar merasa sangat beruntung bertemu dengan pria ini.“Kamu … kamu dapat kata-kata itu dari mana?” tanya Diva lagi.“Dari papaku.” Elvan menjawab singkat.Jawaban Elvan itu membuat Diva membulatkan mulutnya. “Oh, kirain dari cari tahu di internet.” Diva lalu terkekeh.“Ide dari internet terlalu banyak yang melebih-lebihkan! Aku tidak terlalu menyukainya.” Elvan menjawab sekenanya saja. “Div, jangan coba-coba mengalihkan cerita kita. Katakan apa yang mau kamu ceritakan itu?” tanya Elvan.“Ah, itu … ehm … aku, aku sebenarnya sudah lama tidak membuat puisi lagi sejak … tiga bulan setelah Zaydan pergi.” Diva berkata dengan suara lemah.Setelah mengatakan hal itu, Diva mendengar Elvan menghela napas. “Van aku ….”“Tidak apa-apa, ternyata cinta pertamamu itu membekas sekali ya, Diva.” Elvan berkata dengan nada datar.“Lalu apa boleh
Diva terkejut dengan jawaban yang diberikan oleh Elvan, apa dia sekarang sedang tidak salah dengar?“A-apa?” tanya Diva lagi, dia hanya ingin memastikan kalau jawaban yang diberikan Elvan itu bukan halusinasinya saja.“Aku pernah bilang padamu waktu itu, kamu cinta terakhirku, kan? Dan hari ini aku beritahu padamu satu hal penting dalam hidupku. Kamu juga merangkap sebagai cinta pertamaku.” Jawab Elvan dengan sangat jelas.“Jadi maksudnya kamu selama ini tidak pernah ….” DIva tidak melanjutkan kalimatnya, karena dia benar-benar sangat terkejut dengan pernyataan Elvan ini, ada rasa yang tidak mungkin dalam pikiran Diva.“Ya! Aku tidak pernah menyukai wanita lain dalam hidupku selain kamu. Jadi, kamu sudah tahu bagaimana rasanya ditinggal cinta pertama, kan? Maka jangan lakukan hal itu padaku.” Ucapan Elvan terdengar tegas dan penuh ancaman, tapi hal itu tidak membuat Diva takut, melainkan senang.“Van, katakan padaku apa aku benar-benar dulu pernah menyelamatkan dunia sampai aku merasa
Namun, dengan cepat Diva menetralisir keterkejutannya. Diva tidak percaya dengan pernyataan Prisya barusan. “Ah, kamu pikir kakak percaya?! Mana mungkin dia menunggu di rumah kita, jangan mengada-ada kamu, Pris!” Diva berkata dengan nada yang dibuat setenang mungkin sambil bergerak cepat meraih ponselnya yang ternyata tergeletak kehabisan daya di atas bantalnya! “Pantas saja tidak berbunyi!” Diva merutuki dirinya sambil melihat benda pipih itu, lalu menghubungkannya ke pengisi daya. Padahal, dia sudah menghidupkan alarm di sana, semalam pasti dia tidak melihat tanda baterai itu. Sedangkan Prisya sekarang hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat Diva yang kelabakan, mencari handuknya dan segera keluar dari dalam kamarnya menuju kamar mandi. “Dasar Kak Diva!” Prisya lalu keluar kamar Diva. Tidak sampai Lima menit Diva sudah menyelesaikan semua ritual mandinya. Dia lalu melihat ponselnya yang dihidupkan tadi dan benar saja, sudah banyak pesan yang ada di sana. Dia lalu mencari k
Diva lalu melihat Prisya yang saat ini tersenyum melihatnya. “Terima kasih?” tanya Diva pada Elvan, “memangnya kamu ngehubungin Prisya tadi?” “Tentu saja, karena calon istriku ini tidak bisa dihubungi, maka aku akan menghubungi keluarganya saja. Seharusnya aku mau menghubungi ayahmu, tapi aku tidak mau kamu marah-marah.” Elvan berkata sambil berjalan merangkul Diva menuju mobil yang dia parkirkan. “Kamu ke sini gak sama Pak Andi?” tanya Diva saat di luar ketika melihat mobil Elvan buka seperti yang biasanya. “Andi harus mengerjakan sesuatu, jadi aku mengemudi sendiri ke rumah calon istriku ini.” Elvan berkata seraya membukakan pintu mobil untuk Diva dan meletakkan tangannya di atas untuk melindungi kepala Diva saat masuk. “Terima kasih, Van.” Diva lalu masuk ke mobil. Mata Diva tak lepas menatap Elvan yang saat ini sedang memutari mobil dan ketika dia sudah ada di kursi pengemudi pun Diva tetap terus melihatnya. “Ada apa?” tanya Elvan heran. Diva hanya menggeleng lalu tersenyum,
Diva tercekat dengan ucapan Elvan barusan. Apa pria ini sedang melamarnya sekarang? Diva masih diam, dia tidak tahu bagaimana harus meresponnya saat ini.“Van, apa kamu sadar apa yang baru saja kamu ucapkan?” tanya Diva dengan hati-hati, sembari menatap lekat ke arah pria itu.Elvan mengangguk, “Ya, aku sadar sepenuhnya. Aku sadar sepenuhnya kalau aku hanya inginkan kamu.” Elvan berkata dengan tegas.Diva masih diam, otaknya berpikir banyak hal yang menurutnya sangat tidak masuk akal, dan dia sebenarnya ada rasa tidak terima begitu saja degan Elvan yang sedang melamarnya dengan cara seperti ini.“Tapi ….” Diva tidak melanjutkan kalimatnya.“Kenapa? Apa ini berhubungan dengan orang tuamu? Atau karena kamu sebenarnya masih ragu dengan kesungguhanku?” tanya Elvan dengan suara yang mengalun lembut, suara yang sangat disukai oleh Diva.Diva menggelengkan kepalanya.“Lantas? Apa yang membuatmu ragu?” tanya Elvan padanya.Diva mengerucutkan bibirnya lalu berkata, “Aku tidak percaya dan tidak
Ucapan dan tingkah Elvan ini membuat Diva berpikir, ‘Benar saja! Pria ini tidak mau kalah dariku,’Diva mengernyitkan dahinya, tak tahan dan sangat penasaran dengan ucapan Elvan. “Maksudmu?”Kembali Elvan diam dan menatap ke arah Diva.“Mau tahu?” tanya Elvan padanya.Jelas Diva mengangguk cepat.“Kamu … apa tidak berniat untuk pura-pura tidak mau tahu dulu?” tanya Elvan lagi.“Ih, ngapain aku gengsi untuk pura-pura tidak mau tahu, aku makin penasaran aja, apa ada kejutan lainnya? Kamu mengajakku ke sini bukan hanya mau sarapan aja, kan?” tanya Diva dengan memberondong pertanyaan pada Elvan, dia juga membuat puppy eyes di depan Elvan membuat Pria itu tidak tahan untuk menggeleng-gelengkan kepalanya dan terkekeh ringan melihat tingkah Diva yang memang kebanyakan tidak bisa ditebak ini.“Ayolah, apa maksudnya? Bikin aku penasaran aja deh!” Diva berkata dengan suara manja dan mengerucutkan bibirnya.Elvan malah senang melihatnya seperti ini. Pria itu meletakkan kotak cincin itu di atas d
Elvan tersenyum melihat wajah Diva yang terkejut itu. “Kamu sudah menyiapkan sebelumnya?” tanya Diva dengan membelalakan mata. “Menurutmu?” Elvan kembali tidak menjawab, melainkan membuat pertanyaan balik untuk Diva. “Iih, kamu ini suka bikin aku makin ….” Diva menggantung kalimatnya. “Makin apa?” tanya Elvan. “Adalah pokoknya!” ucap Diva padanya, padahal dia ingin bilang kalau, “Elvan makin membuatnya jatuh hati!” tapi hal itu tidak diteruskan olehnya karena bisa jadi membuat harga dirinya sudah tergadai sepenuhnya! Diva makin terkejut saat mereka sudah ada di lantai atas. Di sana hanya ada beberapa orang saja dan semuanya dia mengenalnya kecuali ... satu orang wanita cantik yang saat ini sedang ngobrol asyik dengan Alisha. 'Siapa dia ya?' tanya Diva dalam hati, namun fokusnya pecah saat Anita melambaikan tangannya pada mereka berdua, Diva lalu membalasnya dengan tersenyum lebar dari kejauhan. “Van, kamu menyewa semua tempat di atas ini?” tanya Diva dengan berbisik. Alih-ali