Share

Bab 1815

Penulis: Angin
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-12 18:00:00
"Hehe," Basita tersenyum tipis dan berkata, "Kamu tidak perlu terlalu banyak bertanya. Yang perlu kamu lakukan hanyalah membantuku mendapatkan stempel kerajaan dari Raja Januar."

Chandra tampak berpikir. Sekilas, dia tidak bisa memahami apa sebenarnya yang diinginkan Basita. Setelah beberapa saat, dia mengalihkan topik pembicaraan dan bertanya, “Pak Basita, mengapa Anda sengaja mengalah kepada Titan? Titan memang sudah mencapai Alam Sembilan, dan kekuatannya sangat hebat, tapi belum sampai pada tingkatan yang luar biasa. Saya sendiri merasa mampu menahan serangannya, apalagi Anda.”

“Kamu tidak perlu bertanya tentang itu,” Basita tidak menjawab pertanyaan Chandra.

"Kalau begitu, mengapa Anda membutuhkan stempel kerajaan dari Raja Januar? Mengapa Anda tidak mengambilnya sendiri? Jika Anda yang turun tangan, mungkin Raja Januar bukanlah tandingan Anda. Sementara saya bahkan belum mencapai Alam Sembilan, saya jelas bukan tandingan Raja Januar."

Basita menjawab, “Itu urusanmu. Saya sudah me
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Jenderal Naga   Bab 1816

    "Ya, tiga ratus tahun," Basita menghela napas panjang.Dulu, dia butuh tiga ratus tahun penuh untuk menciptakan metode menyerap energi spiritual alam. Dia menatap Chandra dengan penuh kekaguman dan berkata, "Kamu sangat luar biasa. Di zaman seperti sekarang, kamu adalah yang terbaik yang pernah kulihat. Aku awalnya berpikir kamu harus melalui banyak hal dan memahami segalanya sebelum bisa merasakan keberadaan energi spiritual alam. Tapi ternyata, kamu sudah bisa merasakannya sekarang. Aku bisa memberimu metode untuk menyerap energi spiritual alam ini."Mendengar itu, Chandra mengangkat tangan pelan dan berkata, "Tidak perlu.""Eh?" Basita terkejut.Ini adalah teknik yang diimpikan oleh semua orang, sebuah teknik yang dia ciptakan sendiri. Selama lebih dari dua ribu tahun, dia belum pernah mengajarkannya kepada siapa pun, karena tidak ada yang mampu mencapai tahap seperti Chandra. Kini, ketika dia dengan sukarela ingin mengajarkannya kepada Chandra, justru Chandra menolaknya.Chandra te

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-13
  • Jenderal Naga   Bab 1817

    Begitu kembali ke rumah, Chandra langsung tidak sabar berjalan menuju kebun obatnya. Namun, begitu memasuki kebun, dia melihat bahwa semua tanaman obat di sana telah layu. Hanya ada satu rumput kecil yang masih hidup dengan bunga merah terang, meski bunganya hampir layu, dan di tengah bunga itu terlihat mulai muncul buah."Apa yang terjadi?" Chandra berkata penuh kebingungan, melihat semua tanaman obatnya layu. “Aku baru pergi beberapa hari, bagaimana bisa tanaman yang kutanam bertahun-tahun ini semuanya layu? Apakah energi di tanah semuanya terserap oleh rumput kecil ini, sehingga tanaman lainnya tidak mendapatkan energi dan akhirnya mati?”Chandra merasa hal itu mungkin benar. Dia menatap rumput kecil itu yang masih tampak penuh kehidupan. Saat ini, dia tergoda untuk menyerap energi spiritual alam yang terkandung dalam rumput itu. Namun, melihat bunganya yang hampir menghasilkan buah, dia memutuskan untuk menunggu. Dia mulai menantikan saat buah itu matang, yang menurutnya pasti aka

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-13
  • Jenderal Naga   Bab 1818

    Beberapa hari sebelumnya, aroma harum di halaman rumah masih sangat lembut, bahkan jika tidak dihirup dengan teliti, tidak akan tercium. Namun kini, aroma tersebut tercium semakin pekat.Kadir menatap Chandra dengan penuh rasa ingin tahu. Chandra tersenyum dan berkata, "Sebenarnya, beberapa hari yang lalu, aku menemukan sebuah rumput kecil di gunung. Aku menyadari adanya energi spiritual alam di dalam rumput itu, jadi aku membawanya pulang dan menanamnya di kebun obat. Sekarang, semua tanaman obatku layu kecuali rumput kecil ini. Rumput itu telah berbunga dan berbuah, dan aroma ini berasal dari buahnya.""Benarkah?" Kadir tampak sangat bersemangat dan berkata, "Bawa aku melihatnya.""Silakan ikuti aku," jawab Chandra.Chandra lalu membawa Kadir ke kebun obat di belakang rumah. Di sana, semua tanaman obat lain telah mati dan layu, hanya menyisakan satu rumput kecil yang masih penuh kehidupan. Rumput kecil itu memiliki sebuah buah kecil berwarna merah yang terlihat cerah dan menarik. Saa

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-14
  • Jenderal Naga   Bab 1819

    Chandra berbalik dan kembali ke halaman. Saat tiba, Nova keluar dari kamar dengan wajah yang menunjukkan sedikit rasa tidak nyaman.“Suamiku, perutku agak nggak nyaman,” kata Nova dengan raut wajah sedikit kesakitan.“Kenapa? Apa sudah waktunya melahirkan?” Chandra bertanya dengan nada penuh kegembiraan.Nova melotot dan berkata, “Mana mungkin secepat itu, masih ada satu setengah bulan lagi hingga perkiraan lahir. Ini hanya anak kita yang sedang berulah, berguling-guling di dalam perutku, membuatku merasa tidak nyaman.”Chandra dengan lembut menekan perut Nova dan sambil tertawa berkata, “Dasar anak nakal, tenanglah sedikit, jangan ganggu ibumu.”Namun, saat Chandra menyentuh perut Nova, sang bayi justru semakin aktif. Perut Nova tampak menggembung seolah ada tinju yang memukul bagian dalam, bergerak ke sana kemari.“Cukup, jangan terlalu banyak bercanda dengan bayi. Bantu aku duduk dan istirahat sebentar,” kata Nova sambil mengeluh.Chandra segera membantu Nova duduk di kursi yang ada

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-14
  • Jenderal Naga   Bab 1820

    Perjalanan Chandra ke Rivera berjalan dengan lancar, tanpa hambatan apa pun. Sesampainya di Rivera, ia langsung menuju keluarga Kurniawan.Dalam beberapa tahun terakhir, keluarga Kurniawan berkembang dengan sangat pesat. Sebagian besar anggota keluarga Kurniawan telah menempuh jalan bela diri, dan keluarga tersebut telah mengalami restrukturisasi dan pembagian.keluarga Kurniawan terbagi menjadi dua bagian. Satu bagian tinggal di pusat kota, mengelola bisnis duniawi, sementara yang lain tinggal di pinggiran kota, menikmati kehidupan sambil berlatih bela diri. Nova sendiri kembali ke bagian keluarga Kurniawan yang tinggal di pinggiran kota.Setelah mengantar Nova ke rumah keluarga Kurniawan, Chandra segera kembali ke desa kecil. Saat hendak berangkat, Nova berulang kali mengingatkan Chandra untuk tidak pergi ke mana-mana dan segera kembali ke Rivera setelah buah di kebun mereka matang.Chandra pun setuju dan mengangguk.Satu hari kemudian, Chandra berada di dekat desa kecil itu, mengemu

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-15
  • Jenderal Naga   Bab 1821

    “Tidak perlu,” jawab pria itu sambil melancarkan serangan lagi, kali ini dengan tendangan menyapu.Chandra segera bergerak menghindar, muncul sekitar dua puluh meter dari posisi sebelumnya. Dia pikir sudah berhasil menghindari tendangan tersebut. Namun, begitu dia berhenti, tendangan pria itu kembali menyapu ke arahnya. Wajah Chandra berubah sedikit, dan dia dengan cepat mengangkat lengannya untuk menahan.Begitu lengan Chandra bersentuhan dengan tendangan itu, dia merasakan kekuatan yang luar biasa menghantam tubuhnya. Untuk sesaat, dia tidak bisa menahan serangan tersebut dan tubuhnya terlempar beberapa meter jauhnya. Energi yang dahsyat menyelimuti seluruh tubuhnya, membuat darah di dalamnya bergejolak.Tenggorokannya terasa panas, dan darah mulai memenuhi mulutnya. Namun, Chandra menelan darah itu kembali dengan paksa, lalu menggunakan energi sejatinya untuk menenangkan darahnya yang mengamuk. Baru setelah itu tubuhnya kembali tenang.“Bagus,” kata pria berjubah biru sambil berdiri

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-15
  • Jenderal Naga   Bab 1822

    Chandra awalnya tidak ingin bertarung dengan orang luar, tapi pria berjubah biru itu terus memaksanya. Chandra segera mengaktifkan energi sejatinya, bersiap menghadapi serangan pria itu.Selama bertahun-tahun, Chandra telah mempelajari berbagai teknik bela diri. Baik itu jurus pukulan, tinju, tendangan, maupun gerakan tubuh lainnya. Semuanya telah dia pelajari. Hanya saja, selama ini dia tidak pernah mendapat kesempatan untuk bertarung dalam situasi nyata. Kini, akhirnya kesempatan itu datang.Lokasi pertempuran ini sudah mendekati desa kecil tempat Chandra tinggal. Akan tetapi, di daerah ini tidak ada orang yang tinggal dalam radius seratus kilometer. Di atas tanah yang tandus, kedua sosok itu bergerak dengan cepat, menciptakan pusaran angin dari setiap pukulan dan tendangan yang mereka luncurkan.BOOM! Kembali terjadi benturan keras antara keduanya. pria berjubah biru itu terlempar jauh. Tangannya terasa mati rasa akibat benturan tersebut, bahkan untuk mengangkat tangan saja dia me

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-16
  • Jenderal Naga   Bab 1823

    Pria berjubah biru itu mundur selangkah demi selangkah hingga akhirnya berhenti di bawah sebuah pohon besar, bersandar padanya sambil terus mengawasi Chandra dengan penuh waspada.Chandra menatapnya dengan tajam dan bertanya, "Aku beri kamu satu kesempatan. Siapa kamu sebenarnya?"Pria berjubah biru itu menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya meskipun jelas terlihat ketakutannya. Sambil menatap Chandra yang masih tampak tenang, dia berkata, "Chandra, kamu tidak akan berani membunuhku."“Kamu mau coba?” Chandra menjawab dengan dingin, penuh dengan niat membunuh yang semakin nyata.Merasa bahwa Chandra tidak main-main, pria itu akhirnya menyerah. "Namaku Landra, aku dari Suku Mistik.""Suku Mistik?" Chandra terkejut.Sebelumnya, dia pernah mendengar dari Kadir bahwa Suku Mistik baru muncul beberapa hari yang lalu. Meski baru saja dikenal, murid-murid Suku Mistik sudah menantang banyak petarung bela diri kuno di Someria, dan banyak sekte telah dikalahkan oleh mereka. Awalny

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-16

Bab terbaru

  • Jenderal Naga   Bab 1963

    Bagi seorang penjaga yang pernah mengalami Zaman Kegelapan, keadaan saat ini terasa seperti masa yang damai. Penjaga itu tidak menjelaskan dengan rinci seperti apa kondisi dunia luar sekarang. Namun, hal ini cukup membuat Chandra merasa lega. Jika penjaga tidak merasa perlu mengkhawatirkan keadaan di luar, berarti dunia luar masih relatif tenang. “Penjaga, bagaimana caranya agar aku bisa hidup kembali?” Chandra memandang penjaga itu dengan penuh harapan. Ia sangat ingin hidup kembali, ingin keluar dari tempat ini dengan tubuh yang baru. Penjaga itu melirik Chandra sejenak, lalu menggerakkan tangannya dengan santai. Seketika, Chandra merasakan tubuh jiwanya terangkat, seakan tidak terkendali, perlahan melayang ke arah tubuh di tanah. Di saat yang sama, tangan penjaga memunculkan simbol-simbol misterius. Ia mulai melafalkan mantra yang tidak dipahami Chandra. Satu per satu simbol itu masuk ke dalam tubuh Chandra yang terbaring. Sekitar lima menit berlalu. Chandra, yang terbar

  • Jenderal Naga   Bab 1962

    Chandra terdiam sejenak, lalu berkata, “Apa ini tentang suku di dalam tempat penyegelan?” Penjaga menggeleng pelan. “Lupakan. Kalau aku jelaskan sekarang, kamu tidak akan mengerti. Nanti aku akan memberitahumu. Untuk sekarang, aku membawamu ke sini karena aku berniat menggunakan Teratai Iblis ini untuk membentuk kembali tubuhmu.” “Apa?” Chandra tertegun. Ia memandang bunga teratai yang mengeluarkan kabut hitam di depannya, lalu bertanya, “Menggunakan bunga ini untuk membentuk kembali tubuhku?” “Benar.” Penjaga itu mengangguk. “Bunga ini didapatkan dengan susah payah oleh leluhur Bumi. Bunga ini terkait dengan rencana besar yang luar biasa. Namun, aku belum bisa memberitahumu banyak sekarang. Terlalu banyak yang kukatakan hanya akan membebani pikiranmu. Yang bisa kukatakan adalah kamu mendapatkan peluang besar dan keberuntungan yang luar biasa.” Dia berbalik menatap Teratai Iblis. “Bunga ini dulu milik seorang ahli super yang kekuatannya melampaui bayanganmu. Jika aku menggunak

  • Jenderal Naga   Bab 1961

    Tugas seorang prajurit adalah melindungi rakyat. Itulah tanggung jawab dan kewajiban yang telah terasah selama lebih dari sepuluh tahun Chandra menjalani kehidupan sebagai seorang pejuang. Jika semua orang hanya memilih mundur dan tidak ada yang berani maju, dunia ini akan hancur. “Ya,” Sang Penjaga mengangguk pelan. Dia setuju dengan apa yang dikatakan Chandra. Sejak zaman purba, berkat keberadaan orang-orang seperti itu lah, Bumi bisa tetap terjaga hingga sekarang. “Penjaga, apakah aku masih punya harapan untuk hidup?” Chandra, yang kini hanya berupa tubuh astral, memandang sang Penjaga dengan penuh harap. Dia tidak ingin mati. Masih banyak hal yang harus dia lakukan, masih banyak hal yang belum selesai. “Masih ada harapan,” ujar Penjaga dengan suara pelan. “Namun, dengan hidupmu yang baru nanti, tanggung jawabmu akan menjadi lebih besar, dan tekanan yang kau rasakan akan jauh lebih berat.” Chandra, tanpa ragu, berkata, “Aku siap menanggung semuanya.” Sang Penjaga melamb

  • Jenderal Naga   Bab 1960

    Orang itu adalah Penjaga Pustaka Agung. Dia menyaksikan kondisi Istana Bunga yang kini telah menjadi puing-puing. Pada wajahnya yang samar dan tak nyata, tersirat sebuah ekspresi penuh keikhlasan bercampur pilu. “Demi bangsa dan rakyat, dengan semangat leluhur bumi, dunia ini membutuhkan orang-orang seperti dirimu. Jika semua orang hanya memikirkan keselamatan dirinya, bumi ini tak akan disegel di masa lalu, tetapi benar-benar lenyap,” gumam sang Penjaga dengan suara pelan yang hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri. “Tiga jiwa, tujuh roh, berkumpullah.” Tangannya yang samar mulai bergerak, menciptakan formasi tanda yang misterius. Seketika, sebuah kekuatan tak kasat mata terpancar dari tangannya, menyebar ke seluruh penjuru bumi hingga mencapai area Istana Bunga. Di tengah puing-puing itu, titik-titik cahaya putih perlahan berkumpul di udara, membentuk sebuah bayangan yang tak nyata. Bayangan itu melesat cepat, meninggalkan area tersebut, bergerak menuju arah Gunung Langi

  • Jenderal Naga   Bab 1959

    Gunung tempat Istana Bunga berdiri hancur dalam sekejap, lenyap menjadi abu. Puluhan kilometer di sekitarnya berubah menjadi puing-puing tanpa ada tanda-tanda kehidupan yang tersisa. “Apakah Chandra sudah mati?”“Apakah dia menggunakan teknik pamungkas untuk membasmi musuh?” Bisikan penuh kebingungan terdengar di antara orang-orang yang selamat. Setelah keadaan mulai tenang, para pesilat yang sebelumnya melarikan diri kembali ke lokasi, berharap menemukan Chandra di tengah reruntuhan. Di antara puing-puing, terdengar suara batu yang bergerak. Sosok seorang pria yang bersimbah darah perlahan bangkit. Dia duduk di atas batu besar, terengah-engah sambil memegangi luka-lukanya. “Sialan! Hampir saja aku mati karenanya,” gumam Jayhan dengan nada berat. Wajahnya muram. Jayhan tidak pernah menyangka Chandra akan menyerangnya tiba-tiba. Jarak yang terlalu dekat dan kurangnya kewaspadaan membuatnya terkena serangan langsung. Meski kekuatan Jayhan luar biasa, serangan itu hampir mere

  • Jenderal Naga   Bab 1958

    "Bagaimana mungkin? Kenapa ada aura yang begitu kuat?" Semua orang merasakan kehadiran aura menakutkan dari puncak gunung. Mereka semua diliputi rasa ngeri yang membuat bulu kuduk merinding. Krak... Krak... Krak. Di bawah tekanan aura tersebut, pegunungan tempat Istana Bunga berdiri mulai menunjukkan tanda-tanda keretakan. Orang- orang di kaki gunung berubah wajah seketika. "Celaka! Cepat lari!" Dengan panik dan wajah pucat pasi, mereka bergegas melarikan diri. Di puncak gunung. Chandra sedang menggabungkan dua aliran energi murni di dalam tubuhnya. Kedua energi tersebut menyatu menjadi kekuatan baru yang sangat luar biasa. Dia berusaha keras mengendalikan kekuatan itu, tetapi kekuatan tersebut terlalu besar, terlalu mengerikan. Begitu besar hingga hampir tidak mampu Chandra kendalikan. "Hahaha!" Jayhan tertawa terbahak-bahak, penuh kegilaan. Kekuatan ini luar biasa. Seseorang yang bahkan belum mencapai tingkat Alam Mahasakti mampu menunjukkan teknik sehebat ini. Ini bu

  • Jenderal Naga   Bab 1957

    Jayhan sangat cemas. Dia sangat ingin tahu tentang ilmu yang dipelajari Chandra. Dia tahu, nenek moyang Bumi pernah melahirkan banyak pesilat hebat, dan para pesilat itu meninggalkan ilmu-ilmu luar biasa. Jayhan curiga Chandra telah mendapatkan salah satu ilmu tertinggi itu. Sementara itu, Chandra tampak berpikir serius. Dia belum mengambil keputusan. Melihat Chandra ragu-ragu, Jayhan segera berkata, “Tenang saja, aku selalu menepati janji. Setelah kau memberikan ilmu itu kepadaku, aku akan melindungimu. Bahkan setelah segel Bumi terbuka, aku pastikan kau akan hidup dengan baik.” Namun, kekhawatiran Chandra bukan tentang memberikan ilmu itu, melainkan apakah ia bisa menggunakan ilmu pamungkasnya untuk membunuh Jayhan. Jayhan sangat kuat, bahkan terlalu kuat. Jika Jayhan sedikit saja waspada, rencananya pasti gagal. Untuk membunuh Jayhan, Chandra butuh membuatnya benar-benar lengah. Dia sadar, menggunakan Sangkar Kosmik begitu saja tidak akan berhasil. Jayhan pasti akan bers

  • Jenderal Naga   Bab 1956

    "Silakan, katakan."Jayhan benar-benar menginginkan ilmu yang dikuasai oleh Chandra. Bukan hanya satu atau dua pertanyaan—puluhan pun akan ia jawab tanpa ragu.Chandra menatap Jayhan dengan serius, lalu bertanya, “Apakah di Alam Niskala ada celah dalam segel yang memungkinkan makhluk-makhluk dari sana masuk ke Bumi?”Jayhan mengangguk sambil berkata, “Benar. Di Alam Niskala memang ada celah pada segelnya. Siapa pun yang berhasil melewati celah itu, bisa langsung muncul di Bumi.”“Jadi, tidak lama lagi akan ada lebih banyak makhluk dari Alam Niskala yang muncul di Bumi?” Chandra melanjutkan.Jayhan kembali mengangguk. “Ya, benar. Tapi melewati celah itu bukan perkara mudah. Dari seratus orang yang mencoba, mungkin hanya satu yang berhasil. Sisanya akan mati dalam prosesnya.”Mendengar jawaban itu, Chandra menarik napas lega. Namun, ia segera mengajukan pertanyaan lain, “Saat ini, level kekuatanmu ada di tahap apa?”“Mahasakti Sempurna, hanya satu langkah lagi menuju Transenden,” jawab J

  • Jenderal Naga   Bab 1955

    Jayhan berdiri di depan Chandra dengan senyum penuh ancaman, matanya menatap tajam ke arah pria yang sedang berjuang untuk tetap hidup.“Chandra, aku sudah membiarkan semua orang pergi. Sekarang, serahkan teknik kultivasi yang kau gunakan,” katanya tegas. “Jangan coba mempermainkanku. Jika aku mau, aku bisa menangkap mereka kembali, dan kali ini, mereka pasti mati.”Chandra perlahan membuka matanya. Wajahnya datar, nyaris tanpa emosi. Dengan suara lemah, dia berkata, “Aku terluka parah dan bisa mati kapan saja. Setidaknya beri aku waktu untuk pulih. Setelah aku sembuh, aku akan memberikannya padamu.”Setelah itu, Chandra kembali terdiam. Ia menutup mulutnya rapat-rapat, tak ingin berbicara lebih banyak. Jayhan hanya mendengus, tidak terlihat tergesa-gesa. Dalam pikirannya, Chandra hanyalah seekor semut—mudah dihancurkan kapan saja.Di Kaki Gunung Istana BungaSejumlah pesilat berkumpul di kaki gunung, wajah mereka penuh kecemasan. Suasana tegang menyelimuti mereka.“Apa yang harus kita

DMCA.com Protection Status