Malam itu, Chandra memutuskan untuk menginap di rumah keluarga Kurniawan. Keesokan paginya, saat matahari baru terbit, Chandra masih di tempat tidur ketika dia merasakan kehadiran seseorang di balkon. Dengan sigap, dia bangun dan berjalan ke balkon, di mana Titan sudah berdiri di sana. Chandra mengeluarkan sebatang rokok, menyodorkannya kepada Titan sambil berkata, "Pagi-pagi sekali kamu sudah datang."Titan mengambil rokok itu dan bertanya, "Kapan kita berangkat?"Chandra tersenyum tipis, "Kamu tampaknya tidak sabar, ya.""Tentu saja aku tidak sabar," jawab Titan. Dia memang ingin segera pergi. Setelah merasa dipermainkan oleh Klan Darah, Titan sangat ingin memastikan apakah peta yang diberikan Klan Darah itu asli atau palsu. Jika ternyata palsu, dia sudah bertekad untuk menyusup ke Klan Darah dan mencuri peta yang asli."Tunggu di luar dulu. Aku akan pamit sebentar dengan Nova, lalu kita bisa berangkat," kata Chandra sambil berbalik masuk ke dalam rumah.Titan dengan lincah melompat
Titan menunggu Chandra di luar rumah sebentar sebelum Chandra akhirnya keluar. Setelah mereka saling menyapa, tanpa banyak basa-basi, mereka langsung menuju markas militer.Di markas militer, Arya sendiri yang menyambut kedatangan Chandra dan Titan."Chandra, helikopternya sudah siap, bahan bakar sudah penuh, dan kami juga menyiapkan cadangan bahan bakar yang cukup untuk perjalanan pulang-pergi. Selain itu, ada pilot yang akan menemani kalian," kata Arya dengan senyum ramah.Chandra merasa sangat berterima kasih. "Terima kasih banyak.""Kita ini saudara, tidak perlu banyak basa-basi. Aku tidak akan menahan kalian lebih lama. Kalau kalian berangkat sekarang, seharusnya tiba di sana nanti sore. Oh ya, aku tidak tahu berapa lama kalian akan berada di sana, jadi aku sudah menyiapkan persediaan makanan untuk satu minggu di dalam pesawat," tambah Arya sambil tertawa.Arya memang memikirkan segala sesuatunya dengan matang, bahkan sampai menyiapkan makanan untuk perjalanan mereka. Chandra dan
Mereka membawa beberapa makanan dan naik ke atas perahu. Titan segera menggunakan energi sejatinya untuk mempercepat laju perahu, mengendalikan arahnya agar tetap sesuai jalur. Dalam waktu hanya satu jam, mereka berhasil menempuh jarak lebih dari seratus kilometer.Saat itu, langit sudah gelap total. Di tengah lautan, angin kencang bertiup, menciptakan gelombang setinggi belasan meter yang terus menghantam pantai. Setelah berhasil menambatkan perahu dan memastikan keamanannya, Titan memandang pulau besar yang ada di hadapannya."Sepertinya ini tempatnya. Berdasarkan peta, ada sebuah jurang dalam di pulau ini. Konon, naga tinggal di dalam jurang itu. Tapi informasi ini sudah berusia lebih dari seribu tahun. Kita tidak tahu apakah naganya masih ada atau tidak," kata Titan.Chandra juga memeriksa arah dan berkata, "Pulau ini cukup besar. Kita akan berpencar untuk mencari. Kamu pergi ke arah sana, aku akan ke arah sini. Tidak peduli apakah kita menemukan sesuatu atau tidak, kita kembali ke
"Setelah itu bagaimana?" tanya Chandra dengan senyum tipis, tapi Titan tiba-tiba berdiri dengan semangat membara dan menatap Chandra tajam. "Apa maksudmu 'bagaimana'? Menjadi yang terkuat di dunia ini, Chandra! Kamu tidak akan pernah mengerti perasaan itu karena kamu belum pernah berada di puncak seperti itu.""Aku butuh semua orang di dunia ini tunduk padaku. Perasaan itu, kamu tidak akan pernah bisa merasakannya. Kamu mungkin adalah Raja Naga, seseorang yang dihormati dan ditakuti, tapi di atasmu masih ada orang lain. Kamu tidak bisa memerintah semua orang, kamu tidak bisa berbuat sesuka hatimu."Chandra hanya tersenyum kecil. Baginya, menjadi yang terkuat di dunia ini tidak pernah menjadi tujuan. Dia hanya ingin hidup tenang bersama wanita yang dicintainya. Namun, berbagai peristiwa telah memaksanya untuk berburu naga."Sudahlah," kata Titan sambil duduk kembali. "Mengobrol denganmu tentang hal ini tidak ada gunanya. Kamu tidak akan mengerti keuntungan dari kekuasaan dan kekuatan."
Akasa menyentuh hidungnya lalu bergumam, “Sudah berapa lama tidak ada orang yang pernah datang ke sini?”Chandra pun berkata, “Mungkin lebih dari 1300 tahun yang lalu saat naga terakhir kali dibunuh. Lagi pula, tempat ini juga berada di tengah laut, jadi wajar saja kalau tidak ada orang yang pernah ke sini lagi selama lebih dari 1000 tahun. Sekarang, kita susuri saja tempat ini sekaligus membuktikan apa naga itu benar adanya. Pastinya akan ada aktivitas ataupun jejak mereka di sekitar tempat ini.”Akasa melihat ke sekelilingnya. Tempat ini sungguh terpencil dan tidak terlihat ada aktivitas apa pun di sekitar sini.“Jalanlah di sini,” ujar Chandra lalu melangkah maju. Tidak lama kemudian, Chandra menemukan tulang belulang yang tergeletak di atas tanah, ada yang utuh dan ada juga yang berhamburan serta bertumpuk di atas tanah. “Ini?”Chandra terkejut dengan apa yang dilihatnya lalu berkata, “Kenapa ada banyak tulang di tempat terpencil dan tidak berpenghuni seperti ini?”Akasa berjongk
Kecurigaan bisa terlihat dengan jelas dari raut wajahnya yang tertutupi rambut. Chandra terus menatap ke arah makhluk aneh itu. Makhluk itu sangatlah kuat karena bisa menghempas Chandra hanya dengan kekuatan dari satu telapak tangannya saja. Chandra yakin, kalau kekuatan makhluk ini setidaknya berada di Tangga Langit Kesembilan. Namun, sepertinya kekuatan makhluk itu tidak mungkin hanya berada di Tangga Langit Kesembilan. Karena Chandra sendiri sekarang berada di Tingkat itu dan makhluk itu sudah berhasil melampaui kekuatan Chandra saat ini. Jadi, apa mungkin makhluk itu berada di Alam Tingkat Sembilan?Chandra menarik napas dalam-dalam ketika memikirkan semua ini. Dia terus menatap tajam ke arah makhluk berbulu di hadapannya. Namun, makhluk itu hanya diam tanpa melontarkan sepatah kata pun dari mulutnya. Kemudian dia berbalik dan masuk kembali ke dalam gua setelah puas menatap Chandra dan Akasa. Dalam sekejap mata, makhluk itu sudah menghilang dari pandangan Chandra dan Akasa. Chan
Akasa juga tidak seburuk itu. Setidaknya, dari komunikasi mereka selama ini, tujuan Akasa hanyalah satu, yaitu menjadi orang nomor satu di dunia ini. Chandra tersenyum lalu berkata, “Tenang saja, aku mungkin nggak bisa melawannya, tapi setidaknya aku bisa melindungi diriku.”Kemudian Chandra berjalan menuju gua. Pintu masuk gua tidaklah terlalu besar. Tingginya hanya 3 meter dengan lebar 2 meter. Bagian dalamnya juga gelap gulita. Chandra semakin berhati-hati sesampainya dia di mulut gua. Dia merasa sedikit takut akan diserang secara tiba-tiba oleh orang aneh itu. Dia pun berseru dengan ragu, “Halo, apa ada orang di sana? Ada hal yang ingin kutanyakan ….”Chandra memanggil beberapa kali, tapi tidak ada jawaban sama sekali. Sepertinya, orang berbulu itu memang tidak ingin menyambut kedatangan Chandra di gua ini. “Aku akan menganggap diammu itu adalah izinmu untukku masuk ke dalam,” ujar Chandra lalu melangkah masuk ke dalam gua dengan ragu. Namun, baru saja dia melangkah masuk ke d
Aksa langsung tampak bersemangat ketika membicarakan naga dan keabadian. Karena tujuan utamanya dalam hidup ini adalah menjadi orang nomor satu yang tak terkalahkan oleh siapa pun. Dia yakin, dirinya bisa memiliki kekuatan tanpa batas selama bisa hidup dalam keabadian. Dengan begitu, dia juga bisa meraih impiannya menjadi orang nomor satu yang tak terkalahkan. Semua ini hanya masalah waktu sampai dia bisa meraih impiannya. “Sudahlah, kita juga belum tahu apa benar orang itu sudah hidup selama ribuan tahun. Lebih baik sekarang, kita cari tahu dulu, siapa orang itu sebenarnya,” ujar Chandra tegas karena dia malas mendengar Akasa melontarkan banyak kata-kata padanya. “Sekarang saja, kita nggak bisa mendekati mulut gua. Jadi, bagaimana mungkin kita bisa mencari tahu siapa orang aneh itu?” balas Akasa bingung. “Kita nggak perlu buru-buru,” ujar Chandra sambil sedikit melambaikan tangannya. Kemudian dia memperhatikan tulang yang tergeletak di atas tanah lalu berpikir dan berkata, “Kalau
Yamesa adalah sosok yang sangat kuat. Dia telah mencapai Alam Mahasakti dan berhasil membuka empat segel tubuh manusia. Dengan kekuatan ini, di bumi, dia hampir tak tertandingi. Yamesa selalu berpikir bahwa di bumi, tempat seni bela diri sudah mulai memudar, dia bisa bertindak semaunya. Dia bahkan berambisi untuk merebut Negara Naga dan menjadi rajanya. Namun, ambisi itu hancur ketika dia bertemu seorang pemuda bernama Chandra. Hanya dengan satu serangan, Chandra menghancurkan Yamesa. Tulang di lengan Yamesa hancur berkeping-keping. Dia jatuh ke tanah dengan keras, mencoba bangkit dengan susah payah. Wajahnya dipenuhi ketakutan saat menatap Chandra. "Kamu ... kamu siapa sebenarnya?" Yamesa bertanya dengan suara bergetar. "Dari aliran mana asalmu? Bahkan di Alam Niskala, aku belum pernah mendengar tentangmu. Apa kamu juga berasal dari Alam Niskala?!" Sebagai pendekar hebat dari Alam Niskala, Yamesa telah bertemu dengan banyak talenta muda di sana. Jikapun dia belum bertemu la
Saat seorang murid dari Paviliun Pedang melancarkan serangannya dengan kekuatan penuh, kecepatannya begitu luar biasa hingga Paul dan yang lainnya hanya bisa tertegun, wajah mereka dipenuhi keterkejutan. Namun, di tengah situasi genting itu, Chandra mengangkat tangannya. Dengan dua jari, ia menjepit pedang panjang yang diarahkan padanya. Murid Paviliun Pedang itu terhenti. Ia baru saja melangkah ke Alam Mahasakti, mengerahkan seluruh kekuatannya. Tapi serangannya bahkan tidak membuat Chandra, pria berbaju hitam di depannya, mundur sedikit pun. Siapa sebenarnya orang ini? pikirnya, kebingungan. Ekspresi Chandra tetap datar. Ia menekan pedang itu dengan sedikit kekuatan. Krek! Pedang itu patah, dan dalam sekejap, energi dahsyat dari Chandra menghantam tubuh murid Paviliun Pedang, membuatnya terpental beberapa langkah ke belakang. "Apa-apaan ini?" Yamesa berseru, wajahnya penuh keterkejutan. Yamesa sangat mengenal kekuatan adik seperguruannya, seorang yang baru saja menembus A
Chandra merasakan sesuatu dari dalam istana. Seketika itu juga, amarahnya meluap. Dengan langkah berat penuh kemarahan, dia berjalan masuk ke dalam istana. Di pelataran luas di depan aula utama istana, tergeletak puluhan mayat di atas tanah. Semua mayat itu memiliki luka tusukan tepat di jantung, mati dalam satu serangan. Sementara itu, Paul, Maggie, Sandra, Arya, dan yang lainnya berdiri dengan ekspresi tegang, memandangi Yamesa beserta rombongannya. Yamesa, dengan tatapan penuh kesombongan, menatap ke arah Sandra. Mata hitam legamnya bergerak-gerak, memindai tubuh Sandra dari atas ke bawah. Dia tersenyum puas, melihat lekuk tubuh Sandra yang anggun dan wajahnya yang cantik. “Bagus sekali. Kamu jadi yang pertama,” ucap Yamesa sambil melangkah mendekat. Dia mengulurkan tangannya, mengangkat dagu Sandra. Sandra ingin melawan, tapi tubuhnya tak bisa bergerak. Titik-titik vitalnya telah ditutup rapat oleh Yamesa. “Bajingan! Apa yang ingin kau lakukan?” Sandra berteriak marah
Wajah mereka semua tampak penuh ketegangan. "Bagaimana, tidak ada yang mau bicara?" Pria yang memimpin, Yamesa, berkata dengan nada dingin, "Kalau tidak ada yang bicara, maka aku hanya punya satu pilihan: membunuh." Srett! Dia tiba-tiba menghunus pedangnya. Tidak ada yang bisa melihat gerakannya dengan jelas. Hanya ada kilatan cahaya pedang, dan seketika itu juga, para prajurit bersenjata yang berada di sekitarnya roboh dalam genangan darah. Semua tewas dengan satu tebasan. Melihat prajurit mereka dibantai, para petinggi Negara Naga dipenuhi amarah. Paul berbicara dengan suara dingin, "Jangan terlalu memandang rendah kami." Namun, seorang pria di belakang Yamesa tiba-tiba mengayunkan tangannya. Dengan tenaga besar yang menyapu udara, tubuh Paul ditarik paksa ke arahnya. Pria itu mencengkeram rambut Paul dan menampar wajahnya dengan keras. Wajah Paul yang gelap langsung memerah dengan bekas tamparan. Dalam hitungan detik, wajahnya bengkak, dan darah mengalir dari sudut
Waktu yang tersisa untuk bumi kini hanya tinggal enam tahun. Enam tahun lagi, kiamat akan datang. Saat ini, manusia di bumi sama sekali belum memiliki kemampuan untuk menghadapi akhir dunia. Satu Alam Niskala saja sudah membuat manusia di bumi berada di ambang keputusasaan. Jika segel itu terbuka, dunia-dunia lain seperti Alam Niskala akan menyatu dengan bumi, dan itulah saat yang benar-benar menjadi akhir bagi umat manusia. Apalagi, makhluk-makhluk Alam Niskala yang muncul sekarang hanyalah yang terlemah. Para makhluk terkuat tidak bisa melewati segel untuk muncul di bumi. “Hal yang paling mendesak sekarang adalah membereskan makhluk-makhluk Alam Niskala yang sudah muncul di bumi, demi memberi waktu bagi umat manusia untuk berkembang,” pikir Chandra dalam hati. Dia sudah memiliki rencana. Namun, untuk mewujudkan semua itu terasa seperti tugas yang mustahil. Satu Jayhan dan satu Jaymin saja sudah sangat merepotkan, belum lagi, berdasarkan informasi yang dia dapatkan, sekar
Tiga tahun telah berlalu, kini Chaca sudah berusia empat tahun. Chandra merasakan rindu pada putrinya. ia sadar, dirinya bukanlah seorang ayah yang baik. Memikirkan hal itu, Chandra hanya bisa menghela napas panjang. Tak lama kemudian, dia meninggalkan Gunung Langit. Chandra menuju kota terdekat dari Gunung Langit untuk membeli sebuah ponsel dan langsung masuk ke forum pesilat. Chandra mulai mencari tahu apa saja yang telah terjadi selama tiga tahun terakhir. Melalui pembahasan di forum, Chandra mengetahui bahwa tiga tahun lalu dia hampir saja berhasil membunuh Jayhan. Namun, Jayhan terlalu kuat. Meski Chandra telah menggunakan ilmu pamungkas hingga tubuhnya hancur dan jiwanya lenyap, dia tetap gagal membunuh Jayhan. Namun, perlawanan itu membuat Jayhan terluka parah. Setelah itu, Robi bersama anak buahnya berhasil menangkap Jayhan hidup-hidup. Meski Jayhan tidak dibunuh, dia dipenjarakan. Alasannya, Jayhan memiliki latar belakang yang sangat besar. Jika dia dibunuh sembara
Bagi seorang penjaga yang pernah mengalami Zaman Kegelapan, keadaan saat ini terasa seperti masa yang damai. Penjaga itu tidak menjelaskan dengan rinci seperti apa kondisi dunia luar sekarang. Namun, hal ini cukup membuat Chandra merasa lega. Jika penjaga tidak merasa perlu mengkhawatirkan keadaan di luar, berarti dunia luar masih relatif tenang. “Penjaga, bagaimana caranya agar aku bisa hidup kembali?” Chandra memandang penjaga itu dengan penuh harapan. Ia sangat ingin hidup kembali, ingin keluar dari tempat ini dengan tubuh yang baru. Penjaga itu melirik Chandra sejenak, lalu menggerakkan tangannya dengan santai. Seketika, Chandra merasakan tubuh jiwanya terangkat, seakan tidak terkendali, perlahan melayang ke arah tubuh di tanah. Di saat yang sama, tangan penjaga memunculkan simbol-simbol misterius. Ia mulai melafalkan mantra yang tidak dipahami Chandra. Satu per satu simbol itu masuk ke dalam tubuh Chandra yang terbaring. Sekitar lima menit berlalu. Chandra, yang terbar
Chandra terdiam sejenak, lalu berkata, “Apa ini tentang suku di dalam tempat penyegelan?” Penjaga menggeleng pelan. “Lupakan. Kalau aku jelaskan sekarang, kamu tidak akan mengerti. Nanti aku akan memberitahumu. Untuk sekarang, aku membawamu ke sini karena aku berniat menggunakan Teratai Iblis ini untuk membentuk kembali tubuhmu.” “Apa?” Chandra tertegun. Ia memandang bunga teratai yang mengeluarkan kabut hitam di depannya, lalu bertanya, “Menggunakan bunga ini untuk membentuk kembali tubuhku?” “Benar.” Penjaga itu mengangguk. “Bunga ini didapatkan dengan susah payah oleh leluhur Bumi. Bunga ini terkait dengan rencana besar yang luar biasa. Namun, aku belum bisa memberitahumu banyak sekarang. Terlalu banyak yang kukatakan hanya akan membebani pikiranmu. Yang bisa kukatakan adalah kamu mendapatkan peluang besar dan keberuntungan yang luar biasa.” Dia berbalik menatap Teratai Iblis. “Bunga ini dulu milik seorang ahli super yang kekuatannya melampaui bayanganmu. Jika aku menggunak
Tugas seorang prajurit adalah melindungi rakyat. Itulah tanggung jawab dan kewajiban yang telah terasah selama lebih dari sepuluh tahun Chandra menjalani kehidupan sebagai seorang pejuang. Jika semua orang hanya memilih mundur dan tidak ada yang berani maju, dunia ini akan hancur. “Ya,” Sang Penjaga mengangguk pelan. Dia setuju dengan apa yang dikatakan Chandra. Sejak zaman purba, berkat keberadaan orang-orang seperti itu lah, Bumi bisa tetap terjaga hingga sekarang. “Penjaga, apakah aku masih punya harapan untuk hidup?” Chandra, yang kini hanya berupa tubuh astral, memandang sang Penjaga dengan penuh harap. Dia tidak ingin mati. Masih banyak hal yang harus dia lakukan, masih banyak hal yang belum selesai. “Masih ada harapan,” ujar Penjaga dengan suara pelan. “Namun, dengan hidupmu yang baru nanti, tanggung jawabmu akan menjadi lebih besar, dan tekanan yang kau rasakan akan jauh lebih berat.” Chandra, tanpa ragu, berkata, “Aku siap menanggung semuanya.” Sang Penjaga melamb