Nova merasa tidak senang saat melihat Yura meremehkan Chandra, "Suamiku bukan sampah.""Bukan?" Yura tersenyum dan berkata, "Aku mendengar kalau dia adalah menantu laki-laki keluarga Kurniawan yang tidak memiliki pekerjaan, dan menghabiskan sepanjang harinya hanya menyapu lantai di rumah, memasak, bahkan perlu dinafkahi oleh keluarga Kurniawan. Sebelumnya, dia pun hanya mengendarai motor rongsokan ke Yorda Group untuk menjemputmu sepulang kerja. Ini benar-benar menjadi lelucon di Rivera.""Cukup? Atau aku akan mengabaikanmu," ujar Nova dengan raut wajah kesal."Iya, aku bercanda." Yura buru-buru meminta maaf.Setelah dia menyadari Nova sangat menyukai Chandra, sehingga agak sulit baginya untuk memisahkan Nova dan Chandra, dia langsung mengubah topik pembicaraan, "Kamu bisa pilih apa saja yang kamu suka, aku traktir. Terlebih kamu punya badan yang bagus dan muka yang cantik, apa pun yang kamu pakai bisa terlihat cantik."Muka Nova kembali senang. Dengan bantuan dari Yura, dia memilih se
"Hah?" Chandra mengerutkan keningnya.Yura berkata sambil tersenyum, "Jangan khawatir, aku janji bakal anterin Nova pulang dengan selamat."Chandra melihat Nova.Nova juga tidak tahu kenapa Yura begitu baik padanya, jangan-jangan karena pria bertopeng hantu itu?Dia juga ingin tahu lebih banyak tentang orang yang dia selamatkan sepuluh tahun lalu dan siapa yang menyelamatkannya dari Radika saat itu.Dia berpikir sejenak dan berkata, "Chan, kamu pulang dulu, aku mau belanja dengan Yura."Setelah Nova berkata seperti itu, Chandra juga tidak bersikeras untuk ikut, dia mengangguk dan berkata, "Ok, hati-hati, kalau ada apa-apa telepon saja."Yura pun menarik Nova pergi.Saat pergi, dia sedikit tersenyum pada Chandra dan melambaikan tangannya.Chandra juga tidak terlalu khawatir Nova pergi dengan Yura, karena mereka pasti akan baik-baik saja.Setelah dia berjalan keluar dari toko pakaian dan menyaksikan Nova masuk ke mobil sport Yura, dia baru pergi dengan motor rongsokan di sampingnya. Tapi
Setelah mengetahui ada beberapa mafia yang terlibat selain Empat Keluarga Besar untuk menghancurkan keluarga Atmaja sepuluh tahun yang lalu, wajah Chandra menjadi sangat seram.Paul segera menghubungi Kepala Setan dan karena status sosialnya yang menakutkan, tidak butuh waktu lama, dia sudah selesai mengatur hal ini."Kak Chandra, sudah diatur. Malam ini, kita akan bertemu di bengkel Volkswagen di pinggiran kota.""Ok." Chandra mengangguk."Kak Chandra, informasi dari Kepala Setan harganya sangat mahal. Apa kita harus menyiapkan uang, atau ...?"Chandra melirik Paul dan bertanya, "Paul, sudah berapa lama kamu mengikutiku?"Paul berkata, "Jika dihitung, sudah delapan tahun.""Ya, sudah delapan tahun dan kamu masih nggak tahu aku itu gimana? Apa aku perlu mengeluarkan uang hanya untuk seorang bos kecil?""Ya, Kak Chandra benar."Chandra yakin malam ini akan pulang terlambat, karena dia melihat waktu sekarang pukul tujuh lewat dan perjalanan dari sini ke sana butuh waktu lebih dari satu j
Paul tersenyum dan berkata, "Nggak peduli seberapa hebat dia, pasti nggak mungkin bisa lebih hebat dari Kak Chandra sekarang.""Sudah, berhenti menyanjung dan siapkan mobil sekarang, kita pergi menemui Kepala Setan itu, aku ingin melihat seberapa banyak dia tahu tentang keluarga Atmaja sepuluh tahun yang lalu.""Baik."Paul segera pergi ke tempat parkir terdekat dan tidak butuh waktu yang lama, datanglah sebuah mobil hitam.Paul menyetir membawa Chandra dan Mawar bergegas menuju bengkel Volkswagen di pinggiran kota.Paul yang melihat masih ada waktu, mengemudi dengan lambat.Ketika mereka sampai di bengkel Volkswagen di pinggiran kota, waktu sudah menunjukkan hampir pukul sembilan.Di luar sebuah bengkel besar, terparkir sebuah mobil hitam.Paul yang berada di kursi pengemudi menunjuk ke bengkel di depannya dan berkata, "Kak Chandra, ini adalah markas besar Kepala Setan. Dari luar tempat ini terlihat seperti bengkel, tapi sebenarnya ada pasukan bersenjata lengkap di dalamnya."Dengan w
Ruang rahasia bawah tanah ini tidak terlalu besar, ukurannya kurang lebih hanya 50 meter persegi, di sisi kanan dan kiri terdapat tembok batu, sedangkan sisi depan dan belakangnya adalah pintu besi.Pintu besi di depan terkunci dan terdapat sebuah tirai hitam, sehingga pemandangan di balik pintu besi tidak dapat terlihat.Melihat gerbang besi itu terkunci, Mawar menatap Chandra, "Kak Chandra, ini ...?"Chandra berkata, "Tidak apa-apa, tunggu saja."Dia yang pernah melewati lautan api, tidak khawatir ketika melihat hal seperti ini.Chandra terlihat sangat tenang, tapi Mawar sangatlah gugup.Meskipun dia juga orang jahat, dia hanyalah seorang perampok makam dan tidak pernah berurusan dengan orang-orang besar seperti ini."Kak Chandra, Kak Paul, apa akan terjadi sesuatu di sini?" Butir-butir keringat muncul di wajahnya yang cantik, ketika dia datang, dia melihat tempat ini dijaga sangat ketat oleh setidaknya seratus tentara bayaran bersenjata lengkap.Paul menghibur dan berkata, "Tidak ap
Di dalam ruangan tampak seorang lelaki paruh baya sedang duduk di atas sofa.Si lelaki kelihatannya berumur 40 tahun. Perawakannya agak gemuk, dia mengenakan singlet dengan tato di lengannya. Dia terlihat sedang sibuk memainkan kacang kenari di tangannya.“Ayo.”Prajurit bayaran di belakang menodong senjata di kepala Chandra dan yang lainnya.Chandra dan kedua orang lainnya berjalan ke sana.“Duduk.”Si lelaki berpakaian singlet hitam memainkan kacang kenari, lalu menunjuk ke sisi sofa.Chandra melirik si lelaki sekilas, terpaksa menuruti kehendaknya untuk duduk. Paul dan Mawar juga duduk di samping Chandra.Mereka memang sudah duduk, tapi prajurit bayaran tidak meninggalkan mereka, malah terus menodong senjata ke kepala mereka.Chandra bertanya dengan nada santai, “Apa kamu yang namanya Filbert, si Kepala Setan yang legendaris itu?”Si lelaki tidak berbicara. Dia menatap seorang lelaki yang mengenakan sarung kepala berwarna hitam.Orang itu langsung mengerti, dan langsung mengangkat t
Chandra duduk di sofa dengan menyilangkan kakinya sambil menyalakan sebatang rokok. Bau asap seketika menyebar di dalam ruangan.Di seberang sana, si lelaki dengan singlet hitam memasang wajah muram, dan berkata, “Aku bilang sekali lagi, transfer dulu kalau kamu mau informasi.”“Sudahlah, aku nggak jadi beli. Aku takut kena tipu,” balas Chandra sambil melambaikan tangannya dan berdiri. Begitu Chandra berdiri, Paul dan Mawar Hitam juga ikut berdiri.Si lelaki dengan singlet hitam langsung meluapkan emosinya. “Kamu kira tempat apa ini, bisa pergi dan datang sesukamu?”Chandra tersenyum dan berkata, “Mau transaksi boleh, panggil bosmu kemari. Sepertinya ini tergolong transaksi besar, suruh dia keluar.”Si lelaki dengan singlet hitam terbengong sejenak, lalu tersenyum. “Maksudmu, aku bukan Kepala Setan?”Tiba-tiba Chandra menunjuk kamera CCTV di pojok ruangan. “Bosmu sedang memantauku dari kamera CCTV. Filbert memang sangat pintar, dia sangat berwaspada dalam melakukan sesuatu. Tapi dia ma
Belum sempat si lelaki bersinglet hitam menembak, pergelangan tangannya ditembak, dan dia pun kesakitan hingga pistol di tangannya pun terjatuh.Chandra langsung bergelinding di atas meja, muncul di hadapan lelaki bersinglet putih. Dia menendangnya, lalu memungut pistol di atas lantai.Semuanya terjadi dengan sangat cepat. Filbert bahkan tidak sempat merespons, dan bawahannya sudah ditendang hingga melayang. Seketika sebuah pistol langsung ditodong di atas keningnya.Setelah mendengar keributan di dalam ruangan, para prajurit bayaran langsung kembali ke ruangan. Mereka semua mengarahkan senjata ke sisi Chandra.Meski ada pistol di depan kening Filbert, dia juga tidak terlihat panik. Dia masih bisa berbicara dengan santai, “Apa kamu tahu kamu lagi di mana? Meski kamu bunuh aku, apa kamu kira kamu bisa keluar dari sini?”“Dua puluh ribu. Jual atau nggak?”Chandra masih menodong pistol di kening Filbert. Dia tersenyum sambil berkata, “Lebih baik kamu suruh bawahanmu keluar. Kalau nggak, n
Chandra merasakan sesuatu dari dalam istana. Seketika itu juga, amarahnya meluap. Dengan langkah berat penuh kemarahan, dia berjalan masuk ke dalam istana. Di pelataran luas di depan aula utama istana, tergeletak puluhan mayat di atas tanah. Semua mayat itu memiliki luka tusukan tepat di jantung, mati dalam satu serangan. Sementara itu, Paul, Maggie, Sandra, Arya, dan yang lainnya berdiri dengan ekspresi tegang, memandangi Yamesa beserta rombongannya. Yamesa, dengan tatapan penuh kesombongan, menatap ke arah Sandra. Mata hitam legamnya bergerak-gerak, memindai tubuh Sandra dari atas ke bawah. Dia tersenyum puas, melihat lekuk tubuh Sandra yang anggun dan wajahnya yang cantik. “Bagus sekali. Kamu jadi yang pertama,” ucap Yamesa sambil melangkah mendekat. Dia mengulurkan tangannya, mengangkat dagu Sandra. Sandra ingin melawan, tapi tubuhnya tak bisa bergerak. Titik-titik vitalnya telah ditutup rapat oleh Yamesa. “Bajingan! Apa yang ingin kau lakukan?” Sandra berteriak marah
Wajah mereka semua tampak penuh ketegangan. "Bagaimana, tidak ada yang mau bicara?" Pria yang memimpin, Yamesa, berkata dengan nada dingin, "Kalau tidak ada yang bicara, maka aku hanya punya satu pilihan: membunuh." Srett! Dia tiba-tiba menghunus pedangnya. Tidak ada yang bisa melihat gerakannya dengan jelas. Hanya ada kilatan cahaya pedang, dan seketika itu juga, para prajurit bersenjata yang berada di sekitarnya roboh dalam genangan darah. Semua tewas dengan satu tebasan. Melihat prajurit mereka dibantai, para petinggi Negara Naga dipenuhi amarah. Paul berbicara dengan suara dingin, "Jangan terlalu memandang rendah kami." Namun, seorang pria di belakang Yamesa tiba-tiba mengayunkan tangannya. Dengan tenaga besar yang menyapu udara, tubuh Paul ditarik paksa ke arahnya. Pria itu mencengkeram rambut Paul dan menampar wajahnya dengan keras. Wajah Paul yang gelap langsung memerah dengan bekas tamparan. Dalam hitungan detik, wajahnya bengkak, dan darah mengalir dari sudut
Waktu yang tersisa untuk bumi kini hanya tinggal enam tahun. Enam tahun lagi, kiamat akan datang. Saat ini, manusia di bumi sama sekali belum memiliki kemampuan untuk menghadapi akhir dunia. Satu Alam Niskala saja sudah membuat manusia di bumi berada di ambang keputusasaan. Jika segel itu terbuka, dunia-dunia lain seperti Alam Niskala akan menyatu dengan bumi, dan itulah saat yang benar-benar menjadi akhir bagi umat manusia. Apalagi, makhluk-makhluk Alam Niskala yang muncul sekarang hanyalah yang terlemah. Para makhluk terkuat tidak bisa melewati segel untuk muncul di bumi. “Hal yang paling mendesak sekarang adalah membereskan makhluk-makhluk Alam Niskala yang sudah muncul di bumi, demi memberi waktu bagi umat manusia untuk berkembang,” pikir Chandra dalam hati. Dia sudah memiliki rencana. Namun, untuk mewujudkan semua itu terasa seperti tugas yang mustahil. Satu Jayhan dan satu Jaymin saja sudah sangat merepotkan, belum lagi, berdasarkan informasi yang dia dapatkan, sekar
Tiga tahun telah berlalu, kini Chaca sudah berusia empat tahun. Chandra merasakan rindu pada putrinya. ia sadar, dirinya bukanlah seorang ayah yang baik. Memikirkan hal itu, Chandra hanya bisa menghela napas panjang. Tak lama kemudian, dia meninggalkan Gunung Langit. Chandra menuju kota terdekat dari Gunung Langit untuk membeli sebuah ponsel dan langsung masuk ke forum pesilat. Chandra mulai mencari tahu apa saja yang telah terjadi selama tiga tahun terakhir. Melalui pembahasan di forum, Chandra mengetahui bahwa tiga tahun lalu dia hampir saja berhasil membunuh Jayhan. Namun, Jayhan terlalu kuat. Meski Chandra telah menggunakan ilmu pamungkas hingga tubuhnya hancur dan jiwanya lenyap, dia tetap gagal membunuh Jayhan. Namun, perlawanan itu membuat Jayhan terluka parah. Setelah itu, Robi bersama anak buahnya berhasil menangkap Jayhan hidup-hidup. Meski Jayhan tidak dibunuh, dia dipenjarakan. Alasannya, Jayhan memiliki latar belakang yang sangat besar. Jika dia dibunuh sembara
Bagi seorang penjaga yang pernah mengalami Zaman Kegelapan, keadaan saat ini terasa seperti masa yang damai. Penjaga itu tidak menjelaskan dengan rinci seperti apa kondisi dunia luar sekarang. Namun, hal ini cukup membuat Chandra merasa lega. Jika penjaga tidak merasa perlu mengkhawatirkan keadaan di luar, berarti dunia luar masih relatif tenang. “Penjaga, bagaimana caranya agar aku bisa hidup kembali?” Chandra memandang penjaga itu dengan penuh harapan. Ia sangat ingin hidup kembali, ingin keluar dari tempat ini dengan tubuh yang baru. Penjaga itu melirik Chandra sejenak, lalu menggerakkan tangannya dengan santai. Seketika, Chandra merasakan tubuh jiwanya terangkat, seakan tidak terkendali, perlahan melayang ke arah tubuh di tanah. Di saat yang sama, tangan penjaga memunculkan simbol-simbol misterius. Ia mulai melafalkan mantra yang tidak dipahami Chandra. Satu per satu simbol itu masuk ke dalam tubuh Chandra yang terbaring. Sekitar lima menit berlalu. Chandra, yang terbar
Chandra terdiam sejenak, lalu berkata, “Apa ini tentang suku di dalam tempat penyegelan?” Penjaga menggeleng pelan. “Lupakan. Kalau aku jelaskan sekarang, kamu tidak akan mengerti. Nanti aku akan memberitahumu. Untuk sekarang, aku membawamu ke sini karena aku berniat menggunakan Teratai Iblis ini untuk membentuk kembali tubuhmu.” “Apa?” Chandra tertegun. Ia memandang bunga teratai yang mengeluarkan kabut hitam di depannya, lalu bertanya, “Menggunakan bunga ini untuk membentuk kembali tubuhku?” “Benar.” Penjaga itu mengangguk. “Bunga ini didapatkan dengan susah payah oleh leluhur Bumi. Bunga ini terkait dengan rencana besar yang luar biasa. Namun, aku belum bisa memberitahumu banyak sekarang. Terlalu banyak yang kukatakan hanya akan membebani pikiranmu. Yang bisa kukatakan adalah kamu mendapatkan peluang besar dan keberuntungan yang luar biasa.” Dia berbalik menatap Teratai Iblis. “Bunga ini dulu milik seorang ahli super yang kekuatannya melampaui bayanganmu. Jika aku menggunak
Tugas seorang prajurit adalah melindungi rakyat. Itulah tanggung jawab dan kewajiban yang telah terasah selama lebih dari sepuluh tahun Chandra menjalani kehidupan sebagai seorang pejuang. Jika semua orang hanya memilih mundur dan tidak ada yang berani maju, dunia ini akan hancur. “Ya,” Sang Penjaga mengangguk pelan. Dia setuju dengan apa yang dikatakan Chandra. Sejak zaman purba, berkat keberadaan orang-orang seperti itu lah, Bumi bisa tetap terjaga hingga sekarang. “Penjaga, apakah aku masih punya harapan untuk hidup?” Chandra, yang kini hanya berupa tubuh astral, memandang sang Penjaga dengan penuh harap. Dia tidak ingin mati. Masih banyak hal yang harus dia lakukan, masih banyak hal yang belum selesai. “Masih ada harapan,” ujar Penjaga dengan suara pelan. “Namun, dengan hidupmu yang baru nanti, tanggung jawabmu akan menjadi lebih besar, dan tekanan yang kau rasakan akan jauh lebih berat.” Chandra, tanpa ragu, berkata, “Aku siap menanggung semuanya.” Sang Penjaga melamb
Orang itu adalah Penjaga Pustaka Agung. Dia menyaksikan kondisi Istana Bunga yang kini telah menjadi puing-puing. Pada wajahnya yang samar dan tak nyata, tersirat sebuah ekspresi penuh keikhlasan bercampur pilu. “Demi bangsa dan rakyat, dengan semangat leluhur bumi, dunia ini membutuhkan orang-orang seperti dirimu. Jika semua orang hanya memikirkan keselamatan dirinya, bumi ini tak akan disegel di masa lalu, tetapi benar-benar lenyap,” gumam sang Penjaga dengan suara pelan yang hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri. “Tiga jiwa, tujuh roh, berkumpullah.” Tangannya yang samar mulai bergerak, menciptakan formasi tanda yang misterius. Seketika, sebuah kekuatan tak kasat mata terpancar dari tangannya, menyebar ke seluruh penjuru bumi hingga mencapai area Istana Bunga. Di tengah puing-puing itu, titik-titik cahaya putih perlahan berkumpul di udara, membentuk sebuah bayangan yang tak nyata. Bayangan itu melesat cepat, meninggalkan area tersebut, bergerak menuju arah Gunung Langi
Gunung tempat Istana Bunga berdiri hancur dalam sekejap, lenyap menjadi abu. Puluhan kilometer di sekitarnya berubah menjadi puing-puing tanpa ada tanda-tanda kehidupan yang tersisa. “Apakah Chandra sudah mati?”“Apakah dia menggunakan teknik pamungkas untuk membasmi musuh?” Bisikan penuh kebingungan terdengar di antara orang-orang yang selamat. Setelah keadaan mulai tenang, para pesilat yang sebelumnya melarikan diri kembali ke lokasi, berharap menemukan Chandra di tengah reruntuhan. Di antara puing-puing, terdengar suara batu yang bergerak. Sosok seorang pria yang bersimbah darah perlahan bangkit. Dia duduk di atas batu besar, terengah-engah sambil memegangi luka-lukanya. “Sialan! Hampir saja aku mati karenanya,” gumam Jayhan dengan nada berat. Wajahnya muram. Jayhan tidak pernah menyangka Chandra akan menyerangnya tiba-tiba. Jarak yang terlalu dekat dan kurangnya kewaspadaan membuatnya terkena serangan langsung. Meski kekuatan Jayhan luar biasa, serangan itu hampir mere