Beranda / Pernikahan / Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku / Bab 2: Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku

Share

Bab 2: Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku

Penulis: Bemine
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-20 12:56:50

“Bang Fuad?”

Aku memanggil nama suamiku setelah melihat isi pesan yang masuk ke gawainya. Tidak ingin asal menuduh, pesan berikutnya kukirimkan lagi. Langsung gawai Bang Fuad berdenting kembali.

“Astagfirullah, kenapa pesan dariku masuk ke gawai ini?” Aku berlirih begitu pelan karena tidak ingin membuat keributan lebih dulu.

Bang Fuad, bagaimana bisa pesan-pesan yang dikirimkan oleh Ida untuk selingkuhannya masuk ke gawainya? Ada apa sebenarnya?

Pelan-pelan, aku mencoba mengambil gawai Bang Fuad. Jemariku mendadak gemetar dan berkeringat dingin hingga tidak mampu menopang benda pipih itu.

Pluk! Gawai Bang Fuad jatuh ke lantai. Untung saja tidak terlalu keras bunyinya berkat karpet busa yang aku gelar di atas keramik.

Kuupayakan sekali lagi sisa tenaga. Ada misteri yang selama ini tersembunyi dengan rapi dan tidak pernah kuketahui sama sekali.

“Apa hubungan kalian di belakangku, Bang?” rintihku sembari berjongkok.

Aku mencoba membuka pesan tersebut. Layar Bang Fuad meminta kode sandi seperti biasa.

Tanggal pernikahan kami adalah sandi yang dulu diatur Bang Fuad dan diberitahu padaku. Usai aku memasukkan enam digit angka tersebut, layar Bang Fuad menunjukkan penolakan.

“Ti-tidak mungkin!” rintihku lagi. Bang Fuad sudah mengganti kata sandi tanpa memberitahuku. Padahal, selama ini kukira tidak ada rahasia di antara kami berdua.

Kami adalah pasangan baru yang belum lama ini menikah. Seharusnya masih manis-manisnya mengingat urusan ranjang kami juga cukup hangat dan membara.

Berbagai kombinasi sandi kucoba sampai layar gawai Bang Fuad menolak memberikan akses. Jika terus kulanjutkan, aku khawatir benda ini akan terblokir dan Bang Fuad marah padaku.

“Dek?”

Aku terperanjat mendengar suara Bang Fuad. Dia muncul dari kamar mandi dengan menggunakan handuk sepinggang. Alhasil, tubuh atletisnya terpampang nyata di depan mata. Lengan Bang Fuad sedikit belang karena terus bekerja di bawah terik matahari, sedangkan tubuh lainnya cukup putih dan bersih.

Tidak bisa kubayangkan andai Bang Fuad benar-benar punya hubungan dengan wanita lain di belakangku. Tidak bisa kuterima andai ada wanita lain yang telah menatap tubuh indahnya itu.

“Bang?” Aku memanggil namanya dengan suara yang menggema. Gawai Bang Fuad kusembunyikan di belakang punggung agar tidak ketahuan olehnya.

Selama ini, Bang Fuad sangat menjunjung tinggi privasi. Dia tidak mengusikku, karena itulah aku juga tidak berani kuusik.

Namun, bagaimana jika semua itu hanyalah cara agar dirinya bisa dengan bebas mengguncang hati wanita lain tanpa sepengetahuanku?

“Kenapa, Dek?” tanyanya lagi.

Bang Fuad mengibaskan rambut pendeknya yang basah. Lalu, dia mematut diri di cermin riasku. Terlihat sekali jika Bang Fuad begitu memuja paras dan tubuhnya yang indah itu. Hal yang selama ini kuanggap wajar, tapi bagaimana jika ternyata itu adalah salah satu bukti bahwa Bang Fuad hanya mencintai dirinya sendiri?

“Mandilah, sebentar lagi magrib,” ingatnya lagi.

Aku tergagap saat menjawab pertanyaannya. Setelahnya, dengan membelakangi Bang Fuad, benda pipih itu kuletakkan kembali di atas ranjang, tepat di bawah rompinya yang bau keringat.

“Baik, Abang. A-aku mandi dulu.”

Syukurnya Bang Fuad tidak terlihat curiga dengan gelagatku. Sebab itulah, aku bisa masuk ke kamar mandi dengan mudahnya menggantikan dia.

Meski, sebenarnya hatiku masih tertinggal di dalam gawai Bang Fuad. Akhirnya, di dalam kamar mandi mungil yang hanya cukup untuk satu orang ini, aku memutuskan untuk membuka satu per satu pesan yang dikirimkan oleh Ida seharian.

Buruknya lagi, Ida sudah menghapus lebih dari setengah isi chat mereka. Ida menyisakan pesan-pesan di saat terakhir sebelum dia harus mengembalikan gawai itu.

“Ya Allah, ada apa sebenarnya?” Aku tidak sadar mengucap nama Allah saat di kamar mandi.

Panik, bingung, bimbang dan gelisah membuat tubuhku gemetar, panas dan dingin tidak karuan. Selama menikahinya, aku percaya jika Bang Fuad tidak akan macam-macam. Dia pria dewasa yang setia dan bisa memberiku kehidupan bahagia.

Memang, kami selalu hidup dalam kesederhanaan. Serba pas-pasan dan tidak pernah berlebihan. Walau demikian, aku percaya jika Bang Fuad juga bahagia bersamaku.

[Kangennnn buanget, Beb.]

[Sama, aku jg. Lagian, apa km enggak bisa pakai hp sendiri, Beb?]

Hanya tersisa chat tidak penting, selain tujuh chat lain yang isinya kubuka sesaat lalu. Hatiku berkejaran membaca pesan-pesan itu.

[Sorry, Beb. Aq enggk bisa.]

[Ya sudah sih, intinya km baik2 ya di sna? Aku rindu sama km Beb.]

[Aku lebih-lbh rindu. Kpn kita staycation lg? Yang lm tapi.]

Kuelus dada, rupanya Ida dan pria itu sudah pernah jalan-jalan bersama. Bahkan, mereka berencana untuk pergi kembali, tapi lebih lama.

Kalau sudah begitu, berarti ....

[Tnng sja, nanti aku bawa km ke tempat keren2.]

[Ok beb, aku hrs pmit, hapenya mau kukasih balik.]

Obrolan mereka berdua berhenti di situ. Barulah setelahnya aku ambil bagian dengan mengirim pesan balasan sebelum fakta itu kutemukan.

Sekarang, apa yang harus aku lakukan? Nomor tanpa nama dan tanpa foto profil ini milik siapa sebenarnya? Benarkah Bang Fuad yang bermain api dengan Ida- sahabat baikku sendiri?

Aku mencoba untuk menghubungi nomor tersebut melalui aplikasi pesan. Meski tanganku gemetaran saat menunggu jawaban, tetap saja aku berusaha memberanikan diri. Demi menutupi semua itu, beberapa kali aku mengguyur air ke lantai kamar mandi dan menyalakan keran.

Tidak ada jawaban apa pun dari nomor tersebut. Aku bernapas setelah cukup merasa sesak.

“Dek, masih lama? Sudah azan magrib.”

Bang Fuad mengetuk pintu kamar mandi. Untungnya jantungku tidak copot dengan mudah.

“Ma-masih, Bang. Sebentar, ya? Sambilan luluran juga.”

“Wah, bagus! Yang wangi, Yank.”

 Aku mengiyakan mau Bang Fuad hanya agar pria itu lekas pergi dari depan pintu. Lalu, sisa dari pikiranku berkelana akan permintaannya untuk malam ini. Setelah aku menemukan fakta itu, bagaimana lagi harus kulayani Bang Fuad? Bisakah aku tetap ikhlas?

Tiga puluh menit di kamar mandi, aku keluar dengan selembar handuk panjang. Sorot mata terus mengitari seisi rumah yang mungil ini.

Bang Fuad tidak terlihat batang hidungnya. Pintu kamar kami dibiarkan terbuka, dan pintu utama terkunci rapat. Dia keluar ... tiba-tiba tanpa memberitahuku.

Aku berusaha mengintip dari balik jendela. Benar saja, motor Bang Fuad tidak ada di depan rumah.

Kualihkan langkah ke dalam kamar, mungkin Bang Fuad meninggalkan gawainya di tempat yang sama. Setidaknya, aku bisa memastikan kembali kenapa pesan-pesan yang kukirimkan mewakili Ida masuk ke gawainya.

“Tidak ada!” Aku berseru. Seprei, bantal dan rompi Bang Fuad aku acak-acak sembarangan. Pria itu tidak meninggalkan gawainya seperti harapanku.

Tidak kehabisan akal, aku memilih untuk menghubungi nomor itu lagi. Mungkin saja ada sesuatu yang tidak

Bab terkait

  • Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku   Bab 3: Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku

    “Pinjam hape, Beb?” Ida muncul ke kubikelku.Jemarinya yang lentik, putih dan mulus itu mengulur, memperlihatkan kukunya yang dikutek bening mengkilap cantik. Ditambah lagi aroma harum dari parfum mahal yang selalu dipakai olehnya menembus hidung dan melekat di baju.“Pinjem, ya?” ulangnya.Aku masih diam dengan memandangi telapak tangan halus itu. Bagaimana hidup seorang Ida hingga punya tangan sebagus ini? Sedangkan tangan dan kukuku seperti habis mencakar tanah.Terlalu banyak noda, baret dan bentuknya yang tidak cantik. Bekas luka percikan minyak pun ada yang masih basah, belum sepenuhnya mengering, meninggalkan bekas kehitaman di punggung tangan.Dunia kami ... terlampau jauh. Saat Ida memakai parfum jutaan, aku hanya mampu membeli yang puluhan ribu di pasar.“Beb? Halllooo!” desaknya.Aku menggelengkan kepala. Sekelebat ingatan akan apa yang kutemukan di gawai Bang Fuad mengganggu tenang.Antara Ida dan suamiku, apa yang sebenarnya telah terjadi? Benarkah mereka telah merusak ci

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-20
  • Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku   Bab 4: Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku

    Wajah Bang Fuad berubah kala kuutarakan keinginan hati untuk pergi bersamanya. Besok weekend, dan aku bisa ikut untuk menemani Bang Fuad, sekaligus jalan-jalan jika memang diizinkan.“Aku ikut, ya? Weekend juga kan, Bang,” harapku seraya membaca setiap ekspresi di wajahnya.Hatiku dag dig dug, tidak tahan melihat betapa ragunya Bang Fuad atas permintaanku barusan. Seolah sedang berpikir, Bang Fuad menghela napas dan membalik badan. Pria itu memilih memunggungiku, hingga guratan gelisahnya itu tidak lagi bisa terbaca.Jangan ditanya bagaimana remuknya hatiku menemukan sikap Bang Fuad ini. Seolah segalanya yang aku takutkan telah menemukan jawabannya.“Bang, kenapa hanya diam?” tanyaku kembali.Perasaanku jadi tidak karuan. Bayang-bayang Bang Fuad menolak sudah tercipta di pelupuk mata, hanya tinggal realisasinya saja.Sebab itulah, aku memilih untuk mundur. Kubuka jarak dengan pria yang kupercayakan hidup di tangannya itu.Pernikahan indah, rumah tangga bahagia dan sejahtera, anak-anak

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-20
  • Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku   Bab 5: Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku

    Sesuai dengan kesepakatan, Bang Fuad memboyong diriku ke Lhokseumawe. Kami berangkat dengan menumpang bus dari Terminal Batoh di Banda Aceh menuju Terminal Lhokseumawe.Perjalanan kami hanya kurang dari enam jam sampai tiba di kota itu. Kami turun di Terminal Lhokseumawe saat malam mulai memudar, dan langit kebiruan di ufuk.Sejenak, aku berdiri di dekat bus antar provinsi yang mengantarkan kami. Kemudian, menarik napas sedalam dan sepanjang mungkin.“Ya Allah, akhirnya bisa jalan-jalan juga,” lirihku.Meski sebenarnya tujuanku mengekor Bang Fuad adalah untuk menjauhkannya dari Ida; andai memang mereka berdusta. Kini, aku merasa datang hanya untuk menikmati bulan madu yang indah bersama pria itu.“Cepat, Yu!” Tiba-tiba Bang Fuad berseru dengan tegasnya padaku.Dia menyampirkan tas kecil yang dibawanya dari Banda Aceh, lalu berjalan dalam langkah besar tanpa berniat membantuku. Buruknya, aku datang dengan persiapan yang terlalu matang hingga harus menggerek satu buah koper berukuran s

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-20
  • Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku   Bab 6: Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku

    “Kota seindah dan sesyahdu ini malah menjadi saksi dari perlakuan buruk yang diberikan Bang Fuad padaku,” lirihku sembari memandangi sebuah masjid yang terletak jauh lebih tinggi dari jalanan.Masjid megah itu berukir indah, warna dindingnya kecoklatan dengan garis-garis lebih gelap. Ada beberapa orang yang lalu-lalang keluar masuk. Mereka terlihat seperti sebuah keluarga yang baru saja pulang dari satu tempat dan mampir untuk salat magrib.Aku menghela napas sedalam mungkin, sebab kini kedua mataku memerah akibat amarah. Terdudukku sendirian di seberang masjid itu, memegang sebuah botol dari salah satu franchise di belakang sana.Bang Fuad belum ada kabarnya. Dia meninggalkanku entah sudah berapa jam sendirian di kota ini.“Astagfirullah, Ya Allah!” lirihku.Helaan napas selanjutnya jauh lebih kuat dan dalam. Kupeluk tas yang menemani perjalanan ini seerat mungkin, sebab langit terus menggelap di pucuk sana, dan tidak ada yang berubah selain jalan yang jadi lebih sepi.“Harus ke mana

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-18
  • Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku   Bab 7: Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku

    “Check in, Kak!” Aku bertutur pada seorang gadis muda dengan jilbab yang melilit leher. Sepertinya dia baru saja meluruskan kedua kakinya di atas sebuah kurs dan terpaksa harus berdiri.Wajahnya terlihat lelah, tapi ekspresi ramahnya tidak berubah. Dia mengurai senyum ke arahku, lalu mencondongkan tubuhnya untuk menyambut diriku yang datang dengan sebuah koper berukuran sedang saat jam sudah menyentuh angka delapan malam.Keputusan aneh yang tiba-tiba aku ambil karena sakit hati dengan Bang Fuad ini akan menggerogoti isi dompet. Bisakah aku berpura-pura kaya hanya untuk satu hari ini saja?“Baik, Bu. Cari kamar yang seperti apa, Bu?” balasnya dengan suara yang renyah.Dia memperlakukanku dengan sangat baik. Meski aku yakin ada lelah yang berusaha ditutupinya di balik senyumnya itu.“Saya sendiri, double bed saja, biar nyaman.” Aku beru

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-19
  • Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku   Bab 8: Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku

    “Meng-meng ....”“Kita memang tidak pernah bertemu lagi setelah pernikahan kalian, tapi seharusnya kamu tidak melupakan wajahku semudah itu!” protesnya lagi.Pria itu mengambil posisi nyaman, dia meraih cangkir berukuran sangat kecil di depannya, lalu menyentuh bibir cangkir dan menyesap kopi pahit di dalamnya. Setelahnya, jemari pria itu begitu santun saat meletakkan kembali cangkir.“A-aku belum ....”“Tidak masalah kalau tidak ingat. Aku paham, lagi pula bukan keharusan untuk mengingat semua orang yang kamu temui.”“Baiklah. Terima kasih.” Lega meski sebenarnya ada rasa bersalah yang tertinggal.“Sama-sama, Ayu!” sahutnya kembali.Tiba-tiba pria yang mengaku sebagai suami Ida berhenti memanggilku dengan sebutan ‘kak’. Dia mengubah cara bicaranya padaku

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-20
  • Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku   Bab 9: Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku

    Jam 15.15 siang aku tiba di perumahan Baet setelah berangkat dari terminal Lhokseumawe. Rasa lelah di perjalanan serta kecewa pada Bang Fuad tidak lagi menjadi penghalang untukku pulang.Menumpang sebuah taksi online, aku turun di depan halaman rumah sendirian. Tidak ada kabar dari Bang Fuad, apa lagi kehadiran dirinya seperti saat kami berangkat kemarin.“Ini Pak, dua puluh ribu, ya?” ujarku setelah melongok dari luar jendela mobil.Pria yang baru saja mengantarkanku itu menganggukkan kepala. Dia menerima uang yang aku sodorkan lalu menyimpannya di sebuah kotak kecil di sisinya.“Terima kasih, Kak. Duluan?”“Iya, Pak. Silakan.”Kami berpisah setelah aku menggerek koper agak menjauh dari body mobil, membuka jalan untuk pria berkepala plontos pergi dari perumahan ini setelah tugasnya beres.Aku menarik n

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-21
  • Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku   Bab 10: Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku

    Aku menyibak tirai jendela di ruangan kecil yang selalu kusebut sebagai ruang tamu saat pagi menjelang. Kemudian, membereskan sedikit demi sedikit bungkusan makanan dan beberapa barang yang berhamburan di atas karpet.Ini masih pagi, baru jam tujuh pagi tepatnya. Matahari menyingsing lembut dan langit berwarna cerah. Tidak banyak awan atau kabut, tidak ada angin yang berembus, segalanya tenang dan terang.Kulanjutkan sisa pekerjaan dengan beranjak ke dapur. Di sana ada beberapa piring dan gelas kotor, serta beberapa pakaian bekas pakai yang aku bawa ke Lhokseumawe.Dengan memakai piyama rumah yang sudah pudar warnanya, aku mengerjakan semuanya satu per satu seperti biasa. Tidak pernah mengeluh, tidak juga bersedih.Namun, semua ketenangan itu buyar saat kudengar langkah kaki dari arah depan. Derap keras dan cepat yang selama ini telah menjadi irama di dalam lubuk hati terdalam.M

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-22

Bab terbaru

  • Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku   (TAMAT) Bab 51: Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku

    Bab 51: Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku “Ini Sayang, dimakan dulu es krimnya,” pintaku pada Aisya yang duduk dengan tenang. Dia mengayun-ayunkan kaki kecilnya yang menggantung dari kursi. Wajahnya masih bengkak akibat menangis, namun binar bahagia melihat semangkuk es krim di depannya tidak dapat disembunyikan. Aku juga mendorong semangkuk es krim lain untuk Ida. Perempuan itu menyukai rasa Chocomint sejak dulu, saat kusodorkan rasa yang sama wajah Ida sedikit terkejut. “Wah, apa ini?” ucapnya. Usai mendudukkan tubuh di kursi yang berlawanan dengan Ida, aku mencebik. “Apa lagi, kamu kan suka es krim rasa itu.” “Wah, sudah lama enggak, tuh! Lagian, duit suami siapa yang kamu pakai buat beliin aku es krim?” “Yang jelas bukan duit suamimu,” sahutku lagi. Ida tersenyum mengejek, dia memerhatikan diriku dari ujung kepala hingga kaki. “Branded semua, ya? Keren sekali sugar daddymu.” “Terima kasih.” “Lalu, anak siapa ini? Tidak mungkin anakmu,” ucap Ida sembari memerhati

  • Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku   Bab 50: Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku

    Empat Tahun Kemudian “Mama, kenapa Aisya harus sekolah? Kan bisa di rumah sama Mama dan Bunda Wardah,” keluh Aisya padaku. Aku menggenggam erat tangannya, mengecup wajah bening Aisya beberapa kali. Gadis kecil itu masih duduk di jok mobil dengan seatbelt melingkari badannya. “Mama, di sekolah ada anak yang badannya lebih besar dari aku. Apa dia sudah dewasa, Ma?” Aisya melanjutkan keluhannya seperti biasa. Padahal, baru berumur lima tahun tapi bicaranya sudah selancar ini. Dia juga pandai mengekspresikan diri,mengajak orang lain mengobrol sampai beradaptasi di lingkungan baru. “Mama, nanti siapa yang jemput Aisya?” keluhnya. “Nanti Mama yang jemput, Sayang. Pulangnya kita mampir ke toko roti kesukaan Ayah dan Bunda Wardah, lalu ke toko es krim kesukaan Aisya.” Aku menjelaskannya selembut mungkin. Netra Aisya b

  • Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku   Bab 49: Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku

    “Ah, ti-tidak usah, Bang. Nanti aku coba cari kost saja, terus belajar buka usaha apa gitu di sana,” elakku pada Bang Bayu.Wajah ini sudah seperti kepiting rebus. Malu sekaligus menggelitik.Buru-buru aku beristigfar karena memiliki pemikiran berlebihan saat Bang Bayu dan Wardah baru saja terluka. Mereka sudah pasti tidak punya waktu untuk memikirkan hal lain.“Baiklah, nanti butuh bantuan, kabari aku dan Wardah.” Bang Bayu menyelesaikan pembicaraan tentang aku.Malam itu, kali terakhir kami duduk bertiga dan mengobrol. Setelahnya, bahkan aku tidak pernah melihat wajah Bang Bayu atau Wardah meski berdiri di pinggir jalan sembari menunggu bus Transkutaraja.Perjalanan kami kembali ke titik yang berbeda dalam permulaan yang berbeda pula. Aku hidup di sebuah kontrakan mungil yang dibayarkan oleh Bang Bayu selama satu tahun ke depan, sedang Wardah dan pria it

  • Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku   Bab 48: Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku

    “Apa kabar mereka di sana?” lirihku pada Bang Bayu.Pagi berganti malam dan Bang Bayu belum pulang. Dia masih tinggal di rumah mamaknya tanpa alasan yang jelas.Tidak berani kuutarakan tanya tentang hal itu, sebab aku juga tamu di sini. Bukankah kurang pantas andai tamu bertanya kenapa pemilik rumah masih tinggal?Bang Bayu yang sedang mengunyah makan malamnya menoleh ke arahku. Di meja makan kecil ini tersisa kami berdua, sebab Wardah menolak makan malam demi menyukseskan dietnya. Sedang Mamak Bang Bayu makan di kamar dengan ditemani Wardah serta Aisya.Pria itu mengernyit, alisnya naik sedikit. Wajahnya terlihat segar dan sedikit lucu sebab rambutnya acak-acakkan bekas basuhan handuk. Pria itu mandi sore tadi setelah berlama-lama di pantai sendirian.“Kamu ingin tahu?”Kuanggukkan kepala pelan, lalu mengambil kembali sendok dan menyu

  • Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku   Bab 47: Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku

    Seminggu sejak mengendarai motor bersama Wardah ke pasar, aku mulai menjalani kehidupan yang nyaman di desa ini. Tidak banyak kebisingan, tidak ada tetangga yang kepo kiri dan kanan karena memang rumahnya berjauhan.Segalanya tenteram, aman dan menyenangkan. Aku jadi bagian baru dalam hidup Wardah dan Mamak Bang Bayu.Kami sering ke pantai bertiga, duduk di sana sampai matahari tenggelam atau menunggu matahari terbit. Tapi, dibanding aku yang hanya duduk, Mamak Bang Bayu dan Wardah sering terlihat bersedih.Mereka kerap kali memanjatkan doa, melantunkan harap untuk keluarga yang sudah pergi dibawa Tsunami. Tidak ada jejaknya, tidak ada beritanya meski belasan tahun sudah berlalu.Seperti hari ini misalnya, Mamak Bang Bayu meneteskan air mata meski bibirnya membisu. Sedang Wardah mengusap dada, menahan tangisnya.Aku yakin benar, ada rindu yang teramat dalam untuk keluarga mereka.

  • Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku   Bab 46: Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku

    Sejak lambaian tangan dan senyum Bang Bayu sore itu, aku resmi tinggal di rumah orang tuanya. Bang Bayu menitipkanku pada Wardah, meminta agar gadis muda itu menjadi teman sekaligus keluarga baru untukku.Bang Bayu pergi, kukira tinggal di sana akan jadi canggung. Nyatanya, Wardah mendobrak habis dinding yang kubangun.Kami jadi teman hanya dalam satu malam. Menonton tv berdua, makan camilan, dan merencanakan kegiatan untuk besok.“Kak, Kakak tinggal aja di sini buat selamanya. Jangan keluar dari sini, nanti aku enggak ada temennya lagi. Bang Bayu enggak pernah bawa siapa pun ke sini selain Kak Ida, si dokter itu sama Kakak.” Wardah nyerocos tanpa mengerling ke arahku.Dia sibuk ngemil dengan chips yang dibawakan oleh Bang Bayu tadi. Sedangkan mamak Bang Bayu disuguhi buah-buahan yang sudah dipotong olehnya. Perempuan itu tidak banyak bicara. Dia duduk di sofa dan memandang hampa ke arah tv.Dari sorot mata

  • Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku   Bab 45: Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku

    “Mamak baik-baik saja, kemarin dokternya baru berkunjung, Bang.” Gadis muda itu bertutur sangat lembut.Dia mendorong pintu lebar hingga seisi ruangan rumah kayu terlihat. Dalamnya sangat luas, hanya diisi beberapa perabotan yang sebenarnya sangat bagus dan terbaru.Aku takjub, juga terkesima. Sebab, rumah yang kini tersaji di depan mata serupa dengan rumah yang menjadi impian kedua orang tuaku.Almarhumah mamak mendambakan sebuah hunian sederhana dari kayu yang kokoh, dipernis tanpa menghilangkan guratan asli dari kayu. Tapi, keduanya berpulang tanpa sempat mewujudkan impian yang sederhana itu.Aku menahan diri untuk tidak meluapkan perasaan. Rindu kepada kedua orang tua menyebabkan air mata mulai menggenang.“Bang Bayu ajak siapa?” tutur sang gadis muda seraya melirikku. Dia memilih memakai jilbab kurung usai menyadari ada hadirku di belakang Bang Bayu. “Bukan Kak Ida ternyata. Yah, suda

  • Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku   Bab 44: Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku

    Pagi menjelang saat aku terbangun dari tidur. Seluruh tubuh terasa remuk, wajah sayu dan mata perih luar biasa.Semalaman suntuk aku menangis sendirian di kamar. Merenungi keadaan yang kian rumit meski dewasa telah lama datang.Dulu, mengira jika dewasa dan sudah bekerja, aku bisa melewati semua hal dengan mudah. Tidak perlu lagi khawatir soal uang, tempat tinggal atau perlakuan orang lain.Nyatanya ....“Astagfirullah, Ya Allah.” Aku meratap, memukuli dada yang terasa begitu sesak.Kupandangi langit melalui jendela, sudah terang. Aku tidak terbangun lebih cepat hingga waktu salat Subuh terlewat.“Hari ini akan baik-baik saja,” batinku sembari bangkit dari pembaringan.Seluruh sendiku ngilu dan kepala sakit luar biasa. Pandanganku juga buram karena tertidur dalam keadaan menangis tanpa henti.Hari ini aku harus menjalani awal baru lagi, memulai semuanya entah dar

  • Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku   Bab 43: Jembatan Perselingkuhan Suami dan Sahabatku

    “Oh iya!” Bang Bayu kembali berujar pada Pak Dama dan istrinya.Dua orang yang hendak pergi usai membuat kehebohan itu seketika terdiam. Seolah-olah ada mesin pengontrol dari lidah Bang Bayu terhadap mereka, bahkan gerak tubuh keduanya serentak berpaling ke arah pria itu.Sejujurnya, aku masih tidak percaya dengan kebetulan unik ini. Bagaimana bisa istri Pak Dama adalah adik sepupu Bang Bayu dan itu berarti adik ipar Bang Bayulah yang menggodaku.Sekujur tubuh merinding hebat, seolah ada ribuan ulat yang menggerayangi badan. Bagaimana mungkin hal ini terjadi? Padahal dunia tidak sesempit yang dibayangkan.“Lain kali, jangan asal main hakim sendiri, mungkin tidak akan ada kesempatan kedua untuk apa yang kalian lakukan hari ini. Sekarang, pergi dulu, urusan di sini akan kubereskan. Tapi, bukan berarti kalian bebas dari tanggungjawan serta ganti rugi,” perintah Bang Bayu sembari

DMCA.com Protection Status