SEBUAH kereta kuda yang ditumpangi dua orang pemuda yang sama-sama tampan melaju pelahan-lahan memasuki pintu gerbang Desa Bajubang. Mereka adalah Jejaka dan kawan barunya, Gumala. Selama beberapa hari menempuh perjalanan bersama Gumala. Pemuda bermata biru ini banyak melihat keanehan terhadap pemuda itu.
Pernah suatu ketika mereka singgah di penginapan, Gumala tidak menyewa satu kamar. Dia selalu memaksa untuk menyewa dua buah kamar. Alasannya, karena tidak biasa tidur berdua. Sejak kecil sampai dewasa pemuda itu terbiasa tidur sendiri. Apabila dipaksa tidur berdua, matanya tak akan bisa terpejam sampai pagi hari. Begitu alasannya jika didesak Jejaka.
Mendengar alasan pemuda itu, Jejaka tentu saja tidak ingin memaksa. Dan yang lebih mengherankan, Jejaka sering memergoki Gumala tengah menatapnya dengan sinar mata aneh. Sampai saat ini kelakuan Gumala memang menjadi beban pikiran Jejaka Emas itu. Dan sekarang ini Jejaka Emas memperhatikan ke adaan sekelilingnya. Sepi.
Apa yang diperkirakan Jejaka Emas ini memang tidak salah. Ketika Gumala balas menyerang, satu demi satu lawannya berjatuhan. Ke mana saja tangan atau kaki pemuda itu bergerak, di situ pasti ada saja yang rubuh."Akh...!""Ugh...!"Terdengar jerit kesakitan saling sambut. Maka tidak sampai delapan jurus, sembilan penghadang itu sudah bergeletakan di tanah. Ada yang patah kakinya, ada yang patah tangannya, dan ada yang bocor kepalanya. Yang jelas, tidak ada satu pun di antara mereka yang terluka parah.Plok! Plok! Plok!Suara tepuk tangan terdengar seiring rubuhnya penghadang terakhir. Gumala memandang ke arah kereta. Ditatapnya Jejaka yang tengah duduk sambil bertepuk tangan. Dikebut-kebutkannya tangan dan pakaiannya sebelum berjalan menghampiri kereta.“Tidak kusangka kau selihai itu, Adi Gumala!" puji Jejaka tulus."Kau ini memuji atau meledek, Kang Jejaka! Apa sih artinya kepandaian yang kumiliki bila dibandingkan dengan kepan
"Jejaka...!" teriak laki-laki tua pemilik kedai itu gembira. "Syukur pada Dewata kau datang kemari.""Memangnya ada apa, Ki?" tanya Jejaka. Tenang saja terdengar suaranya.Kakek pemilik kedai itu merenung sebentar. Dia memang telah kenal betul dengan Jejaka. Karena pemuda ini pernah singgah di kedainya dan menginap di situ."Nanti saja Aki ceritakan, Den. Sekarang mungkin Den Jejaka dan Den....""Gumala," sahut Gumala singkat, begitu dilihatnya kakek pemilik kedai itu memandang ke arahnya."Oh ya..., Den Jejaka dan Den Gumala mungkin sudah lapar. Akan kusediakan dulu pesanan Aden berdua." Jejaka yang memang sudah lapar, segera saja memesan makanan untuk mereka berdua.Kakek pemilik kedai itu segera melangkah masuk ke dalam untuk menyiapkan pesanan makanan. Sambil menunggu pesanan siap, Gumala mengedarkan pandangan ke luar. Dari meja mereka, memang dapat melihat bebas ke luar melalui pintu."Hei...!" tiba-tiba Gumala berteriak keras.
Jejaka Emas tercenung, Perguruan Garuda Emas runtuh! Hampir tidak dipercayai pendengarannya sendiri. Perguruan itu ternyata runtuh oleh seorang pemuda tidak dikenal."Bagaimana keadaan si Paruh Garuda?" tanya Jejaka menyebut nama pemimpin Perguruan Garuda Emas."Beliau tewas di tangan pemuda itu. Yang selamat dari maut hanya si Cakar Garuda. Itu pun karena kebetulan ia tidak berada di tempat.""Lalu, apakah pemuda itu masih berada di sini, Ki?""Tidak! Sehabis menghancurkan bangunan Perguruan Garuda Emas, ia pergi dari desa ini. Yang tinggal di sini hanya para penjahat yang menjadi anak buahnya," jelas kakek pemilik kedai itu lagi."Bisa Aki tunjukkan di mana markas penjahat itu?" pinta Jejaka."Den Jejaka tahu rumah kepala desa?" kakek itu malah balik bertanya.Pemuda bermata biru itu menganggukkan kepalanya. "Jadi, penjahat- penjahat itu bermarkas di sana?""Ya!" jawab kakek pemilik kedai itu singkat."Kalau begitu, ka
"Kenapa, Kang" Digigit nyamuk?" goda Gumala lagi."Ya... eh, tidak!""Lalu, kenapa kepalanya sendiri dipukul?""Tidak apa-apa! Aku hanya ingin mandi saja. Bagaimana kalau kita mandi sama-sama, Adi Gumala?"Sekelebat Jejaka melihat wajah pemuda itu memerah. Tapi di lain saat kembali normal seperti sediakala."Kakang sajalah," tolak Gumala halus."Aku masih belum ingin mandi. Biar aku menunggu saja di sini."Jejaka temnenung sejenak. "Baiklah kalau begitu!"Setelah berkata demikian, pemuda bermata biru ini segera melompat turun. Jejaka kemudian bergegas menuruni jalan itu, menuju sungai yang terletak di bawah jalan. Sebentar kemudian, dia sudah sampai di pinggir sungai yang berair cukup jernih. Pemuda ini segera membuka bajunya. Hanya celananya saja yang tidak ditanggalkan. Sesaat kemudian....Byurrr...!Air muncrat tinggi ke atas ketika Jejaka terjun ke dalam air. Tubuh pemuda itu pun langsung tenggelam ke dalam ai
Dan kini lambat laun jarak di antara mereka kian mendekat. Dan hanya tinggal satu tombak lagi, maka wanita itu pun akan terjangkau tangan Jejaka Emas. Tapi tiba-tiba Jejaka merasakan adanya kelainan pada suasana di sekitarnya. Arus air sungai ini tiba-tiba menjadi deras bukan main. Tubuhnya pun tanpa ampun terseret deras. Tentu saja pemuda ini kaget bukan main.Memang, pemuda bermata biru ini masih muda dan kurang pengalaman. Maka tidak aneh, kalau belum menyadari mengapa tiba-tiba arus sungai mendadak begitu deras.Ketika terdengar gemuruh air, baru pemuda ini sadar akan apa yang terjadi. Ternyata tubuhnya telah terseret arus sungai menuju air terjun! Dan Jejaka tahu apa yang akan menantinya di bawah sana.Apalagi kalau bukan batu-batu yang akan meremukkan sekujur tubuh dan tulang-tulangnya. Kini Jejaka berbalik arah. Sekuat tenaga ia berenang melawan arus yang akan membawanya ke air terjun. Dibatalkan niatnya untuk menolong wanita yang hanyut itu. Tetapi di si
Beberapa saat lamanya tubuh Jejaka melayang-layang di udara. Angin yang menderu keras di atas, membuat rambutnya berkibaran. Jejaka Emas bertahan sekuat tenaga agar tidak jatuh pingsan saat melayang-layang. Betapapun rasa kengerian yang amat sangat mencekam hatinya, tetap dikuatkan hati agar tetap sadar.Dan berkat kemauannya yang kuat, rasa takut yang melanda dapat ditekannya. Ia masih tetap sadar ketika tubuhnya melayang deras ke bawah, ke air!Byurrr...!Beberapa saat lamanya Jejaka gelagapan. Tubuhnya seketika tenggelam dalam air. Arus air sungai yang deras itu segera melahap tubuhnya yang memang sudah setengah sadar. Pemuda bermata biru yang memang sudah lelah ini tidak kuasa lagi melawan arus sungai yang deras itu. Tubuhnya segera saja terombang-ambing dipermainkan air.-o0o-OOhhh...!Jejaka mengeluh. Sepasang matanya pelahan mulai terbuka. Beberapa saat lamanya dikerjap-kerjapkan matanya untuk lebih memperjelas pandanga
"Ahhh...!"Jejaka Emas dan orang itu sama-sama kaget.Langkah Jejaka langsung terhenti. Begitu pula orang itu. Tangannya yang sejak tadi sibuk membolak-balik ayam panggang di tangannya agar tidak hangus, berhenti bergerak. Sementara itu, seketika Jejaka Emas mengernyitkan keningnya. Orang yang tengah memanggang ayam itu ciri-cirinya cocok betul dengan yang diceritakan kakek pemilik kedai.Pemuda berwajah tampan, dengan raut wajah menyiratkan kekejaman. Pakaiannya serba coklat. Dialah yang telah membasmi Perguruan Garuda Emas seorang diri. Pemuda yang tak lain adalah Darba itu juga terperanjat kaget ketika melihat Jejaka. Inikah orang yang berjuluk Jejaka Emas itu""Kaukah Jejaka Emas itu?" tanya Darba bernada kasar."Begitulah julukan yang diberikan padaku!" datar saja nada suara Jejaka"Kau murid Nyi Naga Geni, bukan?"Jejaka menggelengkan kepalanya."Tapi aku sudah menganggap Nyi Naga Geni seperti guruku sendiri."
Kini Jejaka baru menyadari bahwa bau harum ayam panggang yang tadi diciumnya itulah yang menjadi penyebabnya. Tubuh Jejaka mulai limbung, berkali-kali pemuda ini mengalami kesulitan. Pelahan namun pasti kekuatannya mulai mengendur. Jurus 'Naga Pamungkas' ternyata banyak menguras tenaga.Seiring mulai lelahnya Jejaka, desakan-desakan Darba dirasakannya semakin berat. Lambat namun pasti Jejaka Emas terdesak."Ha ha ha...!" pemuda berpakaian coklat itu tertawa bergelak. Suatu tawa kemenangan. "Hanya sampai di sini sajakah kepandaianmu yang tersohor itu, Jejaka Emas"! Sungguh lucu sekali!" Sambil berkata demikian, Darba terus memperhebat serangan-serangannya. Akibatnya, Jejaka semakin kewalahan! Pontang-panting Jejaka Emas berjuang menyelamatkan selembar nyawanya. Lewat empat puluh jurus, keadaan Jejaka kian mengkhawatirkan. Pemuda bermata biru ini tidak lagi mempergunakan jurus 'Naga Pamungkas'-nya. Melainkan hanya menggunakan jurus asal-asalan saja untuk menghindari sera