Bagai tersadar dari mimpi buruk, Nila melepas pelukan pada adiknya. Dengan tangan gemetar, Nilasari meraba wajah sang adik dengan kelembutan.
"Kau ... kau benar-benar Ningrum?" tanya Nilasari penuh harap.
"Benar, Kangmbok! Ini aku ... Ningrum!" kata Ningrum dengan haru.
"Kau benar-benar adikku?" Gadis berbaju kuning gading hanya mengangguk pasti.
"Kau semakin cantik saja, Ningrum, "
Terlihat pancaran kebahagiaan di dalam mata indah Nilasari. Rangga Wulung hanya tersenyum haru, "Benar istriku! Adikmu yang bengal telah kembali!"
Drama pertemuan di depan pintu gerbang sedikit terpecah oleh suara Jejaka."Nimas Nila, apa kita perlu berdiri seharian di tempat ini?" Bagai tersadar untuk kedua kalinya, Nilasari memandang ke arah pemuda tampan yang ada dibelakang Ningrum.
Ningrum seakan baru tersadar dengan keberadaan Jejaka yang ada bersamanya.
“Oh ya kangmbok, perkenalkan ini kang Jejaka, suamiku”
Wajah Jejaka
Lagi-lagi Bajing Ireng berteriak lantang. Kali ini suaranya diwarnai tekanan-tekanan marah memuncak Dan tak lama kemudian….“Ada apa, Tua Bangka Bajing Ireng?” tiba-tiba terdengar sahutan berwibawa yang amat dekat dengan mereka. Namun, sesungguhnya asal suara itu sendiri amat jauh dari atas pegunungan. Sungguh suatu pengiriman suara dengan tingkat tenaga dalam mempesona. Bahkan hanya bisa dilakukan oleh segelintir tokoh persilatan bertenaga dalam sangat tinggi. Dan salah satunya adala Ki Ageng Buana atau yang lebih dikenal dengan sebutan Pendekar Kilat Buana!“Jangan coba menyebutku tua bangka lagi! Dan jangan main sembunyi-sembunyi seperti ini, Peot!” dengus Bajing Ireng.“Ha ha ha..! Apa dipikir kau masih muda, Bajing Ireng? Jangan lupa, kau adalah salah satu orang tua yang tak tahu diri di dunia ini. Lantas, kenapa tidak mau menerima kenyataan? Takut tidak bisa ‘menggarap’ perawan lagi, sehingga merasa perlu me
HIAAAT!Keheningan kontan pecah oleh teriakan menusuk angkasa. Bajing Ireng segera memulai pertempuran dengan satu serangan mengerikan. Tangannya yang telah terisi tenaga dalam, menebas bagian leher Ki Ageng Buana. Suatu serangan menggeledek, sehingga menimbulkan bunyi yang mendirikan bulu roma.Singngng…!Ki Ageng Buana yang telah waspada sejak tadi, sedikit menggeser tubuhnya ke kiri, menghindari tebasan tangan Bajing Ireng. Sehingga serangan tangan yang terbuka milik Bajing Ireng hanya lewat sejengkal dari lehernya Namun tak urung, Ki Ageng Buana bisa merasakan pedih akibat angin pukulan tadi.Serangan berikutnya menderu lebih ganas. Sebelah kaki Bajing Ireng bagai memiliki mata, mengejar ke mana saja Ki Ageng Buana bergerak. Bahkan serangan-serangannya selalu mengarah pada bagian-bagian yang mematikan!Ki Ageng Buana sama sekali belum balas menyerang Dengan agak kewalahan, dia berusaha mengelak dan menangkis. Sungguh, Ki Ageng Buana tidak menyangka kalau kepandaian Bajing Ireng ma
Sampai suatu saat, Ki Ageng Buana melancarkan serangan pukulan ke dada kiri Bajing Ireng. Dengan agak terkesiap, tokoh hitam ini mengebutkan tangan kirinya dengan gerakan menyilang. Namun sungguh di luar dugaan, Ki Ageng Buana memutar tangan kanannya, dan langsung bergerak menggedor dada Bajing Ireng. Begitu cepat gerakannya, sehingga….Desss!”Aaakh!”Tubuh Bajing Ireng kontan melayang lurus, begitu dadanya terkena hantaman yang disertai tenaga dalam dari tangan kanan Ki Ageng Buana. Di iringi keluhan tertahan, tubuhnya terus melayang dan kontan menghantam sebuah pohon besar di belakangnya hingga langsung hancur. Sepuluh tombak di depan Ki Ageng Buana, kini Bajing Ireng tergeletak memegangi bagian dadanya sambil meringis, dia bangkit.Lagi-lagi Ki Ageng Buana terkesiap. Betapa tidak? Pukulan yang biasa dapat menyerpihkan batu karang besar sekalipun. Tapi, nampaknya tidak ada pengaruh besar yang terjadi pada diri Bajing Ireng. Ilmu apa yang kini dikuasainya?‘Cahaya Kilat Biru’ milikmu
Cletarrr!Cemeti yang terbuat dari satu akar tumbuhan beracun itu melesat menuju wajah Ki Ageng Buana. Dengan sigap Ki Ageng Buana melenting ke udara. Memang menghadapi senjata seperti itu, dia tidak boleh bertempur dalam jarak jauh. Karena itu sambil berkelit, tubuhnya berjumpalitan memperkecil jarak dengan Bajing Ireng. Tapi Bajing Ireng rupanya juga tidak bodoh. Dengan membarengi gerakan salto Ki Ageng Buana, tubuhnya pun melenting menjaga jarak. Bagai dua buah bola mereka berputaran di udara, di antara batang-batang pohon cemara. Dan saat itulah Bajing Ireng menjalankan rencana licik yang sebelumnya telah direncanakan matang dengan dua orang botak yang selama pertarungan terjadi hanya diam mematung.Dengan tubuh masih melayang di udara, Bajing Ireng melecutkan cemetinya, sebagai isyarat kalau rencana segera dilaksanakan! Maka seketika tubuh Sepasang Kembar dari Tiongkok yang tadinya mematung, dalam waktu singkat telah membentuk sebuah gerakan bersama. Sekejap satu tangan mereka me
Hingga menjelang fajar, pertarungan alot ini terus berlangsung. Sementara tubuh Ki Ageng Buana sudah terkoyak disana-sini, terkena sabetan cemeti Bajing Ireng yang setajam mata pedang iblis. Darah makin banyak mengucur dari tubuhnya. Dan ini membuat Ki Ageng Buana semakin lemah dan tersuruk-suruk di antara serangan bertubi-tubi tiga tokoh golongan hitam itu.Hingga matahari mulai mengintip di ujung timur cakrawala, sebuah sabetan cemeti Bajing Ireng melecut ke bagian mata Ki Ageng Buana. Ctarrr!”Aaakh!”Belum juga Ki Ageng Buana menguasai diri, dua pukulan berisi tenaga pamungkas dari Sepasang Kembar dari Tiongkok seketika menghantam dada kiri dan kanan Ki Ageng Buana.“Ugh!”Ki Ageng Buana memang sudah tak kuasa menghindar dari dua serangan itu. Tubuhnya kontan terpental amat jauh diiringi pekikan tertahan. Dan tubuhnya lurus meluncur seperti batu yang dilontarkan. Kemudian, dia jatuh di muka bumi dan langsung terguling-guling mengenaskan.Tubuh Ki Ageng Buana hanya sempat bergeming
SIANG memanggang bulat-bulat kota raja, membuat debu jalan menjadi amat ringan. Hingga tatkala angin bertiup, debu-debu itu beterbangan menjengkelkan Matahari memang bersinar terik. Tapi biarpun begitu kota raja tetap ramai. Terlebih lagi, siang itu ada acara yang banyak mengundang minat orang di sekitarnya.Rangga Wulung yang kebetulan pergi ke kota raja bersama Jejaka untuk menjual kelebihan jagung dan belanja beberapa keperluan, tidak luput dari rasa ingin tahu. Mereka bergegas mempercepat lari kuda yang menarik pedati. ”Ada apa ya, Kang?” tanya Jejaka ketika pedati yang dikendarai kini sudah kosong, melewati sebuah kerumunan yang ditengah-tengahnya terdapat sebuah panggung. ”Nampaknya ada pertandingan adu kanuragan,” jawab Rangga Wulung menduga-duga.Setahu Rangga Wulung, jika ada panggung besar di kota raja seperti itu, biasanya akan ada pertunjukan kesenian takyat, atau pertandingan adu kanuragan.“Kita nonton dulu ya, Kang…,” ajak Jejaka, sambil menatap kakak seperguruannya.“B
“Bayuganda…,” kata laki-laki kurus itu segera memperkenalkan diri, seraya membungkuk hormat pada laki-Iaki yang membawa kapak. ”Orang-orang menjuluk aku si Jari Setan…. ”Mendadak saja terdengar riuh kecil di sana-sini Memang, julukan Jari Setan untuk kalangan persilatan tidak asing lagi. Dia pendekar aneh, karena sikap amat santun kepada orang lain. Namun dalam urusan bunuh-membunuh, tak pernah ada satu lawan pun yang disisakan. Dia bekerja untuk siapa saja yang bisa membayarnya mahal.“Ha ha ha…! Jadi, ini orangnya yang berjuluk Jari Setan itu,” seloroh orang bertampang kasar di hadapannya. ”Rupanya hari ini, si Kapak Setan beruntung dapat menjajal kebolehanmu, Ki Bayuganda…. ”“Hm… silakan, Kisanak. Mari kita mulai,” ujar Jari Setan.Kini, pertandingan siap dimulai. Masing-masing memasang kuda-kudanya dengan mantap. Gaungan Kapak besar yang diputar-puta
Plakkk!Sungguh di luar dugaan! Justru tenaga dorongan yang kuat ketika memapak itu dimanfaatkan Jari Setan untuk memutar tubuhnya sambil mengelebatkan jari tangannya. Begitu cepatnya, sehingga tak bisa dihindari lagi oleh si Kapak Setan. Maka….Clap!”Aaakh…!”Si Kapak Setan kontan menjerit memilukan ketika jari tangan lawan menembus lehernya seperti menembus pelepah pisang. Matanya kontan mendelik ngeri. Dan begitu Jari Setan mencabut jarinya dari leher, darah memuncrat memerciki panggung.Penonton seketika berseru ngeri. Dalam pemandangan semacam itu, mestinya tidak perlu sampai mati. Karena, pertandingan ini semata-mata hanya untuk menentukan orang yang bakal menjadi pengawal Tuan Adi Cokro.Namun rupanya, Jari Setan memang tidak pernah berniat memberi keringanan kepada siapa pun yang berurusan dengannya. Jari Setan segera menjura, memberi hormat kepada hadirin. Wajahnya dingin, sedikit pun tidak memperlihatkan penyesal