“Aaakh!”
Tubuh Jejaka terjengkang menyusul Rintih Manja yang lebih dulu menghantam sisi bukit karang.
Tubuh Jejaka lunglai setelah menabrak tebing terlebih dahulu. Dari celah bibirnya mengalir darah kental kehitam-hitaman. Sedangkan dari dadanya tampak mengepul asap tipis.
“Jejakaaa!” pekik Srikandi, melihat pemuda yang dicintainya tergeletak tanpa gerak.
“Ha ha ha...! Jangan dikira dapat mengalahkanku, Bocah Ingusan,” ledek Bajing Ireng puas.
Pertempuran terhenti ketika Srikandi berlari menuju tubuh Jejaka dengan derai air mata di pipi. Semuanya tertegun menyaksikan melihat Jejaka mengalami nasib mengerikan di tangan Bajing Ireng.
Bajing Ireng kembali ingin bergerak menyerang lagi kearah Jejaka, tetapi baru juga bergerak mendekati terdengar suara bentakan keras disusul berkelebatnya tiga sosok tubuh yang kemudian menghadang di depannya.
Dua orang laki-laki yang berumur tiga puluhan dan seorang gadi
Kembali Empat jilatan lidah petir mengkerjap, menerangi alam untuk sesaat.“Ngrh!”Jejaka terlihat bangkit berdiri. Matanya yang berwarna biru terlihat berkilat-kilat kemerahan.Huupp...!Jejaka melompat tinggi keudara, dan ;Hea...!Jejaka mengangkat tangan kanannya keatas.Jlegar! Jlegar! Jlegar! Jlegar!Entah suatu kebetulan atau tidak, empat jilatan lidah petir menyambar tangan Jejaka yang terangkat keatas. Kini terlihat kilatan-kilatan lidah petir itu memenuhi pergelangan tangan kanan Jejaka. Rajah pedang naga murkha yang ada dipunggung lengan kanannya tampak mengeluarkan semburat cahaya merah yang terang.“Rajah Nogo Kinurat Papat, Sifat Papat Minongko Roso Janmo... Heaaaa!” Jejaka berteriak keras membaca mantra dari jurus ketiga naga pamungkasnya, Naga Murkha. Dari telapak tangan kanan Jejaka yang didorong kedepan, keluar leretan sinar berwarna warni yang melesat kearah Bajing
Melihat kenyataan yang mengendorkan keberanian mereka, anak buah Bajing Ireng langsung mengambil keputusan untuk melarikan diri. Termasuk, si Kembar dari Tiongkok. Mereka tidak mau menjadi korban berikutnya dari ilmu aneh Jejaka!Begitu cepat mereka melesat, sesaat kemudian keenam lelaki itu sudah menghilang di balik bukit tanpa ada yang bisa mencegahnya.Sementara, tubuh Jejaka kini telah biasa kembali. Kedua mata birunya yang berkilat-kilat merah telah menghilang perlahan beberapa saat lalu. Lalu, Jejaka melangkah menghampiri Rintih Manja.“Bawa Patih Panggapati ke istana, Paman Guntur Selaksa,” ujar Srikandi memecah kesunyian celah bukit.Mahapatih Guntur Selaksa mengangguk. Dengan cukup hormat, diajak Patih Ranggapati yang telah menyerah untuk ikut ke istana untuk diadili. Bersama dua perwira dan sembilan prajurit yang masih hidup, mereka meninggalkan celah bukit.Di pangkuan Jejaka, Rintih Manja tersengal-sengal mempertahanka
Sorak sorai kemenangan menyambut kedatangan Jejaka, putri Srikandi bersama pasukannya, wajah-wajah gembira dan penuh kebahagiaan menyambut kedatangan mereka. Tangis kebahagiaan terdengar pecah disana sini. Kematian Bajing Ireng di tangan Jejaka dengan cepat menyebar diantara kalangan masyarakat kota raja. Nama Jejaka Emaspun mulai dielu-elukan dan mulai menjadi pergunjingan dimana-mana. Gusti Prabu Jaya Mahesapun langsung memerintahkan para petinggi kerajaan untuk mengadakan syukuran yang direncakan akan berlangsung 7 hari 7 malam sebagai ungkapan rasa syukur atas matinya Bajing Ireng. Tapi diantara banyak orang yang ada ditempat itu, tidak terlihat sosok Jejaka yang menjadi pahlawan dalam pertempuran kemenangan tersebut.Sepasang muda mudi tampak melangkah memasuki sebuah keputren, dimana sosok sang wanita tampak tengah memapah pemuda itu dengan bahunya. Sosok itu adalah Jejaka dan Srikandi yang tampak lebih memilih menyingkir dari keramaian karena saat ini Jejaka tengah ter
“Apa? Apa yang kau lakukan Srikandi?” tanya Jejaka dengan suara bergetar. Tapi seakan tak perduli dengan apa yang dikatakan Jejaka. Srikandi mendekat kearah Jejaka dan mulai melepaskan pakaian yang dikenakan Jejaka, sedikit mengelus dada Jejaka. Dengan bertelanjang dada, tanpa melepas celana panjangnya, Jejaka tuntun Srikandi berbaring disebelahnya, dikursi yang memang cukup besar untuk mereka berdua. Jejaka peluk lembut, Jejaka ciumi keningnya berulang kali. Turun ke pelipis, lama Jejaka cium di situ.Matanya yang indah tampak berkaca-kaca. Hembusan nafasnya masih memburu, bergetar.Jejaka bisikkan kata-kata lembut ke telinganya, “Apa kau menyukaiku Srikandi ?“Srikandi tersenyum dengan pandangan berkaca-kaca kepalanya mengangguk, lalu Srikandi terlihat memejamkan matanya. Kemudian bibir Jejaka menyentuh pipinya, harum di lehernya, menuntun Jejaka ke arah sana. Lehernya sungguh indah, bibir Jejaka menyelusuri leher jenjangnya sambil seki
KIAN hari. Nama Jejaka Emas semakin dikenal dikalangan masyarakat ekonomi bawah. Jejaka emas menjadi gunjingan baru disetiap rumah makan, pasar maupun tempat berkumpul orang-orang. Bahkan di usianya yang masih sangat muda. Jejaka Emas berani melawan tokoh tua yang bergelar Cungkring Neraka.Orang yang bernama Cungkring Neraka adalah tokoh tua aliran hitam yang berdarah dingin. Bahkan di rimba persilatan ia dikenal sebagai salah satu dari sekian banyak orang sakti yang menjadi guru untuk aliran hitam. Bagi Cungkring Neraka, membunuh itu sudah merupakan kegemaran setiap harinya. Sama seperti orang yang sudah kecanduan olahraga jogging setiap paginya. Sehari saja tidak jogging, badan terasa pegal-pegal. Demikian juga Cungkring Neraka, sehari saja tidak membunuh orang, tulang-tulangnya jadi ngilu dan urat-uratnya pegal.Cungkring Neraka tak pernah pandang bulu dalam membantai lawannya. Bayipun kalau perlu disikatnya habis. Seorang nenek tua renta pun tak segan-segan diteba
Jejaka hanya nyengir karena tebakannya selalu salah. Ia garuk-garuk kepala sambil berkata, “Sebenarnya aku mau bilang begitu. Tapi aku tak tega kalau tebakanku benar semua. Kau nanti akan kaget dan kalau kau pingsan aku kebingungan membawamu pulang.”“Ah, kau bisa aja!” Layla mencubit lengan Jejaka. hati Jejaka berdesir indah, tapi kulitnya terasa panas karena cubitan itu. Jadi Jejaka hanya bisa nyengir, antara girang dan sakit.“Kalau aku pingsan,” kata Layla, “Apa yang akan kau lakukan?”“Hmm…yah, paling-paling membawamu ke kotaraja lalu meletakkan kau ke tengah kotaraja. Nanti kalau ada orang yang mengenalimu pasti kau akan dibawanya puang.”“Hanya begitu?” pancing Layla.“Habis, mau diapakan lagi?” Jejaka tersenyum geli. Sang gadis hanya bisa tersenyum. Tapi kepalanya disandarkan di pundak Jejaka dan kakinya melangkah sedikit bergelayut.Mesra sekali. Romantis sekali perjalanan itu. Jejaka sengaja menegakkan badannya membusungkan dada dalam melangkah biar tampak gagah. Tiba-tiba d
Wuuusss…! Jleeg…! Layla makin ketakutan, makin merapatkan tubuh ke tubuh Jejaka, setengah memeluk erat-erat. Jejaka sedikit tegang, tapi sempat berbisik, “Jangan takut! Ada aku!” “Kau berani melawan mereka?” “Untung-untungan,” jawabnya dengan suara pelan sekali. Orang berpakaian serba merah itu berambut panjang, tapi putih warnanya. Sudah tua, tapi masih tampak tegar dan gagah. Tubuhnya memang kurus, tapi sorot matanya tajam penuh tantangan dan keberanian. Orang itu berkuku panjang, tanpa senjata apapun. Usianya yang sudah sekitar delapan puluh tahun itu menimbulkan kesan bahwa ia tokoh tua yang beilmu tinggi. Buktinya ketika ia melompat dari semak-semak, ketika kakinya mendarat ke bumi, terasa jelas getaran yang ditimbulkan karena kaki itu. tanah bergetar tipis, walau tak sampai menumbangkan pohon sekecil apapun. “Mau apa kau, Pak Tua?!” sapa Jejaka lebih dulu, menunjukkan bahwa ia tak kalah mental dengan tokoh tua itu. “Apakah kau belum mengenalku?” “Kalau sudah kenal aku tid
“Apakah aku harus takut dengan julukanmu?” tanya Jejaka sepertinya terucap dengan polos itu. Cungkring Neraka menggeram jengkel. Hasrat membunuhnya mulai berkobar. Ia berkata dengan mata sedingin salju.“Sebenarnya aku hanya ingin merampas perhiasan Nona itu! Tapi karena bicaramu lancang, sok berani, maka aku terpaksa harus membunuhmu, Pemuda!”“Aku akan melawan!” kata Jejaka bagai tanpa dipikir dulu. Cungkring Neraka rentangkan tangannya ketika lima anak buahnya ingin bergerak menyerang Jejaka. Rentangan tangan itu sebuah isyarat bahwa mereka tak boleh bergerak menyerang. Ia ingin menangani pemuda muda itu sendiri. Maka ia pun maju dua tindak lagi. Matanya tetap tajam memandang Jejaka, seakan ingin menembus batok kepala pemuda itu. “Mundurlah sedikit,” kata Jejaka pelan kepada Layla. Gadis itu cemas, namun akhirnya mundur juga. Tapi tak berani jauh dari Jejaka. Sebab hanya Jejaka-lah satu-satunya harapan keselamatan bagi jiwanya, walaupun akhirnya ia sangsi, apakah Jejaka bisa dihar