Di dalam gua bawah tanah ...
“Aaaaaahh ... "
Sebuah lengkingan keras terdengar. Bahkan lengkingan kali ini lebih besar dari sebelumnya. Tubuh Jejaka kembali tersentak-sentak bahkan lebih keras dari sebelumnya dan ketika sampai pada titik kekuatan yang dimilikinya ... Ia pingsan! Meski ia memiliki kesaktian yang tidak rendah, bahkan terbilang mumpuni. Yang namanya laut saja ada pantainya, seperti halnya Jejaka, kekuatan yang dimilikinya juga ada batasnya. Jiwa dan raganya ambruk, takluk oleh kekuatan yang maha dahsyat. Justru karena ia makan buah-buah yang dibilangnya mirip ceremai dan bunga kuncup aneh itulah yang sebenarnya merupakan keberuntungan tidak terduga bagi Jejaka. Bunga itu bernama Bunga Kuncup Surgawi, sedangkan buahnya dikatakan sebagai ‘Si Penakluk Hawa’.
Siksaan raga dan batin hanyalah proses penyatuan kekuatan ke dalam tubuhnya. Setelah penyatuan berakhir, maka berakhir pula siksa derita yang dialami Jejaka. Tanpa disadari sendi
“Sang Hyang Guru Dewa, kak ?”“Benar, Sang Hyang Guru Dewa”“Itu artinya, kekuatanku yang sekarang sama dong dengan Sang Hyang Guru Dewa, kak”“Ya. Bisa dikatakan seperti itu. Tapi ingat kau jangan jumawa Jejaka. Seiring dengan kekuatan yang besar, datang juga tanggung jawab yang besar."“Ya, terima kasih atas nasehatnya kak...”"Bunga Kuncup Surgawi juga akan membuat pemiliknya tak bisa disakiti oleh perempuan mana pun! Seorang perempuan tak akan tega melukai hati pria yang memiliki Bunga Kuncup Surgawi. Tubuhmu akan Harum walaupun kau tak pernah mandi, dan akan tercium dari jarak tiga puluh langkah!"“Wiw... hebat sekali kak”“Tapi jangan pula kau tak mandi gara-gara hal itu”“Ha ha ha...! iya kak”, dan menyambung ; “Lalu bagaimana dengan buah si penakluk hawa itu kak, apa gunanya ?”“C
Begitu terbangun, ia merasakan kekagetan luar biasa! “Aku sembuh!aku sembuh!" teriaknya sambil tangan meraba-raba wajah dan seluruh tubuh. “Aku benar-benar telah pulih seperti sebelumnya. Terima kasih, Kakang... terima kasih," kata Ningrum sambil memeluk erat Jejaka. Kini Ningrum tidak lagi memanggil nama pada Jejaka, tapi sudah menyebutnya dengan sebutan kakang.Air mata gembira menetes membasahi pakaian Jejaka. Setelah rasa kaget dalam diri Ningrum mereda, Jejaka berkata dengan penuh kelembutan, “Aku turut senang kau sudah sembuh dari sakitmu! Selama sembilan hari aku ... ""Sembilan hari" Aku tertidur selama sembilan hari?" kata Ningrum, heran."Ya, selama sembilan hari sembilan malam kau tertidur pulas di atas Batu Pualam Hitam, sampai aku mau tidur saja tidak kebagian tempat ... " sahut Jejaka sambil mencubit kecil hidung Ningrum."Lho, kenapa kakang tidak menyusulku tidur" Khan tempatnya cukup luas," sergah Ningrum."Sebelum
“Aduh, bagaimana ini?. Apa yang harus kukatakan pada Ayah” batin Jejaka bingung.“Itulah mimpi yang aku alami itu, Kakang," tutur Ningrum mengakhiri ceritanya. "Benar-benar menegangkan kalau diingat-ingat!""Jadi waktu sembilan tahun di alam mimpimu adalah sembilan hari di alam nyata," sahut Jejaka sambil mengangguk-angguk mengerti."Yang justru aku herankan, kenapa Dewa Abadi meminta Kakang membimbingku pula? Dimana sebenarnya Dewa Abadi sekarang kang?" tanya Ningrum, karena memang Ningrum belum mengetahui apa yang telah terjadi setelah dirinya tak sadarkan saat Dewa Abadi bertarung dengan Jejaka.Dengan menarik nafas panjang, Jejaka akhirnya menceritakan apa yang telah terjadi pada Dewa Abadi yang akhirnya bisa menemui kematian yang diinginkannya. Ningrum terlihat sedih mendengar cerita itu.“Itu berarti sekarang kau sudah mewarisi ilmu wasiat Dewa Abadi, Ningrum” kata Jejaka tiba-tiba. “Termasuk ilmu Sukma Aba
"Kang... Apakah Kakang ... mau menikah denganku ... ?" tanya Ningrum malam itu, saat dirinya tengah bermanja dipangkuan Jejaka. Jejaka sendiri tampak bersandar ranjang batu beralaskan tikar yang terbuat dari daun kelapa.Mendengar perkataan Ningrum, Jejaka terdiam. Lalu ditatapnya raut wajah jelita yang ada dipangkuannya itu. Sejak tadi, Jejaka memang sibuk membelai-belai wajah cantik jelita Ningrum. Sehingga saat Ningrum menanyakan hal itu, Jejaka menghentikan kegiatannya itu.Menikah. Tentu kata itu masih jauh dari pikiran Jejaka, tapi melihat tatapan Ningrum kepadanya dengan penuh harap, membuat Jejaka tak enak hati. Tak ingin mengecewakan gadis cantik jelita yang ada dihadapannya itu. Tapi Jejaka juga memikirkan tentang pernikahan di usia muda, menikah bukan urusan gampang. Tapi perlu pemikiran yang matang dan sangat panjang.“Jika memang kakang tak ingin, aku takkan memaksa” kata Ningrum dengan suara berat. Gadis itu bangkit dan berniat untuk be
“Dewa Abadi yang memberikan petunjuk dalam mimpiku kakang” jelas Ningrum.Jejaka kemudian membuka kotak besi hitam itu, didalamnya berisi 2 kitab bersampul merah muda. Kitab yang satu diatasnya tertulis ‘KITAB JARI SUCI’, sedangkan kitab yang satunya lagi tertulis ‘ASMARA KAMA SUTRA’.Jejaka mengambil kitab yang tertulis ‘Kitab Jari Suci’, lalu membuka lembaran demi lembaran dihadapan mereka berdua. Ternyata isinya adalah pelajaran tentang ilmu kanuragan yang lebih mengutamakan pada gerakan tangan, seperti gerakan sentilan, mencakar, menotok dan menampar.“Ini adalah jurus yang sering dipergunakan oleh Dewa Abadi sewaktu menghadapi musuh-musuhnya” kata Jejaka saat teringat akan pertarungan Dewa Abadi menghadapi lawan-lawannya. “Kau bisa mempelajari jurus ‘Jari Suci’ ini Ningrum, untuk melengkapi ilmu sukma abadi yang kau miliki” kata Jejaka, Ningrum mengangguk mantap.&ldq
Di pagi itu, Ningrum berenang di kolam Bawah Tanah yang jernih, begitu jernihnya hingga ia benar-benar bisa merasakan bagaimana berenang bersebelahan dengan ikan-ikan aneka warna. Ada kalanya gadis itu menyelam dan tinggal di dalam air selama mungkin bersama ikan dan jernihnya air. Aneh juga, ia bisa berlama-lama di dalam air, tidak seperti waktu dulu ia bertanding dengan Jejaka. Tentu saja, Ningrum berenang telanjang bulat di kolam itu. Tanpa sehelai benang pun di tubuhnya yang mulus, gadis itu bagai seekor ikan cantik yang sedang bercanda bersama alam. Air bening tak mampu menyembunyikan kemolekan dari tubuh seorang gadis muda yang penuh gejolak gairah. Gerakan tangan dan kaki yang gemulai bagai seorang bidadari turun dari khayangan, menambah pesona keindahan menjadi lebih nyata, lebih hidup. Bahkan ikan-ikan pun tampak senang berenang dekat-dekat kulit mulus berkilauan tertimpa pantulan sang mentari. Ikan warna-warni berenang mengikuti ke mana pun gadis itu bergerak.Ningrum
Jejaka dan Ningrum saling berpacu siapa yang paling cepat diantara mereka berdua. Tanpa perlu tempo lama, pasangan muda mudi tersebut sudah sampai di depan pintu gerbang sebuah perguruan silat dalam waktu yang bersamaan.Perguruan Bambu Wulung!“Aku kalah, Ningrum!""Tidak, Kakang! Aku yang kalah!"“Aku yang kalah!"“Aku!" Ningrum ngotot.“Iya deh, iya ... " akhirnya Jejaka mengalah juga.Dengan senyum manis, Ningrum langsung merangkul Jejaka, "Kenapa Kakang Jejaka selalu mengalah jika kita adu debat?""Sebab ... kalau aku yang menang, toh pada akhirnya aku yang rugi sendiri ... " sungut si Jejaka sambil memencet hidung Ningrum."Rugi?""Rugi besar malah!""Kok bisa!?""Rugi karena tidak dapat jatah!" ucap Jejaka sambil membuai mesra rambut panjang Ningrum."Dasar buaya darat!" kata Ningrum sambil mencubit mesra pinggang Jejaka. Jejaka hanya tertawa kecil saja.T
Rangga Wulung sendiri sudah merasa putus asa melihat penderitaan batin istrinya, terlebih lagi pada kehamilan istrinya yang pertama sempat mengalami keguguran, membuatnya semakin mengkhawatirkan kondisi kesehatan istrinya yang semakin lama semakin menurun. Segala macam bujukan sudah ia gunakan, tapi membuat niat Nilasari tidak pudar sedikit pun. Namun sebagai suami yang bijak, Rangga Wulung maklum dengan apa yang dialami Nilasari tercinta. Untunglah ia memiliki murid-murid yang pengertian, selalu memberi dorongan dan semangat pantang menyerah pada guru mereka agar lebih sabar dan tabah menerima cobaan kali ini. Hingga pada hari ini, tepat dua tahun sejak Ningrum menghilang, saat ia sudah berada dalam ambang batas keputusasaan, Nilasari justru bertemu kembali dengan adiknya."Ningrum ... "Hanya itu suara yang terdengar, selebihnya adalah deraian air mata dan isak tangis membuncah, menggelegak bagai air mendidih di dalam kuali dan kini ... sebuah penyaluran terhadap ket