Agatha menoleh dan mendesah frustasi, tidak ada jalan lain selain menghadapi Liam. Detik berikutnya, Agatha membelalakkan matanya, tidak memercayai apa yang tengah dilakukan pria itu padanya.
Liam menyentuhkahkan bibirnya di atas bibir Agatha. Bukan, itu bukan sebuah ciuman. Bibir mereka hanya bersentuhan untuk sesaat sebelum Liam menarik diri lalu pergi tanpa mengatakan apapun. Meninggalkan kebingungan di kepala kecil Agatha.
“Kenapa—dia menciumku?” Agatha meletakkan salah satu tangannya di bibir, membenci perasaan aneh yang timbul saat pria itu bersikap kurang ajar padanya.
Sebagai wanita normal, seharusnya dia bereaksi dengan mendorong, memukul atau bahkan menendang pria yang sudah sembarangan menciumnya. Namun Agatha tidak melakukannya dan malah membiarkan Liam pergi begitu saja.
“Apakah aku sejalang ini?” Lanjutnya.
Agatha menggelengkan kepala beberapa kali untuk membuatnya kembali sadar.
“Tidak
“Juga dari wanita tak tahu malu yang mencoba menggoda tunanganku.” Kali ini tatapan Francesca ditujukan secara terang-terangan pada Agatha.“Bisakah kau berhenti mengatakan hal-hal yang tidak masuk akal di hari pertamamu bekerja?” Theo mengatakannya dengan nada sinis yang tidak ditahan-tahan, dan langsung mendapat tatapan tidak suka dari Francesca.“Hanya berjaga-jaga saja. Kudengar salah seorang model di sini memiliki citra yang buruk di masyarakat.” Francesca menyeringai saat mendapati Agatha yang terlihat tak nyaman.“Kau ini—““Sudahlah, Theo.” Agatha menggeleng, mencegah Theo berbicara lebih banyak lagi.Keduanya memutuskan untuk pergi dari studio lebih dulu. Menghindari Francesca berbicara lebih banyak lagi.“Seharusnya kau biarkan saja tadi aku menjambak rambutnya.” Theo menggerang kesal, setibanya mereka di ruang rias.“Kau pasti sangat kesal,
“Mungkin. Tapi sayangnya, aku tidak ingin kau mati dengan mudah. Karena membuatmu tetap hidup tapi seperti di neraka, itu jauh lebih menyenangkan.”Hati Agatha berdenyut sakit saat melihat pria itu meledakkan tawa setelah selesai berbicara. Tuhan mungkin sengaja menciptakan wajah dan tubuhnya dengan begitu sempurna untuk menutupi sifat iblis yang ada di dalam dirinya.Agatha menarik napas dengan rakus saat Liam melepaskan tangannya, lalu menyipitkan mata dan mendekatkan wajah mereka.“Kau dengar baik-baik, Agatha. Aku paling tidak suka dengan wanita yang suka melawan. Jadi sebaiknya kau berpikir seribu kali sebelum mengonfrontasiku.” Setelah mengatakan itu, Liam segera berbalik dan pergi meninggalkan Agatha seorang diri.***Liam baru saja tiba di Juliette saat beberapa orang tampak berlarian ke satu arah menuju sebuah ruangan di ujung koridor. Liam mengernyitkan keningnya, lalu menatap Luca sekilas.“Ada apa?&r
“Sudah menjadi kewajibannya untuk menolong orang lain.” Lanjutnya.Agatha menunduk, menyadari sikap pria itu yang tidak membiarkannya salah paham sedikitpun. Padahal jelas-jelas Agatha ingat kalau Liam adalah orang terakhir yang dilihatnya sebelum dia hilang kesadaran. Agatha juga ingat saat pria itu melepaskan jasnya untuknya.‘Kau bahkan tidak memberiku kesempatan untuk berterima kasih.’ Ucapnya dalam hati. Agatha menggigit bibirnya frustasi.Sementara Liam memilih untuk mengabaikan pemandangan itu. Dirinya berbalik untuk menatap ke arah tirai tipis yang terpasang di sudut ruangan. Ada keheningan panjang yang menegangkan. Dan Liam, tidak mau mengingat kembali getaran yang muncul saat kulitnya bersentuhan dengan kulit Agatha seperti semalam.Liam memaksa otaknya untuk terus fokus pada rencana balas dendamnya. Sedetik kemudian, Liam berjalan ke arah nakas, lalu menuangkan air dalam gelas dan memberikannya pada Agatha.&ldquo
“Aku tidak tertarik dengan wanita murahan sepertimu.”“Apa katamu?” Francesca tidak percaya kata-kata itu keluar dari mulut Liam.“Apalagi yang bisa kukatakan tentangmu?” Liam berpaling dan memberikan intrstruksi pada Luca untuk segera membawanya pergi dari sana.“Aku tidak akan pernah melepaskanmu. Selain aku, tidak boleh ada orang lain yang memilikimu.” Desisnya setelah mendengar deru limusin Liam menjauh.“Arrrgh!” Francesca berteriak dengan frustasi, tidak menghiraukan kuku-kuku panjang tangannya yang telah merusak gaunnya.***Liam menatap makanan yang belum Agatha sentuh, dan pria itu mengerutkan dahi. Dia baru saja tiba dan langsung disuguhkan dengan pemandangan meja makan yang masih penuh.“Kau belum menyentuh makanannya. Apa aku lupa bilang kalau kau butuh makan untuk cepat pulih?” Liam berjalan ke arah Agatha, sembari menahan rasa pening di kepalanya.
Dilihat dari ukuran botolnya yang besar, sudah pasti obat itu berisikan banyak obat yang harus dikonsumsi dalam jangka waktu panjang.“Ah, itu milikku.” Dengan cepat Agatha meraih botol obatnya dari tangan Liam dan segera pergi meninggalkan pria itu.Agatha perlu menghindari Liam untuk beberapa waktu ke depan demi menjaga gengsinya akibat kejadian semalam.Liam memincingkan matanya menatap ujung tangga yang kosong setelah kepergian Agatha. Dirinya lalu mengangkat tangan untuk mengamati sebutir obat yang berhasil diambilnya tanpa sepengetahuan Agatha.“Luca.”“Ya, Tuan Stefano.”“Kau cari tahu obat apa ini.” Liam menyerahkan obat itu pada Luca, menginstruksikan pria itu untuk mencari tahu.“Baik, tuan.”“Sebenarnya itu obat apa? Kenapa dia sampai harus membawanya ke mana-mana.” Liam menelengkan kepalanya, masih merasa penasaran dengan penemuannya.***
Kejadian-kejadian yang telah lalu dan juga hari ini menunjukkan pada Agatha bahwa dia harus melakukan pelarian ini secepat mungkin. Gadis itu terus berjalan, tidak memedulikan kakinya yang mulai lecet akibat bergesekan dengan sepatu hak tinggi yang dia kenakan. Napasnya tersenggal, butuh waktu cukup lama untuk sekedar keluar dari pekarangan Liam.Agatha baru menyadari satu hal, berkat posisinya yang terpencil itulah, hunian mewah Liam terkesan bagaikan penjara sosial yang alami. Bahkan jalanan yang selalu dia lewati ini hanya memiliki satu jalur yang mengarah khusus ke palazzo milik Liam. Artinya, orang lain pun tidak bisa menggunakan jalanan itu semaunya.“Astaga, melelahkan sekali. Sudah sejauh ini pun, sepertinya aku belum mencapai setengah perjalanan menuju gerbang utama.” Agatha mengelap keringatnya kasar. Merutuki kekayaan Liam hingga membuat pria itu berpikir untuk memiliki tempat tinggal seluas itu.Agatha beberapa kali berhenti untuk mengamb
Agatha tidak percaya kalau Liam cukup licik untuk menggunakan cara seperti ini. Dari awal, entah darimana pria itu mendapatkan foto-foto palsu pernikahannya dengan Matteo, dan sekarang, Liam bahkan menggunakannya untuk menjatuhkannya. Pria itu merilisnya. Merilisnya!Agatha terduduk lemas, merasa telah salah menilai orang.Liam tidak hanya berniat menghancurkan ayahnya dan Matteo, tapi juga dirinya. Seharusnya Agatha tidak perlu terkejut seperti ini mengingat tujuan utama pria itu memang membuat hidupnya sengsara seperti di neraka.Tuuuttt… Tuuuttt…“Ya, Amelie.” Agatha menjawab dengan tenang panggilan telepon dari Amelie.“Agatha, kau baik-baik saja? Apa kau sudah melihat artikel yang kukirim?” Suara Amelie terdengar khawatir di seberang sana.“Ya.”“Sebaiknya untuk beberapa hari ini, kau jangan melihat internet dulu. Aku takut komentar buruk orang-orang akan memengaruhimu.&rdqu
Rahangnya mengeras dan dalam sekali hentakan, pria itu melemparkan gelas sampanye di tangannya hingga terpental lalu pecah setelah menabrak pintu yang tertutup.“Brengsek! Aku tidak akan membiarkan diriku dipermainkan oleh gadis sepertimu!” Matteo yang diliputi kemarahan seketika menarik tangan Agatha dan mendudukkannya di atas meja, lalu memerangkapnya.Agatha tersentak dan berusaha meloloskan diri dari pria itu. Sekuat tenaga Agatha mendorong tubuh Matteo menjauh.“Takut, hm?” Matteo menunjukkan senyum licik yang cukup membuat Agatha bergidik.“Lepaskan, aku.”“Tidak akan. Bukankah ayahmu juga sudah menyerahkanmu padaku?”“Apa yang mau kau lakukan?”“Apa yang mau kulakukan?” Pria itu mengulang pertanyaan Agatha dengan nada mengejek.Agatha mendelik dan seketika menghindar saat Matteo mendekatkan wajah padanya. Pria itu berniat menciumnya. Dan penolakan Ag
Agatha tidak pernah menyangka kebahagiaan yang sesunguhnya akan datang seperti ini. Hingga membuatnya berkali-kali meyakinkan diri kalau semua yang terjadi bukanlah mimpi. Rasanya masih seperti kemarin dia bertemu dengan Liam untuk pertama kalinya setelah perpisahan selama 14 tahun. Rasanya baru kemarin juga mereka menikah dan menghadapi berbagai cobaan dan segala kesalahpahaman.Dan rasanya, seperti baru kemarin juga mereka bertemu kembali setelah perpisahan kedua selama lima tahun. Setelah melewati semua perjalanan panjang itu, akhirnya dia bisa mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhnya. Liam sudah berubah 180 derajat dari saat pertama kali mereka bertemu.Pria itu selalu memanjakan dan menunjukkan rasa cintanya setiap saat, setiap hari. Dia juga menepati janjinya untuk selalu memprioritaskan keluarganya, membahagiakan Agatha dan anak-anaknya. Liam bahkan dengan tulus memindahkan makam ibunya di samping makan ayah dan kakaknya di rumah lama mereka, tidak lagi memisah
“Kukira aku tidak akan pernah puas jika menyangkut dirimu. Bukankah aku sudah sering mengatakannya?” Liam memainkan jari jemarinya di bahu telanjang Agatha.“Kuharap Noah tidak akan pernah menemukan kita dalam keadaan seperti ini.”“Tidak akan. Aku sudah mewanti-wanti Bibi Emy untuk ‘menjaganya’ dengan baik. Kalau sampai bocah itu lolos, aku akan memecatnya.”“Kau ini, masih saja suka sembarangan memecat orang.” Agatha memutar bola matanya malas, menanggapi sikap Liam yang masih suka seenaknya sendiri.***Sudah berminggu-minggu berlalu. Noah sudah mulai bisa beradaptasi hidup di lingkungan Cedar Hills yang dipenuhi dengan vila-vila orang kaya dengan jarak yang sangat jauh antar satu vila dengan vila lainnya. Kehidupannya sama sekali berbeda dengan saat dirinya masih tinggal di Borghetto.Di tempat tingal lamanya, rumah tetangganya berjarak tidak begitu jauh. Namun di Cedar Hills, Noah harus menerima kenyataan kalau dirinya bahkan tidak memiliki tetangga. Setelah pindah ke Como, ayahn
“Tentu saja aku tahu. Aku juga tahu makanan kesukaan semua orang di rumah ini.”“Sungguh?”“Bibi Emy adalah koki terbaik di sini. Kalau kau ingin makan sesuatu, tinggal katakan saja padanya.” Sahut Liam.“Hebat. Ayah bahkan memiliki seorang koki pribadi!”“Baiklah, kau sudah mendapatkan kamarmu. Sekarang giliran ayah mengantar ibumu ke kamar.”“Hm, bersikap baiklah padanya.”“Bibi Emy, tolong jaga dia dengan baik. Pastikan dia tidak tiba-tiba muncul di kamarku.” Ucap Liam memperingati.“Baik, Tuan Stefano.” Bibi Emy mengangguk dan tersenyum, paham betul dengan maksud perkataan majikannya itu.***“Apa Noah menyukai kamar barunya?” Tanya Agatha tanpa memalingkan pandangannya dari kebun lily putih di hadapannya.“Dia sangat menyukainya. Sekarang dia sedang menikmati tortellini cokelat kesukaannya.” Jawab Liam, pria itu berjalan mendekati Agatha dan melingkarkan tangannya posesif di pinggang istrinya.“Baguslah.” Responsnya singkat.“Kau baru tiba beberapa menit di sini dan langsung meli
“Itu—sama sekali bukan urusanku.” Liam menyeringai, menikmati pemandangan menyedihkan dari orang-orang yang telah berlaku buruk pada anak dan istrinya selama lima tahun ini.“Bukankah kalian juga bersikap tidak adil pada Agatha dan Noah saat mereka tidak memiliki apa pun?”“Tuan Stefano, mohon maafkan kesalahan kami di masa lalu. Tidak bisakah kau melupakannya dan—”“Tidak. Sudah kukatakan aku bukan orang pemaaf, jadi jangan mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin bisa kulakukan.” Liam menggamit lengan Agatha dan membawanya pergi dari sana, mengabaikan rintihan orang-orang yang memohon padanya.Liam tidak peduli, baginya orang-orang yang bersalah pantas untuk dihukum dan menerima karma mereka. Sama sekali tidak layak untuk dimaafkan. Orang-orang itu layak untuk menuai apa yang telah mereka tabor. Sekaligus sebagai peringatan bagi yang lainnya, kalau tidak boleh sembarangan memperlakukan orang lai
“Sejak awal aku sudah menyadari kemiripanku denganmu, hanya saja aku tidak ingin terlalu berharap. Aku takut kalau kenyataannya tidak sesuai dengan yang kuharapkan. Jadi aku memilih menunggu sampai kau memberitahuku lebih dulu.”Liam menjulurkan tangan untuk mengusap wajah Noah yang sudah basah oleh air mata.“Sekarang dengarkan baik-baik. Aku adalah ayahmu. Ayah yang mencintai dan sangat menginginkanmu. Kau akan selalu menjadi lebih penting daripada hidupku sendiri. Ingat itu baik-baik, oke?” Noah mengangguk mendengar penjelasan ayahnya.“Kalau begitu bersiaplah, aku akan mengantarmu ke sekolah.”“Tidak mau.” Liam mengerutkan keningnya mendengar penolakan Noah.“Aku tidak ingin berada di sekolah itu lagi. Ayah juga mengatakan kemarin kalau aku bisa mendapatkan sekolah yang lebih baik dari sekolahku yang di sini.”“Itu memang benar. Ayah akan mengantarmu ke sekolah bu
“Aku tidak mau.” Agatha menarik diri sepenuhnya dari berpelukan dengan Liam.“Kenapa?” Tanya pria itu bingung.“Usiaku sudah 29 tahun sekarang.”“Di mataku, kau terlihat jauh lebih muda dan cantik dari gadis muda mana pun.”“Aku hanya akan hamil satu kali lagi. Apa kau keberatan? Atau mau mencari wanita lain untuk memenuhi keinginanmu yang ingin memiliki banyak anak itu?”Liam menarik napas dalam sebelum menjawab, berusaha tidak ada kesalahan pengucapan dan membuat Agatha berubah pikiran.“Terserah kau saja. Berapa pun tidak masalah. Bagiku, asalkan bisa hidup dan menua bersamamu, itu saja sudah cukup. Keinginanku yang paling besar sekarang adalah menjalani hidup denganmu dan juga Noah. Dan berusaha memprioritaskan kebahagiaan kalian berdua.”“Kata-katamu terdengar manis, dari mana kau mempelajarinya?”“Aku mempelajarinya darimu.” Li
“Kau penyihir kecil menantang dengan segala kebaikannya. Dan juga istri yang kucintai. Sangat-sangat kucintai.” Jawabnya.“Kau sudah mengatakannya kemarin.”“Aku akan lebih sering lagi mengatakannya. Sesering mungkin.” Liam tak lagi menyangkal perasaannya, dan dia akan berusaha sejujur mungkin, terutama untuk membuat Agatha tetap di sisinya.Agatha merasa tubuhnya panas dan berkeringat, namun Liam dengan gerakan cepat bangkit dan meraup tubuhnya kembali dalam pelukan. Liam menciumnya, Agatha secara sadar dan sukarela membalas ciumannya.Saat tiba-tiba Liam menghentikan ciumanya, pria itu mendesah di atas bibir Agatha yang peka. Dia mengangkat kedua tangannya dan menangkup wajah Agatha, mata abu-abunya yang gelap penuh dengan hasrat yang menuntut tanggapan positif.“Aku tak akan pernah merasa puas akan dirimu, Tesoro—sayang. Kumohon, pulanglah bersamaku.”Dada Agatha serasa direma
“Anggap saja begitu. Agar rencana balas dendamku ini berjalan lancar, sebaiknya kau ikut pulang bersamaku. Dengan begitu aku bisa menghukummu—tidak—menghamilimu sebanyak yang bisa kau terima.”“Dasar kau mesum.”“Kau kira mudah menahan diri selama lima tahun?”“Siapa suruh kau tidak mencari pelampiasan lain. Dengan kualifikasimu, pasti banyak wanita yang tertarik.”“Kau pikir aku pria seperti apa? Aku adalah pria yang sudah menikah. Aku tidak ingin mengotori diriku dengan berselingkuh!”Sekarang Agatha yakin wajahnya pasti sudah sangat merah. Kenyataan bahwa suaminya tidak menginginkan wanita lain selain dirinya terdengar cukup melegakan.“Aku akan melihat Noah dulu.” Agatha berusaha menghindari Liam dengan menjadikan putranya sebagai alasan.Sejujurnya, dia merasa perlu membujuk anak itu agar tidak terlalu memusuhi Liam. Agatha paham dengan sikap Noah
Merasa malu karena terpergok oleh putranya sendiri tengah melakukan perbuatan tidak senonoh.“Oh, maafkan aku, Agatha. Apa kami datang di saat yang tidak tepat? Haruskah aku membawa Noah pergi lagi?” Tanya Frank dengan hati-hati, pria itu kesulitan berkata-kata melihat tatapan Liam yang setajam pisau.“Kukira paman orang yang baik, ternyata kau lebih mesum dari pria mana pun yang mencoba mendekati ibuku.” Noah segera berlari ke arah keduanya, lalu memberikan beberapa tinju pada Liam, membuat pria itu terhuyung ke belakang akibat serangan dadakan itu.“Apa yang kau lakukan?” Liam berusaha menghalau tangan Noah kecil yang bergerak sangat cepat ke arahnya.“Aku membencimu, karena sudah berani mencium ibuku. Aku akan memukulmu dan menendang pantatmu!” Teriaknya dengan amarah yang meluap-luap.“Agatha.” Liam menatap Agatha seolah meminta pertolongan.“Berhentilah kalian berdua.&rdq