Aku tidak menoleh ke belakang dan dia tidak memanggil namaku lagi. Aku melangkah menuruni tangga dengan koper di tanganku. Ketika aku sampai ke anak tangga paling bawah, aku melihat ayahku sedang berdiri di depan pintu ruangan tadi. mimik cemberut terukir di wajahnya.Dia tampak lebih tua sekarang. Lima tahun terakhir ini sepertinya tidak berlangsung baik untuknya.
"Aileen, jangan pergi.Kita bisa bicarakan mengenai hal ini. Luangkan waktumu untuk memikirkan hal ini."
Dia ingin aku tetap tinggal. Kenapa? Agar dia bisa membuat dirinya terlihat baik setelah menghancurkan hidupku? Menghancurkan hidup Grizelle? Aku mengeluarkan ponsel yang pernah dia berikan dari sakuku dan mengulurkannya padanya. "Ambil ini kembali. Aku tidak menginginkan ponsel itu."
Dia menatap ponsel itu lalu kembali menatap padaku. "Kenapa aku harus mengambil ponselmu?"
"Karena aku tidak ingin apa pun darimu." Jawabku marah dan aku sudah lelah. Aku hanya ingin keluar dari sini.
"Aku
Rasa lega yang aku harapkan ketika aku mengemudi keluar dari lampu lalu lintas pertama dari tiga lampu lalu lintas yang ada di sepanjang jalan. Mati rasa telah mengambil alih keseluruhan waktu mengemudiku. Kata-kata yang aku dengar dari ucapan ayahku tentang ibuku terngiang-ngiang dan terus menerus di dalam benakku sehingga aku tidak lagi mampu merasakan apapun untuk siapa pun.Aku belok kiri di lampu merah kedua dan menuju ke pemakaman. Aku perlu berbicara dengan ibuku sebelum aku menginap di salah satu hotel di sini. Aku ingin dia tahu wanita seperti apa dia. Ibu seperti apa dia. Tidak ada yang bisa menandinginya. Dia menjadi sandaranku padahal saat itu dialah yang sedang sekarat. Tidak pernah sedikitpun aku takut kalau dia akan meninggalkanku.Parkiran pemakaman kosong. Terakhir kalinya aku datang kemari banya penduduk yang datang memberikan penghormatan terakhirnya pada ibuku. Hari ini, matahari telah beranjak turun dan hanya bayangan yang menemaniku.
Aku kembali berada di dua jalur. Aku mengemudi sekitar setengah jam ke lampu merah pertama lalu belok kanan ke sebuah hotel bangunan ke dua sebelah kiri. Aku tidak pernah menginap di sini sebelumnya. Aku punya beberapa teman yang sering ke sini setelah berpesta semalaman.Membayar untuk satu malam cukup mudah. Gadis yang menjaga di meja depan terlihat akrab tapi dia lebih muda dariku. Mungkin masih SMA. Aku mengambil kunci kamarku dan segera menuju keluar.Range Rover hitam mengkilap terparkir di sebelah trukku kelihatan tidak pantas berada di sini. Hati yang kukira telah mati, rasa berdegup kencang di dadaku dalam satu dentuman yang menyakitkan seiring mataku bertatapan dengan mata Rudy. Dia berdiri menatapku di depan mobilnya dengan kedua tangan di dalam sakunya.Aku tidak berharap bertemu dengannya lagi. Setidaknya tidak dalam waktu dekat ini. Aku ingin membuat perasaanku lebih tenang. Bagaimana dia bisa tiba di sini? Aku tidak pernah mengatakan daerah asalku
1 kilo meter di luar kota sepertinya sudah cukup jauh. Tidak ada seorang pun yang pergi sejauh ini hanya untuk pergi ke apotik. Kecuali, tentu saja kalau mereka berusia dua puluh tahun dan sedang memerlukan sesuatu yang tidak ingin banyak orang tahu apa yang akan mereka beli. Sesuatu yang di beli di apotik dalam kota akan tersebar ke seluruh tempat dalam beberapa jam. Terutama kalau kau belum menikah dan membeli kondom... atau alat tes kehamilan.Aku meletakkan alat tes kehamilan di atas meja dan tidak menatap pada kasir. Aku tidak bisa. Rasa takut dan bersalah di mataku adalah sesuatu yang tidak ingin kubagi dengan orang asing. Atau juga pada Bobi. Seja aku mengucapkan selamat tingal pada Rudy agar pergi dari kehidupanku tiga minggu yang lalu, aku perlahan-lahan kembali ke rutinitasku yang dulu dengan menghabiskan waktu bersama Bobi. Ini mudah. Dia tidak menekan atau memaksaku untuk berbicara tapi ketika aku membicarakannya dia langsung diam dan mendengarkanku."Dua p
Makam ibuku adalah satu-satunya tempat yang ada dalam pikiranku untuk kutuju. Aku tidak punya rumah. AKu tidak bisa kembali ke rumah nenek Bobi. Bobi mungkin ada di sana menungguku. Atau mungkin juga tidak. Mungkin aku juga yang sudah mendorongnya pergi. Aku duduk di ujung makam ibuku. Aku menarik lutut di bawah dagu dan melingkari tangan di kakiku.Aku pulang kembali ke kota ini karena kota ini satu-satunya tempat yang kutahu akan kudatangi. Sekarang, aku harus pergi. Aku tidak bisa tinggal di sini. Keadaan yang tidak siap kuhadapi. Ketika aku masih gadis kecil ibuku pernah membawa kami ke sekolah minggu di gereja setempat. Aku teringat sebuah ayat suci yang mereka bacakan untuk kami dari Alkitab tentang Tuhan tidak memberikan beban lebih banyak dari pada beban yang mampu kita hadapi. Tuhan memberikan beban karena Tuhan tahu kalau kita mampu melewatinya. Aku mulai bertanya-tanya apakah itu hanya berlaku pada orang-orang yang pergi ke gereja setiap hari munggu dan berdoa sebe
Beti menghentikan mobil Martin di Mc Donals. Aku melihat mobil sedan kecil berwarna biru milik Luna dan memutuskan untuk tidak keluar dari mobil. Aku hanya pernah bertemu Luna dua kali sejak aku kembali dan dia sudah siap mencakarku. Dia sudah menyukai Bobi sejak SMA. Dan aku pulang kembali kemari mengacaukan apa pun jenis hubungan yang akhirnya telah berhasil mereka jalani. Aku tidak bermaksud seperti itu. Dia bisa memiliki Bobi.Beti mulai keluar dari mobil dan aku meraih lengannya. "Kita bicara di dalam mobil saja." Kataku menghentikannya."Tapi aku ingin es krim yang di campur dengan oreo." Katanya."Aku tidak bisa berada di sana. Aku kenal beberapa orang dan mereka tidak menyukaiku." Kataku.Beti menghela napas dan bersandar di kursinya. "Oke, baiklah. Lagipula aku tidak membutuhkan es krim oreo."Aku tersenyum dan santai, berterima kasih pada jendela berwarna gelap. Karena aku tahu kalau aku tidak akan terlihat saat orang-orang berhenti dan m
Papan kayu rekat di bawah kakuku saat aku melangkah kembali ke teras depan rumah. Aku membiarkan pintu tertutup dengan suara keras di belakangku sebelum aku ingat kalau pintu itu sudah tua dan kelihatan sudah lama berkarat. Aku menghabiskan banyak waktu masa kecilku di teras depan ini mengupas kacang polong dengan Bobi dan Oma. Aku tidak ingin dia marah padaku."Duduklah dan berhenti menatap seperti kau sedang bersiap untu menangis. Tuhan tahu aku mencintaimu seperti cucuku sendiri. Ku pikir kau akan menjadi salah satunya suatu hari nanti." Dia menggelengkan kepalanya. "Bocah bodoh itu tidak bisa mengatasinya bersama-sama. Aku berharap dia akan menyadarinya sebelum semuanya terlambat. tapi dia tidak menyadarinya, kan? Kau sudah pergi dan menemukan orang lain."Ini bukan sesuatu yang kuharapkan. Aku mengambil kursi di depannya dan mulai mengupas kacang polong jadi aku tidak perlu melihatnya. "Bobi dan aku sudah putus dari tiga tahun lalu. Tidak ada yang terjadi sekarang
Aku mengulurkan tangan dan menyentuh kaki Beti untuk membangunkannya. Dia sudah tertidur selama hampir 2 jam. Kami berada di luar pantai Kuta dan aku memerlukannya untuk mengemudi agar aku bisa melihat truk Bobi pada semua hotel murah sekitar sini."Kita sudah sapai?" Gumamnya mengantuk dan duduk di kursinya."Hampir. Aku memerlukanmu untuk menyetir. Aku akan mencari truk milik Bobi."Beti menatapku dengan bosan. Aku tahu dia melakukan ini hanya dengan harapan bisa membawaku kembali ke Kuta dan menjagaku di sana. Dia sama sekali tidak peduli tentang menemukan Bobi. Tapi aku butuh tumpangan. Aku akan pergi ke tempat Bobi. Dia dan aku akan bicara. Dia tidak punya hak untuk menemui Rudy. Aku hanya berharap dia tidak mengatakan pada Rudy tentang apa yang sudah ku beli.Bukan berarti aku ingin menyembunyikan rahasia itu dari Rudy. Hanya saja aku tidak akan membiarkan semuanya hilang begitu saja. Aku perlu memprosesnya. Mencari tahu apa yang harus aku lakukan s
Aku mengumpulkan seluruh keberanianku untuk datang ke sini. berdiri di depan rumahnya. Segalanya masih terlalu jelas. Bagaimana di malam pertama kali aku tiba di sini dan juga bagaimana terakhir kali aku meninggalkan tempat ini.Aku berdiri di depan Rudy. Melihatnya. Dia tampak agak kacau. Kami berdiri agak lama dan diam."Halo Rudy." Kataku."Aileen." Katanya pelan.Aku mengulurkan tangan ke atas rambutku. Aku gugup. aku selalu melakukannya ketika aku gugup. Sudah tiga minggu aku tidak bertemu dengan Rudy. Dan hari ini aku mengumpulkan keberanianku untuk datang menemuinya."Bisakah kita bicara?" Tanyaku."Tentu saja." Jawabnya dan melangkah mundur agar aku bisa masuk. "masuklah."Aku berhenti dan melirik ke arah rumah. Apakah Ayahku dan ibunya ada di sini? Apakah Grizelle ada di sini juga? Aku tidak ingin bertemu dengan mereka. Jika mereka ada di sini, maka aku akan berbalik dan pergi dan mengurungkan niatku untuk bicara dengan