"Whoa..." Jery mengulurkan tangannya untuk menangkapku saat aku memasuki dapur. "Yang terjadi di sana tadi cukup brutal tapi bisa saja lebih buruk lagi. Setidaknya Rudy datang untuk menyelamatkan." Jery memelukku dan menepuk punggungku pelan.
Aku tidak ingin Jery mengetahui betapa murahannya diriku. Aku tidak mampu mengatakan padanya kalau air mata ini disebabkan karena aku adalah rahasia kecil yang kotor dari seorang pria kaya raya. Bukan karena gadis itu yang telah menumpahkan makanan ke seluruh tubuhku di ruangan yang di penuhi banyak orang.
"Kembalilah kesana. Aku akan bicara dengan Aileen." Kata Raka ketika dia berjalan masuk ke dapur.
Jery memelukku dengan sangat erat kemudian berbalik. "Kau, bersikap baiklah padanya." Kata Jery saat berjalan melewati Raka.
Raka tidak menjawab. Dia sedang mengamatiku. Aku pikir inilah saatnya. Momen besar. 'Ini adalah kesalahanmu jadi kau bisa pergi sekarang.'
"Aku telah mengambil resiko memperingatkanm
Aku sendirian. Aku melindungi mata dari sinar matahari dengan tanganku dan melihat ke sekeliling ruangan. Rudy tidak ada di sini. Itu mengejutkan. Aku duduk dan melihat jam, hampir jam sepuluh. Tidak heran dia tidak di sini. Aku tidur sepanjang hari. Hari ini kami harus bicara. Dia telah membiarkanku masuk ke hidupnya.Aku berdiri dan berjalan menuju ke lantai bawah. Aku sudah siap untuk menemui Rudy. Pintu lorong di sisi ruang keluarga terbuka. Aku membeku. Apa artinya? Pintu itu selalu tertutup. Lalu aku mendengar suara-suara. Aku berjalan menuju tangga kedua dan mendengarkan. Suara akrab ayahku terdengar melalui tangga. Dia sudah pulang.Aku mengambil langkah pertama dan berhenti. Bisakah aku menghadapinya? Apakah dia akan menyuruhku pergi? Apakah dia tahu kalau aku tidur dengan Rudy? Apakah Grizelle akan membuat ibunya membenciku juga? Aku tidak punya waktu untuk memikirkan semua ini.Ayahku menyebut namaku dan aku tahu kalau aku harus turun ke sana dan meng
Aku tidak menoleh ke belakang dan dia tidak memanggil namaku lagi. Aku melangkah menuruni tangga dengan koper di tanganku. Ketika aku sampai ke anak tangga paling bawah, aku melihat ayahku sedang berdiri di depan pintu ruangan tadi. mimik cemberut terukir di wajahnya.Dia tampak lebih tua sekarang. Lima tahun terakhir ini sepertinya tidak berlangsung baik untuknya."Aileen, jangan pergi.Kita bisa bicarakan mengenai hal ini. Luangkan waktumu untuk memikirkan hal ini."Dia ingin aku tetap tinggal. Kenapa? Agar dia bisa membuat dirinya terlihat baik setelah menghancurkan hidupku? Menghancurkan hidup Grizelle? Aku mengeluarkan ponsel yang pernah dia berikan dari sakuku dan mengulurkannya padanya. "Ambil ini kembali. Aku tidak menginginkan ponsel itu."Dia menatap ponsel itu lalu kembali menatap padaku. "Kenapa aku harus mengambil ponselmu?""Karena aku tidak ingin apa pun darimu." Jawabku marah dan aku sudah lelah. Aku hanya ingin keluar dari sini."Aku
Rasa lega yang aku harapkan ketika aku mengemudi keluar dari lampu lalu lintas pertama dari tiga lampu lalu lintas yang ada di sepanjang jalan. Mati rasa telah mengambil alih keseluruhan waktu mengemudiku. Kata-kata yang aku dengar dari ucapan ayahku tentang ibuku terngiang-ngiang dan terus menerus di dalam benakku sehingga aku tidak lagi mampu merasakan apapun untuk siapa pun.Aku belok kiri di lampu merah kedua dan menuju ke pemakaman. Aku perlu berbicara dengan ibuku sebelum aku menginap di salah satu hotel di sini. Aku ingin dia tahu wanita seperti apa dia. Ibu seperti apa dia. Tidak ada yang bisa menandinginya. Dia menjadi sandaranku padahal saat itu dialah yang sedang sekarat. Tidak pernah sedikitpun aku takut kalau dia akan meninggalkanku.Parkiran pemakaman kosong. Terakhir kalinya aku datang kemari banya penduduk yang datang memberikan penghormatan terakhirnya pada ibuku. Hari ini, matahari telah beranjak turun dan hanya bayangan yang menemaniku.
Aku kembali berada di dua jalur. Aku mengemudi sekitar setengah jam ke lampu merah pertama lalu belok kanan ke sebuah hotel bangunan ke dua sebelah kiri. Aku tidak pernah menginap di sini sebelumnya. Aku punya beberapa teman yang sering ke sini setelah berpesta semalaman.Membayar untuk satu malam cukup mudah. Gadis yang menjaga di meja depan terlihat akrab tapi dia lebih muda dariku. Mungkin masih SMA. Aku mengambil kunci kamarku dan segera menuju keluar.Range Rover hitam mengkilap terparkir di sebelah trukku kelihatan tidak pantas berada di sini. Hati yang kukira telah mati, rasa berdegup kencang di dadaku dalam satu dentuman yang menyakitkan seiring mataku bertatapan dengan mata Rudy. Dia berdiri menatapku di depan mobilnya dengan kedua tangan di dalam sakunya.Aku tidak berharap bertemu dengannya lagi. Setidaknya tidak dalam waktu dekat ini. Aku ingin membuat perasaanku lebih tenang. Bagaimana dia bisa tiba di sini? Aku tidak pernah mengatakan daerah asalku
1 kilo meter di luar kota sepertinya sudah cukup jauh. Tidak ada seorang pun yang pergi sejauh ini hanya untuk pergi ke apotik. Kecuali, tentu saja kalau mereka berusia dua puluh tahun dan sedang memerlukan sesuatu yang tidak ingin banyak orang tahu apa yang akan mereka beli. Sesuatu yang di beli di apotik dalam kota akan tersebar ke seluruh tempat dalam beberapa jam. Terutama kalau kau belum menikah dan membeli kondom... atau alat tes kehamilan.Aku meletakkan alat tes kehamilan di atas meja dan tidak menatap pada kasir. Aku tidak bisa. Rasa takut dan bersalah di mataku adalah sesuatu yang tidak ingin kubagi dengan orang asing. Atau juga pada Bobi. Seja aku mengucapkan selamat tingal pada Rudy agar pergi dari kehidupanku tiga minggu yang lalu, aku perlahan-lahan kembali ke rutinitasku yang dulu dengan menghabiskan waktu bersama Bobi. Ini mudah. Dia tidak menekan atau memaksaku untuk berbicara tapi ketika aku membicarakannya dia langsung diam dan mendengarkanku."Dua p
Makam ibuku adalah satu-satunya tempat yang ada dalam pikiranku untuk kutuju. Aku tidak punya rumah. AKu tidak bisa kembali ke rumah nenek Bobi. Bobi mungkin ada di sana menungguku. Atau mungkin juga tidak. Mungkin aku juga yang sudah mendorongnya pergi. Aku duduk di ujung makam ibuku. Aku menarik lutut di bawah dagu dan melingkari tangan di kakiku.Aku pulang kembali ke kota ini karena kota ini satu-satunya tempat yang kutahu akan kudatangi. Sekarang, aku harus pergi. Aku tidak bisa tinggal di sini. Keadaan yang tidak siap kuhadapi. Ketika aku masih gadis kecil ibuku pernah membawa kami ke sekolah minggu di gereja setempat. Aku teringat sebuah ayat suci yang mereka bacakan untuk kami dari Alkitab tentang Tuhan tidak memberikan beban lebih banyak dari pada beban yang mampu kita hadapi. Tuhan memberikan beban karena Tuhan tahu kalau kita mampu melewatinya. Aku mulai bertanya-tanya apakah itu hanya berlaku pada orang-orang yang pergi ke gereja setiap hari munggu dan berdoa sebe
Beti menghentikan mobil Martin di Mc Donals. Aku melihat mobil sedan kecil berwarna biru milik Luna dan memutuskan untuk tidak keluar dari mobil. Aku hanya pernah bertemu Luna dua kali sejak aku kembali dan dia sudah siap mencakarku. Dia sudah menyukai Bobi sejak SMA. Dan aku pulang kembali kemari mengacaukan apa pun jenis hubungan yang akhirnya telah berhasil mereka jalani. Aku tidak bermaksud seperti itu. Dia bisa memiliki Bobi.Beti mulai keluar dari mobil dan aku meraih lengannya. "Kita bicara di dalam mobil saja." Kataku menghentikannya."Tapi aku ingin es krim yang di campur dengan oreo." Katanya."Aku tidak bisa berada di sana. Aku kenal beberapa orang dan mereka tidak menyukaiku." Kataku.Beti menghela napas dan bersandar di kursinya. "Oke, baiklah. Lagipula aku tidak membutuhkan es krim oreo."Aku tersenyum dan santai, berterima kasih pada jendela berwarna gelap. Karena aku tahu kalau aku tidak akan terlihat saat orang-orang berhenti dan m
Papan kayu rekat di bawah kakuku saat aku melangkah kembali ke teras depan rumah. Aku membiarkan pintu tertutup dengan suara keras di belakangku sebelum aku ingat kalau pintu itu sudah tua dan kelihatan sudah lama berkarat. Aku menghabiskan banyak waktu masa kecilku di teras depan ini mengupas kacang polong dengan Bobi dan Oma. Aku tidak ingin dia marah padaku."Duduklah dan berhenti menatap seperti kau sedang bersiap untu menangis. Tuhan tahu aku mencintaimu seperti cucuku sendiri. Ku pikir kau akan menjadi salah satunya suatu hari nanti." Dia menggelengkan kepalanya. "Bocah bodoh itu tidak bisa mengatasinya bersama-sama. Aku berharap dia akan menyadarinya sebelum semuanya terlambat. tapi dia tidak menyadarinya, kan? Kau sudah pergi dan menemukan orang lain."Ini bukan sesuatu yang kuharapkan. Aku mengambil kursi di depannya dan mulai mengupas kacang polong jadi aku tidak perlu melihatnya. "Bobi dan aku sudah putus dari tiga tahun lalu. Tidak ada yang terjadi sekarang
Aku benar-benar ingin keluar dari rumah. Rudy tidak ingin aku membawa keenan keluar sejak aku adalah sumber makanan bagi Keenan. Dia tetap menolak menggunakan botol bayi. Keenan hanya ingin aku. Sama seperti ayahnya yang sangat protektif terhadap kami berdua jika ada orang lain yang datang untuk menggendongnya.Minggu pertama saat kami pulang ke rumah sangat mudah. Aku kelelahan dan Keenan tidak tidur saat malam jadi aku terjebak bersamanya di tempat tidur saat siang hari. Aku merasa tidak enak karena tidak pergi ke pemakaman ayah Raka. Raka dalah temanku dan aku tidak suka melihatnya bersedih karena dia kehilangan ayahnya. Rudy meyakinkanku kalau Raka akan baik-baik saja.Aku menaruh Keenan di sofa saat dia tidur di ruang keluarga, aku akan menggunakan waktu itu untuk melakukan beberapa yoga. Aku ingin mengembalikan tubuhku sama seperti aku belum hamil Keenan.Bell pintu berbunyi sebelum aku bisa membuka vidionya jadi aku menyimpan kembali ponselku
Dia sangat sempurna. Rudy menghitung jari kaki dan jari tangannya dan aku mengecup salah satu tangannya. Dia juga sangat kecil. Aku tidak tahu kalau seorang bayi bisa sangat sekecil ini."Kita harus memutuskan sebuah nama untuknya sekarang." Kataku melihat Rudy setelah aku akhirnya di pindahkan ke ruangan perawatan.kami sudah melihat beberapa ide untuk sebuah nama tapi tidak ada yang cocok. jad kami memutuskan untuk menunggu hingga saatnya dia lahir dan memberinya sebuah nama saat melihatnya."Aku tahu, kita sudah melihatnya sekarang. Kita harus memberinya nama. Apa yang kau pikirkan?" Tanya Rudy."Aku pikir dia terlihat cocok dengan Joshua." Kataku dan tersenyum padanya. Rudy terlihat tidak menyukai nama itu."Kau memikirkan kakakmu?" Tanya Rudy.Aku tersenyum konyol padanya. "Aku ingin namamu ada padanya tapi jika kita menamainya Joshua itu akan terdengan aneh."Rudy terlihat bahagia. Dia menyukai ide tentang namanya ada pada bayi
Aku sangat ketakutan. Dan itu tidak membantu ketika aku berbalik ke arah Rudy dan dia sudah terlihat panik dan lebih takut. Aku butuh dia untuk lebih tenang. Aku sudah cukup lelah dengan bereriak karena kesakitan.Rasa sakit lainnya kembali datang dan aku memegang dengan erat pinggiran tempat tidur rumah sakit dan membiarkan air mata keluar. Terakhir kali perawat datang dan mengecek aku baru pembukaan tujuh. Aku butuh sampai ke pembukaan sepuluh."Apakah aku harus pergi memangil perawat? Apakah kau membutuhkan es? Kau ingin meremas tanganku?" Rudy tetap bertanya padaku. Aku tahu dia bermaksud untuk membuatku merasa lebih baik tapi untuk saat ini aku benar-benar tidak peduli. Aku meremas bajunya dan menariknya agar wajahnya dekat padaku."Aku bersyukur karena aku tidak punya pistolku di sini karena saat ini mungkin aku akan menembakmu agar membuatmu tetap diam." Bentakku dan melepaskan bajunya dan memegang perutku saat kontraksi lain datang."Saatnya
Aku senang akhirnya kami kembali lagi ke rumah setelah tiga bulan tidak tinggal di sini. Rudy membawaku keluar kota untuk honeymoon. kami membeli banyak baju dan mainan untuk anak kami nanti. Kami belum mempunyai nama untuknya dan kami pikir kami akan menamainya setelah dia lahir ketika melihatnya. Kami berdua menikmati waktu dengan membongkar belanjaan untuk si bayi dan menaruhnya di lemari.Jafin akhirnya datang dan membawa Rudy untuk pergi bermain golf setelah dia tau kalau kami sudah kembali. Tidak makanan di sini dan aku kelaparan. Aku memutuskan untuk pergi ke restoran klub dan menemui Jery. Aku mengambil kunci mobilku. Rudy memberlikanku sebuah mobil Mercedes Benz. Aku mengambil pistolku dan menyimpannya di bawah kursi. Aku harus memindahkannya saat anakku mulai belajar berjalan nanti.Saat aku sampai di ruang makan restoran, Jery berjalan keluar dari dapur dan tersenyum padaku. "Lihat dirimu. Kau terlihat sangat sexy walaupun kau mempunyai bola basket yan
"Aku punya sesuatu untukmu." kata Rudy.Aku mengangguk bingung dan membawaku menaiki tangga dan berhenti tepat di depankamar yang dulunya pernah aku tinggali. Aku tidak pernah ke sini sejak terakhir kali aku menunjukkan kamar ini untuk Elen sebelum pernikahan. Rudy memberikanku sinyal untuk membuka pintu kamar itu. Aku benar-benar bingung sekarang.Aku membuka pintu kamar perlahan dan membiarkan pintu itu terbuka lebar. hal pertama yang ku lihat adalah tempat tidur bayi di tengah-tenga ruangan dan beberapa ornamen binatang menghiasi menggantung di atas tempat tidur itu.Rudy menyalakan lampu dan hiasan itu berputar dan memainkan lagu saat aku melangkah ke altar pernikahan namun dengan suara Rudy yang menyanyikannya. Semua yang bisa kulakukan hanya menutup mulutku dengan tanganku.Aku melangkah masuk dan sebuah kursi goyang ada di pinggir jendela dengan sebuah selimut tipis berwarna biru diatasnya. Sebuah tempat untuk mengganti popok, beberapa lemari
"Aku harap kita tidak memiliki banyak tamu malam ini." Kataku."Tidak usah pedulikan itu. Kita tidak akan tinggal di sini." Jawab Rudy.Aku menatapnya bingung. "Apa maksudmu?"Dia tersenyum. "Kau benar-benar berpikir kalau aku akan berbagi rumah dengan semua orang ini saat malam pertamaku? Tentu saja tidak. Kita akan pergi ke apartemen klub yang sedang menunggu kita saat kita meninggalkan tempat ini.""Baguslah." jawabku.Dia tertawa dan aku melihat sekeliling dan kembali melihat semua teman kami ada di sini. Di respsi pernikahan kami. Semua yang kami cintai kecuali adik perempuannya dan ibunya. mereka berdua tidak akan menerima ini. Aku merasa bersalah karena mereka tidak ada di hari besar Rudy. Aku hanya berharap mereka bisa tetap menjadi bagian dari kehidupan kami untuk Rudy. Aku tahu itu walaupun Rudy tidak pernah mengungkitnya lagi.Mataku terkunci pada mata Bobi yang berdiri tidak jauh dari tempat kami berdansa."Aku mungk
Ayahku mengangkat lengannya ke arahku dan tersenyum."Sekarang saatnya untuk kita keluar." Katanya padaku sebelum membuka pintu. Aku menggandeng tangannya dan mengikutinya menuruni tangga dan keluar dari ruangan. Aku keluar dari dalam rumah dan menuju ke sebuah jalan yang telah di hiasi bunga mawar berwarna pink. Aku membiarkan ayahku memimpin jalan untukku.Beti dan Jery berjalan di depan kami memegang bucket mereka. Rudy berdiri di ujung altar dengan Jafin yang berdiri di sampingnya. Teman-teman kami duduk di kursi yang sudah di sediakan berepuk tangan dan tersenyum padaku. Bahkan Bobi dan neneknya juga hadir.Aku melangkah pelan di samping ayahku di iringi lagu dari Jason Mraz "I Won't Give Up" dan berharap aku tidak terjatuh karena menginjak gaun panjangku. Aku menatap ke depan dan melihat Rudy tersenyum sambil berkali-kali mengusap matanya. Jafin memberinya selembar kain putih dan membisikkan sesuatu ke telinga Rudy membuat Rudy menyenggol rusuk
Kami tinggal selama seminggu agar aku lebih mengenal saudara laki-lakiku. Karlos mudah bergaul saat aku menyadari kalau dia tidak melihatku dengan pandangan mesum tapi dia menunjukkan ketertarikan untuk mengenalku sebagai saudara perempuannya. Aku mengerti itu. Tapi aku juga senang akhirnya aku dan Rudy sudah pulang kembali ke bali.kami segera merencanakan pernikahan. Beti dan jery akan menjadi pendamping wanitaku dan Jafin akan menjadi pendamping pria untuk Rudy. Rudy memberi waktu seminggu untuk mengatur semuanya. Aku bahkan tidak beradu pendapat dengannya. Keyakinan di matanya mengatakan padaku kalau berdebat dengannya tidak akan ada gunanya. Aku lebih dari siap untuk menikahi pria ini tapi aku juga khawatir kalau mungkin aku akan berbalik dan kabur. Terutama setelah apa yang sudah terjadi pada adiknya baru-baru ini.kami akan menikah sepuluh hari sebelum valentine day.beruntungnya, Rudy mempunyai banyak uang untuk membuat pernikahan ini t
"Rudy." Kataku saat merasakan sebuah pelukan dari belakang. Aku berdiri di teras menatap ke arah lautan. Aku akan menjemput Rudy di bandara jam 7 malam ini tapi dia sudah ada di sini lebih awal.Dia membenamkan wajahnya di rambutku dan menaruh kedua tangannya di atas perutku. "Maafkan aku, Aileen. Aku sangat menyesal. Aku mencintaimu. Hal ini tidak akan terjadi lagi."Aku meringis, kata-kata itu terdengar familiar, karena dia sudah sering mengatakannya sebelumnya. "Aku mencintaimu." Jawabku."Aku mencintaimu juga." Jawabnya sambil memelukku dan kami berdiri di sana dalam diam menatap matahari yang hampir tenggelam di atas air laut.Suara batuk keras membuatku kaget. Aku perlahan mundur dari pelukannya dan mengintip dari balik bahunya. Aku tahu kalau wajahku mungkin saja sekarang sudah berubah warna menjadi merah dan aku segera menundukkan kepalaku di dada Rudy.Rudy menoleh ke belakang dan melihat seorang pria sedang mengawasi kam