Siapa wanita itu? — Elise
Theo segera turun dari mobil dan berlari menghampiri seorang wanita yang sedang berjongkok meringkuk di depan sebuah bar. Wanita itu langsung menengadahkah kepala ketika menyadari kehadiran Theo di hadapannya."Theo," ucapnya lirih dengan seulas senyum tipis. "Kupikir kau tidak akan datang.""Kau seharusnya menelepon taksi untuk membawamu ke rumah sakit terdekat." gumam Theo seraya membantu wanita itu berdiri.Ia melepas jaket denim yang dikenakannya dan menyampirkannya di tubuh Kelly untuk menutupi tubuhnya yang hanya dibalut pakaian bergaya terbuka. Rok pendek sejengkal dan atasan tak berlengan dengan bagian depan yang memperlihatkan separuh belahan dadanya. Pria lain yang melihat cara berpakaian Kelly malam itu mungkin akan tergiur untuk mencicipi tubuhnya, ditambah wajahnya yang juga tergolong cantik. Namun tidak untuk Theo. Ia sama sekali tidak merasakan hal demikian. Ia justru ingin segera mengantar wanita itu ke rumah sakit, lalu pulang ke rumah."Aku akan mengantarmu ke rumah s
Elise nyaris tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Apa ia tidak salah dengar? Theodore Blake baru saja meminta izin untuk menyentuh tubuhnya?Lampu kamar padam, sementara Elise masih mematung di tepi kasur. Ada aliran listrik yang menjalar di sekujur tubuhnya ketika Theo menyentuh kedua pundaknya. Sentuhan Theo di atas kulitnya membuat jantungnya berdegup semakin kencang.Theo mendekatkan wajahnya ke telinganya, lalu membisikkan sesuatu yang membuat otaknya berhenti bekerja selama beberapa detik. "Baiklah. Karena tak ada jawaban darimu, aku akan menganggap kau telah menyetujuinya."Gerakan kedua jempolnya yang begitu ringan berhasil melucuti gaun tidur satin yang dikenakan oleh Elise, menyisakan celana dalam tipis yang menutupi bokongnya. Theo menempelkan wajahnya ke rambut coklat bergelombang istrinya yang terurai indah dengan mata terpejam. Aroma mawar yang begitu khas itu membuat gairah yang dirasakannya semakin bergejolak dalam dirinya.Malam itu, Elise membiarkan suam
"Kau baik-baik saja?"Suara Theo yang menembus masuk ke dalam kepalanya membuat pikirannya sekita buyar. Elise tersadar dan buru-buru menggelengkan kepala. "Y-ya, aku baik-baik saja." jawabnya berbohong dengan seulas senyum canggung.Sebenarnya Elise ingin segera ke klinik, tujuannya untuk menghindari bertemu dengan Theo pagi itu. Tapi Theo memergokinya dan mengajaknya untuk sarapan bersama.Foto-foto yang diterimanya itu masih terbayang-bayang di benaknya. Bukankah sangat sakit rasanya melihat suamimu merangkul seorang wanita ke dalam sebuah hotel? Ia benar-benar tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Tapi wajah Theo terlihat sangat jelas di foto-foto tersebut. Namun sayangnya wajah wanita yang bersama dengan suaminya itu tidak terlihat.Theo menatap Elise dengan tatapan curiga. "Katakan saja jika ada sesuatu yang ingin kau sampaikan padaku." gumamnya.Elise mengalihkan tatapannya ke arah roti di atas piringnya, lalu memaksa diri untuk mengulas senyum. Tersenyumlah senetral mungkin!,
Ini bukan pertama kalinya Jonathan Nilsson menginjakkan kakinya di tempat dengan cahaya remang dan alunan musik kencang yang menarik sebagian orang untuk menari ria tanpa beban. Asap rokok, juga aroma alkohol bukan sesuatu yang asing baginya.Nathan berjalan menuju meja bartender dan tanpa butuh waktu lama, ia berhasil menemukan sosok yang dicarinya. Wanita berambut pirang panjang terurai dengan pakaiannya yang terbuka terlihat sedang mengobrol dengan bartender. Ia terlihat seperti sedang menggoda pria muda itu."Oh, kau sudah datang." sapa wanita itu ringan ketika Nathan langsung mengambil posisi duduk di sampingnya."Beri aku Tequila." ujar Nathan pada si bartender.Wanita yang duduk di sampingnya itu tersengir mendengar apa yang baru saja diucapkan Nathan. "Kupikir semua dokter tidak akan minum minuman beralkohol." ledeknya.Nathan tersenyum simpul. "Kau lupa? Aku ini dokter hewan," balasnya tak peduli. "Aku bukan dokter jantung, seperti Theodore Blake."Wanita itu menatapnya tajam
Jonathan Nilsson menganggap dirinya benar-benar sudah dibawah pengaruh alkohol. Malam itu ia habiskan di kamar hotel yang ditempati oleh Kelly Dempsey, wanita yang tiba-tiba mendatanginya beberapa minggu lalu untuk mengajaknya bekerja sama.Ya, bekerja sama untuk menghancurkan rumah tangga Elise dan Theo.Setelah pintu di belakangnya tertutup rapat, Nathan langsung mendorong tubuh Kelly hingga menabrak tembok. Tanpa mengatakan apa pun, ia langsung mendaratkan bibirnya ke leher wanita itu.Kelly tak menolak. Helaan nafas, juga desahan ringan yang meluncur dari mulutnya seolah menyiratkan bahwa ia sudah siap dengan permainan yang akan diberikan Nathan untuknya.Gerakan bibir Nathan semakin liar karena desahan Kelly di telinganya. Tanpa ragu ia melucuti pakaian kurang bahan yang dikenakan wanita itu. Hal yang sama juga dilakukan oleh Kelly. Sambil menikmati cumbuan Nathan, tangannya ikut bergerak cepat melepas pakaian yang dikenakan Nathan.Tanpa sedikit pun melepas sentuhan satu sama la
Kepalanya seolah dihantam oleh rasa sakit yang luar biasa ketika Jonathan Nilsson membuka matanya. Ia memegangi kepalanya seraya menyeret tubuhnya dan berhasil duduk di atas kasur. Butuh waktu selama beberapa detik untuk tubuhnya terasa membaik, meskipun kepalanya masih sedikit berat karena pengaruh alkohol yang diminumnya kemarin malam.Nathan menunduk menatap tubuhnya yang saat itu tidak mengenakan apa-apa. Hanya sebuah selimut tebal yang menutupi bagian bawah tubuhnya."Tidur nyenyak?"Suara seorang wanita yang tiba-tiba memecah keheningan membuat Nathan menoleh ke arah asal suara. Ya, jelas. Suara itu berasal tak jauh darinya. Siapa lagi jika bukan Kelly Dempsey yang semalaman tidur di sampingnya. Wanita itu tampaknya masih tak berbusana. Kelly menatap Nathan dengan seulas senyum semeringah. Sama sepertinya, tubuh Kelly hanya tertutup oleh selimut."Malam yang luar biasa, bukan?" goda wanita itu lagi seraya merapat ke arah Nathan.Nathan mendengus mengabaikan ucapan Kelly barusan,
Hari itu Theo pulang lebih awal dari biasanya karena hari itu bertepatan dengan hari ulang tahun kakeknya, Dalton Blake, yang ke-82 tahun.Elise sedang mengobrak-abrik lemari pakaiannya ketika Theo membuka pintu kamar. Wanita itu hanya menoleh sekilas ke arahnya saat mendengar suara pintu, lalu kembali melihat ke dalam isi lemari pakaiannya tanpa mengatakan apa pun.Sudah beberapa hari terakhir Elise terlihat agak diam, tidak seperti biasanya. Sebelumnya ia akan bertanya tentang keseharian Theo di rumah sakit saat melihatnya pulang. Meskipun Theo selalu memberikan jawaban singkat dengan sikap yang terkesan dingin. Namun sudah dua hari terakhir, Elise bersikap seolah mengabaikannya. Apa istrinya ini sudah mulai lelah dengannya? Theo bertanya-tanya dalam hati.Theo berhenti dan kemudian berdiri di samping lemari, berharap agar mendapatkan perhatian Elise. Benar saja, istrinya itu menoleh dan menatapnya heran."Ada apa?" tanya Elise dengan nada terkesan datar."Kau sedang memilih baju?"
Mansion milik keluarga Blake tampak begitu meriah malam itu. Jejeran mobil-mobil mewah terlihat hampir memenuhi pekarangannya yang luas. Puluhan pelayan berpakaian senada tampak mondar-mandir melayani ratusan tamu yang hadir. Dan mereka tak lain adalah kerabat sekaligus rekan bisnis keluarga Blake. Pesta malam itu bisa dikatakan seperti malam perkumpulan orang-orang kalangan atas.Theo membukakan pintu sekaligus menuntut Elise saat turun dari mobil. Meskipun hubungan mereka sebenarnya sedang tidak baik-baik saja, tapi Elise berusaha untuk tetap bersikap biasa saja di hadapan orang-orang, terutama keluarga Blake.Pandangan mata para tamu tertuju ke arah Elise ketika ia dan Theo berjalan berdampingan memasuki mansion. Beberapa diantaranya ada yang langsung berbisik, ada juga yang terpaku."Kau berhasil membuat mereka semua terpana dengan penampilanmu." bisik Theo yang mendekatkan wajahnya ke telinga Elise saat tahu bahwa istrinya tengah dilanda rasa gugup karena respon sekitar yang menu