“Ayo pulang!” Reza juga mengulurkan tangannya.Pria itu sangat tinggi hingga menutupi cahaya lampu yang ada di atasnya, menyisakan beberapa berkas cahaya tipis yang menimpa wajah pria itu. Namun, cahaya tipis itu malah membuat garis wajah Reza yang sempurna semakin terlihat jelas. Raut wajah yang hangat dan tenang tanpa emosi seperti biasanya.Saat itu, musik sudah berganti menjadi lagu yang lebih bersemangat. Detak jantung perempuan itu juga ikut melompat mengikuti irama musik di belakangnya. Mungkin karena Sonia telah minum terlalu banyak, sehingga jantungnya berdetak lebih cepat daripada biasanya.Pria yang telah mengajak Sonia untuk menari itu, mengenal Reza. Pria itu pun tersenyum mengangguk dengan sopan, lalu pergi.Sonia memegang tangan Reza, perempuan itu bangkit berdiri dan berjalan keluar mengikuti langkah Reza dengan samar-samar.Baru berjalan beberapa langkah, sepatu hak tinggi milik Sonia pun miring, dia pun langsung jatuh ke bahu Reza.Reza langsung merangkul pinggang Son
Ponsel yang diletakkan Sonia di atas kursi, tiba-tiba menyala. Di atasnya, masuk sebuah pesan WhatsApp dari Ranty, “Sayang, kamu dijemput sama Reza, yah? Selamat bersenang-senang.”Akan tetapi tidak ada orang yang memedulikannya, sehingga layar ponsel Sonia pun dengan cepat kembali menjadi gelap.Mobil yang mereka kendarai memasuki perkotaan dengan cepat. Setengah jam kemudian, mobil itu pun memasuki parkir bawah tanah dari Imperial Garden. Reza memeluk Sonia turun dari mobil dan langsung menaiki lift.Setelah sampai di atas dan masuk ke dalam rumah, tanpa sempat menyalakan lampu, Reza langsung meletakkan perempuan itu di atas meja bar dan kembali menciumnya. Ciuman membara milik pria itu menyebar, dari samping wajahnya hingga ke bawah telinga Sonia. Tiba-tiba saja pria itu bertanya dan mengeluarkan suaranya yang memikat, “Apa yang kamu bicarakan dengan Siska?”Sonia menarik napas dalam-dalam, mencoba kembali mengingat-ingat pembicaraan mereka dan berkata dengan pelan, “Dia tanya apak
Keesokan harinya, ketika Sonia bangun, hari sudah terang. Reza tidak ada dan dia sendirian di tempat tidur.Ketika dia turun dari tempat tidur untuk mencari pakaiannya, pahanya bergetar. Dia hampir terjatuh. Dia menghela napas, merasa seolah telah kembali ke masa di mana dia mengikuti pelatihan intensif.Dia mengira Reza sudah pergi, jadi dia membuka pintu dan keluar dari kamar. Namun, dia melihat pria itu duduk di kursi yang ada di balkon dengan secangkir kopi di tangan, sambil melihat komputernya.Reza berpakaian kasual, terlihat tampan dan berwibawa seperti biasa, bahkan lebih energik dari kemarin.Reza mendengar suara dan menoleh. Sonia pun menyapa sambil tersenyum, “Selamat pagi, Pak Reza!”Setelah dia mengatakan itu, dia baru menyadari bahwa suaranya agak serak. Tiba-tiba, telinganya terasa panas. Dia pun berhenti tersenyum karena malu.Ekspresi Reza normal, seolah tidak menyadari rasa malu yang Sonia rasakan. Dia berkata dengan lembut, “Aku sudah pesan sarapan. Kamu mandi dulu,
Hana tampak canggung. Dia berkata sambil mencibir, “Dulu aku selalu dapat nasihat dari Tante setiap ada kesulitan, jadi aku ingin menanyakan pendapatnya juga kali ini.”Tandy berkata dengan acuh tak acuh, “Lalu nanti kalau kamu mau menikah, apa kamu masih akan bertanya pada nenekku?”Hana tersipu dan melirik Reza dari ujung matanya, lalu berkata, “Tentu saja!”Tandy menghela napas, “Kalau begitu, hati-hati saja. Nenekku paling suka orang yang bermain biola di bawah jembatan. Bisa jadi kamu akan dijodohkan dengan orang itu.”Hana, “....”Sonia menahan senyum dan memasukkan sayuran ke mulutnya.Reza sekilas tersenyum kecil, lalu berpura-pura marah, “Anak kecil nggak boleh bicara waktu makan.”Ekspresi di wajah mereka semua berbeda-beda, tetapi hanya ekspresi Hana yang paling masam.Setelah hening sejenak, Hana berbicara lagi. Kali ini, dia hanya berbicara dengan Reza, “Reza, temanku membuka klub malam. Aku sudah pernah pergi ke sana dan dekorasinya cukup bagus. Gimana kalau kita ke sana
Cuaca di Jembara sudah mulai memanas di bulan Mei. Semester akan segera berakhir dan mahasiswa di Jembara University semakin sibuk.Siswa semester akhir sibuk mencari pekerjaan, mempersiapkan diri untuk sidang skripsi dan sibuk mengucapkan selamat tinggal, sedangkan Sonia dan teman-temannya juga sibuk mempersiapkan diri untuk ujian dan magang.Pada Kamis malam, kelas Sonia akan mengadakan pesta. Hari itu adalah hari ulang tahun ketua kelas mereka dan kebetulan adalah saat yang tepat bagi semua orang untuk bersantai dan menghilangkan stress yang timbul karena belajar akhir-akhir ini.Saat makan siang, Yeni bertanya kepada Sonia apakah dia akan pergi malam ini?Dia berkata dengan bersemangat, “Kali ini ketua kelas kita yang traktir. Tempat kumpul kita malam ini di Kasen. Aku nggak pernah pergi ke Kasen, jadi aku harus pergi.”Sonia memasukkan cabai ke dalam mie dengan menggunakan sendok dan berkata pelan, “Aku nggak pergi.”“Setiap kali ada acara kelas, kamu selalu nggak ikut. Aku tahu k
Wanita itu memandang Yeni. Matanya merah dan air mata mengalir turun di wajahnya, seolah-olah dia yang di-bully.Beberapa orang di sekitar datang untuk melerai pertengkaran, menarik Yeni, dan menghibur teman perempuan mereka yang menangis itu.Sonia memegang tangan Yeni dan berbisik, “Duduklah, jangan bersikap impulsif.”Yeni mendengus dingin, “Aku sangat muak dengan perempuan gatal yang sok baik.”Wanita yang menangis itu pergi. Teman-teman lainnya membujuk Yeni, “Vero kalau bicara memang begitu. Sonia jangan diambil ke hati, ya. Yeni, kamu juga jangan marah lagi!”Sonia terlihat tidak terganggu dengan hal itu, lalu menyuruh Yeni untuk lanjut bermain dengan yang lainnya dan jangan sampai hal ini memengaruhi suasana hatinya.Semua orang membuat suasana di tempat itu kembali hidup dan bersiap apa yang barusan terjadi hanyalah hal yang tidak penting.Untungnya, ruangan itu sangat ramai dan terbagi menjadi beberapa kumpulan, sehingga orang-orang lain tidak menyadari apa yang terjadi di si
Reza melirik pria itu dan berkata, “Jangan jadi pengecut. Kamu juga bisa.”Jason menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, lalu menghela nafas, “Aku sudah tua, sudah aku kehilangan sikap impulsif yang kumiliki ketika masih muda dulu. Kadang-kadang, ketika aku melihat wanita di tempat tidur, aku merasa mereka semua sama.”Reza berkata dengan tenang, “Harganya kan beda!”Jason tertawa keras.Setelah kedua orang itu pergi, perhatian Andre kembali tertuju pada Sonia, “Bagaimana perasaanmu melihat aku dan Melia jadian? Apa kamu menyesal? Kalau kamu menyesalinya, kita ....”“Andre!” Sonia memotongnya, “Apa aku harus memanggil Melia?”Andre menatapnya dengan kaget. Sorot matanya terlihat terluka dan tidak percaya, “Sonia, apa kamu nggak punya perasaan?”Ekspresi Sonia menjadi muram. Dia seperti melihat sosok seorang wanita melalui pria yang terluka itu. Wanita itu menjambak rambutnya, membantingnya ke dinding, dan memarahinya, “Kamu bodoh, ya? Sebenarnya apa aku benar-benar yang melahirkanmu?
Sonia mengangguk dan duduk di sofa di samping Reza.Ini adalah pertama kalinya dia memasuki kamar tidur utama, yang jauh lebih besar dari kamar tidur lainnya. Ada ruang kecil yang terpisah di sebelah balkon, yang isinya hanya ada sofa dan rak buku.Reza menyesap tehnya, menoleh untuk menatap Sonia, dan bertanya dengan lembut, “Waktu di koridor itu hari ini, pria itu menyatakan cintanya padamu?”Sofa di kamar Reza sangat lebar. Sonia mengangkat kakinya ke atas sofa dan mengangguk, “Iya.”Reza menyesap tehnya lagi, sepertinya mengingat momen itu dan berkata, “Pria itu sangat tampan. Apa kamu setuju untuk jadian dengannya?”Sonia berkata dengan tenang, “Nggak.”Pria itu bertanya, “Kenapa? Kamu nggak menyukainya?”Ekspresi Sonia masih datar, “Aku takut kalau aku menerimanya, aku akan kehilangan rumah yang hanya mengharuskan aku membayar uang sewa sebesar 10 juta ini.”Reza tersenyum kecil. Suaranya dalam, lembut dan sangat enak didengar karena baru minum alkohol.Dia mendekati Sonia, menga
Pretty melihat Sonia dengan tidak berdaya. Dia sungguh kehabisan akal.…Hari ini tim produksi diwakili oleh Rafael, yang baru saja diangkat sebagai manajer umum perusahaan. Dia adalah putra dari pemilik perusahaan, yang baru kembali dari studi di luar negeri.Rafael memegang gelas anggur. Tatapannya terus tertuju ke suatu arah di aula pesta. Orang di sebelahnya mengikuti arah pandangannya dan berkata dengan tersenyum, “Apa kamu tertarik sama pemeran utama wanita? Tapi si Pretty bukan bintang biasa. Lebih baik kamu jangan mengganggunya!”“Pretty?” Tatapan Rafael semakin berkilauan. Dia berbisik, “Yang pakai pakaian warna biru?”Orang yang berbicara tadi melihat ke arah pandang Rafael, lalu langsung menggeleng. “Bukan, yang itu aku tidak kenal!”Hati Rafael bergejolak ketika melihat anak perempuan itu. Dia berjalan ke samping Teddy, lalu bertanya dengan berlagak santai, “Aku merasa asing dengan wanita berpakaian biru itu. Apa dia itu pemeran dalam syuting kali ini?”Teddy melihat sekila
Sonia mengantar Reza keluar rumah. Setelah melihat mobil Reza semakin menjauh, dia baru kembali ke dalam gedung. Sonia membereskan sedikit barangnya, lalu pergi ke lokasi syuting.Setibanya di lokasi syuting, Sonia menerima pesan masuk dari Reza. Dia sudah check-in penerbangan menuju Lonson. Sonia berpesan kepada Reza supaya bekerja dengan tenang, tidak perlu mengkhawatirkannya.Sudah tidak ada pekerjaan apa-apa di dalam lokasi syuting. Sonia menyusun semua dokumennya, lalu mengobrol dengan Darren dan Amelia.Setelah menyelesaikan syuting adegan terakhir, Pretty berlari ke sisi Sonia. Tanpa memedulikan orang-orang di sekitarnya dan citranya sebagai seorang idola, dia langsung merentangkan tangan dan memeluk Sonia. “Sonia, aku nggak rela berpisah sama kamu. Kalau filmku yang selanjutnya juga syuting di Jembara, kamu mesti jadi desainerku, ya.”Selain Reza, Sonia tidak terbiasa untuk berhubungan terlalu dekat dengan orang lain. Dia menahan dirinya untuk tidak mendorong Pretty, kemudian b
Tidak peduli bagaimana Tandy menidurkan Yana, Yana masih tidak mengantuk. Setelah semuanya bubar, Yana pun melambaikan tangannya kepada Tandu dengan tidak rela. “Sampai jumpa, Kak!”Sonia memuji Tandy, “Aku nggak menyangka kamu bisa main sama anak kecil.”Tandy menunjukkan ekspresi dewasanya. “Biasa saja. Tidak sulit untuk bermain dengan anak kecil seperti dia!”…Setelah keluar dari Nine Street Mansion, saat hendak memasuki mobil, Sonia menepuk-nepuk pundak Tasya, lalu berkata dengan datar, “Pikirkan lagi. Kalau sebuah hubungan membuatmu terasa tersiksa, sudah seharusnya kamu melepaskannya!”Tasya memalingkan kepala dengan syok. Ketika melihat tatapan Sonia, hatinya terasa pilu. Dia hampir saja menangis. Tasya langsung menunduk. “Aku mengerti!”“Semuanya akan berlalu!”“Emm!” Tasya dan Sonia saling berpelukan. Dia membalikkan tubuhnya hendak memasuki mobil.…Sesampainya di rumah, Reza memandikan Sonia. Dia membiarkan Sonia untuk berbaring di atas ranjang, lalu mengoleskan krim di tub
Semua orang spontan tertawa. Ranty pun berkata, “Apa yang kamu katakan sebelumnya? Jujur atau tantangan? Kak Jason, silakan hukum mereka!”Jason bertanya pada Tiffany, “Jujur atau tantangan?”Tiffany hanya kenal dengan Sonia. Dia tidak ingin membocorkan masalah pribadinya di hadapan orang banyak. Setelah berpikir sejenak, dia pun berkata, “Tantangan!”Jason juga sudah menebak bahwa Tiffany akan memilih tantangan. Dia langsung berkata, “Gampang! Berhubung kamu dan Bondan kalah dalam ronde kali ini, kalian ciuman sekali!”Bondan segera berkata, “Tidak! Ganti yang lain. Minum, push up, sit up, apa pun boleh!”Jason tersenyum malas. “Kamu yang menang atau aku? Aku tidak mau ganti, yang itu saja!”Ranty juga ikut meramaikan. “Ayo, yang cepat! Permintaan kami juga nggak keterlaluan!”Kelly dan Sonia hanya menyaksikan dari samping. Johan dan yang lainnya mulai berkata.“Tuan Bondan, kamu tidak mengakui kekalahanmu, ya!”“Iya, dulu kamu tidak pernah ragu-ragu!”“Dia itu kekasihmu. Apa yang kam
Tandy ingin ikut meramaikan, tetapi dia malah diusir oleh Jason. “Ngapain anak kecil main kartu? Kamu jaga Yana sana!”Tandy menggendong Yana pergi dengan ekspresi kesal. Yana sungguh menyukai Tandy. Dia pun terus mencubit wajah Tandy dan memanggilnya, “Kak, Kak!”Jason bertanya bagaimana peraturan permainannya.Kelly mengusulkan untuk bermain seperti waktu itu, diberi stempel kura-kura pada yang kalah.Tiffany pun berkata dengan tersenyum, “Kita juga bisa main jujur atau tantangan, kemudian diberi sedikit hukuman. Orang yang menang diperbolehkan untuk memberi hukuman!”Bondan menimpali, “Boleh juga!”Reza menunjukkan ekspresi acuh tidak acuh. “Kalian bahas sendiri. Lagi pula semua itu juga untuk kalian!”Jason mengangkat-angkat alisnya. “Maksudmu, kamu dan Sonia tidak akan kalah?”“Tentu saja!” Reza menunjukkan ekspresi arogannya. “Aku dan Sonia tidak pernah kalah!”Jason merasa kesal. “Kalian ngomongnya seolah-olah kalian berdua itu sangat kompak!”Ranty menyipitkan matanya. Sepertin
“Meski dia cantik, semua itu juga tidak ada hubungannya sama aku!” Yandi langsung berterus terang. “Kamu juga tahu bagaimana hidupku. Apa hidupku sejalan sama dia?”Sonia berkata, “Tapi sekarang kamu sudah kembali hidup seperti normal. Asalkan Tasya nggak keberatan, aku merasa semua itu bukan masalah!”“Mana mungkin dia tidak keberatan?” Yandi tersenyum sinis. “Dia sudah hidup manja sejak kecil. Dia anaknya lugu. Apa mungkin dia akan suka dengan pria sepertiku?”Dari ekspresi kaget Tasya tadi, Yandi tahu bahwa Tasya tidak akan menerimanya.“Bagaimana kalau dia bersedia?” tanya Sonia.Sikap Yandi sangat tegas. “Tidak mungkin. Aku tidak berencana untuk berpacaran dan menikah. Jadi, aku tidak mau menunda waktunya. Lagi pula, kalau aku benar-benar bersama dengan Tasya, aku mesti panggil kamu dan Reza dengan sebutan apa? Bukannya lucu!”Sonia terdiam membisu. Dia sungguh tidak kepikiran dengan hal itu. Yandi adalah anggota Keluarga Tanadi. Sebenarnya dia satu pangkat dengan Reza. Kalau dia
Namun, bukannya akan lebih sadis apabila memberinya harapan?Yandi memutar tubuhnya secara perlahan. Dia menatap Tasya dengan serius, “Tasya, kamu tidak memahami masa laluku. Aku pernah membunuh dan melakukan banyak tindak kriminal. Aku juga pernah bersama banyak wanita.”“Aku pernah membayar uang beberapa ratus ribu demi memuaskan hasratku terhadap wanita. Dulu aku melewati hari-hariku di dunia gelap, mengganti nyawa dengan uang. Setiap kali uang sampai di tanganku, aku pun akan menghamburkannya dengan berjudi, balapan, bermain wanita!”Tasya menatap Yandi dengan syok.Salah satu ujung bibir Yandi sedikit melengkung ke atas. “Apa kamu merasa sangat kaget? Jadi, apa kamu benar-benar menyukaiku? Kamu hanya sedikit penasaran sama aku. Setelah kamu memahamiku, kamu hanya akan meremehkanku!”“Jadi, aku hanya ingin melewati sisa hidupku dengan santai saja. Masalah menikah dan punya anak tidak ada dalam rencanaku, apalagi berpacaran ….” Tiba-tiba Yandi tersenyum. “Semakin tidak mungkin lagi!
Sonia mengerutkan keningnya. Dia berdiri di tempat, melihat tatapan Tasya kelihatan tertekan ketika menatap Yandi. Dalam seketika, sepertinya Sonia sudah mengerti.Jujur saja, Sonia sungguh merasa terkejut. Dia sungguh tidak menyangka mereka akan bersama. Sebab di mata Sonia, Yandi adalah seniornya Tasya.Hoosh! Sonia sungguh merasa syok! Di dalam balkon, Tasya sedang berjalan ke sisi Yandi sembari tersenyum. Dia berbasa-basi bagai tidak pernah terjadi apa-apa. “Sudah lama aku nggak ke restoran. Apa semuanya berjalan lancar?”Saat waktu itu Tasya kembali ditolak oleh Yandi, hubungan mereka berdua menjadi semakin canggung saja. Tasya merasa agak takut untuk berjumpa dengan Yandi. Itulah sebabnya belakangan ini, dia tidak ke restoran.Yandi menoleh untuk menatap Tasya. Dia mematikan rokok, lalu mengangguk dengan perlahan. “Baik-baik saja!”Tasya meletakkan kedua tangan di atas pagar besi. Dia menatap Yandi, lalu berkata, “Dari raut wajahmu, sepertinya kondisimu nggak terlalu bagus. Apa
Tiffany berpikir sejenak, lalu membalas dengan langsung, “Nggak jadi batal!”Demi tujuan Jolin tidak tercapai, Tiffany tidak boleh membatalkan pernikahan!Bondan menatapnya. “Serius tidak mau dibatalkan lagi?”Jolin mengangguk. “Iya!”Tiba-tiba Bondan membungkukkan tubuh untuk mendekati Tiffany. Dia mengangkat tangan untuk mencubit dagu Tiffany. “Nona Jolin, sebenarnya temperamenku nggak bagus. Aku harap kamu bisa berpikir dengan saksama. Jangan plin-plan.”Kening Tiffany berkerut. Si pria masih tersenyum. Terlintas ekspresi dingin di dalam tatapannya. Jantungnya berdebar kencang. Dia kepikiran lagi dengan pelajaran yang Bondan berikan kepada Johnson waktu itu, boleh dikatakan sangat sadis.Tiffany kembali menjelaskan, “Aku memang ingin membatalkan pernikahan, tapi aku bukan orang yang plin-plan. Aku nggak pernah pergi cari Johnson. Aku juga nggak akan melakukan hal yang merusak harga diriku!”“Jadi, bagaimana dengan masalah pembatalan pernikahan? Apa kamu sudah mempertimbangkannya?” t