Reza menghela napas, lalu memeluk erat Sonia. Dagunya disandarkan di atas kepala Sonia. “Apa Kakek baik-baik saja?”Sonia bersandar di dalam pelukan Reza sembari mengangguk. “Kata Dokter Herman, Kakek akan baik-baik saja asal dia siuman. Kondisinya sudah membaik.”“Baguslah kalau begitu!” Reza mengusap kepala Sonia. “Sebenarnya aku ingin masuk untuk menemanimu, tapi aku takut kamu tidak bersedia untuk bertemu denganku. Jadi, aku pun tidak berani ke dalam.”Sonia membalas dengan perlahan, “Aku tahu kamu ada di sini. Aku pun jadi merasa lebih tenang.” Kedua tangan Sonia meremas kemeja Reza. Suaranya terdengar terisak-isak. “Reza, kenapa kamu nggak beri tahu aku?”Reza tertegun sejenak, baru membalas, “Aku sudah melukaimu hingga separah itu. Sudah dua tahun kamu tidak kembali. Kamu juga mengatakan kamu tidak mencintaiku lagi. Aku sungguh takut … takut kamu benar-benar tidak menginginkanku lagi! Aku hanya ingin kamu kembali ke sisiku dan kembali mencintaiku. Tapi aku tidak ingin kamu kemba
“Nanti aku bawa kamu untuk melihatnya. Sekarang kita pergi jenguk Kakek dulu,” ucap Reza.“Mungkin Kakek lagi tidur. Nanti kita baru pergi jenguk Kakek. Sekarang aku bawa kamu istirahat dulu.”“Ke kamarmu?”“Sepertinya kamu sudah sering ke kamarku?” Sonia meliriknya sekilas. “Sekarang malah nanya lagi!”Reza tersenyum. “Emm, selama kamu tidak ada di rumah. Aku selalu tidur di kamarmu.”Sonia sudah bisa menebaknya. Ujung bibirnya sedikit melengkung ke atas. Dia menggandeng tangan Reza membawanya ke kamar.Reza mengikuti langkah Sonia. Saat ini, hanya ada Sonia di dalam pandangannya.Setelah kembali ke kamar, Sonia duluan berjalan ke sisi nakas. Dia membuka laci terbawah, lalu ada dua amplop besar di sana. Dia mengeluarkannya, kemudian tampak sertifikat rumah atas namanya. Satunya Vila Green Garden, kemudian satunya lagi sebuah apartemen.Sonia menatap si pria dengan mengangkat-angkat alisnya. “Ngapain kamu kasih aku rumah sebanyak ini?”Reza berjalan ke sisi Sonia, lalu mengecup pipinya
Kepala Sonia bersandar di dalam pelukan Reza. “Kalau kamu merasa nggak nyaman, kamu bisa tidur di kamar sebelah.”“Nggak mau!” Reza segera menolak.“Kalau begitu, kamu jangan ganggu aku, ya. Aku mau tidur.” Sebelumnya Sonia merasa terlalu tegang. Saat ini, dia telah merasa lega. Rasa kantuk pun seketika menyerang. Dia sudah tidak bisa membuka matanya lagi.“Kamu tidur saja. Aku hanya ingin memelukmu,” gumam Reza dengan suara kecil.“Emm,” balas Sonia.Saat Sonia hampir tertidur, Reza kembali berbisik di telinganya, “Sayangku, aku ingin bilang sekali lagi, aku mencintaimu.”Sonia memejamkan matanya sembari bergumam, “Aku mencintaimu.”“Seberapa besar cintamu kepadaku?”“Aku sangat mencintaimu.”“Ulangi sekali lagi.”“Reza, bisa diam nggak, sih? Kalau nggak, aku akan segera usir kamu dari sini!” Sonia mendorong Reza, lalu membalikkan tubuhnya untuk berdiri. Dia memeluk selimut hendak menuruni ranjang. Sonia ingin tidur di kamar sebelah.Reza mengulurkan tangan langsung memeluk Sonia kemb
Sonia menggenggam tangannya. “Bukan cemas, tapi Kakek sudah hampir buat aku jantungan. Aku sudah bilang sama Dokter Herman, hari ini aku akan bawa Kakek ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan tubuh.”Jemmy langsung mengerutkan keningnya. “Bukannya Kakek sudah sembuh? Untuk apa melakukan pemeriksaan lagi? Nantinya malah muncul penyakit lain.”Reza juga ikut membujuk, “Aku sudah berpesan, setelah sampai di rumah sakit nanti, Kakek akan langsung melakukan pemeriksaan. Kakek tidak usah menunggu lagi.”“Begitu mencium bau disinfektan rumah sakit, kepalaku langsung sakit. Bisa jadi nanti aku malah sakit lagi,” ucap Jemmy sembari memberi isyarat mata kepada Dokter Herman.Herman juga merasa tidak berdaya. Dia hanya tersenyum tipis, lalu berkata, “Kalau Pak Jemmy tidak ingin pergi, jangan dipaksa juga. Dulu setiap bulannya aku selalu datang untuk memeriksa denyut nadi Pak Jemmy. Mulai saat ini, aku akan mengganti jadwal menjadi sepuluh hari sekali. Kemudian, aku akan membukakan resep obat
“Apa?” Sonia mengangkat kepalanya.“Semalam ketika aku pulang ke rumah dan menyadari barang-barangmu tidak ada di rumah lagi, aku kira kamu akan meninggalkanku lagi.” Reza mengusap keningnya. Tatapannya berubah muram. “Jantungku sudah hampir copot.”Hati Sonia terasa lara. Dia menunduk sembari berkata, “Aku akui beberapa hari ini aku memang sudah berpikir kebanyakan. Apalagi ketika melihat Gina tidur di ranjangmu. Hatiku terasa nggak nyaman.”“Aku tahu, semua itu salahku!” Reza segera berkata, “Aku sudah menyuruh orang untuk mengganti ranjang itu.”Sonia tertegun sejenak, lalu tertawa.“Apa yang sedang kamu tertawakan?” Tatapan Reza kelihatan berkilauan. Dia menggigit ujung bibirnya, lalu tersenyum. “Setelah pulang ke Jembara, aku akan bawa kamu untuk melihatnya.”Sonia menggeleng. Senyuman di wajahnya semakin lebar lagi.Reza sungguh menyukai senyumannya yang seperti ini. Dia spontan menunduk untuk mengecup bibirnya dengan lembut.Sonia takut ada yang lewat. Dia segera mendorong Reza.
Kali ini tidur Sonia sangatlah lelap. Dia bahkan tidak memimpikan apa pun. Saat terbangun lagi, matahari sudah terbit. Sinar matahari memancar ke dalam kamar.Begitu Sonia membuka matanya, tampak seorang pria sedang menatapnya dengan tersenyum. Ujung bibir Sonia juga ikut melengkung ke atas.Hati Reza pun tergerak ketika melihat senyuman Sonia. Dia spontan mencium ujung mata Sonia, lalu mengulum bibir lembutnya. “Sayangku, katakan kamu cinta sama aku!”“Aku mencintaimu!” ucap Sonia tanpa ragu sama sekali.Tenggorokan Reza seketika terasa kering. Suaranya terdengar magnetis. “Ulangi lagi.”Sonia spontan tersenyum. Dia menghindar dari bibir hangat si pria. “Reza, kamu nggak ada kerjaan, ya?”“Tidak ada!” Reza menggigit dagu Sonia. “Sebelumnya kamu sering mengatakan kamu tidak mencintaiku lagi. Sekarang kamu mesti membalasnya seratus kali lipat!”Sonia yang diusik Reza itu terpaksa berkata, “Waktu kita masih panjang. Kenapa kamu malah buru-buru?”Gerakan tangan Reza berhenti. Dia menatap
Reza segera menyingkirkan pemikiran Sonia. “Tidak mungkin! Resepsi pernikahan tetap akan diadakan.”Sonia melirik Reza dengan malas-malasan. “Aku mengerti!”Sonia menggenggam tangan Jemmy. “Kakek nggak usah khawatir dengan masalah resepsi pernikahanku. Hal yang paling penting saat ini adalah masalah kesehatan Kakek. Asal Kakek sehat-sehat, aku akan menurutimu semua kata-katamu.”“Kakek sangat jelas dengan kesehatanku. Kakek masih bisa temani kamu 30 tahun lagi. Kamu jangan cemas, ya.” Senyuman di wajah Jemmy terlihat lembut.Sonia mengangguk. “Kakek tidak boleh ingkar janji!”Reza berkata, “Aku jadi saksi mata.”Jemmy pun tersenyum lebar.Ketika mendengar suara tawa Jemmy, akhirnya Sonia bisa merasa tenang.…Kondisi kesehatan Jemmy mulai memulih. Dia sudah bisa menuruni ranjang pada hari ketiga. Dia pun sedang bermain catur dengan Reza.Pada hari keempat, Jemmy ribut hendak pergi ke gunung belakang. Namun, Sonia mengadangnya di pintu belakang. Jemmy pun bertanya pada Reza dengan emosi
Setelah pion di atas papan catur sudah penuh, tetiba ponsel yang diletakkan di samping Sonia bergetar. Kening Reza spontan berkerut. Baru saja dia hendak mengubah mode diam, Sonia pun sudah terbangun. Dia yang masih linglung itu mengulurkan tangan untuk mengambil ponselnya.Kepala Sonia bersandar di atas paha Reza. Dia membuka layar ponsel, lalu tampak ada pesan yang dikirim oleh Cindy.[ Sonia, semalam kamu sudah nonton acara belum? Kali ini, aku dan Angie dapat juara pertama. ]Di bawahnya, Cindy menambahkan emotikon tertawa lebar.Sonia pun tersenyum tipis.[ Selamat. ]Selama beberapa hari ini, Sonia terus menemani kakeknya. Dia bahkan lupa untuk menonton program acara Cindy. Hanya saja, sepertinya Cindy cukup puas dengan hasilnya.Cindy mengetik. [ Pak Venick hebat sekali. Sekarang semua orang sedang membahas masalah jahitan bunga peony-nya. Apa kamu sudah melihatnya? Pagi hari ini, berita ini pun sudah viral di media. ]Semuanya sesuai dengan dugaan Sonia. Teknik jahitan Venick
“Emm, aku tidur siang!” Theresia meregangkan tubuhnya.Nada bicara Theresia begitu terang-terangan. Ranty pun tidak berpikir kebanyakan. Dia hanya bertanya, “Bagaimana dengan pertemuan tadi siang?”Theresia terdiam sejenak, lalu berkata dengan tersenyum, “Sepertinya nggak begitu cocok.”Morgan membangkitkan tubuhnya, lalu bersandar di atas ranjang melihat ke sisi wanita yang sedang bertelepon. Dia yang membungkus tubuhnya dengan jubah tidur sedang membelakangi Morgan dan berkata pada orang di ujung telepon bahwa mereka berdua tidak cocok.“Nggak cocok?” Ranty merasa agak kecewa. “Kenapa? Apa kamu nggak suka sama dia? Atau dia yang nggak suka sama kamu?”Theresia berkata dengan nada bercanda, “Kami saling nggak suka.”“Jadi, kalian nggak nonton opera?”“Nggak!”“Kakak temanku memang lebih besar beberapa tahun dari kamu, tapi nggak kelihatan sama sekali. Apalagi dia itu orangnya agak kalem. Dia bukan nggak suka sama kamu. Kalau kamu punya perasaan sama dia, aku rasa kalian bisa coba untuk
Morgan memalingkan kepalanya, lalu mengambil boneka unicorn untuk melihatnya. Tiba-tiba dia kepikiran dengan ulang tahun ke-17 Theresia, Morgan baru pulang dari luar. Theresia menyuguhkan mie masakannya untuk dicicipinya.Morgan menyantap mie masalah Theresia, lalu memberinya sebuah gantungan kunci unicorn dan memberinya ucapan selamat ulang tahun.Pada malam hari itu juga, Morgan meminta pertama kalinya.Morgan melepaskan mantelnya, lalu meletakkannya di atas sofa. Theresia menyeduh teh, kemudian menyuguhkannya kepada Morgan. Dia berbicara dengan nada bersalah, “Hanya ada daun teh, coba dicicipi.”“Oke, tidak masalah!” Tatapan Morgan kelihatan tajam. Berhubung sering berhubungan dengan tentara bayaran, dia pun selalu menunjukkan sisi dinginnya.Theresia melangkah mundur selangkah, lalu melihat dia meminum teh.Morgan mengenakan kemeja berwarna hitam. Wibawanya kelihatan jelas. Dia memegang cangkir teh sembari duduk di atas sofa. Gambaran ini membuatnya terasa sangat ajaib.Morgan menye
Saat Theresia pergi, Morgan telah memberinya uang yang cukup banyak untuk melewati sisa hidupnya. Kenapa Theresia mesti bekerja dengan susah payah lagi?“Emm!”Theresia mengangguk. “Setelah tiba di Kota Jembara, aku berencana untuk tinggal di sini, tapi aku tidak ingin jadi pengangguran. Aku merasa aku seharusnya melakukan sesuatu. Kemudian, aku pun mendirikan sebuah perusahaan humas. Jujur saja, maksud awalku adalah perusahaan humas memiliki banyak sumber informasi. Aku pikir mungkin bisa membantumu. Aku juga nggak menyangka ternyata hasilnya cukup baik.”Morgan mengangguk.Pelayan datang untuk mengantar makanan. Mereka berdua menghentikan obrolan, lalu menyantap makanan dengan tenang.Setelah makan beberapa saat, Theresia mengangkat kepalanya dan bertanya, “Apa kamu datang ke Kota Jembara karena masalah Sonia?”“Iya!” Morgan mengangguk. “Sementara ini aku tinggal di rumah Pak Aska.”Theresia pun mengerti. Dia berkata dengan tersenyum, “Aku lihat di internet, sekarang semua opini berpi
Mereka berdua naik ke restoran lantai dua. Sonia mengirim pesan kepada Ranty.[ Kita sudah sampai! ]Ranty segera membalas pesan.[ Theresia sudah menunggu selama sepuluh menit. Suruh Tuan Morgan ke meja nomor enam! ][ Oke! ]Sonia menoleh untuk melihat Morgan. “Aku ke toilet dulu. Kamu tunggu aku di meja nomor enam. Aku akan segera kembali.”“Emm!” Morgan juga tidak merasa curiga. Dia pun berjalan ke meja makan nomor enam.Restoran di dalam opera house ini penuh dengan hawa seni. Jendela tinggi dipadukan dengan lukisan dinding dan lampu kristal kuno. Ada beberapa tamu sedang mengobrol santai. Hawa romantis dan klasik muncul di mana-mana.Morgan tahu wanita ini berada di kota ini. Hanya saja, saat bertemu, Morgan tetap merasa syok!Theresia juga terbengong. Dia spontan berdiri. Raut wajahnya seketika berubah menjadi ekspresi hormat. “Tuan Morgan!”Wanita Itu mengenakan mantel panjang berwarna hitam dengan riasan tipis di wajahnya. Alisnya indah bagai lukisan di kejauhan. Matanya bening
Sonia melirik Reza dengan tidak berdaya. Kemudian, dia memalingkan kepalanya melihat ke luar jendela. “Cuaca sudah cerah?”“Iya, sudah cerah!” Reza memiringkan tubuhnya, menopang kening dengan pergelangan tangannya. “Apa suasana hatimu sudah membaik?”Sonia meregangkan tubuhnya. “Suasana hatiku selalu baik!”Kemudian, Sonia memalingkan kepala untuk melihatnya. “Apa sudah seharusnya kamu pergi ke perusahaan untuk bekerja?”“Kamu pergi bersamaku!” Reza memasukkan tubuh lembut Sonia ke dalam pelukannya, tidak rela untuk melepaskannya.“Nggak bisa. Hari ini aku mau ke rumah Pak Aska.” Sonia mengangkat kepala untuk menatapnya. “Sekalian minta sesuatu dari Pak Guru. Aku mau mempersiapkan tes DNA Hallie.”“Kalau begitu, kamu sarapan dulu. Setelah kamu pergi ke rumahnya Pak Aska, aku baru pergi bekerja!”“Oke!”Reza menunduk, lalu mencium Sonia untuk beberapa saat. Kemudian, dia baru menggendong Sonia.Saat sarapan, Sonia baru terbaca pesan yang dikirim Ranty semalam.[ Aku sudah berhasil atasi
Reza menatap Sonia. “Jadi, jangan harap untuk meninggalkanku!”Sonia mengulurkan tangan untuk memeluknya. “Aku nggak pernah berpikir seperti itu, nggak pernah sama sekali!”Suara Reza terdengar serak. “Sayang, apa kamu peduli dengan perasaanku?”“Peduli!”“Sekarang aku sangat panik!”Sonia memeluknya. “Aku ada di dalam pelukanmu. Kenapa kamu malah panik?”“Tapi, setelah kamu tidur, kamu tidak menginginkanku lagi!” Nada bicara si pria terdengar gusar.Sonia terdiam membisu.“Sonia!” Reza mencubit dagunya. Nada bicaranya terdengar sabar dan lembut. “Kematian Serigala tidak ada hubungannya sama kamu. Dia membantu Tritop dalam begitu banyak hal. Dia sudah tidak bisa kembali lagi. Meninggal tanpa penyesalan adalah akhir yang paling bagus untuknya.”Sonia menggigit erat bibirnya. Dia tidak berbicara.“Aku bukan lagi mengatakan kata-kata yang tidak ingin kamu dengar. Kalau kamu tidak mendetoks racun di dalam tubuhmu, cepat atau lambat kamu akan diserang oleh pengaruh obat. Kalau suatu hari nan
Reza berkata dengan perlahan, “Kamu mau muntahin ke dalam air lagi?”Tangan Sonia yang sedang menekan ponsel berhenti. Dia mengangkat kepalanya melihat ke sisi sang pria.Hanya ada satu lampu yang dinyalakan di dalam kamar. Pencahayaan lampu redup dipancarkan ke lima indra tajam si pria. Di dalam suasana istimewa ini, wajah tampan Reza kelihatan agak dingin.Terdengar juga samar-samar suara turun salju di luar sana. Angin dingin mengembus kepingan salju, lalu dijatuhkan ke atas kaca. Rasa dingin mulai terasa.Mereka berdua bertatapan untuk beberapa saat, kemudian Reza berkata dengan nada datar, “Aku terus mencari alasan kenapa obat ini tidak berkhasiat. Bahkan aku juga menyuruh anggotaku untuk mencari Billy dan Profesor Regan, aku yakin mereka tidak membohongiku. Obat penawar untuk racun yang disuntikkan di tubuhmu juga tidak salah.”“Aku tidak habis pikir, padahal obat itu manjur, kemudian aku mendapatkan jawabannya pada tiga hari lalu. Aku tahu kenapa obat itu tidak manjur?”“Selain m
Saat makan malam, Rose sudah kelihatan bersemangat saat turun ke lantai bawah. Ketika melihat Juno, dia pun memberi salam dengan terkejut, “Juno, kapan kamu pulangnya?”Juno tidak ingin menghiraukan Rose. Dia hanya melirik Rose sekilas, lalu membalikkan tubuhnya berjalan ke ruang makan.“Kenapa malah nggak hiraukan aku?” Rose mengejarnya. “Apa hanya karena aku nggak tunggu kamu, lebih dulu kembali dari Kota Kibau saja? Aku merindukan Sonia!”Langkah kaki Juno semakin cepat lagi. Dia masih saja tidak berbicara.“Kenapa, sih!” Rose mengejar, lalu mengadang di hadapan Juno. Dia memutar bola matanya dan bertanya, “Jangan-jangan kamu marah karena aku tidur di ranjangmu?”Bola mata di balik kacamata Juno kelihatan dingin dan datar. “Aku takut kamu tular flumu ke aku, boleh, ‘kan?”“Aku malah mau tularin ke kamu!” Rose membelalakinya. “Biar kita sama-sama sakit. Namanya juga senasib sepenanggungan!”Juno menatap Rose, lalu mengangkat tangannya untuk memegang kening Rose. “Apa kamu masih demam?
Tenggorokan Juno bergerak. Dia menarik selimut untuk menutupi tubuh Rose.Rose malah langsung membukanya lagi. “Panas! Panas sekali!”Juno kembali menarik selimut, lalu menahan Rose tidak mengizinkannya untuk bergerak. Keningnya sendiri juga ikut berkeringat.Biasanya orang yang demam akan merasa kedinginan. Kenapa Rose malah berbeda?Juno mencari pakaian Rose, lalu memasukkannya ke dalam selimut. Dia meraba-raba mulai memakaikan pakaian di tubuh Rose. Meskipun hendak memanggil pelayan, Rose juga mesti duluan mengenakan pakaiannya. Jika tidak, bagaimana pemikiran orang lain ketika melihat Rose tidak mengenakan apa-apa di dalam kamarnya?Mungkin karena merasa gugup dan tidak pernah membantu orang lain untuk mengenakan pakaian dalam, Juno pun meneliti beberapa saat baru berhasil mengenakannya. Di antaranya, tentu saja tersentuh bagian yang tidak seharusnya tersentuh. Juno memaksakan dirinya untuk menganggap Rose sebagai anak kecil yang baru datang ke rumah Aska saja.Pada akhirnya, Juno m