Mata Sekar berkedut-kedut. "Iko bang-sat." Katanya. Tangannya meraih botol air mineral yang tinggal setengah dan melemparkannya ke muka Ricko.
"Ganas banget, sih." Ricko mengusap-usap sebelah pipinya yang kemerahan. Dia menatap Gio dengan nelangsa. Gio terkekeh. "Lu sendiri yang nyari masalah." Katanya. Dia kemudian mengambil ponsel di tangan Ricko dan memperbesar foto dua perempuan yang sedang berangkulan di layar. Matanya memicing hingga tinggal segaris. "Lo kenal gak?" Musthofa ikut mendekati ranjang Gio. "Kita dapat setelah mulihin email dia. Dapat dipastiin satu di antara dua orang itu adalah yang minta tante lo buat fitnah lo. Mereka mulai sering bertukar pesan sebulan sebelum kejadian." "Kenapa ada dua orang di foto?" Gio menolehkan kepalanya pada Musthofa. "Kemungkinan tante lo udah saling kenal seJantung Kayden berdebar kencang. Rautnya berubah tegang. "Kenapa Gio? Dokter bilang apa?" "G-Gio kritis. K-kata dokternya umurnya udah gak lama lagi." Sekar kebetulan melirik Gio yang juga sedang menatapnya dengan tajam. Sekar meneguk ludahnya dan buru-buru mengalihkan pandangannya ke lain. "Kata John, lo bilang Gio dah baikan. Lo jangan becanda." Kayden bangkit berdiri. Terdapat lapisan keringat di jidatnya. Sekar meneguk ludahnya. "G-Gio tiba-tiba kejang-kejang tadi. Abang sini. S-Sekar takut." Sekar melirik Gio yang sekarang menatapnya dengan seringai menyeramkan. "Ya, bang Kay ke sini. Sekar takut." Suaranya merengek. Kali ini gadis itu benar-benar takut. "Kirim lokasinya. Gue ke sana sekarang." Terdengar suara Kayden yang bergetar seperti sedang berlari. "Iya. Bang Kay jangan lama." Sekar menutup teleponnya.
Sekar menjentikkan jarinya. "Iya, tante Alice. Sekar baru ingat namanya. Tante ini yang suka sok akrab sama bang Kay itu, kan? Yang bibirnya merah kayak cabe." Kayden mengangguk. Tangannya mengepal erat. Matanya kemudian bertemu dengan Gio yang berbaring di atas ranjang. Kayden melihat dari bahu hingga lengan pemuda itu berbalut perban. "Gue gak pernah ngianatin lo, Kay. Lo udah kayak saudara kandung gue. Sekali pun gue gak pernah punya niat gak baik sama lo." Kayden berjalan menghampiri Gio. "Gue minta maaf." "Ngomong apa. Gue gak pernah nyalahin lo sama sekali." Gio tersenyum. Matanya berkaca-kaca. "L-lo gak benci gue? Gue pasrah kalo lo mau mukulin gue." Gio menggeleng kemudian merentangkan tangannya. "Gue cedera begini lo suruh mukulin. Mending peluk gue. Kangen gue sama lu." Pemuda itu terkekeh. Kayden berjengit jijik tapi detik berikutnya Kayden benar-benar memeluk Gio. Mat
Sekar berlari kecil memasuki rumah sendiri. Dari jauh dia tersenyum melihat Kayden duduk berdampingan dengan Gio. "Abang~" Sekar memanggil dan kedua orang itu langsung menengadahkan kepalanya. "Gue yang dipanggil." Kayden berdecak tidak puas pada Gio. Dia menepuk sisi sofa yang kosong di kanannya. "Gue juga abangnya." Gio memutar mata. Dia lalu bergeser sehingga menciptakan jarak di antara dia dan Kayden. Dia lalu menarik tangan Sekar untuk duduk di sana. Kayden menatapnya dengan tidak puas. "Lu baru tiga hari di sini udah semena-mena ya!" Gio terkekeh dan mengibaskan tangannya tak peduli. Dia lalu merapikan anak rambut Sekar yang menempel di dahi. "Ke mana aja tadi sama Shaka? Itu bawa apa?" Gio melirik kantung plastik hitam yang mengeluarkan aroma yang sudah dihapal Gio. "Telur gulung." Sekar terkikik senang. "Tadi Shaka belinya banyak banget, sebagian udah Sekar kasih sama ban
Sekar mengernyitkan dahinya melihat banyak bangunan yang dilewatinya. Dia menarik ujung jaket Shaka di depannya. Shaka menatapnya lewat spion. "Kenapa?" Tanyanya. "Ini bukan jalan ke apart aku. Katanya mau nganter pulang?" "Iya. Tapi kita ke rumah orang tuanya Bella dulu, ya." Mata Sekar melotot. "Rumah orang tua kamu dong?" Katanya horor. Shaka terkekeh. "Iya, rumah calon mertua kamu juga dong. Aku mau ngenalin kamu ke mereka." "Shaka ini-" Sekar menggigit bibirnya. Dia bahkan tak tau harus mengatakan apa. Dia panik. "Gapapa kok. Orang tua aku gak galak. Kamu tenang aja." "Tapi kita baru pulang sekolah." "Kan emang jam pulang sekolah." "Masa gak siap-siap dulu. Gak bawa buah tangan juga." "Apa yang mau disiapin sih, cantik. Jangankan ke rumah aku, ke KUA
Sekar menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Iya." Jawabnya. Shaka tersenyum puas. Dia mengacak gemas pucuk kepala Sekar. "Yaudah kalo gitu aku tinggal dulu, ya." Sekar langsung menaikkan pandangannya menatap Shaka. Shaka tersenyum manis dan meraih tangan Sekar. "Bentar aja. Ini barang bang Mustopa ada yang kebawa sama aku. Dia butuh sekarang." Sekar mengeratkan genggaman tangannya. Dia takut melihat pandangan tidak suka Ratna di belakang punggung Shaka. "Ya. Bentar doang kok. Janji abis itu gak kelayapan ke mana-mana. Lagian kan di rumah ada mama. Kalian bisa masak-masak seru lagi. Bisa belajar masak karedok juga. Itu tuh masakan sunda kesukaan aku. Kamu harus belajar bikin itu. Biar aku tambah tergila-gila sama kamu." Shaka membisikkan kalimat terakhir. "Ya ma, Shaka
Sekar sedang duduk di atas permadani dengan berbagai bumbu dapur menghampar di depannya. Di sebelah gadis itu masih menyala laptop yang layarnya menampilkan beragam informasi tentang bumbu-bumbuan beserta gambarnya. "Yang ini pedas!" Sekar menjauhkan butiran kecil berwarna putih di tangannya. Dia baru saja membauinya. Rasa pedas memenuhi rongga hidungnya. "Lagi apa?" Sekar menoleh ke belakang dan langsung tersenyum lebar. "Bang Kay~ Bang Kay datang sama Gio~" Sekar lekas menumpahkan butiran merica di tangannya ke dalam mangkuk. Dia mengibas-ngibaskan tangannya ke ujung kaosnya kemudian mendekati Kayden dan Gio. Senyumannya semakin lebar saja. "Awas robek bibirnya senyum lebar-lebar." Kayden mencubit gemas sebelah pipi Sekar. "Biarin!" Sekar menjulurkan lidahnya. Senyumnya semakin lebar. Dia lalu menyerobot untuk berdiri di tengah-
Mata Kayden berkedut kesal. "Biasa juga gue. Ada lu aja makanya jadi elu." "Ya berarti selama ini pelayanan lu kagak memuaskan. Gitu aja kagak ngarti." "Heh mulut lu!" Kayden melototkan mata. Kemudian adegan jambak menjambak terjadi lagi. Sekar beralih duduk di single sofa. Dia melanjutkan memakan cikinya dan cengengesan melihat kelakuan keduanya. "Kok lo gak misahin gue sama Kayden?" Gio menahan tangan Kayden yang hampir menyentuh rambutnya yang acak-acakan. Dia menatap Sekar tak puas. Begitu juga Kayden. "Abang berantemnya seru. Sekar mau nonton." Sekar memamerkan senyumnya. Mata Gio dan Kayden berkedut kesal. Mereka lalu berpisah dan duduk diam seperti semula. "Sini lagi," Kayden menunjuk tengah-tengah sofa yang kosong. Sekar dengan cemberut kembali duduk di sana.
Kayden terkekeh. Dia dengan semangat menunggu bagaimana Gio akan menghadapi Sekar yang curigaan. "Beneran habis putus. Astaga. Kan liat sendiri selama gue dirawat di rumah sakit gak ada yang jenguk gue. Kalo ada pacar kan gak mungkin gue gak dijenguk." Gio mendelik sebal. Sekar terkekeh. "Terus kok kenapa bisa putus?" "Kepo lu!" Gio mengusap wajah Sekar dengan telapak tangannya. "Paling habis diselingkuhin kan lo?" Kayden tersenyum mengejek. Gio bungkam. Hanya matanya yang melirik sinis Kayden. Kayden terbahak-bahak dan memukul pahanya sendiri. "Anji-ng. Beneran habis diselingkuhin?" "Setan lu!" Gio menarik bagian depan rambut Kayden. Bibirnya cemberut. Sekar terkekeh lucu. "Gio jomblo aja juga, biar kayak Sekar sama bang Kay~" Sekar mengh
"Kar~" Shaka langsung bangkit saat melihat Sekar muncul di belokan lantai apartemennya. Hatinya yang tergantung seharian ini akhirnya bisa merasakan kelegaan. Shaka mendekat dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya. "Kamu ke mana aja~? Seharian aku ngawatirin kamu. Aku takut kamu kenapa-napa." Tubuh Sekar membeku. Shaka tak menyadari keanehannya. Tangannya mengusap puncak kepala Sekar dengan sayang. "Sayang?" Shaka menundukkan kepalanya hingga wajahnya sejajar dengan Sekar. Sekar mundur ke belakang dan menundukkan kepalanya dalam-dalam. Kata-kata orang tua Shaka kemarin terngiang lagi di benaknya. Mata Sekar berembun lagi. "Kar, kamu kenapa?" "A-aku gak papa." Sekar menolehkan wajahnya ke samping saat tangan Shaka hendak menyentuh dagunya. "A-aku capek mau istirahat. Kamu sebaiknya pulang." Sekar mendorong bahu Shaka kemudian segera mem
"Iya, tapi kita kan posisinya juga lagi bolos. Ntar lo bebas mau galakin kalo lo lagi gak bolos. Ini kita sama jatohnya. Kagak malu lo?" Gio mengembalikan spatulanya ke tangan Kayden. "Aduk lagi. Jan lupa tambahin aer dikit." Perintahnya. Gio kemudian mendekati Sekar lagi. Gio menepuk puncak kepala Sekar dua kali sambil mengedipkan sebelah matanya. Sekar mengulum senyumnya. "Seneng, kan, lo sekarang ada yang bela." Kayden melototi Sekar. Sekar berpura-pura tidak melihatnya. "Sekali ini gue gak marah. Tapi besok-besok janji jangan bolos lagi." Kata Kayden lebih lembut. Sekar menganggukkan kepalanya dengan patuh. Setelahnya baru dia berani mendekati Kayden. "Bang Kay masak apa?" Tanyanya manja. "Mie rebus." Kata Kayden. Dia lalu menyerahkan spatula di tangannya. "Bantu adukin." Katanya. Dia lalu mulai memecahkan tujuh butir telur. "Banyaknya~" Sekar membulatkan mulutnya melihat mie di dalam panci
Kayden terkekeh. Dia dengan semangat menunggu bagaimana Gio akan menghadapi Sekar yang curigaan. "Beneran habis putus. Astaga. Kan liat sendiri selama gue dirawat di rumah sakit gak ada yang jenguk gue. Kalo ada pacar kan gak mungkin gue gak dijenguk." Gio mendelik sebal. Sekar terkekeh. "Terus kok kenapa bisa putus?" "Kepo lu!" Gio mengusap wajah Sekar dengan telapak tangannya. "Paling habis diselingkuhin kan lo?" Kayden tersenyum mengejek. Gio bungkam. Hanya matanya yang melirik sinis Kayden. Kayden terbahak-bahak dan memukul pahanya sendiri. "Anji-ng. Beneran habis diselingkuhin?" "Setan lu!" Gio menarik bagian depan rambut Kayden. Bibirnya cemberut. Sekar terkekeh lucu. "Gio jomblo aja juga, biar kayak Sekar sama bang Kay~" Sekar mengh
Mata Kayden berkedut kesal. "Biasa juga gue. Ada lu aja makanya jadi elu." "Ya berarti selama ini pelayanan lu kagak memuaskan. Gitu aja kagak ngarti." "Heh mulut lu!" Kayden melototkan mata. Kemudian adegan jambak menjambak terjadi lagi. Sekar beralih duduk di single sofa. Dia melanjutkan memakan cikinya dan cengengesan melihat kelakuan keduanya. "Kok lo gak misahin gue sama Kayden?" Gio menahan tangan Kayden yang hampir menyentuh rambutnya yang acak-acakan. Dia menatap Sekar tak puas. Begitu juga Kayden. "Abang berantemnya seru. Sekar mau nonton." Sekar memamerkan senyumnya. Mata Gio dan Kayden berkedut kesal. Mereka lalu berpisah dan duduk diam seperti semula. "Sini lagi," Kayden menunjuk tengah-tengah sofa yang kosong. Sekar dengan cemberut kembali duduk di sana.
Sekar sedang duduk di atas permadani dengan berbagai bumbu dapur menghampar di depannya. Di sebelah gadis itu masih menyala laptop yang layarnya menampilkan beragam informasi tentang bumbu-bumbuan beserta gambarnya. "Yang ini pedas!" Sekar menjauhkan butiran kecil berwarna putih di tangannya. Dia baru saja membauinya. Rasa pedas memenuhi rongga hidungnya. "Lagi apa?" Sekar menoleh ke belakang dan langsung tersenyum lebar. "Bang Kay~ Bang Kay datang sama Gio~" Sekar lekas menumpahkan butiran merica di tangannya ke dalam mangkuk. Dia mengibas-ngibaskan tangannya ke ujung kaosnya kemudian mendekati Kayden dan Gio. Senyumannya semakin lebar saja. "Awas robek bibirnya senyum lebar-lebar." Kayden mencubit gemas sebelah pipi Sekar. "Biarin!" Sekar menjulurkan lidahnya. Senyumnya semakin lebar. Dia lalu menyerobot untuk berdiri di tengah-
Sekar menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Iya." Jawabnya. Shaka tersenyum puas. Dia mengacak gemas pucuk kepala Sekar. "Yaudah kalo gitu aku tinggal dulu, ya." Sekar langsung menaikkan pandangannya menatap Shaka. Shaka tersenyum manis dan meraih tangan Sekar. "Bentar aja. Ini barang bang Mustopa ada yang kebawa sama aku. Dia butuh sekarang." Sekar mengeratkan genggaman tangannya. Dia takut melihat pandangan tidak suka Ratna di belakang punggung Shaka. "Ya. Bentar doang kok. Janji abis itu gak kelayapan ke mana-mana. Lagian kan di rumah ada mama. Kalian bisa masak-masak seru lagi. Bisa belajar masak karedok juga. Itu tuh masakan sunda kesukaan aku. Kamu harus belajar bikin itu. Biar aku tambah tergila-gila sama kamu." Shaka membisikkan kalimat terakhir. "Ya ma, Shaka
Sekar mengernyitkan dahinya melihat banyak bangunan yang dilewatinya. Dia menarik ujung jaket Shaka di depannya. Shaka menatapnya lewat spion. "Kenapa?" Tanyanya. "Ini bukan jalan ke apart aku. Katanya mau nganter pulang?" "Iya. Tapi kita ke rumah orang tuanya Bella dulu, ya." Mata Sekar melotot. "Rumah orang tua kamu dong?" Katanya horor. Shaka terkekeh. "Iya, rumah calon mertua kamu juga dong. Aku mau ngenalin kamu ke mereka." "Shaka ini-" Sekar menggigit bibirnya. Dia bahkan tak tau harus mengatakan apa. Dia panik. "Gapapa kok. Orang tua aku gak galak. Kamu tenang aja." "Tapi kita baru pulang sekolah." "Kan emang jam pulang sekolah." "Masa gak siap-siap dulu. Gak bawa buah tangan juga." "Apa yang mau disiapin sih, cantik. Jangankan ke rumah aku, ke KUA
Sekar berlari kecil memasuki rumah sendiri. Dari jauh dia tersenyum melihat Kayden duduk berdampingan dengan Gio. "Abang~" Sekar memanggil dan kedua orang itu langsung menengadahkan kepalanya. "Gue yang dipanggil." Kayden berdecak tidak puas pada Gio. Dia menepuk sisi sofa yang kosong di kanannya. "Gue juga abangnya." Gio memutar mata. Dia lalu bergeser sehingga menciptakan jarak di antara dia dan Kayden. Dia lalu menarik tangan Sekar untuk duduk di sana. Kayden menatapnya dengan tidak puas. "Lu baru tiga hari di sini udah semena-mena ya!" Gio terkekeh dan mengibaskan tangannya tak peduli. Dia lalu merapikan anak rambut Sekar yang menempel di dahi. "Ke mana aja tadi sama Shaka? Itu bawa apa?" Gio melirik kantung plastik hitam yang mengeluarkan aroma yang sudah dihapal Gio. "Telur gulung." Sekar terkikik senang. "Tadi Shaka belinya banyak banget, sebagian udah Sekar kasih sama ban
Sekar menjentikkan jarinya. "Iya, tante Alice. Sekar baru ingat namanya. Tante ini yang suka sok akrab sama bang Kay itu, kan? Yang bibirnya merah kayak cabe." Kayden mengangguk. Tangannya mengepal erat. Matanya kemudian bertemu dengan Gio yang berbaring di atas ranjang. Kayden melihat dari bahu hingga lengan pemuda itu berbalut perban. "Gue gak pernah ngianatin lo, Kay. Lo udah kayak saudara kandung gue. Sekali pun gue gak pernah punya niat gak baik sama lo." Kayden berjalan menghampiri Gio. "Gue minta maaf." "Ngomong apa. Gue gak pernah nyalahin lo sama sekali." Gio tersenyum. Matanya berkaca-kaca. "L-lo gak benci gue? Gue pasrah kalo lo mau mukulin gue." Gio menggeleng kemudian merentangkan tangannya. "Gue cedera begini lo suruh mukulin. Mending peluk gue. Kangen gue sama lu." Pemuda itu terkekeh. Kayden berjengit jijik tapi detik berikutnya Kayden benar-benar memeluk Gio. Mat