Langit sudah hampir gelap saat Sekar kembali ke apartemennya yang sepi. Di sebelah tangannya dia menenteng paperbag dengan logo restoran terkenal. Sekar memasuki apartemennya dengan helaan nafas yang besar dan berat. Tapi dia kemudian tersenyum saat melihat sepatu laki-laki tersimpan di rak sepatunya. Apalagi saat melihat seseorang yang sedang duduk di sofa membelakanginya. Cowok itu sedang fokus dengan layar televisi di depannya yang sedang menyayangkan siaran tinju.
Sekar buru-buru melepas sepatunya dan menyimpannya di sebelah sepatu cowok itu. Sekar kemudian berlari dengan kaki telanjangnya dan langsung memeluk cowok itu dari belakang.Cowok itu mengecup lengan yang melingkari pundaknya kemudian menatap Sekar dari samping. "Gimana sekolah hari ini? Kok sore banget pulangnya?""Aaa kangeeen... Bang Kay kenapa gak bilang dulu sih kalau mau ke sini?" Sekar melepas tas di punggungnya juga paperbag nya dan meletakkan ke atas meja. Dia kemudian bergabung menonton tv di sampingnya.Kayden mengacak rambut Sekar sambil terkekeh. "Baru juga tadi pagi ketemu."Kayden kemudian merangkul bahu Sekar. "Asemm. Mandi sono!" Meski mulutnya berkata seperti itu, tapi sebaliknya dia malah mengeratkan pelukannya pada Sekar."Gue wangi, ya!" Sekar mendongak. Matanya melotot dan bibirnya sudah mengerucut kesal. Sebagai perempuan, dia tidak terima dikatai bau.Kayden terkekeh melihat raut menggemaskan Sekar. "Gue udah dari siang di sini.""Salah siapa gak ngabarin. Sekar tadi tuh nyari jajan dulu makanya telat pulang. Abang nih datang gak ngabarin, tau gitu kan Sekar gak usah beli makan, minta bawain aja sama abang!"Kayden menarik dua pipi Sekar karena gemas."Sekar mau cerita!" Sekar menegakkan tubuhnya. Dia juga menarik tubuh Kayden agar duduk tegak menghadap dirinya.Kayden menatap Sekar dan menunggunya bercerita."Bang Kay tau gak kenapa hari ini Sekar pulang ke apartemen sore?"Kayden tersenyum. "Gak tau. Emangnya hari ini kamu ke mana dulu?""Hari ini Sekar dapat temen baru. Tadi seharian Sekar jalan-jalan sama dia. Coba liat!" Sekar dengan mata berbinar menyingsingkan lengan hoodienya dan memperlihatkan sebuah gelang berbandul ekor mermaid biru muda yang melingkari pergelangan tangannya." Bagus, kan?" Sekar meminta pendapat Kayden.Sekar berdecak puas saat melihat Kayden mengangguk. "Tadi Bella yang pilihin. Ckck... Emang bagus banget pilihan Bella!""Jadi nama temen kamu Bella?" tanya Kayden. Tangannya mengelusi rambut gadis itu yang sudah lepek karena beraktivitas seharian.Sekar mengangguk semangat. "Bang Kay tau gak, ternyata umurnya baru tigabelas tahun taun ini tapi udah sma. Dia anak beasiswa.""Dia pasti pinter banget.""Banget banget pintarnya. Tadi dia juga bantu Sekar isi tugas buat besok di kafe."Kayden tersenyum dan mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi. "Alhamdulillah... Akhirnya ada juga yang bisa bawa lo kembali ke jalan yang benar."Sekar menatap sinis Kayden. "Bang Kay berlebihan."Kayden terkekeh. "Gak diganggu Shaka kan tadi?"Sekar terkekeh begitu teringat Shaka. Dia membayangkan bagaimana respon Shaka setelah menghubungi nomor kontak tadi pagi."Jangan bilang tuh anak deketin lo!" Kayden memegang pundak Sekar. Matanya menatap tajam. "Heh, ingat ya Kar, tuh cowok gak bener. Awas lo kalau mau-mau aja dideketin dia. Gue kawinin lo sama John!"Sekar mendekatkan wajahnya. Dia yakin tadi tidak salah dengar. "Emang Sekar udah boleh terima cinta bang Jono?"Biji mata Kayden sudah hampir lepas karena saking kagetnya. Apa maksudnya sudah?"Kagak! Ya kali gue ngerestuin lo sama si kutil kuda."Meski stok laki-laki di dunia ini tinggal John seorang juga Kayden tidak akan sudi menjodohkannya dengan Sekar."Tadi katanya mau dikawinin!" Sekar berdecak sebal membuat Kayden melotot sekali lagi."Serius lo mau sama John?" Kayden menatap Sekar horor.Tidak bisa dibiarkan. Sepertinya besok dia harus mengurangi lagi jam main Sekar dengan anak Fonza. Kayden tak ingin ambil resiko."Kenapa gak! Bang Jono kan baik suka beliin Sekar telur gulung.""Heh, lo yang gue gulung ya lama-lama! Lagian kalau mau diitung, gue yang paling sering beliin lo jajan. Dasar perampok kecil!" Kayden mengusap kasar muka Sekar dengan sebelah tangannya. Jika tidak sayang, sudah digelindingkannya gadis itu ke lantai saking emosinya.Sekar melotot penuh drama, "jadi maksud abang, yang harusnya ngawinin Sekar itu Bang Kay bukan bang Jono?""Kawin kawin! Sekolah lo yang bener!" Kayden membawa kepala Sekar untuk ditenggelamkan di ketiaknya.Kayden berlalu ke dapur setelah melepaskan Sekar. Dia butuh asupan minuman dingin. Meladeni omongan Sekar beresiko besar membuat otaknya mendidih.Kayden kembali dengan dua botol minuman dingin dan beberapa buah-buahan segar. Dia melemparkan satu apel yang langsung ditangkap Sekar dengan sempurna. Kayden kembali duduk di samping Sekar dan menarik Sekar bersandar kembali di pundaknya."Jadi bener Shaka deketin lo?"Sekar yang sedang minum terbatuk-batuk dengan hebat.Kayden menepuk-nepuk punggung Sekar yang terbatuk-batuk."Sembarangan kalo ngomong!" Sekar memukul lengan Kayden begitu batuknya reda.Sekar juga menggigit lengan berotot Kayden. Meskipun tebakan Kayden benar, Sekar tidak mungkin menjawab jujur. Lagipula hanya seorang Shaka. Jangan panggil dia anak Fonza jika mengatasi satu cowok itu saja dia tidak mampu."Gue lega kalau emang lo gak diganggu. Tapi ingat ya, lo harus cerita kalau ada apa-apa. Awas aja kalau gak. Gue jual lo ke mang Sapri!" Mata Kayden melototinya."Mana mao mang Sapri. Yang ada nanti dia tekor miara orang kayak Sekar." Sekar berdecak kesal. Sembarangan saja dia ingin dijual.Kayden terbahak-bahak, "iya ya, porsi makan lo kan kayak Dajjal. Bisa bangkrut barang dagangan mang Sapri.""Abang gue Dajjal, jadi jangan salahin kalo adeknya juga kayak Dajjal!" Mata Sekar berkedut kesal. Daripada meladeni orang gila macam Kayden lebih baik dia ke kamar mandi untuk membersihkan diri.Kayden melongo setelah tersadar sesuatu. "Lah abangnya gue dong!" Kayden menunjuk dirinya sendiri.Sementara itu di tempat yang berbeda, Shaka sedang cengar-cengir menatap deretan angka di layar ponselnya.Dia berdeham sebentar sebelum menyentuh logo telepon berwarna hijau di layar.Shaka tersenyum melihat panggilnya diangkat. Dia buru-buru menempelkan ponselnya ke telinga."Hai." Shaka menyapa dengan suaranya yang paling merdu."..."Wajah Shaka mengeras kemudian segera memutuskan panggilan secara sepihak."Arghhh... Gue harap lo cuma becanda, Kar." Shaka melempar ponselnya ke tengah ranjang Vernon.Vernon, Bara, Ricko dan Devan yang sedang duduk di balkon kamar Vernon melongokkan kepala dari luar."Arghhh Sekaar." Shaka frustrasi. Dia menyugar rambutnya ke belakang kemudian memejamkan mata. Empat sahabat Shaka saling berinteraksi lewat mata. "Pak bos gak abis kesambet setan kamar mandi rumah lo pan?" Bara menundukkan kepala untuk berbisik-bisik di antara mereka. Vernon menggeleng polos."Tumben-tumbenan dia nyebut nama cewek sefrustrasi itu." Celetuk Bara ikut-ikutan. "Biasa dia
"Gak. Soalnya kemaren pak Jarwo udah cerita." Jawab Sekar. Dia terkekeh melihat wajah kesal Sadi. "Eh, itu pesenan Sekar deh kayaknya." Sekar mendekati gerbang saat melihat mamang gopud. Dia berdecak puas saat sudah menerima dua plastik besar pesanannya. Sekar kembali ke pos satpam dan mengeluarkan tiga bungkus bakso ke atas meja. "Buat bapak-bapak." "Aduh neng, jadi ngerepotin." Sadi tersenyum sungkan. "Padahal baru kemarin neng beliin kita rokok mahal, sekarang dikasih makanan gratis pula." "Gak papa. Lagian bukan duit Sekar juga." Sekar terkekeh. "Kalo gitu sampein makasih kita buat pacarnya neng, ya." Ucap Jarwo. "Iya." Sekar terkekeh saja. Dia membayangkan pasti Kayden akan mengamuk kalau Sekar mengaku-ngaku pacarnya. Sekar kemudian pamit pada bapak-bapak itu. °°°°° "Lo dari mana aja? Gue udah keliling-keliling nyari lo tau." Bella mendumel saat melihat Sekar baru saja tiba di taman. Bella sudah lama menunggunya. "Aak!" Sekar bersendawa. Dia mengesampingkan bungkus bening
Sekar membasuh wajahnya berkali-kali untuk meredamkan amarahnya. Kata Kayden, jika sedang marah Sekar harus pergi membasuh muka untuk menenangkan perasaannya."Dia gatau apa-apa. Dia bego. Shaka bego. Shaka ba-jingan." Sekar terus menepuk-nepuk air ke wajahnya. Air matanya sesekali masih merembes. Sekar menggigit bagian dalam bibirnya agar tangisnya tidak pecah."Ibu orang baik." Bibir Sekar bergetar. Bayangan ibunya yang tengah senyum dari tengah laut terlintar di benaknya. Hati Sekar langsung tenggelam hingga ke dasar.Ceklek.Seseorang membuka pintu toilet dari luar. Sekar melihat orang yang masuk dari kaca di depannya. Sekar menatap datar pantulan orang itu dan melihat gadis itu mendekatinya."Gimana rasanya dihina sama cowok paling ganteng di Garuda?" Evelyn berdesis. Gadis itu juga menatap Sekar dari pantulan kaca di depan mereka.Sekar menyunggingkan senyumnya. "Segitunya lo pengen ngejek gue sampai rela buntutin ke toilet." Evelyn berdecak. "Gak usah alihin pembicaraan." Seka
"Arghhh..." Shaka berteriak sambil kembali menghantamkan kepalan tangannya ke samsak tinju. Kakinya sesekali terinjak pecahan beling menimbulkan bunyi keras di ruangan sunyi itu."Bang-sat. Be-go. Be-go." Shaka kembali menghantamkan tinjunya. Kulit tangannya sudah robek dan darah merembes yang sebagian sudah mulai mengering. "Sejak kapan lo berubah brengsek gini, ha! Bajing-an. Bang-sat. Punya mulut dijaga, anj-ing!"Shaka terus meninju ke depan. Semakin dia ingin melupakan kejadian tadi, semakin kata-kata jahatnya berputar seperti kaset rusak di kepalanya. Apalagi teringat wajah Sekar yang menangis karena kata-kata kasarnya. Shaka merasa begitu brengsek.Dia memang sedikit tersinggung dengan yang dikatakan Sekar, tapi tentu itu bukan salah Sekar. Perempuan mana pun pasti akan merasa risih jika terus didekati apalagi dengan paksaan seperti yang dilakukan Shaka beberapa hari ini. Tidak seharusnya Shaka marah pada gadis itu. "Gue harus apa, nyet!" Shaka menyugar rambutnya frustrasi. Tu
Nafas lelaki itu menderu. Telunjuknya menunjuk Kayden tepat di muka. "Yang sopan kamu sama orang tua!""Tua-tua bangsat kayak lo gak perlu pake sopan santun." Kayden berdecak sambil memeriksa jam yang melingkar di pergelangan kirinya."Dasar pemuda gak berakhlak. Dari dulu saya sudah gak suka kamu berteman dengan anak saya. Kamu itu cuma bawa pengaruh buruk untuknya!" Ucap orang itu. Suaranya yang besar membuat beberapa orang memperhatikan mereka. "Malu om, sok-sokan bawa-bawa akhlak, sendirinya jadi penipu." Kayden tersenyum miring. "Jaga mulut kamu, ya!" Telunjuk pria tua itu kembali mengacung. Matanya melotot. Mukanya merah sampai ke telinga. Kayden terkekeh dan melambaikan tangannya. Sebenarnya dia masih ingin meladeni orang tua itu, tapi seseorang berseragam satpam di dekat pintu sana membuat Kayden mengurungkan niatnya."Gelutnya di luar aja ya, mas Kay. Saya titip satu bogem mentah di perut." Ucap satpam itu saat Kayden melewatinya.Kayden meliriknya sebal. "Besok-besok kalo
Sekar menatap hamparan pasir putih di depannya yang sesekali diderai ombak dari laut yang tenang di depannya. Sekar menatap ke kejauhan. Ada rasa rindu yang sangat nyata di matanya. Rindu yang tak pernah bisa dicurahkannya lagi. Sekar menghirup nafas dalam dan mengeratkan genggamannya pada dua plastik besar yang ditentengnya. Dia melangkah menuju rumah kayu yang berdiri sendiri tak jauh dari pantai itu. Pohon kelapa melambai di sisi kiri kanan rumah itu. Langkah Sekar semakin dekat.Dia tersenyum melihat ayunan di halaman rumah kayu itu. Membayangkan dirinya kecil yang duduk di atas sana dengan dua anak laki-laki yang menjaganya di sisi kiri kanannya. Sekar kecil akan menjerit-jerit jika keduanya mengisenginya dengan ayunan yang besar. Sekar menghela nafas panjang. Betapa waktu cepat berlalu. Sekar tiba di depan pintu. Dia memegang hendel dan memutarnya pelan. Lalu berjingkat-jingkat saat lebih masuk ke bagian dalam rumah. Melewati dinding yang memperlihatkan sepasang orang tua dan s
Sekar berhenti mendayung perahunya. Dia sudah cukup jauh dari bibir pantai. Rumah bude terlihat kecil dari tempatnya. Sekar melihat sekelilingnya yang sunyi. Hanya ada hamparan lautan yang biru."Bu, Sekar datang." Sekar menyentuh permukaan air laut yang sedikit hangat karena paparan matahari. Tangannya mengecipak permukaan air yang tenang. Dia menghela nafas. Rasanya begitu sesak karena menahan rindu. "Ibu apa kabar?" Lirih Sekar. Dia lagi-lagi teringat ucapan Shaka. Tangannya mengepal. "Tadi ada yang ngatain ibu. Maaf Sekar gak bisa ngelakuin apa-apa buat bela ibu. Sekar gak berdaya. Sekar lemah." Sekar memandang sayu. Matanya kembali berair. Sekar tiba-tiba menggeleng. Tidak. Dia tidak boleh menangis. Ibunya akan sedih jika melihatnya seperti ini. Sekar menepuk-nepuk pipinya. Dia tidak boleh cengeng. "Ibu apa kabar? Kabar Sekar baik, tapi masih lapar." Sekar terkekeh. "Sekar makan lagi, ya." Sekar mengambil telur gulungnya dan mulai makan dengan hening. Dia makan sambil bercucur
Sekar menatap Kayden pura-pura kaget, "Abang beneran mau Sekar buang, ya? Tapi badan bang Kay berat, Sekar sama bude gak akan sanggup. Tapi nanti kalau bang Kay emang pengen banget, bang Kay nanti jalan aja ke ujung dermaga, nanti Sekar bantu ikat tangan sama kaki abang ya. Terus nanti Sekar bantu dorong juga." Sekar menepuk-nepuk punggung Kayden.Kenapa Kayden merasa seolah dialah yang ingin dibuang. Rautnya langsung berubah masam. Dia memulai makannya tanpa menghiraukan Sekar lagi."Ngomong-ngomong nak Kayden," Marni berhenti sejenak dan melirik Sekar dengan ujung mata."Bude nolak tawaran Sekar tadi?" Sekar cemberut melihat gelagat budenya. Pasti bude ingin meminta bantuan Kayden untuk menolak tawarannya. Jangan sampai dia gagal berbisnis dengan paman tampan-, maksudnya paman baik hatinya."Tawaran apa nih, bude kok sekarang main rahasia-rahasiaan sama Kayden? Bude udah gak anggap Kayden anak lagi, ya?"Sekar bergidik ngeri melihat Kayden merajuk."Jijik." Sekar merampas piring di t