Sementara itu di tempat yang berbeda, Shaka sedang cengar-cengir menatap deretan angka di layar ponselnya.Dia berdeham sebentar sebelum menyentuh logo telepon berwarna hijau di layar.
Shaka tersenyum melihat panggilnya diangkat. Dia buru-buru menempelkan ponselnya ke telinga."Hai." Shaka menyapa dengan suaranya yang paling merdu."..."Wajah Shaka mengeras kemudian segera memutuskan panggilan secara sepihak."Arghhh... Gue harap lo cuma becanda, Kar." Shaka melempar ponselnya ke tengah ranjang Vernon.Vernon, Bara, Ricko dan Devan yang sedang duduk di balkon kamar Vernon melongokkan kepala dari luar."Arghhh Sekaar." Shaka frustrasi. Dia menyugar rambutnya ke belakang kemudian memejamkan mata.Empat sahabat Shaka saling berinteraksi lewat mata."Pak bos gak abis kesambet setan kamar mandi rumah lo pan?" Bara menundukkan kepala untuk berbisik-bisik di antara mereka. Vernon menggeleng polos."Tumben-tumbenan dia nyebut nama cewek sefrustrasi itu." Celetuk Bara ikut-ikutan."Biasa dia yang bikin cewek-cewek frustrasi." Ricko terkekeh pelan."Btw masih Sekar cecan bule itu, kan? Yang cantik banget? Dekel X Ipa 2, yang pendiem itu, yang udah ditabrak Shaka empat kali? Gue bisa pastiin cuma ada satu cewek yang namanya Sekar di Garuda." Vernon berbisik semakin pelan.Duk"Cewek aja cepet lo!" Bara menggeplak kepala Vernon. Tapi kemudian dia melanjutkan ucapannya. "Btw yang kemaren diajak Bella ke kantin itu, kan? Yang cantik banget? Pantes pak bos tergila-gila.""Lo juga sama, Marjuki!" Vernon emosi dan balik menggeplak kepala Bara."Bokap gue, Budiman!" Bara yang tak terima kembali menggeplak kepala Vernon."Budiman bokap gue, ya. Gak sudi bokap gue ngangkat lo anaknya!"Bara menatap sinis, dia menggeplak kepala Vernon sekali lagi. Suara mereka sudah tidak berbisik-bisik lagi. "Gue juga ogah sodaraan sama orang goblok kayak lo!"Shaka memandang mereka dengan sebal. Dia yang sedang kesal, kenapa malah dua orang itu yang ribut."Btw Shak," panggil Ricko sambil melangkah mendekat. Dia menunjukkan layar ponselnya yang menampilkan pesan seseorang. "Mantan lo chat gue mulu dari kemaren. Dia nanyain lo tuh." Ricko terkekeh.Shaka menatapnya sinis. "Bilang kalo gue minta dia pacaran sama lu."Ricko balas menatap sinis. "Gak. Makasih."***EvelynEvelyn send a photoEvelynEvelyn send a photoSekar mendesis saat membuka dua foto yang barusan berturut-turut dikirim orang itu. Dia meremas ponsel di tangannya."Cewek gila. Belum puas lo rebut semuanya dari gue selama ini!" Suara Sekar bergetar. Dia segera menghubungi nomor Evelyn."Gimana, lo masih berani macem-macem setelah liat foto yang gue kirim?" Suara Evelyn terdengar di seberang sana.Sekar mengepalkan tangannya. "Jangan pernah libatin orang lain lagi, Len.""Itu tergantung gimana lo ambil sikap. Lo gak mau kan kalo besok tiba-tiba denger kabar Bella keserempet motor atau-""Jangan sekali-kali lo berani nyentuh Bella!" Sekar menggigit bibirnya. Bayangan Manda dan Rosi yang berdarah-darah tiba-tiba berkelebat di benaknya. Mata Sekar berembun. Tangannya gemetaran tanpa sadar.Evelyn terkekeh. "Kita buktikan omongan gue beneran kejadian atau cuma sekedar ancaman."Evelyn kemudian memutuskan panggilan telepon mereka."Len... Ilene!" Sekar memanggil nama itu dengan frustrasi. Dia terduduk di rerumputan dengan nafas tersengal. Sekar mengusap air matanya dengan kasar. Matanya memandang ke gedung sekolah yang menjulang di depannya. Sekar yakin Evelyn tengah memperhatikannya entah lewat jendela yang mana.***Sekar duduk sendiri di bawah pohon ketapang yang terdapat di taman samping sekolah yang sepi. Matanya menatap kosong ke kejauhan. Helaan nafasnya terdengar berat. Perasaannya masih kacau. Dia tiba-tiba merindukan Kayden. Sekar tersenyum sangat tipis dan segera mengetikkan sesuatu di ponselnya.Sekar CansAbwaaang😟😟Bang KayKenapa?Sekar CansLaper ☹️☹️Bang KayMkn dongSekar CansBelum disuruh makan sama ayang 😕😕Kayden terkekeh gemas saat membacanya. Dia menggeleng. "Gak biasanya nih perampok." Kayden lalu mengetikkan balasan untuk Sekar.Bang KayKm jmblo, KarSekar CansIhh gak ngakuin Sekar. Gak like😑😑Bang KayYaudah, mau abang pesenin makan hmm.. bakso oke?Sekar CansSama siomay juga, ya. Kalo abang maksa nambah Telur gulung juga gak papa😘😘Kayden menggeleng lucu. Bisa dia bayangkan betapa menggemaskannya Sekar di seberang sana saat minta makan. Apalagi kalau gratisan.Bang KayPerampok kecil. Yaudah abang pesenin sekarang. Kamu tunggu nanti di gerbang.Sekar CansYeay... Sayang bang Kay banyak-banyak 😘😘Sekar berlari kecil menuju gerbang sekolah. Mulutnya bersenandung pelan."Pagi bang Jarwo, pagi pak Sardi!" Sekar dengan senyum cerianya menghampiri dua satpam yang sedang berjaga di depan post mereka yang berada tepat di sebelah gerbang."Eh, ada neng Sekar. Duduk, neng." Jarwo mengambilkan sebuah kursi untuk Sekar duduk."Itu tuh kudanya nganggur, makan pakai benteng!" Sekar menarik kursi menghadap meja mereka.Dengan cepat Jarwo menjalankan bidak caturnya sesuai arahan Sekar. "Haa... Panik kan lo!""Arghh neng Sekar nih... Kebiasaan." Pak Sadi menatap Sekar dengan jengkel. Sekar hanya tertawa melihatnya."Mau kopi, neng?" Jarwo menawarkan. Ada seteko kopi di meja samping mereka.Sekar menggeleng. "Nanti aja. Masih pagi. Sekar lagi nunggu pesanan dari pacar Sekar." Sekar terkekeh. Kayden itu memang bisa dijadikan apa saja."Oiya, pak Muji kok gak keliatan?" Sekar celingukan. "Padahal Sekar lagi semangat-semangatnya bantu isi tts. Kalo pagi tuh otak Sekar masih pres, masih anak pintar."Sadi terkekeh, "badannya meriang habis jaga tadi subuh." Sadi kemudian menundukkan tubuhnya, "katanya tengah malam dia liat cewek baju putih di tengah jalan."Dia menunjuk jalan di depan sebuah poto kopian di depan SMA mereka. Minggu lalu terjadi kecelakaan maut yang memakan korban seorang gadis muda di sana."Oh!" Sekar menganggukkan kepala. Dia juga sempat mendengar berita itu kemarin."Eh, neng gak takut?" Tanya Sadi. Padahal dia sudah bercerita dengan penuh penghayatan agar kesan horornya lebih terasa, tapi sepertinya Sekar biasa saja setelah mendengarnya."Gak. Soalnya kemaren pak Jarwo udah cerita." Jawab Sekar. Dia terkekeh melihat wajah kesal Sadi. "Eh, itu pesenan Sekar deh kayaknya." Sekar mendekati gerbang saat melihat mamang gopud. Dia berdecak puas saat sudah menerima dua plastik besar pesanannya. Sekar kembali ke pos satpam dan mengeluarkan tiga bungkus bakso ke atas meja. "Buat bapak-bapak." "Aduh neng, jadi ngerepotin." Sadi tersenyum sungkan. "Padahal baru kemarin neng beliin kita rokok mahal, sekarang dikasih makanan gratis pula." "Gak papa. Lagian bukan duit Sekar juga." Sekar terkekeh. "Kalo gitu sampein makasih kita buat pacarnya neng, ya." Ucap Jarwo. "Iya." Sekar terkekeh saja. Dia membayangkan pasti Kayden akan mengamuk kalau Sekar mengaku-ngaku pacarnya. Sekar kemudian pamit pada bapak-bapak itu. °°°°° "Lo dari mana aja? Gue udah keliling-keliling nyari lo tau." Bella mendumel saat melihat Sekar baru saja tiba di taman. Bella sudah lama menunggunya. "Aak!" Sekar bersendawa. Dia mengesampingkan bungkus bening
Sekar membasuh wajahnya berkali-kali untuk meredamkan amarahnya. Kata Kayden, jika sedang marah Sekar harus pergi membasuh muka untuk menenangkan perasaannya."Dia gatau apa-apa. Dia bego. Shaka bego. Shaka ba-jingan." Sekar terus menepuk-nepuk air ke wajahnya. Air matanya sesekali masih merembes. Sekar menggigit bagian dalam bibirnya agar tangisnya tidak pecah."Ibu orang baik." Bibir Sekar bergetar. Bayangan ibunya yang tengah senyum dari tengah laut terlintar di benaknya. Hati Sekar langsung tenggelam hingga ke dasar.Ceklek.Seseorang membuka pintu toilet dari luar. Sekar melihat orang yang masuk dari kaca di depannya. Sekar menatap datar pantulan orang itu dan melihat gadis itu mendekatinya."Gimana rasanya dihina sama cowok paling ganteng di Garuda?" Evelyn berdesis. Gadis itu juga menatap Sekar dari pantulan kaca di depan mereka.Sekar menyunggingkan senyumnya. "Segitunya lo pengen ngejek gue sampai rela buntutin ke toilet." Evelyn berdecak. "Gak usah alihin pembicaraan." Seka
"Arghhh..." Shaka berteriak sambil kembali menghantamkan kepalan tangannya ke samsak tinju. Kakinya sesekali terinjak pecahan beling menimbulkan bunyi keras di ruangan sunyi itu."Bang-sat. Be-go. Be-go." Shaka kembali menghantamkan tinjunya. Kulit tangannya sudah robek dan darah merembes yang sebagian sudah mulai mengering. "Sejak kapan lo berubah brengsek gini, ha! Bajing-an. Bang-sat. Punya mulut dijaga, anj-ing!"Shaka terus meninju ke depan. Semakin dia ingin melupakan kejadian tadi, semakin kata-kata jahatnya berputar seperti kaset rusak di kepalanya. Apalagi teringat wajah Sekar yang menangis karena kata-kata kasarnya. Shaka merasa begitu brengsek.Dia memang sedikit tersinggung dengan yang dikatakan Sekar, tapi tentu itu bukan salah Sekar. Perempuan mana pun pasti akan merasa risih jika terus didekati apalagi dengan paksaan seperti yang dilakukan Shaka beberapa hari ini. Tidak seharusnya Shaka marah pada gadis itu. "Gue harus apa, nyet!" Shaka menyugar rambutnya frustrasi. Tu
Nafas lelaki itu menderu. Telunjuknya menunjuk Kayden tepat di muka. "Yang sopan kamu sama orang tua!""Tua-tua bangsat kayak lo gak perlu pake sopan santun." Kayden berdecak sambil memeriksa jam yang melingkar di pergelangan kirinya."Dasar pemuda gak berakhlak. Dari dulu saya sudah gak suka kamu berteman dengan anak saya. Kamu itu cuma bawa pengaruh buruk untuknya!" Ucap orang itu. Suaranya yang besar membuat beberapa orang memperhatikan mereka. "Malu om, sok-sokan bawa-bawa akhlak, sendirinya jadi penipu." Kayden tersenyum miring. "Jaga mulut kamu, ya!" Telunjuk pria tua itu kembali mengacung. Matanya melotot. Mukanya merah sampai ke telinga. Kayden terkekeh dan melambaikan tangannya. Sebenarnya dia masih ingin meladeni orang tua itu, tapi seseorang berseragam satpam di dekat pintu sana membuat Kayden mengurungkan niatnya."Gelutnya di luar aja ya, mas Kay. Saya titip satu bogem mentah di perut." Ucap satpam itu saat Kayden melewatinya.Kayden meliriknya sebal. "Besok-besok kalo
Sekar menatap hamparan pasir putih di depannya yang sesekali diderai ombak dari laut yang tenang di depannya. Sekar menatap ke kejauhan. Ada rasa rindu yang sangat nyata di matanya. Rindu yang tak pernah bisa dicurahkannya lagi. Sekar menghirup nafas dalam dan mengeratkan genggamannya pada dua plastik besar yang ditentengnya. Dia melangkah menuju rumah kayu yang berdiri sendiri tak jauh dari pantai itu. Pohon kelapa melambai di sisi kiri kanan rumah itu. Langkah Sekar semakin dekat.Dia tersenyum melihat ayunan di halaman rumah kayu itu. Membayangkan dirinya kecil yang duduk di atas sana dengan dua anak laki-laki yang menjaganya di sisi kiri kanannya. Sekar kecil akan menjerit-jerit jika keduanya mengisenginya dengan ayunan yang besar. Sekar menghela nafas panjang. Betapa waktu cepat berlalu. Sekar tiba di depan pintu. Dia memegang hendel dan memutarnya pelan. Lalu berjingkat-jingkat saat lebih masuk ke bagian dalam rumah. Melewati dinding yang memperlihatkan sepasang orang tua dan s
Sekar berhenti mendayung perahunya. Dia sudah cukup jauh dari bibir pantai. Rumah bude terlihat kecil dari tempatnya. Sekar melihat sekelilingnya yang sunyi. Hanya ada hamparan lautan yang biru."Bu, Sekar datang." Sekar menyentuh permukaan air laut yang sedikit hangat karena paparan matahari. Tangannya mengecipak permukaan air yang tenang. Dia menghela nafas. Rasanya begitu sesak karena menahan rindu. "Ibu apa kabar?" Lirih Sekar. Dia lagi-lagi teringat ucapan Shaka. Tangannya mengepal. "Tadi ada yang ngatain ibu. Maaf Sekar gak bisa ngelakuin apa-apa buat bela ibu. Sekar gak berdaya. Sekar lemah." Sekar memandang sayu. Matanya kembali berair. Sekar tiba-tiba menggeleng. Tidak. Dia tidak boleh menangis. Ibunya akan sedih jika melihatnya seperti ini. Sekar menepuk-nepuk pipinya. Dia tidak boleh cengeng. "Ibu apa kabar? Kabar Sekar baik, tapi masih lapar." Sekar terkekeh. "Sekar makan lagi, ya." Sekar mengambil telur gulungnya dan mulai makan dengan hening. Dia makan sambil bercucur
Sekar menatap Kayden pura-pura kaget, "Abang beneran mau Sekar buang, ya? Tapi badan bang Kay berat, Sekar sama bude gak akan sanggup. Tapi nanti kalau bang Kay emang pengen banget, bang Kay nanti jalan aja ke ujung dermaga, nanti Sekar bantu ikat tangan sama kaki abang ya. Terus nanti Sekar bantu dorong juga." Sekar menepuk-nepuk punggung Kayden.Kenapa Kayden merasa seolah dialah yang ingin dibuang. Rautnya langsung berubah masam. Dia memulai makannya tanpa menghiraukan Sekar lagi."Ngomong-ngomong nak Kayden," Marni berhenti sejenak dan melirik Sekar dengan ujung mata."Bude nolak tawaran Sekar tadi?" Sekar cemberut melihat gelagat budenya. Pasti bude ingin meminta bantuan Kayden untuk menolak tawarannya. Jangan sampai dia gagal berbisnis dengan paman tampan-, maksudnya paman baik hatinya."Tawaran apa nih, bude kok sekarang main rahasia-rahasiaan sama Kayden? Bude udah gak anggap Kayden anak lagi, ya?"Sekar bergidik ngeri melihat Kayden merajuk."Jijik." Sekar merampas piring di t
Sekar menatap bintang paling terang dan membayangkan ibunya sedang menatapnya sambil tersenyum dari atas sana. Dan lagi-lagi dia teringat ucapan Shaka. Air matanya tanpa sadar menetes. "Nangis aja, jangan ditahan. Keluarin semuanya." Kayden merangkum wajah Sekar kemudian menariknya masuk ke dalam pelukannya. Dia sudah menduga ada yang tidak beres dengan Sekar hari ini. Sekar tidak mungkin nekat ke rumah pantai begitu saja jika tidak terjadi apa-apa."Ada abang. Abang selalu ada buat kamu." Kayden berbisik dan mencium puncak kepala gadis itu. Hatinya sesak mendengar tangisan Sekar."Dia ngatain hal buruk tentang ibu. Hati Sekar sakit dengarnya. Ibu orang baik. Ibu Sekar orang baik." Sekar memukul-mukul dada Kayden. Air matanya semakin deras."Sekar sedih. Sekar juga malu karena gak bisa bela ibu kayak abang bela bunda. Sekar gabisa kuat kayak abang. Tangan Sekar tadi gemetaran."Kayden diam mendengarkan Sekar. "Sekar takut mau bogem dia. Seharusnya tadi Sekar mukul mulut kotornya, tap
"Masuk!" Kata suara dari dalam. Sekar berdecih dalam hati. Matanya berkilat jijik mendengar suara Brian itu. Dia berjalan santai setelah seorang pemuda membukakan pintu. Begitu masuk mata Sekar langsung melotot melihat sosok di depannya. Matanya berkilat ngeri sesaat. Dia berbalik dan ingin keluar dari ruangan itu tapi seseorang sudah terlebih dahulu menutup pintu dan menguncinya dari luar. Seseorang yang duduk di balik meja menaikkan sudut bibirnya. Dia berjalan menghampiri Sekar. Sekar meneguk ludahnya. Kakinya bergerak mundur tanpa sadar. Pemuda itu berhenti di depan Sekar. Dia menyesap rokok di tangannya dan menghembuskan asapnya tepat ke depan wajah Sekar. Sekar memejamkan matanya dan menahan sekuat tenaga agar tidak kelepasan batuk. "Long time no see, baby girl~" Kata pemuda itu. Sebelah tangannya mengelusi pipi kiri Sekar. Sekar memejamkan matanya dan menolehkan wajahnya k
Ponsel Sekar berdering. Gadis itu merogoh isi tasnya untuk memeriksa ponselnya. Dia tertegun menatap layar ponselnya. "Ilen?" Gumamnya tanpa suara. Keningnya berkerut. Dia menggeleng kemudian mengembalikan ponselnya ke dalam tas setelah menolak panggilan. Belum selesai menyimpan ponselnya, nada dering kembali bergema. Sekar berdecak dan dengan cepat menggeser ikon telepon berwarna hijau di layar. "Kenapa?" Tanya Sekar ketus. "Kar, tolongin gue. G-gue takut~" "Hah?" Sekar melototkan matanya. Dia menjauhkan ponselnya dari telinga. Matanya sekali lagi memastikan nama penelepon. "Kar, gue takut." Suara Evelyn terdengar lagi. "Len, lo baik-baik aja, kan?" Tanya Sekar cemas. Evelyn menggelengkan kepalanya di seberang sana. "Selametin gue, Kar. G-gue... Hiks. Gue takut." "Len, lo tenang, oke. Lo bisa ceritain semuanya pelan-pelan." "Brian, d-dia nipu gue. S
"Dulu aku merasa kau adalah manusia paling menjijikkan yang rela melakukan apa saja demi harta, tapi ternyata jalang di sampingmu jauh lebih menjijikkan. Kalian pasangan yang cocok." Oda tersenyum sinis. Dia puas karena Dewo terdiam lama di seberangnya tanpa bisa menjawab. "Dan untuk isi catatan sebenarnya aku sudah lupa di mana menyimpannya, yang jelas...." "A-apa?" Dewo menahan nafas. Tangannya berkeringat. "Seandainya suatu hari nanti kau kecelakaan yang sangat parah dan membutuhkan donor darah dari anak-anakmu, maka hanya ada satu anakmu yang bisa melakukannya." Hati Dewo menjadi dingin. "Apa maksud perkataanmu?" Oda tersenyum sinis. "Dewo Maryoto, kau mampu merampok kekayaan tanteku dengan otak pintarmu, apa hal kecil seperti ini saja kau tidak mampu mengartikannya." Oda kemudian menekan logo telepon merah di layar ponselnya. Pemuda itu berdecak jijik se
"Kar~" Shaka langsung bangkit saat melihat Sekar muncul di belokan lantai apartemennya. Hatinya yang tergantung seharian ini akhirnya bisa merasakan kelegaan. Shaka mendekat dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya. "Kamu ke mana aja~? Seharian aku ngawatirin kamu. Aku takut kamu kenapa-napa." Tubuh Sekar membeku. Shaka tak menyadari keanehannya. Tangannya mengusap puncak kepala Sekar dengan sayang. "Sayang?" Shaka menundukkan kepalanya hingga wajahnya sejajar dengan Sekar. Sekar mundur ke belakang dan menundukkan kepalanya dalam-dalam. Kata-kata orang tua Shaka kemarin terngiang lagi di benaknya. Mata Sekar berembun lagi. "Kar, kamu kenapa?" "A-aku gak papa." Sekar menolehkan wajahnya ke samping saat tangan Shaka hendak menyentuh dagunya. "A-aku capek mau istirahat. Kamu sebaiknya pulang." Sekar mendorong bahu Shaka kemudian segera mem
"Iya, tapi kita kan posisinya juga lagi bolos. Ntar lo bebas mau galakin kalo lo lagi gak bolos. Ini kita sama jatohnya. Kagak malu lo?" Gio mengembalikan spatulanya ke tangan Kayden. "Aduk lagi. Jan lupa tambahin aer dikit." Perintahnya. Gio kemudian mendekati Sekar lagi. Gio menepuk puncak kepala Sekar dua kali sambil mengedipkan sebelah matanya. Sekar mengulum senyumnya. "Seneng, kan, lo sekarang ada yang bela." Kayden melototi Sekar. Sekar berpura-pura tidak melihatnya. "Sekali ini gue gak marah. Tapi besok-besok janji jangan bolos lagi." Kata Kayden lebih lembut. Sekar menganggukkan kepalanya dengan patuh. Setelahnya baru dia berani mendekati Kayden. "Bang Kay masak apa?" Tanyanya manja. "Mie rebus." Kata Kayden. Dia lalu menyerahkan spatula di tangannya. "Bantu adukin." Katanya. Dia lalu mulai memecahkan tujuh butir telur. "Banyaknya~" Sekar membulatkan mulutnya melihat mie di dalam panci
Kayden terkekeh. Dia dengan semangat menunggu bagaimana Gio akan menghadapi Sekar yang curigaan. "Beneran habis putus. Astaga. Kan liat sendiri selama gue dirawat di rumah sakit gak ada yang jenguk gue. Kalo ada pacar kan gak mungkin gue gak dijenguk." Gio mendelik sebal. Sekar terkekeh. "Terus kok kenapa bisa putus?" "Kepo lu!" Gio mengusap wajah Sekar dengan telapak tangannya. "Paling habis diselingkuhin kan lo?" Kayden tersenyum mengejek. Gio bungkam. Hanya matanya yang melirik sinis Kayden. Kayden terbahak-bahak dan memukul pahanya sendiri. "Anji-ng. Beneran habis diselingkuhin?" "Setan lu!" Gio menarik bagian depan rambut Kayden. Bibirnya cemberut. Sekar terkekeh lucu. "Gio jomblo aja juga, biar kayak Sekar sama bang Kay~" Sekar mengh
Mata Kayden berkedut kesal. "Biasa juga gue. Ada lu aja makanya jadi elu." "Ya berarti selama ini pelayanan lu kagak memuaskan. Gitu aja kagak ngarti." "Heh mulut lu!" Kayden melototkan mata. Kemudian adegan jambak menjambak terjadi lagi. Sekar beralih duduk di single sofa. Dia melanjutkan memakan cikinya dan cengengesan melihat kelakuan keduanya. "Kok lo gak misahin gue sama Kayden?" Gio menahan tangan Kayden yang hampir menyentuh rambutnya yang acak-acakan. Dia menatap Sekar tak puas. Begitu juga Kayden. "Abang berantemnya seru. Sekar mau nonton." Sekar memamerkan senyumnya. Mata Gio dan Kayden berkedut kesal. Mereka lalu berpisah dan duduk diam seperti semula. "Sini lagi," Kayden menunjuk tengah-tengah sofa yang kosong. Sekar dengan cemberut kembali duduk di sana.
Sekar sedang duduk di atas permadani dengan berbagai bumbu dapur menghampar di depannya. Di sebelah gadis itu masih menyala laptop yang layarnya menampilkan beragam informasi tentang bumbu-bumbuan beserta gambarnya. "Yang ini pedas!" Sekar menjauhkan butiran kecil berwarna putih di tangannya. Dia baru saja membauinya. Rasa pedas memenuhi rongga hidungnya. "Lagi apa?" Sekar menoleh ke belakang dan langsung tersenyum lebar. "Bang Kay~ Bang Kay datang sama Gio~" Sekar lekas menumpahkan butiran merica di tangannya ke dalam mangkuk. Dia mengibas-ngibaskan tangannya ke ujung kaosnya kemudian mendekati Kayden dan Gio. Senyumannya semakin lebar saja. "Awas robek bibirnya senyum lebar-lebar." Kayden mencubit gemas sebelah pipi Sekar. "Biarin!" Sekar menjulurkan lidahnya. Senyumnya semakin lebar. Dia lalu menyerobot untuk berdiri di tengah-
Sekar menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Iya." Jawabnya. Shaka tersenyum puas. Dia mengacak gemas pucuk kepala Sekar. "Yaudah kalo gitu aku tinggal dulu, ya." Sekar langsung menaikkan pandangannya menatap Shaka. Shaka tersenyum manis dan meraih tangan Sekar. "Bentar aja. Ini barang bang Mustopa ada yang kebawa sama aku. Dia butuh sekarang." Sekar mengeratkan genggaman tangannya. Dia takut melihat pandangan tidak suka Ratna di belakang punggung Shaka. "Ya. Bentar doang kok. Janji abis itu gak kelayapan ke mana-mana. Lagian kan di rumah ada mama. Kalian bisa masak-masak seru lagi. Bisa belajar masak karedok juga. Itu tuh masakan sunda kesukaan aku. Kamu harus belajar bikin itu. Biar aku tambah tergila-gila sama kamu." Shaka membisikkan kalimat terakhir. "Ya ma, Shaka