Sekar menatap Kayden pura-pura kaget, "Abang beneran mau Sekar buang, ya? Tapi badan bang Kay berat, Sekar sama bude gak akan sanggup. Tapi nanti kalau bang Kay emang pengen banget, bang Kay nanti jalan aja ke ujung dermaga, nanti Sekar bantu ikat tangan sama kaki abang ya. Terus nanti Sekar bantu dorong juga." Sekar menepuk-nepuk punggung Kayden.Kenapa Kayden merasa seolah dialah yang ingin dibuang. Rautnya langsung berubah masam. Dia memulai makannya tanpa menghiraukan Sekar lagi."Ngomong-ngomong nak Kayden," Marni berhenti sejenak dan melirik Sekar dengan ujung mata."Bude nolak tawaran Sekar tadi?" Sekar cemberut melihat gelagat budenya. Pasti bude ingin meminta bantuan Kayden untuk menolak tawarannya. Jangan sampai dia gagal berbisnis dengan paman tampan-, maksudnya paman baik hatinya."Tawaran apa nih, bude kok sekarang main rahasia-rahasiaan sama Kayden? Bude udah gak anggap Kayden anak lagi, ya?"Sekar bergidik ngeri melihat Kayden merajuk."Jijik." Sekar merampas piring di t
Sekar menatap bintang paling terang dan membayangkan ibunya sedang menatapnya sambil tersenyum dari atas sana. Dan lagi-lagi dia teringat ucapan Shaka. Air matanya tanpa sadar menetes. "Nangis aja, jangan ditahan. Keluarin semuanya." Kayden merangkum wajah Sekar kemudian menariknya masuk ke dalam pelukannya. Dia sudah menduga ada yang tidak beres dengan Sekar hari ini. Sekar tidak mungkin nekat ke rumah pantai begitu saja jika tidak terjadi apa-apa."Ada abang. Abang selalu ada buat kamu." Kayden berbisik dan mencium puncak kepala gadis itu. Hatinya sesak mendengar tangisan Sekar."Dia ngatain hal buruk tentang ibu. Hati Sekar sakit dengarnya. Ibu orang baik. Ibu Sekar orang baik." Sekar memukul-mukul dada Kayden. Air matanya semakin deras."Sekar sedih. Sekar juga malu karena gak bisa bela ibu kayak abang bela bunda. Sekar gabisa kuat kayak abang. Tangan Sekar tadi gemetaran."Kayden diam mendengarkan Sekar. "Sekar takut mau bogem dia. Seharusnya tadi Sekar mukul mulut kotornya, tap
Mata Sekar melotot. Dia tidak habis pikir apa yang menarik dari diri Evelyn hingga membuat Shaka sempat jatuh hati. Sekar berdecih. Ternyata hanya seperti itu tipe idaman Shaka."Gak habis pikir kan lo? Sama gue juga. Apa bagusnya nenek lampir itu. Gue curiga jangan-jangan Shaka dipelet." Ucap Kayden lagi. Sekar terkekeh. Dia jadi ikutan curiga."Dah, jangan bahas si nenek lampir, males gue. Tidur yuk, udah mau subuh kayaknya."Kayden menggendong Sekar menuju rumah pantai."Besok Sekar mau bolos, ya." Sekar mengedip-ngedipkan matanya."Oke, kapten." Kayden mengiyakan. "Tumben abang gak marah-marah." Sekar menyipitkan mata. "Besok gak tiba-tiba Sekar udah diiket dan dibawa pulang buat sekolah, kan? Sekar udah pernah ngalamin. Sering!" Kayden terbahak kemudian mengecup kening Sekar sebentar, "hari ini udah sangat berat buat kamu. Gapapa besok abang izinin bolos. Nanti abang yang bilang sama wali kelas kamu."Sekar menaikkan tubuhnya dan mencium rahang Kayden. "Sayang Kayden banyak-ban
"Abang tuh kakinya masih dibungkus kayak mumi. Jangan banyak gerak dulu.""Sini tidur dekat abang Bibin aja." Bintang menggoyang-menggoyangkan tangannya. Sekar terdiam. Luka Bintang lebih banyak daripada John. Itu lah alasan Sekar lebih memilih ikut dengan John daripada dia.Sekar memijit tangan Bintang. "Kata dokter, kaki abang gak boleh banyak gerak dulu, nanti makin lama sembuhnya."Bintang mengangguk, "bakal cepat sembuh kalo ada Sekar.""Aduh aduh... Tangan abang, Kar, kayaknya minta dipijat-pijat juga."Bintang memutar mata mendengar keluhan John. "Gak bisa lu ya, liat gue manja manja bentar!" Dia melototi John.Sekar menghela nafas. Akhirnya dia menarik kursi untuk duduk di tengah-tengah keduanya."Loh, Kar...." John menatapnya dengan tidak puas. Begitu juga Bintang. "Kamu di sini aja sama abang. Kamu pasti masih ngantuk, kan?" John membujuk. Lagipula jika Sekar tidur di sampingnya, dia bisa foto untuk dipamerkan nanti pada Kayden.Sekar menggeleng, mulutnya sudah maju lima sen
Shaka tersenyum tanpa sadar dan menyentuh bagian rusuk kirinya. Satu tahun lalu geng mereka pernah bertarung melawan Fonza dan sekali dia berhadapan dengan adik angkat Kayden. Shaka menahan terjangan gadis itu. Mata mereka bertatapan. Shaka seperti ditarik tenggelam dalam tatapan mata indah itu.Dari matanya saja Shaka bisa menjamin gadis itu adalah gadis yang sangat cantik. Sayangnya dia tak pernah bertemu gadis itu lagi. Bayangan tentang pertemuan singkat itu juga sudah tidak berapa jelas lagi. Perempuan tangguh seperti itu, sungguh sangat beruntung jika bisa mendapatkannya."Seharusnya dia udah masuk sma sekarang. Gue penasaran dia masuk SMA mana." Bara melanjutkan ceritanya. Berhubung topik ini menarik jadi Vernon tidak berniat memarahinya karena mengajaknya bergosip macam perempuan."Jelas ikut sama Kayden lah!" Vernon menebak.Bara menggeleng, "sayangnya gak. Dari yang gue denger di Smansa gak ada satu pun cewek yang berani deket sama gengnya Kayden. Kalo bener adek angkatnya di
"Kar, satu Garuda juga udah tau ya pas kak Shaka cegat motor lo waktu di parkiran. Apalagi ada yang sempet moto mata lo yang merah waktu itu. Akun gosip sekolah semuanya isinya tentang lo sama kak Shaka." Sekar cemberut. Kenapa murid Garuda malah ribut mengurusinya. "Kar, jadi lo nangis di taman itu karena kak Shaka? Dia ngapain lo?" Ucap Bella. "Bukan apa-apa, kok. Lo gak perlu khawatir." "Pokoknya kalo ada apa-apa lo harus cerita ya. Bella siap jadi pendengar yang baik." "Iya iya, bawel." Sekar terkekeh sebelum kemudian menutup sambungan telepon mereka. Shaka yang diam-diam menempelkan telinga di depan pintu kamar Bella menghela nafas berat dan meninggalkan kamar bella dengan lunglai. Sekar baru saja meletakkan kembali ponselnya tapi lagi-lagi ponselnya berdering. Sekar melihat ternyata lagi-lagi orang itu lah yang menelponnya. Dari kemarin orang itu terus menghubunginya. Sekar mendengus sebal dan mendiamkan panggilan itu. "Kok gak diangkat, Kar? Cowok lo ya?" Bintan
Akhirnya Sekar tak bisa menahan diri. Dia juga ikut menangis karena sedih melihat Kayden. Dia memeluk Kayden lebih erat. "Bang Kay masih punya Sekar." "Jangan pernah tinggalin gue, Kar." Jangan lagi. Cukup keluarganya sendiri yang meninggalkannya. Dia tidak akan bisa hidup jika Sekar juga pergi meninggalkannya. "Sekar gak akan pernah ninggalin abang." Suara Sekar bergetar. Sekuat tenaga dia menahan air matanya untuk tidak jatuh lagi. "Gue butuh lo. Cuma lo yang gue punya sekarang." Sekar menggigit bibirnya. Air matanya keluar semakin deras. "Pasti. Sekar akan terus ada buat abang. Sekar gak akan ninggalin abang." Rendi memperhatikan mereka dari balik tembok. Hatinya bergetar menyaksikan bagaimana rapuhnya anak majikannya. Melihat mereka Rendi terbayang dengan anak-anaknya di rumah. Laki-laki itu mengusap sudut matanya dengan punggung tangannya °°°°° "Tuan," Rendi membungkuk hormat pada Dimas. Dia menyerahkan berkas rekam medis Farah di tangannya. Satu jam setelah Kayden dan S
"Kar," Bella memanggil Sekar yang sedang menelungkupkan wajahnya ke atas meja. Gadis itu menguap sebentar. "Ngapa, Bell?" tanya Sekar. "Kantin yuk!" Ucap Bella. Dia menggoyang tangan Sekar. Barusan Shaka mengirimi chat pada Bella untuk mengajak Sekar ke kantin.Sekar menggeleng, "Lo sendiri aja gapapa, ya. Gue masih ngantuk."Sekar menguap lagi. Pura-pura. Sebenarnya dia tidak ingin ke kantin karena merasa tidak nyaman dengan tatapan para murid yang tertuju padanya. Seperti tadi pagi.Dan yang utama, Sekar malas ke kantin karena tidak ingin melihat Shaka.Bella menghela nafas. "Yaudah lo mau nitip apa, nanti gue beliin.""Gak usah. Gue udah bawa bekal roti, kok." Sekar menepuk tasnya yang sedikit menggembung. Akhirnya Bella ke kantin sendirian. Dia duduk di meja yang sama dengan Shaka dan teman-temannya."Dia gak masuk, ya?" tanya Shaka begitu Bella duduk. Bella menggeleng, "Masuk. Tapi Sek
"Masuk!" Kata suara dari dalam. Sekar berdecih dalam hati. Matanya berkilat jijik mendengar suara Brian itu. Dia berjalan santai setelah seorang pemuda membukakan pintu. Begitu masuk mata Sekar langsung melotot melihat sosok di depannya. Matanya berkilat ngeri sesaat. Dia berbalik dan ingin keluar dari ruangan itu tapi seseorang sudah terlebih dahulu menutup pintu dan menguncinya dari luar. Seseorang yang duduk di balik meja menaikkan sudut bibirnya. Dia berjalan menghampiri Sekar. Sekar meneguk ludahnya. Kakinya bergerak mundur tanpa sadar. Pemuda itu berhenti di depan Sekar. Dia menyesap rokok di tangannya dan menghembuskan asapnya tepat ke depan wajah Sekar. Sekar memejamkan matanya dan menahan sekuat tenaga agar tidak kelepasan batuk. "Long time no see, baby girl~" Kata pemuda itu. Sebelah tangannya mengelusi pipi kiri Sekar. Sekar memejamkan matanya dan menolehkan wajahnya k
Ponsel Sekar berdering. Gadis itu merogoh isi tasnya untuk memeriksa ponselnya. Dia tertegun menatap layar ponselnya. "Ilen?" Gumamnya tanpa suara. Keningnya berkerut. Dia menggeleng kemudian mengembalikan ponselnya ke dalam tas setelah menolak panggilan. Belum selesai menyimpan ponselnya, nada dering kembali bergema. Sekar berdecak dan dengan cepat menggeser ikon telepon berwarna hijau di layar. "Kenapa?" Tanya Sekar ketus. "Kar, tolongin gue. G-gue takut~" "Hah?" Sekar melototkan matanya. Dia menjauhkan ponselnya dari telinga. Matanya sekali lagi memastikan nama penelepon. "Kar, gue takut." Suara Evelyn terdengar lagi. "Len, lo baik-baik aja, kan?" Tanya Sekar cemas. Evelyn menggelengkan kepalanya di seberang sana. "Selametin gue, Kar. G-gue... Hiks. Gue takut." "Len, lo tenang, oke. Lo bisa ceritain semuanya pelan-pelan." "Brian, d-dia nipu gue. S
"Dulu aku merasa kau adalah manusia paling menjijikkan yang rela melakukan apa saja demi harta, tapi ternyata jalang di sampingmu jauh lebih menjijikkan. Kalian pasangan yang cocok." Oda tersenyum sinis. Dia puas karena Dewo terdiam lama di seberangnya tanpa bisa menjawab. "Dan untuk isi catatan sebenarnya aku sudah lupa di mana menyimpannya, yang jelas...." "A-apa?" Dewo menahan nafas. Tangannya berkeringat. "Seandainya suatu hari nanti kau kecelakaan yang sangat parah dan membutuhkan donor darah dari anak-anakmu, maka hanya ada satu anakmu yang bisa melakukannya." Hati Dewo menjadi dingin. "Apa maksud perkataanmu?" Oda tersenyum sinis. "Dewo Maryoto, kau mampu merampok kekayaan tanteku dengan otak pintarmu, apa hal kecil seperti ini saja kau tidak mampu mengartikannya." Oda kemudian menekan logo telepon merah di layar ponselnya. Pemuda itu berdecak jijik se
"Kar~" Shaka langsung bangkit saat melihat Sekar muncul di belokan lantai apartemennya. Hatinya yang tergantung seharian ini akhirnya bisa merasakan kelegaan. Shaka mendekat dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya. "Kamu ke mana aja~? Seharian aku ngawatirin kamu. Aku takut kamu kenapa-napa." Tubuh Sekar membeku. Shaka tak menyadari keanehannya. Tangannya mengusap puncak kepala Sekar dengan sayang. "Sayang?" Shaka menundukkan kepalanya hingga wajahnya sejajar dengan Sekar. Sekar mundur ke belakang dan menundukkan kepalanya dalam-dalam. Kata-kata orang tua Shaka kemarin terngiang lagi di benaknya. Mata Sekar berembun lagi. "Kar, kamu kenapa?" "A-aku gak papa." Sekar menolehkan wajahnya ke samping saat tangan Shaka hendak menyentuh dagunya. "A-aku capek mau istirahat. Kamu sebaiknya pulang." Sekar mendorong bahu Shaka kemudian segera mem
"Iya, tapi kita kan posisinya juga lagi bolos. Ntar lo bebas mau galakin kalo lo lagi gak bolos. Ini kita sama jatohnya. Kagak malu lo?" Gio mengembalikan spatulanya ke tangan Kayden. "Aduk lagi. Jan lupa tambahin aer dikit." Perintahnya. Gio kemudian mendekati Sekar lagi. Gio menepuk puncak kepala Sekar dua kali sambil mengedipkan sebelah matanya. Sekar mengulum senyumnya. "Seneng, kan, lo sekarang ada yang bela." Kayden melototi Sekar. Sekar berpura-pura tidak melihatnya. "Sekali ini gue gak marah. Tapi besok-besok janji jangan bolos lagi." Kata Kayden lebih lembut. Sekar menganggukkan kepalanya dengan patuh. Setelahnya baru dia berani mendekati Kayden. "Bang Kay masak apa?" Tanyanya manja. "Mie rebus." Kata Kayden. Dia lalu menyerahkan spatula di tangannya. "Bantu adukin." Katanya. Dia lalu mulai memecahkan tujuh butir telur. "Banyaknya~" Sekar membulatkan mulutnya melihat mie di dalam panci
Kayden terkekeh. Dia dengan semangat menunggu bagaimana Gio akan menghadapi Sekar yang curigaan. "Beneran habis putus. Astaga. Kan liat sendiri selama gue dirawat di rumah sakit gak ada yang jenguk gue. Kalo ada pacar kan gak mungkin gue gak dijenguk." Gio mendelik sebal. Sekar terkekeh. "Terus kok kenapa bisa putus?" "Kepo lu!" Gio mengusap wajah Sekar dengan telapak tangannya. "Paling habis diselingkuhin kan lo?" Kayden tersenyum mengejek. Gio bungkam. Hanya matanya yang melirik sinis Kayden. Kayden terbahak-bahak dan memukul pahanya sendiri. "Anji-ng. Beneran habis diselingkuhin?" "Setan lu!" Gio menarik bagian depan rambut Kayden. Bibirnya cemberut. Sekar terkekeh lucu. "Gio jomblo aja juga, biar kayak Sekar sama bang Kay~" Sekar mengh
Mata Kayden berkedut kesal. "Biasa juga gue. Ada lu aja makanya jadi elu." "Ya berarti selama ini pelayanan lu kagak memuaskan. Gitu aja kagak ngarti." "Heh mulut lu!" Kayden melototkan mata. Kemudian adegan jambak menjambak terjadi lagi. Sekar beralih duduk di single sofa. Dia melanjutkan memakan cikinya dan cengengesan melihat kelakuan keduanya. "Kok lo gak misahin gue sama Kayden?" Gio menahan tangan Kayden yang hampir menyentuh rambutnya yang acak-acakan. Dia menatap Sekar tak puas. Begitu juga Kayden. "Abang berantemnya seru. Sekar mau nonton." Sekar memamerkan senyumnya. Mata Gio dan Kayden berkedut kesal. Mereka lalu berpisah dan duduk diam seperti semula. "Sini lagi," Kayden menunjuk tengah-tengah sofa yang kosong. Sekar dengan cemberut kembali duduk di sana.
Sekar sedang duduk di atas permadani dengan berbagai bumbu dapur menghampar di depannya. Di sebelah gadis itu masih menyala laptop yang layarnya menampilkan beragam informasi tentang bumbu-bumbuan beserta gambarnya. "Yang ini pedas!" Sekar menjauhkan butiran kecil berwarna putih di tangannya. Dia baru saja membauinya. Rasa pedas memenuhi rongga hidungnya. "Lagi apa?" Sekar menoleh ke belakang dan langsung tersenyum lebar. "Bang Kay~ Bang Kay datang sama Gio~" Sekar lekas menumpahkan butiran merica di tangannya ke dalam mangkuk. Dia mengibas-ngibaskan tangannya ke ujung kaosnya kemudian mendekati Kayden dan Gio. Senyumannya semakin lebar saja. "Awas robek bibirnya senyum lebar-lebar." Kayden mencubit gemas sebelah pipi Sekar. "Biarin!" Sekar menjulurkan lidahnya. Senyumnya semakin lebar. Dia lalu menyerobot untuk berdiri di tengah-
Sekar menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Iya." Jawabnya. Shaka tersenyum puas. Dia mengacak gemas pucuk kepala Sekar. "Yaudah kalo gitu aku tinggal dulu, ya." Sekar langsung menaikkan pandangannya menatap Shaka. Shaka tersenyum manis dan meraih tangan Sekar. "Bentar aja. Ini barang bang Mustopa ada yang kebawa sama aku. Dia butuh sekarang." Sekar mengeratkan genggaman tangannya. Dia takut melihat pandangan tidak suka Ratna di belakang punggung Shaka. "Ya. Bentar doang kok. Janji abis itu gak kelayapan ke mana-mana. Lagian kan di rumah ada mama. Kalian bisa masak-masak seru lagi. Bisa belajar masak karedok juga. Itu tuh masakan sunda kesukaan aku. Kamu harus belajar bikin itu. Biar aku tambah tergila-gila sama kamu." Shaka membisikkan kalimat terakhir. "Ya ma, Shaka