Sekar menatap hamparan pasir putih di depannya yang sesekali diderai ombak dari laut yang tenang di depannya. Sekar menatap ke kejauhan. Ada rasa rindu yang sangat nyata di matanya. Rindu yang tak pernah bisa dicurahkannya lagi. Sekar menghirup nafas dalam dan mengeratkan genggamannya pada dua plastik besar yang ditentengnya. Dia melangkah menuju rumah kayu yang berdiri sendiri tak jauh dari pantai itu. Pohon kelapa melambai di sisi kiri kanan rumah itu. Langkah Sekar semakin dekat.Dia tersenyum melihat ayunan di halaman rumah kayu itu. Membayangkan dirinya kecil yang duduk di atas sana dengan dua anak laki-laki yang menjaganya di sisi kiri kanannya. Sekar kecil akan menjerit-jerit jika keduanya mengisenginya dengan ayunan yang besar. Sekar menghela nafas panjang. Betapa waktu cepat berlalu. Sekar tiba di depan pintu. Dia memegang hendel dan memutarnya pelan. Lalu berjingkat-jingkat saat lebih masuk ke bagian dalam rumah. Melewati dinding yang memperlihatkan sepasang orang tua dan s
Sekar berhenti mendayung perahunya. Dia sudah cukup jauh dari bibir pantai. Rumah bude terlihat kecil dari tempatnya. Sekar melihat sekelilingnya yang sunyi. Hanya ada hamparan lautan yang biru."Bu, Sekar datang." Sekar menyentuh permukaan air laut yang sedikit hangat karena paparan matahari. Tangannya mengecipak permukaan air yang tenang. Dia menghela nafas. Rasanya begitu sesak karena menahan rindu. "Ibu apa kabar?" Lirih Sekar. Dia lagi-lagi teringat ucapan Shaka. Tangannya mengepal. "Tadi ada yang ngatain ibu. Maaf Sekar gak bisa ngelakuin apa-apa buat bela ibu. Sekar gak berdaya. Sekar lemah." Sekar memandang sayu. Matanya kembali berair. Sekar tiba-tiba menggeleng. Tidak. Dia tidak boleh menangis. Ibunya akan sedih jika melihatnya seperti ini. Sekar menepuk-nepuk pipinya. Dia tidak boleh cengeng. "Ibu apa kabar? Kabar Sekar baik, tapi masih lapar." Sekar terkekeh. "Sekar makan lagi, ya." Sekar mengambil telur gulungnya dan mulai makan dengan hening. Dia makan sambil bercucur
Sekar menatap Kayden pura-pura kaget, "Abang beneran mau Sekar buang, ya? Tapi badan bang Kay berat, Sekar sama bude gak akan sanggup. Tapi nanti kalau bang Kay emang pengen banget, bang Kay nanti jalan aja ke ujung dermaga, nanti Sekar bantu ikat tangan sama kaki abang ya. Terus nanti Sekar bantu dorong juga." Sekar menepuk-nepuk punggung Kayden.Kenapa Kayden merasa seolah dialah yang ingin dibuang. Rautnya langsung berubah masam. Dia memulai makannya tanpa menghiraukan Sekar lagi."Ngomong-ngomong nak Kayden," Marni berhenti sejenak dan melirik Sekar dengan ujung mata."Bude nolak tawaran Sekar tadi?" Sekar cemberut melihat gelagat budenya. Pasti bude ingin meminta bantuan Kayden untuk menolak tawarannya. Jangan sampai dia gagal berbisnis dengan paman tampan-, maksudnya paman baik hatinya."Tawaran apa nih, bude kok sekarang main rahasia-rahasiaan sama Kayden? Bude udah gak anggap Kayden anak lagi, ya?"Sekar bergidik ngeri melihat Kayden merajuk."Jijik." Sekar merampas piring di t
Sekar menatap bintang paling terang dan membayangkan ibunya sedang menatapnya sambil tersenyum dari atas sana. Dan lagi-lagi dia teringat ucapan Shaka. Air matanya tanpa sadar menetes. "Nangis aja, jangan ditahan. Keluarin semuanya." Kayden merangkum wajah Sekar kemudian menariknya masuk ke dalam pelukannya. Dia sudah menduga ada yang tidak beres dengan Sekar hari ini. Sekar tidak mungkin nekat ke rumah pantai begitu saja jika tidak terjadi apa-apa."Ada abang. Abang selalu ada buat kamu." Kayden berbisik dan mencium puncak kepala gadis itu. Hatinya sesak mendengar tangisan Sekar."Dia ngatain hal buruk tentang ibu. Hati Sekar sakit dengarnya. Ibu orang baik. Ibu Sekar orang baik." Sekar memukul-mukul dada Kayden. Air matanya semakin deras."Sekar sedih. Sekar juga malu karena gak bisa bela ibu kayak abang bela bunda. Sekar gabisa kuat kayak abang. Tangan Sekar tadi gemetaran."Kayden diam mendengarkan Sekar. "Sekar takut mau bogem dia. Seharusnya tadi Sekar mukul mulut kotornya, tap
Mata Sekar melotot. Dia tidak habis pikir apa yang menarik dari diri Evelyn hingga membuat Shaka sempat jatuh hati. Sekar berdecih. Ternyata hanya seperti itu tipe idaman Shaka."Gak habis pikir kan lo? Sama gue juga. Apa bagusnya nenek lampir itu. Gue curiga jangan-jangan Shaka dipelet." Ucap Kayden lagi. Sekar terkekeh. Dia jadi ikutan curiga."Dah, jangan bahas si nenek lampir, males gue. Tidur yuk, udah mau subuh kayaknya."Kayden menggendong Sekar menuju rumah pantai."Besok Sekar mau bolos, ya." Sekar mengedip-ngedipkan matanya."Oke, kapten." Kayden mengiyakan. "Tumben abang gak marah-marah." Sekar menyipitkan mata. "Besok gak tiba-tiba Sekar udah diiket dan dibawa pulang buat sekolah, kan? Sekar udah pernah ngalamin. Sering!" Kayden terbahak kemudian mengecup kening Sekar sebentar, "hari ini udah sangat berat buat kamu. Gapapa besok abang izinin bolos. Nanti abang yang bilang sama wali kelas kamu."Sekar menaikkan tubuhnya dan mencium rahang Kayden. "Sayang Kayden banyak-ban
"Abang tuh kakinya masih dibungkus kayak mumi. Jangan banyak gerak dulu.""Sini tidur dekat abang Bibin aja." Bintang menggoyang-menggoyangkan tangannya. Sekar terdiam. Luka Bintang lebih banyak daripada John. Itu lah alasan Sekar lebih memilih ikut dengan John daripada dia.Sekar memijit tangan Bintang. "Kata dokter, kaki abang gak boleh banyak gerak dulu, nanti makin lama sembuhnya."Bintang mengangguk, "bakal cepat sembuh kalo ada Sekar.""Aduh aduh... Tangan abang, Kar, kayaknya minta dipijat-pijat juga."Bintang memutar mata mendengar keluhan John. "Gak bisa lu ya, liat gue manja manja bentar!" Dia melototi John.Sekar menghela nafas. Akhirnya dia menarik kursi untuk duduk di tengah-tengah keduanya."Loh, Kar...." John menatapnya dengan tidak puas. Begitu juga Bintang. "Kamu di sini aja sama abang. Kamu pasti masih ngantuk, kan?" John membujuk. Lagipula jika Sekar tidur di sampingnya, dia bisa foto untuk dipamerkan nanti pada Kayden.Sekar menggeleng, mulutnya sudah maju lima sen
Shaka tersenyum tanpa sadar dan menyentuh bagian rusuk kirinya. Satu tahun lalu geng mereka pernah bertarung melawan Fonza dan sekali dia berhadapan dengan adik angkat Kayden. Shaka menahan terjangan gadis itu. Mata mereka bertatapan. Shaka seperti ditarik tenggelam dalam tatapan mata indah itu.Dari matanya saja Shaka bisa menjamin gadis itu adalah gadis yang sangat cantik. Sayangnya dia tak pernah bertemu gadis itu lagi. Bayangan tentang pertemuan singkat itu juga sudah tidak berapa jelas lagi. Perempuan tangguh seperti itu, sungguh sangat beruntung jika bisa mendapatkannya."Seharusnya dia udah masuk sma sekarang. Gue penasaran dia masuk SMA mana." Bara melanjutkan ceritanya. Berhubung topik ini menarik jadi Vernon tidak berniat memarahinya karena mengajaknya bergosip macam perempuan."Jelas ikut sama Kayden lah!" Vernon menebak.Bara menggeleng, "sayangnya gak. Dari yang gue denger di Smansa gak ada satu pun cewek yang berani deket sama gengnya Kayden. Kalo bener adek angkatnya di
"Kar, satu Garuda juga udah tau ya pas kak Shaka cegat motor lo waktu di parkiran. Apalagi ada yang sempet moto mata lo yang merah waktu itu. Akun gosip sekolah semuanya isinya tentang lo sama kak Shaka."Sekar cemberut. Kenapa murid Garuda malah ribut mengurusinya."Kar, jadi lo nangis di taman itu karena kak Shaka? Dia ngapain lo?" Ucap Bella."Bukan apa-apa, kok. Lo gak perlu khawatir.""Pokoknya kalo ada apa-apa lo harus cerita ya. Bella siap jadi pendengar yang baik.""Iya iya, bawel." Sekar terkekeh sebelum kemudian menutup sambungan telepon mereka.Shaka yang diam-diam menempelkan telinga di depan pintu kamar Bella menghela nafas berat dan meninggalkan kamar bella dengan lunglai.Sekar baru saja meletakkan kembali ponselnya tapi lagi-lagi ponselnya berdering. Sekar melihat ternyata lagi-lagi orang itu lah yang menelponnya. Dari kemarin orang itu terus menghubunginya. Sekar mendengus sebal dan mendiamkan panggilan itu. "Kok gak diangkat, Kar? Cowok lo ya?" Bintang menoel-noel ta
"Jadi tujuh tahun lalu, tantenya temennya abang Sekar tiba-tiba bilang sama orang tuanya abang Sekar kalo temennya abang Sekar ini liat abang Sekar sendiri yang dorong adeknya ke tengah jalan raya sampai ketabrak waktu itu. Padahal gak. Ab-" "Maksud lo tante Desi? Jadi dia tiba-tiba pindah ke luar negeri gara-gara itu?" Ricko melototkan matanya. Suaranya tanpa sadar meninggi membuat beberapa orang dari meja lain memperhatikan mereka. "Beneran tante Desi?" Tanya Ricko lagi setelah beberapa saat. Suaranya lemah. Sekar mengangguk. "Gue juga gak nyangka. Selama ini tante Desi selalu baik sama kita." Musthofa mengerutkan dahi, "jadi lo curiga tante Desi ini terlibat? Atau paling gak dia tau pelaku aslinya? Gak mungkin dia tiba-tiba iseng aja bilang begitu, kan?" Sekar mengangguk. "Gio juga bilang dia gak pernah cerita tentang kejadian itu sama tante Desi sama sekali, tapi tante Desi bisa tiba-tiba datengin ayahnya abang Sekar. Pasti ada seseorang yang merintahin dia buat fitnah ab
Kayden segera menutup matanya dengan tangan. "Bang," katanya jengah. Dia menatap sinis Oda setelah Oda menjauhkan kembali laptopnya. "Kayden baru tau abang bisa nyebelin kayak gini." Sungutnya. Oda tersenyum miring. "Kalau sudah tinggal lama memang begitu. Keluar semua sifat bobroknya." Dia lalu meniupkan asap rokoknya ke udara. Kayden cemberut. "Jadi yang cewek yang di video itu siapa?" Oda menghembuskan nafasnya kemudian terkekeh. "Sari. Ibu tirinya Sekar. Dan lawan mainnya adalah selingkuhannya. Bukan Dewo. Dilihat dari cara mereka berinteraksi, kemungkinan mereka sudah berhubungan sejak lama. Anak buahku masih menyelidikinya." Kayden menggelengkan kepalanya sambil bergidik. "Benar-benar keluarga istimewa." "Bayangkan bagaimana jika tua bangka itu tau dia ternyata diselingkuhi selama ini." "Karma." Bisik Kayden pelan. Dia terbayang Sekar yang selama ini terabaikan. Pria itu malah sibuk denga
Mata Shaka melotot lebar-lebar. "Aku juga baru tau bulan lalu. Tapi aku yakin Ricko gak punya niat jahat. Lagipula sama kayak aku, aku adek Kayden tapi aku sekolah di Garuda gak niat jadi mata-mata. Ricko juga pasti sama." "Ini kenapa jadi kamu kayak lagi belain dia?" Shaka menatap sebal Sekar. Dia mengangkut gadis itu ke pelukannya. "Kamu percaya aku, kan?" Sekar mendongakkan kepalanya menatap Shaka. Shaka menghembuskan nafasnya. "Kayak kamu. Kalau memang kalian niat jadi mata-mata pasti geng Garuda gak damai-damai aja kayak sekarang. Aku cuma kecewa kenapa Ricko gak ngomong jujur aja." Sekar menyipitkan matanya, "kamu ngira ngomong sama kamu itu gampang. Belum dijelasin juga pasti udah dikasih bogem." Shaka terbahak. Dia memegangi sisi kepala Sekar dan mengecupi seluruh permukaan wajah Sekar. "Ini calon suami lagi berusaha buat berubah, sayang. Janji nanti gak emosian lagi." "S
Sekar meneguk ludah, "j-jangan." Raut wajah Shaka berubah masam. Dia membuang muka tak ingin Sekar melihatnya. "S-Shaka," panggil Sekar lembut. Hening. Shaka masih tak mau melihat wajahnya. "S-Shak," Sekar meraih tangan Shaka. Dia memberanikan diri menggenggam tangan itu. "Kenapa?" tanya Shaka getir. Matanya masih betah menatap keluar. "Apa kamu lebih suka sama yang lemah lembut kayak Ricko. Yang pikirannya dewasa, gak kekanakan kayak aku. Kamu pasti capek kan hadepin aku. Bentar-bentar emosi. Manja. Tukang modus. Suka maksa." Sekar terdiam. Dia merasa sedih tanpa alasan. "Kalau kamu bener mau kayak gitu, aku janji akan berubah. Tapi gak bisa instan. Aku butuh waktu buat buang semau sifat buruk aku ini. Tapi kamu jangan pergi. Temenin aku." "Shaka," Sekar menggelengkan kepalanya. Matanya berembun. "Gak ada yang perlu
Sekar melotot. Kenapa malah ke situ. "Tapi begitu aku sadar aku langsung dorong dia kok jauh-jauh." Shaka mengangguk-anggukan kepalanya. Bibirnya kerucut. "Aku juga udah mandi kembang tujuh rupa di rumah. Besoknya juga mandi pakai air tanah liat. Tanya aja Bella." Bella mengacungkan jempolnya dari kerumunan paling depan. Mandi dengan tanah adalah idenya. Sekar terkekeh geli mendengarnya. Shaka tersenyum lega melihat tawa Sekar. "Kamu cantik." Sekar langsung berdehem. Bisa-bisanya dia malah membayangkan Shaka mandi tanah liat dengan dada telanjangnya. "Kamu maafin aku, kan? Plis, sayang, dua hari aja hukumnya. Hari ini kita baikan, ya~" Sekar meneguk ludahnya. Kenapa Shaka sangat menggemaskan sekarang. "Maafin. Maafin." Bella mulai bersorak dan diikuti murid-murid lain. Suasana berangsur ramai. Shaka tersenyum dan mengacungkan jempolnya pada Bella
"Maaf ya, aku kemarin aku ngikutin kamu pulang diam-diam. Aku gak punya niat apa-apa. Aku cuma mau mastiin kamu sampai rumah dengan selamat." Bahkan saat Shaka masih salah paham dan tidak tau kebenaran tentang hubungan Kayden dan Sekar, Shaka sering diam-diam mengikuti Sekar pulang ke apartemen lamanya untuk memastikan gadis itu pulang dengan selamat. Shaka bahkan sering mengabaikan Evelyn yang berstatus pacarnya. "Lo gak punya kewajiban untuk itu." Sekar membuang muka. Jantungnya mendadak berdebar luar biasa. Shaka mengintip Sekar lewat spion. "Aku ngelakuin itu karena keinginan hati aku. Aku gak bisa tenang kalo belum mastiin kamu baik-baik aja." Shaka menghentikan motor besarnya di depan lobi gedung apartemen mewah Sekar. Dia mengulurkan tangannya untuk pegangan Sekar. Shaka membantu Sekar melepaskan helmnya. "Besok aku jemput, ya~" Shaka mengusap rambut Sekar sebelum menjalankan motornya. Dia tidak sabar
Ricko menatapnya sebal. "Gue bakal coba. Tapi gue gak bisa maksa kalo dia gak mau ketemu sama lo." "Bilang aja gue adeknya Andrew." "Yaudah. Buruan kita ketemu Shaka. Makin lama makin marah dia ntar." Ricko berjalan paling duluan. Sekar buru-buru bangkit dan mengejar langkah Ricko. "Ko," panggilnya. "Hm," Ricko meliriknya jengah. "Ternyata seru juga ya temenan sama lo." Ricko berdecih. "Gak. Gak tertarik gue punya temen modelan lu." Ricko mempercepat langkah kakinya. "Heh mulut lu. Gini-gini gue banyak duitnya ya!" Sekar menyingsingkan lengan bajunya dan mengejar langkah Ricko. Ricko terkekeh, "percuma banyak duit tapi doyan gratisan." "Itu namanya tidak menolak rezeki, Iko~" "Eh?" Ricko menghentikan langkahnya. Dia menatap heran Sekar. Sekar menggaruk tengkuknya, "kata Gio itu nama lo jaman bocah." "Ya ta
Ricko terpaksa menyerahkan ponselnya. Dia berdoa semoga Sekar tidak menyebutkan nama Gio nanti. "Kok lama sih, Ko? Lo ke mana aja?" "..." Raut Shaka sudah sangat masam. Sekar mengabaikan telponnya dari kemarin, tapi malah beramah tamah dengan cowok lain. Apalagi suara Sekar terdengar ramah dan manja. Berbeda sekali jika sedang bersamanya yang selalu ketus. "Nanti pulang gue titip nasi padang ya, yang deket sekolah, pak-" "Kar, lo gak boleh selingkuh sama Ricko." "Anj-" Sekar melototkan matanya. Dia buru-buru memutus panggilannya. Gio terkekeh melihat wajah shock Sekar. "Ngapa lu?" "Shaka yang ngangkat. Untung gue gak ada nyebut nama lo." "Pasti dia lagi cemburu berat. Apalagi lo dari kemaren ngacangin dia." "Gue gak mau berurusan lagi sama mantan!" Sekar mengibaskan rambut dengan songongnya. *** "Kar," "Hmm" Sekar hanya berdehem. Dia masih sibuk mengunyah burger di tangannya. Akhirnya Ricko gagal membelikannya nasi padang. "Shaka minta lo balas chatnya." "Lo
"Ko," Shaka mengintili Ricko sejak bel istirahat. Bahkan sepanjang jam pelajaran, Shaka menendang kaki kursi Ricko dari belakang tiap tiga menit. Ricko menarik nafas dalam. Ingat Ko, yang di depan lo ini ketua geng Garuda. Lo ngeplak kepalanya, lo bukan anggota geng lagi. Ricko mengingatkan dirinya sendiri. "Kasih tau ngapa, Ko. Atau jangan-jangan lo emang ada niatan lagi mau nikung." Ricko menatap sinis Vernon yang sengaja menyiram bensin ke dalam api. Benar saja. Shaka langsung melototi Ricko. "Tanya Sekarnya langsung deh. Gue gabisa ngomongnya." Ricko tak berdaya. Saat awal Shaka tau Sekar kenal dengan ketua Fonza saja Shaka mengamuk. Apalagi jika ditambah lagi sekarang dengan Gio, leader 4.20. "Gue bisa datengin markas Fonza sekarang juga kalo lo masih diem." Ancam Shaka. Ricko memutar mata. "Kayden gak tau Sekar gak masuk hari ini." Kayden ketemu Gio makin rumit yang ada. Kepala Ricko ingi