Mendengar aba aba dari Janu, seketika, Rangin yang tadinya hanya menghindar kini melemparkan goloknya. Dengan cepat dia menangkap kedua sisi mulut sang buaya.
Sambil mengatupkan mulut dan gigi yang gemerutuk, dia berusaha membuat agar buaya itu terbalik. Seluruh tenaga dikerahkan, Rangin yang sudah mencapai tingkat penguatan energi melawan buaya putih yang kekuatannya sangat luar biasa dan ganas.
Ilmu tubuh sutra yang dipelajarinya dikeluarkan, membuat tubuhnya berubah menjadi kuning keemasan. Kedua lengannya nampak padat memperlihatkan otot dan sendi yang keras bekerja. Kelihatan sekali dia mempertaruhkan sebagian besar tenaganya untuk membalik tubuh sang buaya.
Buaya itu juga tidak mau kalah. Dia terus berusaha mengatupkan rahangnya, mencoba menggigit tangan Rangin yang menggenggam kedua sisi moncong mulutnya. Sambil bergerak ke depan, dia mencoba mendorong Rangin.
"Aaarrrggghhh...!"
Satu teriakan nyaring terdengar. Rangin berteriak kencang
Buaya yang sudah tewas digotong oleh para warga ke tengah lapang. Seperti sebuah pawai para warga mengarak bangkai si buaya itu.Butuh puluhan warga untuk mengangkat tubuh si buaya. Mereka semua melirik ke arah Rangin, seakan tidak percaya kalau remaja itu mampu seorang diri mengangkat dan membalikkan tubuh si buaya.Keempat remaja itu berjalan pelan mengikuti para penduduk yang sedang berpawai. Ditemani sang kepala desa, mereka lantas berjalan ke tengah para warga yang sedang berkumpul."Wargaku sekalian! Mohon perhatiannya sebentar!" Teriak Mbah Bawul menenangkan warga yang masih ribut."Teror sang raja sungai telah usai, kita sekarang bebas menambang lagi! Semua ini berkat empat pendekar muda ini! Selamanya Desa Cening akan berterimakasih kepada para pendekar yang telah menyelamatkan kami dari tulah ini!"Setelah mengucap terimakasih dan sedikit pesan, si kepala desa membawa keempat remaja itu ke rumahnya. Disana mereka dijamu berbagai macam hid
Di sebuah bukit, empat orang remaja tengah berkumpul membakar daging kelinci. Aroma sedap dari daging bakar merebak menyebar ke segala penjuru. Beberapa hewan liar pun tertarik dengan aroma itu, namun tidak berani mendekat.Dengan lahap keempat orang itu kemudian memakan daging tersebut. Mereka makan seakan tidak memerdulikan sekitar yang berusaha untuk mencuri sisa daging di atas daun."Rangin, bebatuan wesi ireng yang kita dapat ternyata tidak seperti apa yang kita bayangkan. Aku kira besar, ternyata hanya sebesar itu." Ujar Janu sambil mengunyah makanan."Huft, kita salah kira. Sebenarnya aku ingin membuat sebuah golok dari batu ini. Tapi kalau bebatuan itu kecil kecil seperti ini ya tidak jadi." Desah Rangin."Lalu, kau mau membuat apa?""Mungkin kau bisa membuat semacam senjata kecil seperti Vajra Lothi milik kak Rakawan!" Ledek Malya."Tidak mau! Pantang bagiku membuat senjata semacam itu." Tolak Rangin mentah mentah."Ahahaha..
Selama berada di Mamrati, Janu dan kawan kawan banyak sekali mendapat pengalaman. Janu yang getol mencari ilmu berusaha giat mempelajari ilmu pengobatan dari Tiongkok. Rangin yang gemar sekali beradu kekuatan. Malya yang gila makan, memaksa Wulung untuk mengikutinya ke setiap rumah makan yang ada.Suatu ketika, Wulung berhasil kabur dari Malya. Dia berjalan dan menemui sebuah pasar yang sangat ramai di pinggiran kadipaten. Disana dia tertarik dengan sebuah lapak yang menjual sejenis kayu. Kayu itu berwarna coklat kemerahan dan kelihatan padat dan keras."Ki, ini kayu apa?" Tanya Wulung sopan."Ini kayu walikukun tuan, kalau orang orang bilang, ini kayu sakti. Kayu ini bisa menangkal serangan makhluk halus. Para pendekar sakti biasanya memakai kayu ini untuk dijadikan gagang keris, parang, dan semacamnya. Tuan ini sepertinya seorang pendekar yang kuat, kayu ini cocok untuk tuan. Mari dibeli tuan?" Bujuk si pedagang."Err... Kalau boleh tahu, tuan mendapat
Satu hari berselang, kondisi Desa Telang malah semakin tegang. Sekelompok prajurit dari Bhumi Mataram tiba di desa. Mereka dipimpin oleh Tumenggung Amuk Kumbara.Setibanya di Desa Telang, dia langsung memerintahkan para prajurit untuk berjaga di perbatasan desa. Dia pun segera bertemu dengan sang kepala desa dan memulai pemeriksaan di dalam desa.Siang hari, Janu dan kawan kawan dikejutkan dengan kedatangan sekelompok prajurit yang sedang melaksanakan patroli. Keempatnya lantas ditangkap dan digiring menghadap Tumenggung Arya Kumbara.Mereka tidak melawan sama sekali saat dibawa oleh para prajurit.Bersama dengan beberapa pendatang lain, keempatnya dikumpulkan di dalam sebuah ruangan kosong. Disana sudah berkumpul beberapa prajurit kuat yang menatap dengan tatapan curiga.Seorang lelaki tengah diperiksa dan ditanyai oleh sang tumenggung di ruangan sebelah. Beberapa saat dia keluar didampingi oleh dua orang prajurit, wajahnya tegang dan ketaku
"Kalau boleh tahu, apa yang sebenarnya terjadi di desa ini?""Begini tuan pendekar,..."Tumenggung Amuk Kumbara pun lantas menceritakan apa yang sebenarnya terjadi di Desa Telang.Beberapa hari yang lalu desa ini diserang oleh sekelompok orang misterius. Orang orang itu muncul tiba tiba dan pergi juga dengan seketika. Anehnya, mereka sama sekali tidak menjarah harta para warga, namun hanya melukai dan menghancurkan banyak rumah warga.Menurut warga yang selamat, orang orang itu mencari sebuah benda yang tersimpan di desa. Namun para warga tidak tahu sama sekali benda apa yang dimaksud, karena di Desa Telang sama sekali tidak memiliki benda berharga apapun.Mendengar penjelasan dari sang tumenggung, Janu menjadi sedikit penasaran. Apa kejadian ini ada kaitannya dengan penyerangan para penganut ilmu hitam yang baru baru ini sering meresahkan warga."Tuan tumenggung, sebenarnya kami kesini mencari batu yang terkenal mampu menyerap kekuatan peti
Hari ketiga pencarian tetap dilanjutkan. Sementara itu kelompok penjaga masih tetap waspada dan terus berpatroli.Di dalam desa sudah dijelajahi semua. Kini Wulung mulai melakukan pencarian ke luar perbatasan desa. Pagi itu dia memulai pencarian ke arah utara, ke areal persawahan warga.Saat Wulung melewati gubuk gubuk petani, dia mulai merasakan ada hawa yang tidak menyenangkan. Hatinya berdesir, ada suatu rasa takut yang membuat bulu kuduknya tiba tiba berdiri.Dia merasakan ada suatu aura yang jahat dan amarah yang tidak tertahan di sekitar sana. Aura itu terasa semakin kuat hingga menekan sampai sampai dia sulit untuk bernafas.Disini Wulung pun terdiam, aura itu hanya dirasakan olehnya.Sementara, para warga dan prajurit yang ikut bersamanya sama sekali tidak merasakan itu. Mereka tetap berjalan seperti biasa. Mungkin karena kekuatan Wulung yang sudah berada pada tingkat lanjut.Para warga dan prajurit melihat tingkah Wulung tiba
Masih agak jauh jarak antara areal persawahan dengan pemukiman warga. Belum sempat para penduduk membawa peti masuk ke dalam desa, mereka dikejutkan oleh suara derap langkah kuda.Para penunggang kuda berpakaian hitam terlihat dari jauh muncul dari arah hutan utara. Wajah dan tubuh mereka ditutup oleh kain serba hitam.Melihat itu, Wulung segera memerintahkan para warga untuk berjalan lebih cepat. Dia bersama para prajurit berjalan di belakang, sambil bersiap menahan musuh."Bagaimana ini tuan pendekar?" Ujar salah satu prajurit sedikit panik"Kita berjaga di belakang sampai peti ini aman. Kalau mendengar suara berisik di sini, pastilah Tumenggung Amuk Kumbara dan para pasukan penjaga kemari." Tegas Wulung.Ada delapan orang prajurit berjaga di belakang. Wulung juga bersiap dengan golok di tangan. Sementara para warga sudah berlarian menyelamatkan diri ke arah desa sambil membawa peti.Puluhan orang penunggang kuda terus bergerak hingga akhi
Dari kejauhan, muncul para prajurit yang berlarian menuju ke tempat Wulung bertarung. Tumenggung Amuk Kumbara berlari di depan memimpin para pasukan, mencoba menyelamatkan Wulung.Disini sang tumenggung tiba pertama,karena lokasinya yang paling dekat. Tiga orang prajurit yang tadi melarikan diri juga ada di dalam barisan. Mereka kembali, walau tubuh penuh luka.Tanpa basa basi, sang tumenggung dan belasan prajurit melibas para penyerang. Mereka pun ikut berbaur dengan puluhan penunggang kuda.Tumenggung Amuk Kumbara berdiri gagah diantara anak buahnya, menghadapi musuh yang datang satu per satu. Seperti macan yang mengamuk, dia menghajar setiap penunggang kuda yang ada di depannya.Ditengah rapatnya kepungan, Wulung terlihat masih sanggup bertahan. Remaja itu bagai iblis yang tidak bisa mati saat tertusuk dan tersayat pedang. Dengan berani, dia bisa memberi jalan untuk para prajurit melarikan diri dan menghadapi puluhan musuh sendirian.Sang tumeng