Dari kejauhan, muncul para prajurit yang berlarian menuju ke tempat Wulung bertarung. Tumenggung Amuk Kumbara berlari di depan memimpin para pasukan, mencoba menyelamatkan Wulung.
Disini sang tumenggung tiba pertama,karena lokasinya yang paling dekat. Tiga orang prajurit yang tadi melarikan diri juga ada di dalam barisan. Mereka kembali, walau tubuh penuh luka.
Tanpa basa basi, sang tumenggung dan belasan prajurit melibas para penyerang. Mereka pun ikut berbaur dengan puluhan penunggang kuda.
Tumenggung Amuk Kumbara berdiri gagah diantara anak buahnya, menghadapi musuh yang datang satu per satu. Seperti macan yang mengamuk, dia menghajar setiap penunggang kuda yang ada di depannya.
Ditengah rapatnya kepungan, Wulung terlihat masih sanggup bertahan. Remaja itu bagai iblis yang tidak bisa mati saat tertusuk dan tersayat pedang. Dengan berani, dia bisa memberi jalan untuk para prajurit melarikan diri dan menghadapi puluhan musuh sendirian.
Sang tumeng
"Kembali! Pasukan patroli Mataram sudah datang!"Teriakan itu membuat para penunggang kuda terhenyak. Sang pemimpin pun segera bersiul, mengisyaratkan untuk kabur. Dengan langkah seribu akhirnya mereka mundur, meninggalkan para pasukan Mataram yang kelelahan.Peti telah dirampas. Saat gerobak melewati Janu dan kawan kawan, aura jahat kembali menyeruak, membuat bulu kuduk merinding. Keempatnya pun urung untuk mengejar. Janu masih kaget merasakan aura yang muncul itu."Lapor! Kami pasukan tambahan yang dikirim ke sekitar perbatasan sini untuk patoli. Kami diutus dari Bhumi Mataram untuk membantu tuan Tumenggung!"Seorang perwira prajurit tiba menghadap sang tumenggung. Para pasukan patroli yang lain juga sampai ke tempat itu."Senopati Wana, siapa yang memerintah kalian kemari?""Kami dikirim oleh sang Patih Garwapala setelah mendapat informasi dari mata mata kalau penganut ilmu hitam tengah berkumpul di hutan dekat Desa Telang.""Huft.
"Tuan tumenggung, tugas kami disini telah selesai. Saatnya kami pergi!"Janu dan kawan kawannya berlalu. Mereka hendak meninggalkan ruangan.Tumenggung Amuk Kumbara sebenarnya sedikit kecewa melihat keempat remaja itu pergi. Mereka telah berjasa sangat besar dalam membantunya menjaga desa. Namun dia pun sadar kalau mereka bukan bagian dari pasukan Mataram, dia hanya bisa pasrah melihat mereka berlalu."Para pendekar sekalian, sekali lagi, kalau butuh bantuan, kami siap dengan senang hati membantu kalian." Ujarnya lagi."Terimakasih tuan tumenggung." Sambil memberi hormat, Janu dan kawan kawan akhirnya mengundurkan diri dari ruangan itu.Matahari sudah berada di ufuk barat saat keempatnya tiba di pinggir sungai dimana terdapat batu ketumbar yang mereka cari. Disana, batu itu berdiri kokoh seperti karang di pinggir sungai, tertimpa aliran sungai yang cukup deras.Benar saja informasi dari sang tumenggung. Batu misterius itu berwarna merah keku
Pagi hari, setelah Janu berpamitan dengan Tumenggung Amuk Kumbara, mereka berjalan menuju ke timur. Disana mereka hendak mencari pohon walikukun yang kabarnya berada di wilayah Pegunungan Sewu.Perjalanan mereka harus menyeberangi sungai besar dimana di sebelah utara terdapat batu ketumbar, lalu melewati jalan setapak, menembus hutan.Mereka menyeberangi sungai menggunakan teknik pergerakan lanjutan. Bagai seekor bangau, tubuh mereka seakan melayang menapaki air sungai. Memasuki tahap penguatan energi, tubuh mereka bisa dikendalikan sedemikian rupa.Semakin keempatnya melakukan pertarungan, semakin banyak pengalaman, semakin murni pula energi yang mampu mereka serap. Hal ini membuat pondasi energi di dalam tubuh menjadi semakin kokoh.Janu yang menggunakan ilmu meditasi seni permulaan hampa mendapat keuntungan paling besar hal ini. Ilmu yang dia pelajari menitik beratkan pada teknik dasar, sehingga membuatnya memiliki energi paling besar diantara para pen
Tiga orang remaja murid Perguruan Pinus Angin terus saja mengejar sang kelelawar hingga tiba di suatu tebing yang curam. Disana terdapat sebuah gua yang cukup lebar.Wulung dibawa masuk ke dalam gua tersebut. Kepakan ribuan sayap kelelawar dan teriakan Wulung menggema sampai ke luar gua.Gua itu terlihat sangat menyeramkan apabila dilihat dari luar tebing. Lubangnya menyerupai mulut yang menganga, siap memangsa apa saja yang ada di hadapannya. Stalagtit tajam menghujam ke bawah, membentuk semacam gigi taring mengerikan di tengah malam gelap.Gema teriakan dari berbagai makhluk di dalamnya seakan menjadi nyanyian pengantar maut.Ketiga remaja itu harus melompat ke atas diantara bebatuan tebing yang curam dan licin untuk bisa sampai ke mulut gua.Sampai disana, mereka berhenti sejenak. Butuh beberapa saat hingga mata mereka bisa menyesuaikan diri dengan kondisi gua yang gelap gulita."Malya, kalau kau tidak sanggup masuk ke dalam gua, bi
Janu dan Rangin menarik Malya melompat dari mulut gua. Mereka terjun bebas dari tebing yang curam, langsung terperosok ke semak belukar di bawah. Janu sempat menaruh Malya digendongan saat di udara.Disini Janu dan Rangin sigap. Masing masing membawa beban, mendarat di semak belukar dengan tegap. Wulung di pundak Rangin dan Malya di gendongan Janu sedikit terhentak. Wajah Malya masih panik akibat serangan kelelawar tadi.Di bawah sana, ketiganya lantas mendongak ke atas. Di atas tebing, di mulut gua, para kelelawar tadi ditambah ribuan kelelawar dari dalam gua mengikuti sang kelelawar raksasa terbang entah kemana."Huft! Untung saja para kelelawar itu tidak menyerang kita." Gumam Janu sambil menjatuhkan Malya dari gendongan."Apa apaan kalian ini! Loncat tanpa bilang bilang. Untung kita masih selamat!" Gerutu Malya. Amarahnya kini dialihkan kepada kedua temannya."Alah, bilang saja kalau kau takut kelelawar!" Ejek Rangin."Apa? Mau dihajar k
Beberapa saat Rangin berdiri kaku. Dari tubuhnya tiba tiba mengeluarkan cahaya kuning keemasan, membuat tubuhnya tampak seperti patung emas.Tubuh Rangin yang menjadi sedemikian rupa membuat Janu dan Malya bergidik. Serangan apakah itu? Kenapa Rangin bisa menjadi patung emas seperti itu."Owh, unsur emas cahaya rupanya. Pantas tubuhnya sangat kekar dan berotot." Komentar sang lelaki misterius."Tidak ada apapun yang mencurigakan. Baik, sekarang giliran si wanita." Ujarnya kemudian.Lelaki itu kembali menunjuk. Kini yang dituju adalah Malya. Gadis itu pun sedikit cemas, dia menutup kepalanya.Cahaya berkilau kembali muncul dan menghujam tepat ke tubuh Malya. Sama seperti Rangin, gadis itu juga tidak bisa bergerak.Seketika muncul tanaman yang merambat dari dalam tanah, melilit tubuh Malya. Tangan dan kaki gadis itu bagai diikat oleh suatu tali yang erat. Dedaunan pun ikut menutup sekujur tubuh.Malya kini sudah seperti patung kuno yang
"Semoga kalian bisa melewati tahap pencerahan!"Suara lelaki misterius terdengar sampai ke telinga keempat remaja. Setelah itu suara itu hilang, dan hutan menjadi sepi kembali.Saat keempatnya terbebas dari kekakuan, mereka mendengar petunjuk dari si lelaki misterius. Walaupun mereka sempat kaget, namun ketiga remaja dengan sigap memberi hormat. Wulung yang melihat sikap rekan rekannya ikut memberi hormat."Apa yang terjadi kak? Suara siapa itu?" Wulung yang baru sadar bertanya pelan."Sstt!" Malya menyuruhnya diam."Tuan, maafkan kami apabila semalam kami lancang. Terimakasih telah memberitahu tentang keberadaan pohon walikukun. Untuk saran yang tuan berikan, akan saya coba." Janu kembali memberi hormat ke arah gua.Rangin dan Malya juga memberi hormat. Sejak semalam mereka sadar bahwa mereka telah melakukan kesalahan. Mereka tanpa sengaja memasuki wilayah pertapaan orang.Disini mereka ingat akan informasi yang diberikan Wulung di M
"Para pendekar sekalian, terimakasih sekali lagi atas bantuannya tempo hari. Kami juga minta maaf atas perlakuan kami sebelumnya, kami sangat malu apabila mengingat kejadian waktu itu.""Santai saja tuan tumenggung, yang penting saat ini kondisi sudah cukup aman." Balas Janu."Oh iya tuan, apa kalian sudah berhasil menemukan pohon walikukun yang kalian cari? Saya dengar kabar, di daerah Pegunungan Sewu ada seorang pertapa sakti yang menjaga wilayah sana.""Kami sudah berhasil menemukan kayu walikukun yang kami cari. Dan benar, memang ada seorang pertapa sakti yang bersemadi disana. Kami berhasil menemukan kayu ini berkat arahannya juga.""Owh, dari yang saya dengar, pertapa itu sangat menakutkan dan jahat. Tapi kalian berhasil meminta bantuan darinya. Selamat kalau begitu!""Yah, kami hanya beruntung saja. Kami juga tidak tahu apapun tentang pertapa itu. Yang pasti, kami berhasil selamat dari sana tanpa kurang suatu apapun."Mendengar penjel