Share

Unik

Author: Rosa Rasyidin
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Nuwa menarik pelatuknya berkali-kali. “Kosong, hanya untuk gaya-gayaan saja, kupikir kau mata-mata juga tadi.” Nuwa menurunkan Sultan.

Dayyan melihat betis yang terkena tembakan. Ia keluarkan dari kotak P3K peralatan medis sederhana. Tak lupa pula memanggil saudara kembarnya untuk ditanyakan ini dan itu.

Dayyan menutup ponselnya. Tadinya dia ingin mengeluakan peluru di betis Sultan. Sebab timah panas itu terlihat jelas. Namun, ada resiko cacat dan cedera serta kerusakan jaringan tubuh apabila Dayyan salah mengambil tindakan. Solusi yang tersisa yaitu membawa Sultan kembali secepatnya untuk nanti kakinya dibedah oleh Hira.

“Kita kembali, masuk ke jeep,” pinta Dayyan pada Nuwa.

Lelaki itu membantu pamannya masuk ke dalam mobil. Dayyan memberikan air mineral pada Nuwa. Wanita itu menenggaknya sampai habis. Haus dan lapar adalah hal yang menyiksa dirinya ditambah beban yang berat di atas punggung.

Dayyan juga memberikan sebatang cokelat dan sedikit roti yang bisa dibawa. Tak banyak p
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Janji Setia    Hot Pot

    Nuwa terbangun dan mendapati dirinya tertidur dalam jeep Dayyan berselimutkan kain entah milik siapa. Wanita Suku Mui itu bangun dan keluar dari sana. Perbatasan agak sepi dan orang-orangnya tak banyak di luar pos jaga. Mungkin sedang diskusi masalah reaktor nuklir. Kesempatan itu digunakan oleh Nuwa untuk mencari Kai yang sudah ia ikat selama dua hari. Nuwa memberinya minum dan segera membawa tunggangannya kembali. Ia tinggalkan pos jaga tanpa pamit pada siapa pun. Sebab baginya ia kembali dalam keadaan hidup saja sudah lebih daripada cukup.Saat menunggang kuda dalam keadaan santai, ponsel Nuwa bergetar, panggilan masuk dari nomor tidak dikenal. Tak ia angkat, dan tak lama setelah itu ada pesan. Ternyata dari Dayyan yang menanyakan mengapa ia kabur begitu saja. Padahal luka robek di tangannya belum dapat penanganan dari pihak medis. [Aku bisa ke rumah sakit sendiri, syukron.] Selalu saja jawaban Nuwa seperti itu. Ia masih bisa mengurus diri sendiri. Sampai di rumah, Nuwa mandi da

  • Janji Setia    Tahanan Kota

    Xia He menghisap rokoknya dalam-dalam. Atas prestasinya yang terus-menerus membantai dan menekan angka yang katanya terorisme di dalam negeri, ia diberikan hadiah berupa pent house. Rumah fancy yang dibangun di atas pegunungan yang pernah diratakan seperti kata Nuwa dulu. Ya, mereka memang kebanyakan gila, alam saja ditantang apalagi umat muslim yang lemah di negeri mereka. “Sudah lama sekali sejak kematian Lili. Sudah saatnya aku membalaskan dendammu, Li Er. Kakak berjanji akan membawa kepala Nuwa di atas altarmu,” wanita bermata lebar itu membuang puntung rokoknya yang terakir. Ia menenggak arak kualitas terbaik sambil memejamkan mata. Tak lama setelah itu bawahannya datang membawa mantel bulu kesukaan Xia He. “Helikopter sudah datang?” tanya mayor keji itu. “Belum, Nona besar. Sebentar lagi,” jawab bawahan tersebut. “Dua orang laki-laki tangguh yang aku minta, juga harus ikut. Aku harus menyelesaikan urusan dengan Nuwa baru bisa meledakkan reaktor nuklir baik diam-diam atau ter

  • Janji Setia    Test Pack

    Maira bangun dari tidurnya dengan napas terengah-engah. Ia melirik ke samping, anak ketiganya masih terlelap, pun dengan Fahmi. Keduanya sama-sama letih menjalankan tugas sebagai polisi dan orang tua. Putri pertama Ali itu ke kamar mandi, ia mencuci muka, berwudhu dan berniat sholat malam. Namun, ia muntah berkali-kali sebab rasa mual yang tiba-tiba saja muncul. Maira mengambil test pack yang sudah ia simpan berhari-hari lamanya. Awalnya ia ragu, khawatirnya hanya mual karena kelelahan saja. Namun, diiringi dengan terlambat tamu bulanan, daripada salah-salah lebih baik ia cari tahu saja sekarang. Dan benar, dua garis merah tertera di sana. Tak lama lagi ia akan memiliki anak keempat. Maira berjalan membuang bungkus test pack di tong sampah. Lalu ia teringat sesuatu ketika melintasi kalender hijriyah. Ia ambil catatan yang sudah diterjemahkan oleh Nuwa. Maira cocokkan dengan tanggal masehi yang ada di ponselnya. Hari ini seharusnya jadwal kedatangan Xia He menurut terjemahan Nuwa.

  • Janji Setia    Blokade

    “Keluarlah, semua sudah aman,” ucap Fahmi ketika melihat Nuwa meringkuk di dalam taksi. Wanita Suku Mui itu melihat sekeliling. Ada banyak polisi yang menjaganya. “Tuan Fahmi, kenapa statusku tiba-tiba jadi tahanan kota? Apakah aku pernah berbuat jahat pada satu orang muslim pun di negeri ini?” tanya Nuwa ketika Fahmi berusaha menghindar darinya. Maira tidak ada, jika ada Maira yang akan ia cecar pertanyaan. “Itu sudah kesepakatan antara polisi dan tentara, jangan dipertanyakan lagi.” Fahmi menghindar, tapi susah, Nuwa mengekorinya. Ayah Farhan kemudian meminta dua polisi wanita untuk mengantar Nuwa pulang ke rumah. “Aku dulu pernah menyelamatkanmu sekali. Aku tidak meminta bayaran sedikitpun. Aku harap kau ingat hal itu.” Perkataan Nuwa barusan membuat langkah Fahmi terhenti. Iya tentu saja Fahmi akan ingat hal itu sampai mati. “Katakan apa alasan kalian menahanku di kota. Jangan dzolim kau, Tuan? Mana Kak Maira aku ingin bicara dengannya.” “Nuwa, kau ditahan demi kebaikanmu. Ant

  • Janji Setia    Menantang Maut

    Seorang tentara penjaga berbicara menggunakan pengeras suara. Ia meminta Nuwa putar balik dan tak ikut campur lagi urusan peperangan sebab sudah ditangani oleh para lelaki termasuk pula Dayyan yang harus terjun langsung sebagai sniper guna mengamankan reaktor nuklir. Tanpa ada yang menduga, Nuwa mundur begitu saja. Ia membawa kudanya kembali dengan berlari kencang. Para tentara yang tersisa di perbatasan masih memandang siluet tubuh wanita di atas kuda itu. Benar saja, Nuwa kembali bahkan lari Kai jadi lebih kencang. “Jangan takut, kita bisa melewatinya.” Nuwa memegang tali kekang lebih kuat. Kai melompat sangat tinggi melewati barisan jeep dan pagar kawat berduri dan mendarat tanpa jatuh di atas pasir. Setelahnya Nuwa menoleh ke belakang dan pergi dari sana. Ia punya urusan penting yang harus diselesaikan. “Aku harus memberi tahu seseorang. Menangani satu perempuan sulit sekali. Kenapa dia tak mau diam di dalam rumah saja seperti yang lain.” Tentara yang tadi menghalangi Nuwa, me

  • Janji Setia    Jejak di Pasir

    Nuwa menarik tali kekang kudanya. Ia memperhatikan jejak ban mobil yang tercetak jelas baik di jalanan aspal atau pasir. Lebih dari dua ia perkirakan dan jejak itu tidak melewati kota mati. Dicoba oleh Nuwa memang belum tentu berhasil, tidak dicoba tidak akan tahu. “Kai, ikuti jejak ban mobil itu. Cepat, aku tak mau kehilangan santapan segarku hari ini.” Nuwa memacu kudanya lebih cepat. Terus, terus, terus Nuwa maju ditemani angin Negeri Syam yang mengibarkan khimarnya. Rasa lapar dan haus hanya Nuwa kendalikan dengan bekal air minum seadanya. Daya tahan tubuhnya harus kuat hari ini. Sekuat tekadnya yang mengalahkan baja. Derap langkah kaki kuda itu berhasil menarik perhatian sebagian tentara Negeri Syam yang tengah berperang dengan tentara Balrus. Jelas mereka mengenali siapa perempuan gila yang berani menerobos peperangan seorang diri tanpa persiapan. Mereka ingin menghalangi tapi tidak bisa karena sedang sibuk juga. Alhasil yang sempat memberikan laporan mereka pada Dayyan yang

  • Janji Setia    Tarian Pedang

    “Akhirnya kau menunjukkan wajah aslimu. Cantik, cocok jadi pelacur sebenrnya. Ambilkan kotak pedangku di jeep. Aku membawanya jauh-jauh dari Xin Hua karena sudah bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya denganmu. Berdiri Nuwa. Jangan berlutut, karena hanya dengan berdiri kau bisa melawanku.” Tentara lelaki yang menahan tubuh Nuwa melepaskan pegangan mereka. Dua orang perempuan yang kadar gilanya sama saling berhadap-hadapan. Kotak pedang telah sampai dan Xia He membukanya. Ada tujuh jenis senjata tajam yang ia bawa. “Anggap saja kita ada di zaman dahulu. Aku dewa perang dan kau budak yang kabur. Buka rompi anti pelurumu. Aku juga sama,” ucap Xia He. “Ada banyak budak yang membunuh tuannya di zaman dahulu. Anggap saja itu aku. Baik, akan aku buka.” Kini keduanya tanpa pelindung sama sekali. “Silakan pilih duluan, Nuwa, kau mendapatkan kehormatan dariku.” Xia He mempersilakan lawannya memilih satu di antara tujuh pedang. Wanita muslim Suku Mui itu melihat dan memilih, ia men

  • Janji Setia    Dosa Kedua

    Dayyan menghentikan jeep yang berjalan di belakangnya. Ia meminta diantar ke tenda medis terdekat sambil tetap membawa tubuh lemah Nuwa dalam genggaman tangannya. Mobil berjalan bak orang kesetanan, menembus apa saja yang ada di depan mata karena denyut nadi Nuwa semakin melemah. Ada sarana medis di bangun tak jauh dari lokasi perang. Banyak yang terluka di sana. “Dokter, tolong, ini darurat,” pinta Dayyan pada siapa saja yang mendengarnya. Tak ada yang peduli, lelaki bermata abu-abu itu kemudian menarik paksa dokter pria yang lewat di depannya. “Tolong dia, aku mohon,” pinta Dayyan. “Tapi aku ada pasien yang juga kena luka tembak.” “Tolong!” Dayyan meremas bahu dokter itu cukup kuat. Situasi sangat kacau balau ketika lebih banyak pasien daripada petugas medis. Nuwa kemudian diletakkan diatas pembaringan mana saja yang ditemukan. Dokter memeriksa detak jantung dan denyut nadi kemudian memasang alat bantu pernapasan dan mengambil tindakan. “Kau suaminya? Kenapa istrimu kau biark

Latest chapter

  • Janji Setia    Suka dan Duka

    Pintu rumah mereka telah didobrak. Satu demi satu kamar dibuka oleh Dayyan. Tidak ada istrinya di sana, hingga ia mendengar suara orang menjerit. Lelaki itu berlari dan mendobrak pintu. Di sana ada tiga orang wanita dengan tipikal wajah yang sama. Dayyan memberikan kode pada yang lain agak tak ikut masuk. Sebab gamis Nuwa pendek sampai ke paha, dan tidak menggunakan khimar pula. “Lepaskan istriku.” Dayyan mengarahkan senapannya. “Lepaskan kami dulu, setelah itu dia kami berikan, atau kalau tidak perut istrimu kami tembak, mati sudah keduanya.” Salah satu mata-mata mengarahkan pistol ke perut Nuwa. Pada kesempatan yang sama, sambil menahan rasa sakit, pedih, serta nyeri. Nuwa menarik pistol di tangan mata-mata itu. Sempat terjadi perebutan. Dayyan kemudian membidik salah satu mata-mata tepat di bagian kepala hingga tewas. “Kau tak akan bisa lari,” ucap Nuwa sambil tersenyum dan menahan pedih di kakinya yang tertancap pecahan gelas. “Kau tak akan bisa tersenyum lagi.” Mata-mata i

  • Janji Setia    Penculikan

    “Sudah tinggal menunggu hari saja untuk lahiran, saranku perbanyak saja bergerak tapi jangan terlalu lelah, ya.” Dokter kandungan menyatakan hasil pemeriksaan pada janin di dalam rahim Nuwa. Sudah sembilan bulan hampir sepuluh hari. Soal banyal bergerak, Nuwa bahkan masih mengawasi anak-anak latihan. Entah bagaimana kekuatan dia itu, semua dikerjakan asal mampu. Bahkan store mereka berdua baru saja selesai meski isinya belum ada. “Sudahilah melatih anak-anak. Percayakan sama pada Bhani,” ucap Dayyan sambil membantu Nuwa memasuki mobil. Tubuh wanita itu hanya gendut di bagian perut dan pipi saja jadinya. “Ya, ya, memang sudah waktunya istirahat. Napasku agak sesak akhir-akhir ini.” Nuwa duduk pun sudah tidak nyaman lagi. “Ya, memang begitu. Sabar saja, kalau anaknya sudah keluar baru lega.” “Aku tak punya pengalaman sama sekali.” “Selalu ada yang pertama kali, santai dan tarik napas.”“Kau iya enak bilang santai, tenang, jangan terlalu dipikirkan. Aku yang menjalani bukan kau.” T

  • Janji Setia    Perkara Street Food

    “Hmm katanya sebentar, cuman lima belas menit saja aku pergi. Nanti juga aku kembali, kau tunggu saja di dalam mobil. Sudah satu jam masih juga mutar-mutar tak menentu.” Dayyan menggerutu di dalam jeep. Pasalnya Nuwa ingkar janji. Ia pergi membawa Bhira dan Bhani untuk memborong aneka street food yang menggugah selera. Maklum bawaan ibu hamil lagi banyak makan, tidak dituruti nanti ribut, dituruti ternyata seperti ini. “Lihatlah, di tangannya kiri dan kanan sudah isi makanan. Itu pun masih belum puas juga untuk belanja.” Akhirnya Nuwa menampakkan diri juga. Dayyan sudah tak sabar ingin pulang dan tidur siang sebentar. “Aku lama, ya?” tanya Nuwa ketika membuka pintu jeep. Dia sadar pergi terlalu lama, soalnya banyak godaan di depan mata.“Oh tidak, Sayang, baru juga satu jam, kupikir tadi akan dua jam belanjanya.” Tadi Dayyan marah sekarang nggak lagi. “Iya, rencananya begitu, ini juga belum puas aku belanja. Pedagangnya juga lama sekali membungkus makanannya, maaf, ya, kau sampai

  • Janji Setia    Percobaan

    “Sepertinya aku harus keluar dari sini,” ucap Prof Yang Juan. Ia sadar hanya tinggal sendirian di ruang rapat dan Menteri Pertahanan Xin Hua beserta jajarannya memasuki ruangan satu demi satu. “Tidak apa-apa, Prof, kau pun boleh mendengar rapat ini karena menyangkut kejayaan negeri kita,” jawab Menteri Pertahanan yang menggunakan seragam tentara warna cokelat tua. Seragam dengan banyak pangkat di dada serba tiga buah bintang di bahunya. Mendengar jawaban demikian sang professor pun duduk dan melanjutkan pekerjaanya. Sambil bekerja sambil ia mendengarkan rapat yang sedang membahas seorang perempuan. Ia dianggap sangat berbahaya padahal tidak pernah melakukan tindakan kejahatan apa pun selain melindungi diri. “Hanya untuk membunuh seekor Wei Nuwa saja mata-mata kita sudah banyak yang mati. Apa saja kerja kalian selama ini? Coba kerja itu pakai otak jangan hanya pakai otot. Kalau dia cerdas kirim orang yang jauh lebih cerdas. Kalau dia kuat kirim orang yang jauh lebih kuat. Kalau dia

  • Janji Setia    Tahu Bulat

    Ibu hamil memang kadang-kadang malah sering sekali ngidam. Namun, Nuwa berbeda. Yang dia idamkan makanan buata orang dari desanya, padahal di Syam juga ada walau rasanya berbeda. “Ya kemana harus aku cari? Sama saja pun di sini tahu di sana tahu, bentuknya sama putih, makan saja yang ada,” ucap Dayyan ketika Nuwa protes rasa tahu di Syam tak padat sama sekali. “Ya sudah aku buat sendiri saja. Nanti aku beli kedelainya. Kalau bisa kedelai yang bibitnya dari surga dan disiram dengan energi murni serta dipanen oleh para dewi, rasanya pasti enak dan lebih padat.” Nuwa melihat tahu goreng di depan matanya. Karena kurang padat jadi sulit baginya membuat tahu bulat digoreng dadakan. Setelah usaha yang tidak terlalu keras. Kedelai dari ladang surgawi itu akhirnya mereka dapatkan di supermarket terdekat. Dibeli secukupnya oleh Nuwa dan mulailah ia membuat tahu. Tiga hari kemudian jadi sudah ada sekitar dua kotak tahu dalam ukuran cukup besar dan keesokan harinya baru diolah menjadi dua jeni

  • Janji Setia    Dompet dan Celana

    Nuwa dan Dayyan belum punya anak karena wanita bermata besar itu masih harus menjalani terapi beberapa kali lagi. Walau sebenarnya aktifitas Nuwa sudah normal seperti biasa.Dayyan rajin menyuruh istrinya untuk pergi ikut tausiyah atau pengajian agar Nuwa menjadi pribadi yang lebih penyabar. Sebab gampang sekali istrinya tersulut emosi. Perkara jemuran nyangkut saja bajunya dimarahin, padahal mereka benda mati. Pada satu hari setelah pulang mengaji, Nuwa ingin bertanya karena rasa-rasanya ceramah tadi tidak pas di hatinya. Ia menunggu waktu sampai anak-anaknya tidur. “Sayang, ada yang mengganjal di pikiranku. Kata penceramah tadi, apa benar kita sebagai istri tidak boleh asal-asal membuka dompet milik suami,” tanya Nuwa. Pasalnya dia sering mengambil uang dari dompet suaminya. Uang dia? Ya, ada, tapi rasanya ada yang kurang kalau tak ambil dari sana. “Bukan tak boleh, mungkin maksud penceramah tadi bicara saja, bilang aku mau ambil uang di dalam dompet. Izin sebentar, kan, tidak a

  • Janji Setia    Temperamental

    Nuwa itu orangnya emosian dari dulu kala sejak menikah dengan Kai. Untungnya dia dapat suami yang penyabar. Kalau tidak bisa lomba lempar piring setiap hari. Seperti contoh waktu masih hidup di di desa dan bekerja sebagai pengurus kuda. Ketika jam istirahat dan sepasang suami itu menonton series India nggak jelas, dari layar televisi cembung di rumah bagian belakang. Nuwa dan Kai baru saja selesai makan siang. “Udah episode ke berapa series ini tak tamat-tamat, panjang sekali bikin cerita. Makan, tidur, ngobrol nggak jelas, masalah tak selesai-selesai,” ucap Nuwa sambil merebahkan kepala di kursi plastik. “Sudah lewat 300 episode kurasa, sudah setahun lebih kita menontonnya,” jawab Kai yang juga lelah.Dia tak tahu sama sekali jalan ceritanya, hanya menemani istrinya nonton saja. Nggak, bukan romantis. Kai mencegah Nuwa menghancurkan tivi saking gak masuk akal jalan cerita series India yang mereka tonton. “Lihatlah, ha ha ha, konyol sekali. Gimana ceritanya, ditampar pipi kiri yan

  • Janji Setia    Lempar Bunga

    “Nuwa, kau tak ada kegiatan, kan, hari libur besok?” tanya Fani sebelum jam pulang sebentar lagi. “Ada, tidur seharian,” jawab wanita itu sambil menguap. Capek dia ngajar anak-anak latihan non stop enam dari tujuh hari menjelang ujian kenaikan tingkat. “Jangan tidur terus, kapan ketemu jodohnya kalau kau tak bergerak.”“Udah ada jodohnya Nuwa. Tuuuh, yang sering diajak berantem.” Padma mengisyaratkan Syeikh Dayyan yang sedang merapikan buku. “Hei, baik-baik kau ngomong, ya, mau mati bilang sekarang.” Naik emosi Nuwa tiba-tiba dijodohin sama orang yang paling dia benci sejagad raya. “Tenang semua, aku belum keluar dari kelas ini, jangan buat keributan atau mau dihukum lagi!” tegur sang guru yang terganggu dengan suara sengau manja milik guru anaknya. “Maaf, Syeikh,” ucap Nuwa sambil merapatkan gigi. “Siang besok, yuk, ke nikahan sepupuku. Acara khusus perempuan. Boleh pakai baju bebas tak harus pakai abaya hitam.” Fani mengajak temannya yang punya hobi makan dan tidur. “Serius

  • Janji Setia    Jimat Vampir

    Belasan Tahun Lalu Nuwa kecil yang berusia tujuh tahun dan sebatang kara tanpa orang tua, berjalan pulang sendirian di tengah gelapnya malam. Saat itu sedang gencar-gencarnya diembuskan isu ada vampir pengisap darah yang akan membunuh kaum muslimin di Desa Ligeng. Gadis kecil bermata besar itu ketakutan dan mulai menangis sendirian. Kemudian ada seorang tentara Xin Hua yang gelap mata. Lelaki tersebut meluruskan tangan dan lompat-lompat. Nuwa kecil menoleh ke belakang dan ketakutanlah dia. “Huaaa, Ibu, tolooong, aku mau dimakan vampir, huahaahaaa, Ayah, kenapa tinggalkan aku sendiri.” Jatuh Nuwa, bangun lagi, lari terus, takut dihisap darahnya sama vampir. Saat itulah pertama kalinya takdir mempertemukan Nuwa dan Kai. Pemuda itu sedang lewat sambil membawa bakpao kukus yang masih hangat. Masih ada uang untuk beli makanan belum terlalu susah hidupnya. Pemuda yang berusia 16 tahun itu mendengar jerit tangis gadis kecil. Fu Kai pun mencari asal suara, ketemu, Nuwa langsung bersembun

DMCA.com Protection Status