"Kau tidak berhak sedikitpun untuk berada di sini. Kau memang ayahnya, tapi kau lalai dalam menjaganya." sergah Alin dengan mata yang membulat dan merah."Aku bekerja, Lin! Aku juga harus memberinya nafkah. Aku tidak bisa terus menjaga Langit sepanjang waktu." sanggah Aldi dengan wajah memelas. "Ini semua diluar kendaliku.""Hahaha, sepertinya, kamu juga lupa jika pernah kehilangan Langit saat sedang berpiknik dengan istri barumu." Alin mengingatkan dengan pandangan meremehkan sambil melipat tangannya di dada."Saat itu kamu tidak sedang bekerja, kan? Apa kamu sedang mengelak, heem?"Aldi diam, apa yang Alin katakan benar. Dan ia tak bisa mengelak dari itu."Pergilah, aku tak ingin bertengkar di depan jenazah Langit?" pinta Alin, karena ia sudah sangat lelah. Dan kehadiran Aldi semakin membuatnya lelah."Alin pliss..." Aldi memohon. Bu Reni yang merasa kasihan juga pada Aldi mengusap lengan Alin. "Biarkan saja dia ikut di sini Lin." Alin langsung menatap Bu Reni."Demi Langit. biar dia
Acara pemakaman Langit berjalan dengan lancar, tanpa kehadiran Aldi tentunya. Pria itu tak punya cukup nyali karena harus berhadapan dengan orang-orang berbadan kekar suruhan Robin. Ia memilih pulang karena tak ada gunanya juga dia di sana. Apalagi, sang istri terus merengek pulang, semakin membuat Aldi pusing saja.Brak! Pintu rumah di buka dengan kasar. Aldi yang sudah terlanjur kesal itu hanya bisa meluapkannya dengan menendang pintu."Apaan sih, Mas? pake tendang-tendang pintu segala?!" protes Melin yang mengikuti dari belakang."Aarrgggg!!" Aldi berteriak frustasi. Dengan sangat kesal ia menoleh dan menatap tajam pada Melinda."Lain kali jangan menyusul Mas lagi. Bikin malu saja! Gara-gara kamu, mas jadi nggak bisa ikut memakamkan putra mas sendiri!" "Oohh, jadi mas marah sama Melin? Aku ini wanita hamil, mas! Aku khawatir jika sampai suamiku digoda lagi oleh mantan istrinya!" sungut Melin menyalang."Apa mas nggak mikirin perasaanku sama sekali?""Melin! Mas nggak mungkin balik
Mata Alin melebar tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar dari mulut Noah. 'Menikah? Dia ingin menikah denganku? Apa itu tidak salah? Siapa aku? Bukan wanita cantik, juga tak punya uang. Mau apa dia menikah denganku?' batin Alin.Noah tersenyum melihat wajah Alin yang berubah bingung dan heran. "Aku tidak butuh imbalan. Aku juga sangat marah pada mereka. Langit bukan hanya bocah biasa. Bagiku, Langit adalah bocah luar biasa yang sudah mencuri perhatian dan juga hatiku. Aku sangat sakit saat tau dia dilukai." Noah menatap manik mata Alin yang bergerak mencari kejujuran dan kesungguhan darinya."Karena itu, baik aku, ataupun Robin, kami langsung bergerak cepat dan membuat Bu Romlah di tahan. Dalam waktu dekat dia akan menjalani sidang. Dan akan kupastikan dia akan mendekam selamanya di jeruji besi."Alin masih membisu, menatap Noah. Tangan Noah menyentuh kedua tangan Alin dan menggenggamnya."Dan, mengenai manta
"Aku sudah menunggu selama setahun untuk ini. Nggak mungkin aku nggak siap," jawab Alin mengulas senyum. "Oke, kita lakukan sesuai rencana." Noah berjalan lebih dulu, Alin mengikuti dari belakang sampai mereka keluar dari kamar. "Hari ini, Aldi dan teman-temannya akan merayakan kenaikan jabatan di kafe Langit," jelas Noah menuruni tangga di halaman rumah besarnya. Ucapan Noah membuat langkah Alin terhenti sejenak, Noah yang merasa Alin tertinggal menoleh."Ada apa?""Dari mana kamu tau?" Bukannya menjawab, Alin justru bertanya balik. Noah tersenyum tipis, lalu berjalan mendekat dan meraih tangan Alin agar kembali berjalan bersama-sama. "Pabrik tempat Aldi bekerja, kamu tau apa nama PT nya?""Seingatku, namanya PT Bisho," jawab Alin mengingat-ingat."Tepat sekali." Noah berhenti di sisi mobil sport yang sudah terparkir di halaman rumah, lalu membuka pintunya untuk Alin."Dua tahun yang lalu kami mengakuisisi PT Bisho. Mereka berada di bawah perusahaan SNSV. Bukan hal sulit untuk tau a
Bab 30Mata Aldi melebar melihat wanita cantik yang berjalan mendekat. Tubuh yang langsing nan putih semampai. Gaun berwarna merah muda yang melebar di bagian bawahnya dan menjuntai hingga di atas betisnya, tampak sopan dan elegan.“Sempurna,”gumam Aldi tanpa ia sadar memuji. Rekan sesama manager tersenyum puas mendengar Aldi yang memuji dengan refleknya. Aldi masih terus menatap keindahan wanita yang semakin memangkas jarak. Ia merasa mengenal wanita itu. Tetapi, hatinya sendiri tidak yakin. ‘Apa benar itu Alin? Wanita dekil yang pernah menjadi istriku? Satu tahun tak bertemu, bagaimana bisa Alin berubah sedrastis ini?’ batin Aldi dengan mulut yang menganga cukup lebar. Matanya masih terus menatap dan mengagumi wanita yang sangat mirip dengan mantan istrinya, tanpa ia tau dia adalah Alin wanita yang sudah ia campakkan karena dekil."Selamat malam," sapa Alin tersenyum sangat ramah sat langkah kakinya behenti tepat di depan meja Aldi.'Bahkan suaranya mirip dengan Alin,' batin Aldi
Bab 31Alin melempar begitu saja kartu nama pemberian dari Farhan tadi di tong sampah dekat kitchen. Sudah ada puluhan kartu nama yang berakhir di sana selama enam bulan terakhir. Sejak ia berubah menjadi semakin glowing. Siapa yang tidak tergoda pada wanita cantik, mandiri, dan pemilik toko kue serta kafe yang ramai. “Nona Bintang, apa kedepannya saya katakan saja jika anda tidak di sini. Anda pasti merasa terganggu kan?” ucap waiters yang tadi bersamanya menemui Aldi dan teman-temannya, merasa tak enak hati.Alin tersenyum pada gadis yang menjadi bawahannya itu,”Tidak apa. Lanjutkan saja pekerjaanmu.”Pukul 10 malam, kafe sebentar lagi tutup. Setelan meting sebentar dengan karyawannya, Alin bergegas pulang. Ia menyambar tas bahu dan mengambil kunci mobilnya, lalu berjalan ke luar. Ia di buat terkejut oleh suara yang sangat ia kenal. Siapa lagi kalau bukan Aldi. Pria itu menyapa dan dengan tidak tau malunya bertanya. Tetapi, memang inilah yang Alin harapkan. Aldi
Bab 32"Jadi, ini toko kue mu, Lin?"Alin menoleh pada pria yang kini berdiri di belakang tubuhnya yang sedang menata kue di display."Apa yang kamu lakukan di sini, Aldi?" Alin bertanya dengan datar. Lalu acuh kembali pada kesibukannya membantu seorang waiter menatap kue di display."Jadi, tadi aku lewat sini, melihat namanya mengingatkanku pada mu."Alin tak menggubris walau sudut bibirnya sempat terangkat, ia tetap berpura-pura tak perduli."Sebenarnya, sudah sejak lama aku memperhatikan toko ini. Ramai sekali! Melihatmu ada di sini dan melihat namanya. Aku yakin ini milikmu. Rasa kue di sini pasti tidak di ragukan lagi." Aldi terus mengoceh meski Alin tak menanggapi."Jadi," ucap Alin menoleh dan memiringkan tubuhnya menghadap Aldi."kamu memari karena nama atau rasa?" Tanyanya dengan mata yang menatap wajah Aldi."Dua duanya. Aku tau bagaimana rasa kue yang kamu buat sangat menakjubkan. Dan aku sangat berharap bisa bertemu denganmu di sini. Dan lihat!? Harapanku terkabul.""Selama
Bab 33Alin duduk di depan meja riasnya. Memandang wajahnya yang terpantul di cermin. Ia baru saja selesai mandi, tubuhnya bahkan masih berbalut bathrobe dan rambutnya terbungkus handuk. Alin menyentuh bibirnya yang sedikit bengkak. Terbayang di kepalanya, saat Noah menciumnya dengan sangat lama dan lembut. Walau Alin sudah menutup hatinya. Tetapi, ada rasa yang tiba-tiba menyeruak ke dalam hatinya. "Alin, sadarlah, kamu nggak boleh terbawa perasaan. Dia membutuhkan tubuhmu, dan kamu membutuhkan uangnya. Hubungan ini hanya tentang saling menguntungkan. Nantinya juga kalian akan berpisah. Jangan gunakan perasaanmu." Alin bergumam pada dirinya sendiri.Alin menarik nafas dalam dan menghembuskan. Ia menarik laci barisan kedua dari meja riasnya. Mengambil surat perjanjian pra nikahnya dengan Noah. "Sampai detik ini, sudah banyak yang dia beri. Tapi, dia juga belum mengambil apa pun. Aku takut, dia akan menuntutnya di masa depan." Alin bergumam lirih. Ia berdiri da