"Apa yang terjadi?" tanya Noah yang sudah sampai di lorong rumah sakit. Di hadapannya Robin sedang menunggu. ia menatap Alin yang sudah berderai."Bersabarlah. Dokter sedang menangani nya." ucap Robin mencoba menenangkan, walau ia sendiri tak yakin akan keselamatan bocah kecil itu."Langit anakku, apa yang terjadi?" gumam Alin tersedu.Noah memandang Robin, ia tau sesuatu terjadi dan mungkin pria itu enggan untuk mengungkapkan nya pada Alin yang terlihat sangat sedih itu."apa yang sebenarnya terjadi?" bisik Noah membawa Robin sedikit menjauh dari Alin."sebenarnya," bisik Robin ragu. ia melirik Alin tang masih terlihat gelisah di depan ruang khusus."Langit drop, dokter bilang, kemungkinan jika malam ini lewat, Langit selamat, tapi, jika tidak.....""Apa itu artinya?""Kita berdoa saja. Semoga Langit bisa melalui mal ini."Noah melemas, ia menatap Alin yang terus gelisah itu. Entah bagaimana reaksi nya jika mendengar ini semua."Kita sudah lakukan yang harus di lakukan Noah,jangan me
"Kau tidak berhak sedikitpun untuk berada di sini. Kau memang ayahnya, tapi kau lalai dalam menjaganya." sergah Alin dengan mata yang membulat dan merah."Aku bekerja, Lin! Aku juga harus memberinya nafkah. Aku tidak bisa terus menjaga Langit sepanjang waktu." sanggah Aldi dengan wajah memelas. "Ini semua diluar kendaliku.""Hahaha, sepertinya, kamu juga lupa jika pernah kehilangan Langit saat sedang berpiknik dengan istri barumu." Alin mengingatkan dengan pandangan meremehkan sambil melipat tangannya di dada."Saat itu kamu tidak sedang bekerja, kan? Apa kamu sedang mengelak, heem?"Aldi diam, apa yang Alin katakan benar. Dan ia tak bisa mengelak dari itu."Pergilah, aku tak ingin bertengkar di depan jenazah Langit?" pinta Alin, karena ia sudah sangat lelah. Dan kehadiran Aldi semakin membuatnya lelah."Alin pliss..." Aldi memohon. Bu Reni yang merasa kasihan juga pada Aldi mengusap lengan Alin. "Biarkan saja dia ikut di sini Lin." Alin langsung menatap Bu Reni."Demi Langit. biar dia
Acara pemakaman Langit berjalan dengan lancar, tanpa kehadiran Aldi tentunya. Pria itu tak punya cukup nyali karena harus berhadapan dengan orang-orang berbadan kekar suruhan Robin. Ia memilih pulang karena tak ada gunanya juga dia di sana. Apalagi, sang istri terus merengek pulang, semakin membuat Aldi pusing saja.Brak! Pintu rumah di buka dengan kasar. Aldi yang sudah terlanjur kesal itu hanya bisa meluapkannya dengan menendang pintu."Apaan sih, Mas? pake tendang-tendang pintu segala?!" protes Melin yang mengikuti dari belakang."Aarrgggg!!" Aldi berteriak frustasi. Dengan sangat kesal ia menoleh dan menatap tajam pada Melinda."Lain kali jangan menyusul Mas lagi. Bikin malu saja! Gara-gara kamu, mas jadi nggak bisa ikut memakamkan putra mas sendiri!" "Oohh, jadi mas marah sama Melin? Aku ini wanita hamil, mas! Aku khawatir jika sampai suamiku digoda lagi oleh mantan istrinya!" sungut Melin menyalang."Apa mas nggak mikirin perasaanku sama sekali?""Melin! Mas nggak mungkin balik
Mata Alin melebar tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar dari mulut Noah. 'Menikah? Dia ingin menikah denganku? Apa itu tidak salah? Siapa aku? Bukan wanita cantik, juga tak punya uang. Mau apa dia menikah denganku?' batin Alin.Noah tersenyum melihat wajah Alin yang berubah bingung dan heran. "Aku tidak butuh imbalan. Aku juga sangat marah pada mereka. Langit bukan hanya bocah biasa. Bagiku, Langit adalah bocah luar biasa yang sudah mencuri perhatian dan juga hatiku. Aku sangat sakit saat tau dia dilukai." Noah menatap manik mata Alin yang bergerak mencari kejujuran dan kesungguhan darinya."Karena itu, baik aku, ataupun Robin, kami langsung bergerak cepat dan membuat Bu Romlah di tahan. Dalam waktu dekat dia akan menjalani sidang. Dan akan kupastikan dia akan mendekam selamanya di jeruji besi."Alin masih membisu, menatap Noah. Tangan Noah menyentuh kedua tangan Alin dan menggenggamnya."Dan, mengenai manta
"Aku sudah menunggu selama setahun untuk ini. Nggak mungkin aku nggak siap," jawab Alin mengulas senyum. "Oke, kita lakukan sesuai rencana." Noah berjalan lebih dulu, Alin mengikuti dari belakang sampai mereka keluar dari kamar. "Hari ini, Aldi dan teman-temannya akan merayakan kenaikan jabatan di kafe Langit," jelas Noah menuruni tangga di halaman rumah besarnya. Ucapan Noah membuat langkah Alin terhenti sejenak, Noah yang merasa Alin tertinggal menoleh."Ada apa?""Dari mana kamu tau?" Bukannya menjawab, Alin justru bertanya balik. Noah tersenyum tipis, lalu berjalan mendekat dan meraih tangan Alin agar kembali berjalan bersama-sama. "Pabrik tempat Aldi bekerja, kamu tau apa nama PT nya?""Seingatku, namanya PT Bisho," jawab Alin mengingat-ingat."Tepat sekali." Noah berhenti di sisi mobil sport yang sudah terparkir di halaman rumah, lalu membuka pintunya untuk Alin."Dua tahun yang lalu kami mengakuisisi PT Bisho. Mereka berada di bawah perusahaan SNSV. Bukan hal sulit untuk tau a
Bab 30Mata Aldi melebar melihat wanita cantik yang berjalan mendekat. Tubuh yang langsing nan putih semampai. Gaun berwarna merah muda yang melebar di bagian bawahnya dan menjuntai hingga di atas betisnya, tampak sopan dan elegan.“Sempurna,”gumam Aldi tanpa ia sadar memuji. Rekan sesama manager tersenyum puas mendengar Aldi yang memuji dengan refleknya. Aldi masih terus menatap keindahan wanita yang semakin memangkas jarak. Ia merasa mengenal wanita itu. Tetapi, hatinya sendiri tidak yakin. ‘Apa benar itu Alin? Wanita dekil yang pernah menjadi istriku? Satu tahun tak bertemu, bagaimana bisa Alin berubah sedrastis ini?’ batin Aldi dengan mulut yang menganga cukup lebar. Matanya masih terus menatap dan mengagumi wanita yang sangat mirip dengan mantan istrinya, tanpa ia tau dia adalah Alin wanita yang sudah ia campakkan karena dekil."Selamat malam," sapa Alin tersenyum sangat ramah sat langkah kakinya behenti tepat di depan meja Aldi.'Bahkan suaranya mirip dengan Alin,' batin Aldi
Bab 31Alin melempar begitu saja kartu nama pemberian dari Farhan tadi di tong sampah dekat kitchen. Sudah ada puluhan kartu nama yang berakhir di sana selama enam bulan terakhir. Sejak ia berubah menjadi semakin glowing. Siapa yang tidak tergoda pada wanita cantik, mandiri, dan pemilik toko kue serta kafe yang ramai. “Nona Bintang, apa kedepannya saya katakan saja jika anda tidak di sini. Anda pasti merasa terganggu kan?” ucap waiters yang tadi bersamanya menemui Aldi dan teman-temannya, merasa tak enak hati.Alin tersenyum pada gadis yang menjadi bawahannya itu,”Tidak apa. Lanjutkan saja pekerjaanmu.”Pukul 10 malam, kafe sebentar lagi tutup. Setelan meting sebentar dengan karyawannya, Alin bergegas pulang. Ia menyambar tas bahu dan mengambil kunci mobilnya, lalu berjalan ke luar. Ia di buat terkejut oleh suara yang sangat ia kenal. Siapa lagi kalau bukan Aldi. Pria itu menyapa dan dengan tidak tau malunya bertanya. Tetapi, memang inilah yang Alin harapkan. Aldi
Bab 32"Jadi, ini toko kue mu, Lin?"Alin menoleh pada pria yang kini berdiri di belakang tubuhnya yang sedang menata kue di display."Apa yang kamu lakukan di sini, Aldi?" Alin bertanya dengan datar. Lalu acuh kembali pada kesibukannya membantu seorang waiter menatap kue di display."Jadi, tadi aku lewat sini, melihat namanya mengingatkanku pada mu."Alin tak menggubris walau sudut bibirnya sempat terangkat, ia tetap berpura-pura tak perduli."Sebenarnya, sudah sejak lama aku memperhatikan toko ini. Ramai sekali! Melihatmu ada di sini dan melihat namanya. Aku yakin ini milikmu. Rasa kue di sini pasti tidak di ragukan lagi." Aldi terus mengoceh meski Alin tak menanggapi."Jadi," ucap Alin menoleh dan memiringkan tubuhnya menghadap Aldi."kamu memari karena nama atau rasa?" Tanyanya dengan mata yang menatap wajah Aldi."Dua duanya. Aku tau bagaimana rasa kue yang kamu buat sangat menakjubkan. Dan aku sangat berharap bisa bertemu denganmu di sini. Dan lihat!? Harapanku terkabul.""Selama
"Noah?" "Noah." Noah baru saja memasuki kamar, tertegun melihat Alin memanggil namanya. lekas ia datang mendekat. "Sayang!?" Noah menggenggam tangan istrinya. "Aku di sini," tanyanya duduk di bibir ranjang."Apa yang kamu rasakan?" "Noah, aku... aku merasa kotor." Noah menatap istrinya sendu. "Jangan katakan itu. jika kotor, kita bisa membersihkannya." "Tapi..." "ssttt!" Noah menempelkan jari di bibir Alin. "Aku akan memandikanmu nanti, tapi, aku lapar, ayo kita makan dulu, hum?" Noah menggendong Alin keluar kamar, membawanya sampai ke dapur lalu mendudukkan di kursi bar. "Kita lihat ada apa di sini," cetusnya membuka kulkas. "Hmm, cuma ada telur, keju, dan roti tawar. Apa kita buat roti bakar saja?" usulnya menoleh pada Alin. "Aku ingin mandi Noah," ucap Alin lirih. "Iya, nanti aku mandikan," balas Noah mencoba terlihat acuh walau sebenarnya hati pria ini sudah sangat remuk. "Kita makan dulu. Setelah makan, aku janji akan membersihkan mu sampai benar-benar ber
Mata Noah tajam terarah. Bahkan bola mata yang kini di selimuti amarah itu hampir keluar dari rongganya. "Serahkan padaku.""Aku harus menyelesaikannya sendiri, Bin."Robin menggeleng, "tidak, serahkan padaku.""Kau mau aku diam saja saat istriku mendapat pelecehan seperti ini?"Robin diam, memilih kata yang tepat agar sedikit mengurangi amarah di dada Noah saat ini."Tidak, tentu saja tidak. Kamu harus lebih bisa menenangkan Alin. Saat ini ia membutuhkan dirimu. Masalah yang lain, serahkan padaku. Aku percaya padaku, kan?" Robin menatap Noah bersungguh-sungguh.Sedangkan Noah menatap dengan amarah yang berkobar di matanya."Bagaimana jika dia bangun dan mendapati dirimu tak ada di sisi. Saat ini, dia membutuhkanmu, bukan aku. Atau kamu memang lebih rela aku yang menenangkannya dalam pelukan ini?"Noah mencengkram kerah depan baju Robin. Dan itu berhasil membuat Robin tersenyum."Jadi, biarkan kami yang selesaikan. Kamu cukup terima laporan dari kami saja. Akan kami selesaikan dengan
"Kenapa kamu tinggalkan Alin sama Tasya aja?" Noah berteriak penuh emosi karena orangnya malah sangat teledor meninggalkan dua wanita saat Alin jelas dalam incaran."Maaf, saya sudah meninggalkan beberapa orang juga di sana."Ricky menjawab penuh sesal, di wajahnya sudah membekas lebam oleh pukulan Noah tadi."Lalu bagaimana bisa Alin sampai diculik!? Bagaimana kalian bekerja? Hah?""Maaf, Tuan." "Haahh!" Noah menendang jog belakang di depannya. Marah, marah, dan amarah itu terus menjilati dirinya. "Jika sampai terjadi hal buruk padanya, habis kalian semua!""Tenanglah!" ucap Robin yang menyetir di depan melihat Noah sedari tadi hanya marah-marah dan mengamuk."Kita sudah dapat lokasinya. Jangan habiskan tenagamu untuk mengamuk di sini."Noah berdecak kesal, tangan itu terus mengepal dan wajah yang semakin mengeras. Dalam pikirannya Alin kini sedang ketakutan. Pikiran buruk terus berkelebat mencemaskan wanitanya."Aku bersumpah, ta
"Tolong siapkan untuk meja nomor lima. Yang ini sedikit spesial ya, pesanan khusus." Alin memberi instruksi pada koki di dapur restonya. "Baik, Bu.""Dan untuk ruang VIP satu. Sudah dibooking oleh Mr. Marvin untuk meting nanti malam.""Baik."Setelah memberi beberapa arahan dan mengecek laporan, Alin melangkah keluar dari restonya. Di belakangnya beberapa orang tampak mengikuti. Merasa diikuti, Alin menoleh. Terkejut karena orang-orang itu mendorong tubuhnya kedepan. "A-apa yang kalian lakukan!?" Serunya. "Ikut kami," ujar seorang berbadan besar yang paling dekat dengannya dan menahan lengan wanita cantik itu."Le-lepas!" Dengan gemetar Alin mencoba berontak dan meloloskan diri."Si-siapa kalian? Lepaskan aku!" lontarnya dengan terbata.Lelaki itu tersenyum tipis, semakin menarik tubuh Alin."Ikut saja jika tak ingin kami bertindak lebih kasar di sini."Mata Alin bergerak liar, mencari siapa saja yang bisa dimintai bantuan. Namun, sekitar serasa sepi dan tak banyak orang melintas
Di lorong depan pintu apartemen Alin, tampak tiga orang preman tengah berkelahi dengan seorang pria dan wanita. ketiganya tampak kuwalahan meskipun memiliki badan lebih besar karna kelincahan sepasang pria dan wanita yang tiba-tiba mengganggu pekerjaan mereka. kedua orang itu adalah bodyguard Alin itu. Tasya dan Ricky."Siapa kalian? kenapa mengganggu pekerjaan kami?!"Ricky tertawa mencemooh,"Pekerjaan kalian, mengganggu pekerjaan kami!" cetusnya memasang kuda-kuda, saling melindungi punggung dengan membelakangi rekan kerjanya."Siapa yang menyuruh kalian?""Bukan urusan mu!" sentak salah satu preman itu menyerang. Dengan gesit, Ricky dan Tasya membalas.Ketiga preman itu memang hanya badannya saja yang besar. Namun, kalah oleh kegesitan dan teknik yang Ricki dan Tasya punya. Tiba-tiba saja, dari ujung lorong, Noah muncul. terkejut melihat kedua bodyguard Alin sedang bertarung melawan tiga preman. Ia ikut menerjang, memanjangkan kaki mengenai bagian vital salah satu preman tersebut. H
Bab 52Melin terduduk lemas menyenderkan tubuhnya di ruangan kepala bagian. Wajahnya masih tak percaya dan matanya bergarak liar tak terima dengan apa yang baru saja ia dengar.“A-apa maksud bapak?” meminta penjelasan.“Seperti yang sudah saya utarakan tadi, Melin. Kamu mendapat peringatan sebelumnya tentang kedislipinan. Tetapi, kamu berulang kali bahkan seperti menganggapnya sepele. Aku tau suamimu adalah seorang manager juga. Apa karena itu juga kamu jadi berani seperti ini?”“Ti-tidak pak. Saya memang sedang dalam kondisi yang rumit.” Melin mencoba memberi penjelasan dan alasan.“Maaf, ini sudah keputusan semua orang. Ini surat pemecatanmu,” ucap Pak kepala bagian seraya menyerahkan surat pada Melin.“Ta-tapi pak.” Melin menggeleng kuat tak terima, berharap masih memiliki kesampatan berikutnya. Tetapi, melihat gelagat atasannya itu, Melin tau harapan tinggallah harapan.“Maaf, Melin. Ini sudah keputusan final. Pesangonmu, mintalah pada bagian HRD.”*Brak!Aldi terperanjat melihat
Bab 51“Apa dia masih di sana?” bisik Alin dengan mata sayu. Wajah lelaki yang hanya berjarak beberpa centi saja darinya.Noah yang masih memeluk pinggang Alin melirik ke bawah sana. Di mana Aldi masih terlihat mematung dengan seorang balita dalam pangkuan.“Masih,” jawab Noah berganti melihat Alin yang membelakangi dinding kaca. Menautkan lagi bibirnya dengan milik Alin. Sementara itu, di bawah sana, Aldi masih memandang mantan istrinya sedang berciuman mesra dengan seorang lelaki. Ia tak tau siapa lelaki itu karena wajahnya tertutup kepala Alin yang membelakanginya. “Siapa dia? Aku tau Alin belum menikah, lalu apa pria itu pacarnya?” Aldi bermonolog tanpa melepaskan pandngannya dari dua sejoli di lantai tiga itu. Tentu saja, dari jarak setinggi itu, Aldi tak bisa melihat dengan jelas siapa lelaki yang tengah berciuman dengan mantan istrinya.“Sudahlah, untuk apa aku terus melihat mereka, bikin hatiku panas saja,” gumam Aldi terus merasakan nyeri di dada. Kebetulan, saat itu Melki
Bab 50“Kenapa pak Aldi gegabah menceraikan ibuk?” Anis yang sedari tadi merasa tak enak dan tak nyaman karena pergi dengan majikan prianya terus merasa berslah pada Melin.“Kamu nggak usah ikut campur urusan saya! Tugas kamu, mengasuh Melki. Ngerti?”“Maaf, pak.” Anis pun sebenarnya merasa sudah lancing mengatakan hal itu. Tetapi, ia sendiri merasa kasihan pada Melin juga pada Melki. Karena keegoisan majikannya, bocah itu tak merasakan kasih sayang yang utuh.*“Kamu pulanglah dulu, Nis. Aku masih ada urusan dan nggak bisa membawa kamu serta,” ucap Aldi setelah mereka selesai membeli kebutuhan Melki. “Melki biar sama aku, kamu beli lah apa pun atau jalan-jalan dulu jika malas pulang dan ketemu Melin,” sambung Aldi mengangsurkan lembaran uang pada Anis. Anis terlihat keberatan berpisah dengan Melki. Tetapi, gadis itu juga tak punya hak apa pun untuk menyampaikan keberatannya. Bagi gadis itu, Melki sudah menjadi bagian dari hidupnya, hingga saat mer
Bab 49“Suruh wanita itu keluar!”Alin yang baru saja sampai di resto, langsung bisa melihat keributan di sana. Bahkan suara Melin pun terdengar sampai di telinga Alin yang baru keluar dari mobil.“Siapa yang kau suruh keluar, Mel?”Seketika Melin yang sdang marah itu menoleh ke arah pintu masuk. Mendapati Alin di sana darahnya mendidih, sekonyong-konyong mendekat dengan tangan terulur. Alin reflek menangkap tangan itu, dan mendorongnya.“Jangan sampai aku melaporkanmu atas tuduhan penyerangan, Mel! Lihatlah berapa banyak orang yang bisa menjadi saksi di sini!” tukas Alin mendelik tajam pada Melin yang menahan amarah hingga tampak deretan giginya yang putih dan bergemeletuk.“Kau! Jalang sialan! Di mana kau sembunyikan suamiku?”“Sembunyikan bagaimana? Pria dewasa sebesar itu bagaimana aku menyembunyikannya. Harusnya kau gunakan akal sehatmu dan bertanya padanya! Bukan padaku!” hardik Alin tak kalah keras.“Dia tidak pulang semalam,”“Lalu apa urusannya denganku?”“Kau pasti mempenga