Melinda melihat kedepan dalam jarak beberapa meter darinya ada Alin dan Langit yang berjalan kearahnya. Mereka terlihat sedang bercengkrama. Asyik sekali.
Meli menyipitkan matanya, Dia menoleh kebelakang, Aldi masih berada dibelakangnya, sepertinya belum sadar akan keberadaan Alin dan anaknya. Meli tersenyum,Kita lihat apa yang akan terjadi mas? batinya.Meli terus berjalan dengan tatapan dan senyum sinis pada Alin, yang bahkan tidak menyadarinya. Alin terlalu asyik dengan anak yang mengajaknya bercanda. Hingga mereka berpapasan. Dari sudut matanya Meli menangkap Aldi yang bersembunyi."Pengecut kamu,Mas." Gumam Melinda.______"Ayo bu. Kita naik itu. Kita sudah sampai sini masa satu permainan pun Ibu tidak mencobanya?" Ujar Langit menunjuk wanaha roller coaster."Ibu sudah cukup tua sayang...." kilah Alin dengan diselingi tawa malu. "Ibu juga takut.""Tak apa ibu. Ayolah." rengek Langit."Satu permainan saja. Huuuumm?"Alin tertawa canggung dengan permintaan putranya itu."Om, Om Noah juga ikut naik kan?""Tentu saja. Sayang jika melewatkan permainan yang satu ini." Ucap Noah menunjuk roller coaster didepan."Ibu, ayolah. Semua ini gratis kok."Alin menatap wajah anaknya yang memohon. Alin lalu melirik Noah. Pria itu menatapnya dengan pandangan yang Alin sulit artikan."Baiklah, tapi Satu saja. Okey?"ucap Alin pasrah."Yeeyyy..... Ibu mau Om." Seru Langit mengangkat tangannya mengajak Noah Tos. Pria itu pun menepuk tangan Langit untuk Tos.Noah melirik Alin dengan senyum tipis. Alin mengalihkan wajahnya kikuk.Akhirnya mereka bertiga menaiki roller coaster. Alin duduk bersebelahan dengan Langit, sementara Noah duduk dibelakang mereka. Ketiganya tenggelam dalam suara jeritan. Setelah di ombang ambing cukup lama, mereka justru memutuskan untuk mencoba wahana lain. Lucu memang, Alin yang awalnya menolak, kini malah yang paling bersemangat. Hingga anak lelaki nya menggelengkan kepalanya dan berdecak.Berbeda dengan Noah yang justru tersenyum, Ini pertama kalinya dia melihat tawa Alin yang lepas tanpa beban. Ada getaran aneh yang tiba-tiba menyusup dihatinya. Perasaan bahagia melihat senyum wanita yang selalu ketus kepadanya itu.______"Mas Aldi sudah pulang?"Tanya Alin saat baru saja sampai di depan rumah melihat Aldi sedang duduk merokok sambil bermain hp di teras."Heemm..." dehem Aldi tanpa menoleh.Alin mencium tangan Aldi begitupun dengan Langit."Katanya kepantai? kok nggak basah? nggak bawa baju ganti juga kalian?" Tanya Aldi mencoba memancing reaksi mereka."Kami pindah ke Wonderland Yah." ucap Langit."Ijinnya kepantai kok pindah ke sana nggak bilang ayah sih?" Aldi meninggikan suaranya."Maaf mas. Mas kan kerja, kami nggak mau ngganggu Mas."balas Alin mencoba memberi pengertian."Alasan saja kamu Lin."cibir Aldi kesal."Mas....""Ya sudah. Masuk sana! Buatkan mas makan. Mas lapar." Ujar Aldi masih kesal, karena gara-gara mereka pindah, dia jadi tak tenang di Wonderland tadi. Hingga pulang dengan buru-buru dan Meli pun marah."Iya mas. Sebentar ya." Jawab Alin masuk ke dalam rumah.Alin sibuk membuat makanan untuk Aldi, sedangkan Langit menonton tivi diruang depan. Alin juga mendidihkan air untuk mandi suaminya."Lang, kamu mandi dulu sana! Nanti gantian sama Ayah sama ibuk." Teriak Alin dari dapur pada Langit yang masih menonton tivi."Iya buk." Sahut Langit beranjak dan masuk kekamar mandi.Tak lama Langit selesai mandi langsung masuk kekamarnya berganti baju. Sementara Alin sudah hampir selesai memasak. Aldi masuk kedapur."Air mandiku sudah siap belum Lin?""Sudah mas, Sebentar. Alin tuang dulu ke ember." Jawab Alin mengangkat panci berisi air panas ke kamar mandi."Cepet ya Lin, udah lengket banget ini badan Mas." Titah Aldi tak sabar."Iya. Udah nih mass." kata Alin keluar dari kamar mandi."Kamu masak apa, Lin?""Oseng tempe mas."Aldi mendessaahh pelan. Lalu masuk kamar mandi."Ck! Oseng tempe."_____Malam itu terasa sunyi dan dingin. Sedingin tubuh Alin yang tanpa pelukan hangat suaminya. Walau kini mereka tidur dalam satu ranjang yang sama.Alin meringkuk. menangisi dirinya tanpa bersuara. Kenapa Mas Aldi berubah sedingin ini? Kenapa Mas Aldi sudah tidak lagi ingin menyentuhnya, jika ini masalah fisik, masalah wajahnya yang berjerawat, Alin bisa apa?Dia sudah mencoba obat herbal, mencoba dari yang alami, namun jerawat nya masih bertahan disana..Alin kembali memgingat, beberapa kali melihat Sosok yang mirip dengan Aldi. Sebenarnya dia ingin bertanya, namun takut akan membuat suaminya itu marah. Alin hanya bisa diam dan menangis. Meringkuk dalam kedinginan, haus akan belaian suaminya._____Keesokan paginya, di meja makan saat mereka sarapan bersama."Oseng usus pedas ini enak banget Lin. Bisakah kamu menyiapkan bekal untuk makan siangku?" tanya Aldi menyantap sarapannya."Iya mas, Akan Alin siapkan." Ucap Alin beranjak mengambil kotak bekal. mengisinya dengan nasi dan oseng usus pedas. lalu memutupnya dan meletakannya di samping Aldi."Bisakah kamu siapkan lagi satu porsi untuk teman Mas?"pinta Aldi lagi. dia ingin Meli juga mencicipi masakan Alin.Alin menoleh heran pada Aldi, tidak biasanya."Mas nggak enak kalau nanti makan sendiri tanpa membaginya pada teman Mas itu, Lin." Ujar Aldi mencoba berkilah."O iya mas."Alin beranjak lagi, menyiapkan satu porsi bekal dan diletakkan di atas bekal yang tadi disiapkan."Langit juga mau?" Alin melihat kearah anak lelakinya."Enggak bu. Langit sudah cukup."Alin tersenyum."Ya sudah."Setelah membereskan semua, Alin berangkat mengantar Langit ke sekolah. Saat dia kembali, Aldi sudah pergi kerja.Setelah memastikan rumah bersih dan rapi, Alin mulai membuat beberapa makanan kecil. Alin tidak bekerja, akan tetapi dia berjualan online untuk kue-kue dan makanan ringan lainnya.Semua itu dia lakukan untuk membantu menyokong kebutuhan Dapur dan lainnya. Alin memilih bekerja online karena lebih fleksibel dan tidak terikat waktu kerja. Walau dia harus capek-capek COD atau mengantar pesanan, tidak masalah. Asal saat waktunya menjemput Langit, Alin bisa segera bergegas tanpa harus ijin sana sini.______Hari terus berjalan. Alin yang saat itu sedang berada di panti membuat kue untuk anak-anak panti. Skalian dia ingin latihan membuat cake untuk anyversary pernikahan nya dengan Aldi beberapa hari lagi.Alin sedang mengocok telur dengam Mixer saat Noah masuk kedapur mencari minum. Alin hanya meliriknya tanpa menyapa. Walau dia sudah memutuskan untuk tidak terlalu keras lagi pada pria itu, mengingat dia sudah begitu baik pada Langit anaknya."Apa yang sedang kamu lakukan?" Tanya Noah melihat Alin mengocok telur dengan mixer."Membuat kue.""Oohh...""Aku haus. Dimana aku bisa mendapatkan air dingin?." Tanya Noah melangkah mendekat."Ada dikulkas." Jawab Alin acuh , menunjuk dengan dagunya.Noah berjalan mendekati kulkas. mengambil sebotol mineral dan meneguknya. Dia melirik Alin yang sedang sibuk dengan membuat kuenya. Entah sejak kapan, Noah tertarik oleh nya. Wanita yang kini sedang berdiri dengan mixer ditangannya. Dengan rambut bergelombang yang mengembang membuat wanita itu terlihat lucu. Namun menarik Dimata Noah, Alin memakai celemek dengan sedikit noda disana.Noah meneguk minumannya sekali lagi. Alin terlihat mencoba menguncir rambut nya. Namun tangannya kotor oleh tepung dan bahan kue lainnya, membuatnya menepuk-nepuk tangan nya agar lebih bersih untuk memegang rambutnya..Noah berjalan mendekat. Tangannya menyentuh rambut Alin sebelum tangan wanita itu mengikat rambutnya."Biar kubantu." ucap Noah, saat Alin sedikit menoleh karena merasakan tangan Noah menyentuh rambutnya yang bergelombang."Aahh.. Maaf."ucap Alin kikuk, namun tetap membiarkan Noah membantunya mengikat rambut."Digulung tinggi saja, pak Noah."pintanya meneruskan mengocok Telur."Tolong, jangan memanggilku pak. Itu membuat ku terkesan tua. kita seumuran, Alin.""Kamu donatur disini, lagipula kamu juga memiliki jabatan. Wajar jika aku memanggil mu pak." Ucap Alin tanpa menghentikan aktivitas nya. "Itu sebagai bentuk penghormatan.""Saat ini aku masih belum pantas kamu hormati."Alin menoleh, "Aku... Belum mendapatkan pengampunan mu. kamu belum memaafkan ku." Ucap Noah yang telah menyelesaikan ikatannya.Alin merasa kikuk, kembali beralih mengerjakan lagi membuat kue. Alin meletakkan mixernya berganti mengambil tepung yang sudah dia timbang. Akan tetapi, kakinya sedikit terselip, hingga dia hampir jatuh. Dengan sigap Noah menangkap nya. Dengan melingkarkan sebelah tangannya di perut Alin. dan tangan kanannya menahan lengan wanita itu.Sedekat itu. Jantung Noah berdetak lebih cepat. Nafas hangatnya menerpa tengkuk Alin.Lehernya terpampang jelas didepan ku. membuatku ingin merasakannya.. Tenanglah Noah. Sadarlah! Dia wanita bersuami. Jangan ganggu dia. Batin Noah saat itu.Noah menelan ludahnya dengan sangat susah. Leher milik Alin benar-benar sangat menggoda."Pak Noah? Aku sudah berdiri diatas kaki ku sendiri. Aku tidak akan jatuh. Bisakah kamu melepaskanku sekarang?" Pinta Alin merasa canggung."Maaf." kata Noah menarik tangannya.Alin tersenyum kikuk. "Terima kasih."Alin kembali mengerjakan kuenya.Wanita ini membuat mataku tak bisa lepas darinya. kenapa harus padanya? Batin Noah lagi, tanpa melepaskan tatapan nya dari Alin.Setelah Alin selesai membuat kue dan membagikannya pada anak-anak di rumah singgah. Alin dan Langit berpamitan pulang. Hari ini mereka tidak membawa motor. Tapi di jemput oleh Aldi sehabis pulang kerja.Noah memicingkan mata, menatap tak suka pada Aldi dikejauhan. kenapa? Bukankah ini pertama kalinya Noah bertemu Aldi? Namun kenapa dia terlihat begitu tak suka? Atau karena dia suami Alin, wanita yang terus mengganggu pikirannya? Hingga dia jadi tak suka.__________Readers, kira-kira apa ya yang bikin Noah sinis pada Aldi?Jawab di komen ya.Jangan lupa untuk subscribe biar nggak kelewat setiap up date.Terima kasihSalam literasi☺️Saat Alin berpamitan pun Noah hanya menganggguk di kejauhan. Tanpa memperdulikan Aldi yang berdiri disamping mobilnya. Hingga keluarga kecil itu hilang ke dalam Mobil hitam mereka dan menjauh. Noah menatap nanar.Dalam perjalanan pulang dari rumah singgah, Noah flash back.-Flash back-Siang itu, Noah yang baru saja menjamu rekan kerjanya keluar dari sebuah ruangan private di restoran yang cukup terkenal. Tanpa sengaja matanya menangkap sepasang pria dan wanita yang baru saja keluar dari ruangan diseberang. Mereka adalah Aldi dan Melin, Saat itu Noah tidak memerhatikan mereka karena memang tidak kenal. Melinda sedang membenahi bajunya, sepertinya habis enak-enak mereka didalam. "Mas Al, udah cantik belum?""Kamu sih cantik terus.""Beda kan, sama istri mas yang jelek itu?""Alin nggak bakal bisa menyaingi kamu sayang.."mendengar nama Alin keluar dari mulut pria itu, Noah melirik kecil. Melihat lebih jelas wajah Aldi dan Melin. Pasangan itu berjalan mesra didepan rombongan Noah dan re
Pagi itu Alin ke rumah singgah membuat cake untuk dijual. Ada beberapa pesanan kue yang mengharuskan dia memakai mixer dan oven khusus. Bu Reni pernah menawarinya untuk menggunakan alat-alat milik rumah singgah jika Alin butuh."Kamu membuat kue lagi?"Suara Noah mengagetkannya, Alin menoleh." Kamu. Apa yang kamu lakukan lagi disini?""Mencari air dingin." Noah menunjukkan gelas berisi air dingin lalu menegaknya.Alin tersenyum geli,"Apa kau sedang mencari kerja?" Tanya Noah melihat lembaran berkas lamaran kerja yang terselip di tas Alin, yang tak sengaja Noah lihat saat mengambil minum."Yaahh,, sulit mendapatkan kerja dengan pendidikan ku sekarang." Pasrah Alin masih sibuk membuat kue.Noah memperhatikan berkas lamaran Alin."Kamu punya skill memasak kenapa tidak menggunakannya? Kamu bisa menjual sendiri makananmu.""Yaahh,, aku terkendala m
Alin menatap kedua pria yang baru saja meninggalkan nya itu. Alin melihat punggung Noah yang basah dan masih ada sisa tumpahan bakso. Alin bergegas mangambil saputangannya. Lalu segera memakai helm dan mengendarai sepeda motornya. Karena Noah sudah masuk kedalam mobil dan mulai bergerak.Alin menyusul dan mengklakson. Mobil itu berhenti sejenak menepi. Alin pun mengikuti, ia mengetok kaca jendela jog belakang. Dengan segera kaca itu turun. "Ini." Alin menyodorkan saputangannya pada Noah. Dengan pandangan tanya, Noah menatap Alin dan saputangannya itu bergantian."Terima kasih, itu untuk mengelap bagian belakangmu." ucap Alin menunjuk pada punggung dan tengkuknya sendiri.Noah tersenyum kikuk. "Oke. terimakasih."Alin pun mengegas motornya setelah membalas senyuman Noah sekilas.Noah, menatap saputangan dari Alin ditangannya. Wajahnya berubah sendu. Robin mulai menjalankan kembali kendaraannya. "Mau sampai kapan kau menatapnya?""Diamlah."R
Alin membuat beberapa lembar berkas lamaran pekerjaan. Sembari dia mengecek info lowongan pekerjaan di internet dan media sosial lainnya. Setelahnya, Alin bersiap untuk menyebar berkasnya ke beberapa tempat kerja yang dirasa sesuai. Alin mengendarai motornya, berhenti di setiap titik yang memang sejak awal sudah menjadi tempat tujuannya.Di lain pihak, Noah dan Robin hendak melakukan kunjungan di salah satu anak perusahaannya. Ditengah perjalanan nya, Noah melihat Alin yang sedang berdiri di pinggir jalan, didepan sebuah warung. "Robin berhenti.""Haahh?" Robin menoleh pada bosnya, mata Noah berpusat pada suatu arah, gegas Robin mengikuti arah pandangan Noah. Dalam jangkauan matanya, ada Alin di sebrang jalan. Robin pun menghentikan laju mobilnya. Sesaat lamanya Noah hanya berdiam menatap Alin dengan tangan yang memegang handel pintu. Ragu, antara keluar menghampiri atau tetap diam ditempat. Robin yang hanya melihat sahabat sekaligus bosnya itu begitu galau, m
Alin membuat kue dihari Kamis pagi di Rumah Singgah, karena dia memang tidak memiliki alat untuk membuat kue. Bu Reni juga memang sejak awal sudah menyuruh Alin untuk menggunakan alat-alat Rumah Singgah nya. Alin membaca lagi pesan dari sang pelanggan. costumer-nya itu, memesan kue untuk anniversary satu tahun masa pacarannya. Alin mengukir kue yang sudah di hiasi dengan wajah riang. Noah berjalan masuk dan berdiri disamping Alin."Happy 1st aniv mas Aldi."Alin menoleh, dan tersenyum."Lucu kan, namanya sama dengan nama suami ku. Rasanya seperti aku sedang membuat kue aniv-ku sendiri." Senyuman manis Alin membuat jantung Noah berdetak tidak normal. Begitu cepat seperti penyakit. Noah mengangkat tangannya, menyentuh dadanya dimana jantungnya terletak."Apa kau membuat pesanan lagi?""Heemm." angguk Alin cepat lalu meneruskan membuat kuenya.Noah menarik nafasnya dalam, mencoba menenangkan detak jantungnya yang tak karuan."Ada yang bisa ku
Noah dan Langit menyantap makan siang bersama. Setelah tadinya mereka sempat membeli beberapa barang. Noah yang saat itu memilih duduk di lantai dua bangunan Skyler melirik motor yang memasuki halaman resto itu. Noah tersenyum, ia tau Alin sudah datang. Akan tetapi senyumnya memudar, saat dilihatnya mobil Aldi mengikuti dibelakang. Dan pria itu keluar dari mobilnya, perlahan mendekat pada wanita yang di cintai nya itu. Tanpa ancang-ancang langsung menampar Alin begitu wanita itu berbalik.Mata Noah membulat, wajahnya diliputi kemarahan dan tangannya mengepal. Dia lalu beralih melihat anak lelaki didepannya. Memastikan Langit tidak melihat adegan kekerasan ayahnya pada sang ibu. Beruntung, Langit masih sibuk makan dengan wajah senang. Noah menatap sedih padanya. Ia merasa iba. "Langit.""Heemm?""Aku membeli baju, yang sebenarnya ingin aku hadiahkan padamu saat kamu ultah nanti. Tapi, maukah kamu mencobanya?""Benarkah?" mata langit berbinar senang."Cobalah dikamar mandi dalam sana."
"Bu, dimana ayah? Ini sudah malam kenapa dia tak juga kembali?"Langit yang tak tau menahu apa yang telah terjadi antara Ayah dan ibunya, bertanya sebelum tidur. Anak lelaki berusia 8tahun itu maasih terlalu polos untuk mengerti posisi ibunya. Alin hanya bisa menghel nafasnya. Bagaimana cara nya memberi Langit pengertian."Ayah masih kerja,Lang."balas Alin."Lembur?" "Heemm.""Boleh telp Ayah nggak Bu? Seharian ini belum ketemu ayah." rengek Langit menatap ibunya dengan pandangan memohon."Lang, Ayah kan kerja, ya nggak bisa di telpon lah. Ntar malah ganggu lagi." jawab Alin beralasan. Dalam kondisi seperti ini tak mungkin Aldi akan menerima panggilan nya. Dia yakin. Aldi saat ini bersama wanita yang bersama dengannya di dalam mobil tadi."Udah, sekarang, Langit tidur ya. Besok kan masih sekolah.""Iya Bu." Jawab Langit dengan cemberut.***###Hari berlalu, Aldi sudah mendaftarkan perceraian mereka ke pengadilan agama. Dan menunggu panggilan sidang. Selama itu Alin masih mencoba men
"EHEEMM."Aldi berdehem melihat Alin begitu dekat dengan seorang pria."Waahh,, apakah kau sedang menggoda seorang pria, Alin?"Alin berjalan mendekat pada Aldi, lalu menariknya keluar rumah singgah itu hingga sampai dihalaman."Mas Aldi ngapain disini?" bisiknya dengan penekanan."Kenapa? Aku mau bertemu langit anakku. Skalian aku mau mengingatkan jika Kamis depan adalah sidang pertama kita." jawab Aldi enteng dengan mengibaskan tangannya diudara."Apa kau akan membawa Langit?""Iya. Kami berjanji akan pergi besok. Kebetulan besok libur, jadi aku berniat membawanya serta untuk liburan." ucap Aldi dengan nada sedikit mencemooh."Hebat sekali, sekarang kau bahkan bisa berlibur." cibir Alin dengan mata yang berkilat karena sikap Aldi yang makin merendahkannya, dengan sengaja memamerkan kesenangannya di depan Alin."Tentu saja, aku sudah tidak beristri kamu lagi." oceh Aldi makin mencemooh."Dimana Langit?"Alin menghela nafasnya, mengusir rasa sesak yang ia rasakan mendengar ucapan tajam
"Noah?" "Noah." Noah baru saja memasuki kamar, tertegun melihat Alin memanggil namanya. lekas ia datang mendekat. "Sayang!?" Noah menggenggam tangan istrinya. "Aku di sini," tanyanya duduk di bibir ranjang."Apa yang kamu rasakan?" "Noah, aku... aku merasa kotor." Noah menatap istrinya sendu. "Jangan katakan itu. jika kotor, kita bisa membersihkannya." "Tapi..." "ssttt!" Noah menempelkan jari di bibir Alin. "Aku akan memandikanmu nanti, tapi, aku lapar, ayo kita makan dulu, hum?" Noah menggendong Alin keluar kamar, membawanya sampai ke dapur lalu mendudukkan di kursi bar. "Kita lihat ada apa di sini," cetusnya membuka kulkas. "Hmm, cuma ada telur, keju, dan roti tawar. Apa kita buat roti bakar saja?" usulnya menoleh pada Alin. "Aku ingin mandi Noah," ucap Alin lirih. "Iya, nanti aku mandikan," balas Noah mencoba terlihat acuh walau sebenarnya hati pria ini sudah sangat remuk. "Kita makan dulu. Setelah makan, aku janji akan membersihkan mu sampai benar-benar ber
Mata Noah tajam terarah. Bahkan bola mata yang kini di selimuti amarah itu hampir keluar dari rongganya. "Serahkan padaku.""Aku harus menyelesaikannya sendiri, Bin."Robin menggeleng, "tidak, serahkan padaku.""Kau mau aku diam saja saat istriku mendapat pelecehan seperti ini?"Robin diam, memilih kata yang tepat agar sedikit mengurangi amarah di dada Noah saat ini."Tidak, tentu saja tidak. Kamu harus lebih bisa menenangkan Alin. Saat ini ia membutuhkan dirimu. Masalah yang lain, serahkan padaku. Aku percaya padaku, kan?" Robin menatap Noah bersungguh-sungguh.Sedangkan Noah menatap dengan amarah yang berkobar di matanya."Bagaimana jika dia bangun dan mendapati dirimu tak ada di sisi. Saat ini, dia membutuhkanmu, bukan aku. Atau kamu memang lebih rela aku yang menenangkannya dalam pelukan ini?"Noah mencengkram kerah depan baju Robin. Dan itu berhasil membuat Robin tersenyum."Jadi, biarkan kami yang selesaikan. Kamu cukup terima laporan dari kami saja. Akan kami selesaikan dengan
"Kenapa kamu tinggalkan Alin sama Tasya aja?" Noah berteriak penuh emosi karena orangnya malah sangat teledor meninggalkan dua wanita saat Alin jelas dalam incaran."Maaf, saya sudah meninggalkan beberapa orang juga di sana."Ricky menjawab penuh sesal, di wajahnya sudah membekas lebam oleh pukulan Noah tadi."Lalu bagaimana bisa Alin sampai diculik!? Bagaimana kalian bekerja? Hah?""Maaf, Tuan." "Haahh!" Noah menendang jog belakang di depannya. Marah, marah, dan amarah itu terus menjilati dirinya. "Jika sampai terjadi hal buruk padanya, habis kalian semua!""Tenanglah!" ucap Robin yang menyetir di depan melihat Noah sedari tadi hanya marah-marah dan mengamuk."Kita sudah dapat lokasinya. Jangan habiskan tenagamu untuk mengamuk di sini."Noah berdecak kesal, tangan itu terus mengepal dan wajah yang semakin mengeras. Dalam pikirannya Alin kini sedang ketakutan. Pikiran buruk terus berkelebat mencemaskan wanitanya."Aku bersumpah, ta
"Tolong siapkan untuk meja nomor lima. Yang ini sedikit spesial ya, pesanan khusus." Alin memberi instruksi pada koki di dapur restonya. "Baik, Bu.""Dan untuk ruang VIP satu. Sudah dibooking oleh Mr. Marvin untuk meting nanti malam.""Baik."Setelah memberi beberapa arahan dan mengecek laporan, Alin melangkah keluar dari restonya. Di belakangnya beberapa orang tampak mengikuti. Merasa diikuti, Alin menoleh. Terkejut karena orang-orang itu mendorong tubuhnya kedepan. "A-apa yang kalian lakukan!?" Serunya. "Ikut kami," ujar seorang berbadan besar yang paling dekat dengannya dan menahan lengan wanita cantik itu."Le-lepas!" Dengan gemetar Alin mencoba berontak dan meloloskan diri."Si-siapa kalian? Lepaskan aku!" lontarnya dengan terbata.Lelaki itu tersenyum tipis, semakin menarik tubuh Alin."Ikut saja jika tak ingin kami bertindak lebih kasar di sini."Mata Alin bergerak liar, mencari siapa saja yang bisa dimintai bantuan. Namun, sekitar serasa sepi dan tak banyak orang melintas
Di lorong depan pintu apartemen Alin, tampak tiga orang preman tengah berkelahi dengan seorang pria dan wanita. ketiganya tampak kuwalahan meskipun memiliki badan lebih besar karna kelincahan sepasang pria dan wanita yang tiba-tiba mengganggu pekerjaan mereka. kedua orang itu adalah bodyguard Alin itu. Tasya dan Ricky."Siapa kalian? kenapa mengganggu pekerjaan kami?!"Ricky tertawa mencemooh,"Pekerjaan kalian, mengganggu pekerjaan kami!" cetusnya memasang kuda-kuda, saling melindungi punggung dengan membelakangi rekan kerjanya."Siapa yang menyuruh kalian?""Bukan urusan mu!" sentak salah satu preman itu menyerang. Dengan gesit, Ricky dan Tasya membalas.Ketiga preman itu memang hanya badannya saja yang besar. Namun, kalah oleh kegesitan dan teknik yang Ricki dan Tasya punya. Tiba-tiba saja, dari ujung lorong, Noah muncul. terkejut melihat kedua bodyguard Alin sedang bertarung melawan tiga preman. Ia ikut menerjang, memanjangkan kaki mengenai bagian vital salah satu preman tersebut. H
Bab 52Melin terduduk lemas menyenderkan tubuhnya di ruangan kepala bagian. Wajahnya masih tak percaya dan matanya bergarak liar tak terima dengan apa yang baru saja ia dengar.“A-apa maksud bapak?” meminta penjelasan.“Seperti yang sudah saya utarakan tadi, Melin. Kamu mendapat peringatan sebelumnya tentang kedislipinan. Tetapi, kamu berulang kali bahkan seperti menganggapnya sepele. Aku tau suamimu adalah seorang manager juga. Apa karena itu juga kamu jadi berani seperti ini?”“Ti-tidak pak. Saya memang sedang dalam kondisi yang rumit.” Melin mencoba memberi penjelasan dan alasan.“Maaf, ini sudah keputusan semua orang. Ini surat pemecatanmu,” ucap Pak kepala bagian seraya menyerahkan surat pada Melin.“Ta-tapi pak.” Melin menggeleng kuat tak terima, berharap masih memiliki kesampatan berikutnya. Tetapi, melihat gelagat atasannya itu, Melin tau harapan tinggallah harapan.“Maaf, Melin. Ini sudah keputusan final. Pesangonmu, mintalah pada bagian HRD.”*Brak!Aldi terperanjat melihat
Bab 51“Apa dia masih di sana?” bisik Alin dengan mata sayu. Wajah lelaki yang hanya berjarak beberpa centi saja darinya.Noah yang masih memeluk pinggang Alin melirik ke bawah sana. Di mana Aldi masih terlihat mematung dengan seorang balita dalam pangkuan.“Masih,” jawab Noah berganti melihat Alin yang membelakangi dinding kaca. Menautkan lagi bibirnya dengan milik Alin. Sementara itu, di bawah sana, Aldi masih memandang mantan istrinya sedang berciuman mesra dengan seorang lelaki. Ia tak tau siapa lelaki itu karena wajahnya tertutup kepala Alin yang membelakanginya. “Siapa dia? Aku tau Alin belum menikah, lalu apa pria itu pacarnya?” Aldi bermonolog tanpa melepaskan pandngannya dari dua sejoli di lantai tiga itu. Tentu saja, dari jarak setinggi itu, Aldi tak bisa melihat dengan jelas siapa lelaki yang tengah berciuman dengan mantan istrinya.“Sudahlah, untuk apa aku terus melihat mereka, bikin hatiku panas saja,” gumam Aldi terus merasakan nyeri di dada. Kebetulan, saat itu Melki
Bab 50“Kenapa pak Aldi gegabah menceraikan ibuk?” Anis yang sedari tadi merasa tak enak dan tak nyaman karena pergi dengan majikan prianya terus merasa berslah pada Melin.“Kamu nggak usah ikut campur urusan saya! Tugas kamu, mengasuh Melki. Ngerti?”“Maaf, pak.” Anis pun sebenarnya merasa sudah lancing mengatakan hal itu. Tetapi, ia sendiri merasa kasihan pada Melin juga pada Melki. Karena keegoisan majikannya, bocah itu tak merasakan kasih sayang yang utuh.*“Kamu pulanglah dulu, Nis. Aku masih ada urusan dan nggak bisa membawa kamu serta,” ucap Aldi setelah mereka selesai membeli kebutuhan Melki. “Melki biar sama aku, kamu beli lah apa pun atau jalan-jalan dulu jika malas pulang dan ketemu Melin,” sambung Aldi mengangsurkan lembaran uang pada Anis. Anis terlihat keberatan berpisah dengan Melki. Tetapi, gadis itu juga tak punya hak apa pun untuk menyampaikan keberatannya. Bagi gadis itu, Melki sudah menjadi bagian dari hidupnya, hingga saat mer
Bab 49“Suruh wanita itu keluar!”Alin yang baru saja sampai di resto, langsung bisa melihat keributan di sana. Bahkan suara Melin pun terdengar sampai di telinga Alin yang baru keluar dari mobil.“Siapa yang kau suruh keluar, Mel?”Seketika Melin yang sdang marah itu menoleh ke arah pintu masuk. Mendapati Alin di sana darahnya mendidih, sekonyong-konyong mendekat dengan tangan terulur. Alin reflek menangkap tangan itu, dan mendorongnya.“Jangan sampai aku melaporkanmu atas tuduhan penyerangan, Mel! Lihatlah berapa banyak orang yang bisa menjadi saksi di sini!” tukas Alin mendelik tajam pada Melin yang menahan amarah hingga tampak deretan giginya yang putih dan bergemeletuk.“Kau! Jalang sialan! Di mana kau sembunyikan suamiku?”“Sembunyikan bagaimana? Pria dewasa sebesar itu bagaimana aku menyembunyikannya. Harusnya kau gunakan akal sehatmu dan bertanya padanya! Bukan padaku!” hardik Alin tak kalah keras.“Dia tidak pulang semalam,”“Lalu apa urusannya denganku?”“Kau pasti mempenga