Hembusan angin subuh menyusup tubuh dua insan yang sedang dilanda kasmaran. Anggoro mempererat pelukannya. Jenny menggeliat. Anggoro menyusupkan bibirnya ke leher jenjang istrinya.
"Hemm...Jenny menggeliat. merasakan kegelian di sekitar tubuhnya. Anggoro semakin menyesapkan wajahnya lebih dalam. Kali ini desahan Jenny juga semakin membuat Anggoro menginginkan yang lebih dari istri tercintanya.
"Gak capek Pa?" tanya Jenny.
Bukannya menjawab, Anggoro semakin menjadi dengan aksinya dan sukses membuat Jenny memecah heningnya subuh dengan desahan kenikmatan. Dan kembali pasangan ini menikmati peraduannya.
Dengan sisa-sisa peluh kenikmatan, Anggoro mencium kening Jenny.
"Terima kasih. I love you Hon," ucapnya sambil menyeka bulir keringat yang membasahi wajah istrinya.
"I love you too, papa?" ucap Jenny kembali mengecup bibir ranum suaminya. Keduanya tersenyum.
"Aku mandi dulu Pa," ucap Jenny.
"Mau ditemani?", tanya Anggoro nakal.
Jenny tersenyum malu. Namun dia cepat menutup dan mengunci kamar mandi sebelum sempat suaminya mengejarnya. Malam panjang yang mereka lalui berdua cukup menguras tenaga Jenny.
Anggoro hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah istrinya.
Setelah selesai, Jenny dan Anggoro memakai pakauian yang sudah disiapkan oleh asisten mereka.
Sebelum keluar dari kamar, mereka menikmati sarapan berdua bak pengantin baru.
"Kinan dan Seena gimana Pa?" tanya Jenny.
"Handoko sudah menghandel semuanya," ucap Anggoro.
Tring...tring...
Kinan : "Cie...cie... yang honeymoon, lupa deh sama anak."
Jenny tersenyum.
"Siapa Hon?" tanya Anggoro.
Jenny memperlihatkan gawainya kepada suaminya. Anggoro tersenyum menggelengkan kepala.
"Yuk berangkat," ucapnya kepada Jenny.
"Yuk," ucap Jenny seraya memeluk erat suaminya.
"Kenapa? Kurang?" tanya Anggoro menggoda.
"Issh, papa," jawab Jenny tersipu seraya mencubit pinggang suaminya.
Mereka tertawa. Dan kembali menuju tujuannya masing-masing. Jenny kembali kerumah, dan Anggoro tentu saja harus kembali ke kantor.
Sementara, di kediaman mereka, ketika Kinan dan Seena baru keluar dari pintu gerbang rumah mereka, tiba-tiba...
Ciiiitttttt, Pak Han mengerem mobil mendadak.
"Astaga, Pak Han. Kenapa?" tanya Kinan kaget.
Seena dan Berry juga tampak terkejut.
"Ini non, hampir nabrak pemulung," jawab Pak Han.
"Pemulung? Sejak kapan komplek kita ada pemulung ya?" tanya Seena sambil menoleh Kinan dan Berry bergantian.
Pak Handoko juga terheran-heran. dia turun dari mobil dan melihat keadaan pemulung tersebut.
"Pak, Bapak tidak apa-apa?" tanya Pak Han sopan.
Namun pemulung tersebut segera melarikan diri.
Pak Han ingin mengejar namun, "Pak Han biarin aja, telat ntar nih ke sekolahnya," teriak Seena.
"Iya, ntar aku dan Berry gak bisa masuk gerbang Pak Han," tambah Kinan.
Pak Handoko mengurungkan niatnya dan kembali ke mobil.
Setelah mengantar ketiga gadis belia tersebut ke sekolahnya masing-masing, Handoko langsung menghubungi Anggoro.
"Baiklah.Ttetap awasi istri dan anak-anakku. Perketat penjagaan di sekitar rumah dan tambah samaran personil di sekitar sekolah Kinan dan Seena," titah Anggoro.
:"Baik Pak," jawab Handoko singkat. Dan setelah memutuskan hubungan ponselnya, Handoko segera melakukan panggilan ke beberapa bodyguard untuk menambah tugas mereka.
Sementara di kantor.
"Hem...rupanya kau masih ingin main-main denganku," ucap Anggoro bermonolog.
Dia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi istrinya.
"Halo Hon, udah sampai?" tanyanya.
"Sudah Pa, baru aja nyampe. Tadi ke pasar dulu beli stock makanan," ucap Jenny.
"Oh ya sudah. Nanti kalau mau kemana-mana jangan sendirian ya. Minimal ada anak-anak yang nemani," ucap Anggoro.
"Baik Pa,"ucap Jenny patuh.
Anak-anak yang dimaksud disini bukan Kinan ataupun Seena, melainkan pengawal mereka.
Di sekolah, Kinan dan Berry berjalan di koridor menuju kelas masing-masing. Namun perjalanan mereka terhenti. Mereka di cegat oleh Reykhel dan kawan-kawan. Namun dengan santai mereka melewati kawanan cowok tersebut. Sambil menarik tas Kinan, Reykhel berkata," Hey, gembul. Uda sewa bodyguard ya?'' teriaknya sambil melirik Berry.
Berry menggenggam tinjunya.
''Lepasin gak,'' perintah Berry menarik tas Kinan.
Sepertinya kali ini Kinan tidak tinggal diam. Dengan sekali hentakan, tas Kinan terlepas dari tangan Reykhel. Reykhel meringis karena hentakan tersebut membuat tangannya merah.
Tring...tring...
Bel tanda masuk berbunyi. Reykhel melihat kepala sekolah sedang berada di depan ruangannya memantau anak-anak memasuki ruang kelas mereka.
''Kali ini Lo selamat,'' ucapnya sambil menunjuk ke arah berry dan Kinan.
Berry dan Kinan hanya saling melempar senyum sambil mengedikkan bahu mereka. Dan mereka berpisah di depan kelas masing-masing.
Dikelas.
"Wah...wah...wah...Si gembul sekarang sewa bodyguard. Bagaimana dengan si cupu?" Lagi-lagi Beno berbuat ulah.
Haris yang ditanta menundukkan kepala.
Gubrak...
Tiba-tiba Beno menggebrak meja.
"Heh...cupu, gue ngomong sama Lo!" teriaknya.
Kinan menatap Beno tajam.
"Apa Lo liat-liat," bentaknya.
"Beno, dia punya nama. HARIS ya,H-A-R-I-S, ucap Kinan membela Haris.
"Halah, dia pacar Lo? Emang Lo mau sama si gembul ini, heh cupu!" tanyanya kepada Haris.
"Cukup ya," jawa Kinan menggebrak meja. Gue juga punya nama. Jangan uji kesabaran gue," ucap Kinan berang.
"Dari pertama masuk Lo udah gangguan kita. Padahal kita gak pernah ngusik Lo. Mau Lo apa sebenarnya?"tanya Kinan dengan nafas tidak teratur.
"Heh...Pak Arpan...Pak Arpan... bubar," teriak teman Beno yang berjaga di pintu.
"Gue kerjain Lo di pelajatan matematika ini," batin Kinan.
Pak Arpan memasuku kelas.
"Selamat pagi anak-anak," ucapnya.
"Pagi Pak," jawab siswa serentak.
"Sudah belajar dirumah tentang pythagoras?" Tanyanya lagi.
"Sudah Pak," jawab anak-anak.
"Baiklah, kalau kalian sudah belajar dan memahaminya, sekarang kalian buka buku halaman 27, disana ada soal ysng brrhubungan dengan pythagoras. Cukup kerjakan 4 soal dalam waktu 15 menit," titahnya.
"Baik Pak," jawab siswa serempak.
Seketika kelas hening. Semua siswa berkutat dengan soal mereka, kecuali Beno. Dia hanya memainkan pulpennya sambil melirik teman-temannya. Kinan yang menyadari tingkah Beno tersenyum sinis. Ada pikiran licik untuk mengerjai Beno.
"Yaps, 15 menit sudah berlalu," suara Pak Arpan memecah keheningan kelas.
"Yang bersedia maju ke depan silahkan tulis di papan tulis. Satu siswa cukup satu soal saja," perintah Pak Arpan.
Kinan mengangkat tangannya.
"Ya, Kinan, silahkan," ucap pak Arpan mempersilahkan Kinan maju.
Kinan maju dengan percaya diri. Dia menulis soal dengan cepat.
"Ya, bagus Kinan. Perfect!" Ucap Pak Arpan.
"Silahkan untuk nomor selanjutnya," ucapnya lagi.
"Nnngggg Pak," ucap Kinan.
"Ya, bagaimana Kinan?" tanya Pak Arpan.
"Bagaimana kalau nomor selanjutnya diberikan kesempatan kepada Beno?" Tanya Kinan.
Beno yang mendengar terkejut dan mendongakkan kepala dan melihat Kinan tajam. Tangannya mengepal di bawah meja.
"Oh, ya. Kenapa tidak?" Ucapk Pak Arpan. Memang soal ini sangat mudah. Jadi bisa dipastikan semua siswa dikelas ini bisa mengerjakannya," ucap Pak Arpan sambil melambaikan tangan ke arah Beno.
Beno gugup.
"Sialan Kinan!" Batinnya.
Dengan langkah berat Beno menuju ke depan. Mengambil spidol, tapi hanya menatap papan tulis. Keringat dingin mengucur. Bukan karena takut tidak bisa menjawab, tapi takut akan malu dan ditertawakan teman sekelasnya.
"Kenapa Beno?" tanya Pak Arpan.
"Nggg, anu Pak, saya lupa jawabannya. Gugup pak," jawab Beno berbohong.
"Kalau lupa, kan bisa diambil buku catatannya ya Pak," ucap Kinan membuat Beno semakin meradang.
"Iya, ambil catatanmu dan salin pekerjaanmu di papan ini," ucap Pak Arpan.
"Mampus gue," batin Beno.
Beno melangkah gontai ke arah bangkunya. Teman sekitarnya cuma menahan senyum mereka karena mereka tahu apa yang terjadi. Beno sama sekali tidak mengerjakan apapun.
Dengan lirih, Beno berkata, "Pak, maaf. Sebenarnya saya tidak mengerjakannya pak karena terus terang saya tidak paham."
"Huuuuuu," seisi kelas riuh seketika.
Muka Beno merah. Giginya menggeretuk. Tangannya terus mengepal.
"Baiklah, Kinan silahkan duduk." Ucap Pak Arpan.
"Kita bahas satu persatu ya," tambahnya lagi.
Selama Pak Arpan menjelaskan, mata Beno selalu melirik tajam ke arah Kinan. Kinan menyadarinya. Dia pura-pura tidak tahu.
Haris melirik Kinan. Dan berbisik.
"Kin, Beno sepertinya dendam sama Lo," bisik Haris.
"Hati-hati Kin. Gue dengar, dia anak seseorang yang berpengaruh di sekolah ini," ucap Haris nyaris tak kedengaran.
"Sssst, biarin aja. Anak seperti dia sesekali harus diberi pelajaran, biar gak semena-mena," bisik Kinan membalas Haris.
"Bagaimana semua? Paham?" tanya Pak Arpan.
"Beno, paham?" Tanyanya lagi.
"Eh...nggg.. paham pak. Seandainya kurang paham nanti saya bisa bertanya kepada Kinan," ucap Beno sambil menyeringai ke arah Kinan.
Namun tak sedikitpun ada rasa takut di benak Kinan. Dia tersenyum santai.
"Ya, pelajaran telah usai. Kita akhiri dan sampai ketemu minggu depan. Selamat pagi anak-anak," ucap Pak Arpan.
"Pagi Pak," ucap para siswa.
Setelah Pak Arpan keluat kelas, lagi-lagi Beno berulah.
"Lo ya, gak sadar gembul, jelek, sok pintar lagi," ucapnya sambil menonyor kepala Kinan.
Dan, dari kelas Berry segera berlari ke arah Kinan, dan menangkap tangan Beno serta memelintirnya ke belakang.
Beno terkejut dan meringis kesakitan mendapat serangan mendadak dari Berry.
"Wah...wah...Bodyguard datang di saat yang tepat. Tunggu aja Lo akan merasakan sakit yg gue rasakan, bahkan lebih. Heh...culun, Lo saksinya," ancam Beno.
"Coba aja kalau berani. Lihat aja sekeliling kelas ini, cctv dimana-mana," geram Berry.
"Ha...ha...sekedar CCTV aja, Lo belom tau aja siapa gue," ucap Beno menunjuk dadanya sombong.
Beno keluar kelas bersama geng nya dan menuju ke tempat dimana Kakaknya, Reykhel berkumpul bersama gengnya.
Apa lagi yang akan dilakukan Beno dan Reykhel?
Tungguin di bab berikutnya ya gaess
Terima kasih lovely readers.
Mom Nury akan up secepatnya.
Tiba di markas kakaknya di belakang bagian sekolah, Beno menceritakan kekesalannya.Reykhel menggeram."Lo gak bisa apa nyelesain sendiri? Masa harus gue juga yang turun tangan?" Bentak Reykhel kepada adiknya."Masalahnya, tadi Berry, bodyguard si gembul datang langsung melintir tangan gue Kak," adu Beno."Payah Lo. Laki koq mlence. Ntar pulang sekolah kita beresin," ujar Reykhel."Mampus Lo," batin Beno.Dan benar saja, begitu jam pelajaran usai, Reykhel, Beno, dan geng nya sudah menunggu Kinan di ujung jalan. Dari kejauhan Kinan sudah melihat gelagat tidak beres, jadi dia segera menelepon Pak Han."Pak Han, tolong jemput kita pas di depan gerbang ya. Dan Bapak juga turun dari mobil dan nungguin kita di sana, sekarang ya Pak," titah Kinan."Baik,Non," ucap Pak Han."Loh...loh...Pak Han, koq turun?" tanya Seena."Jemput non Kinan dan non Berry, Non," jawabnya.Seena mengkerutkan keningnya."Tumben,"
Pagi cerah memyelimuti kediaman Anggoro. Khusus hari ini, Anggoro tidak mengizinkan anaknya ke sekolah. Dan tentu saja sebagai salah satu donatur terbesar di sekolah Kinan dan Seefa bukanlah hal yang sulit untuk mendapatkan izin dari kepala sekolah. Anggoro memerintahkan anak buahnya untuk memperketat penjagaan. Kemudian bersama orang kepercayaan dan anak buah yang tersisa, Anggoro berangkat membelah macet kota Jakarta. Dia menuju ke salah satu desa di sudut kota Jakarta. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 4 jam, mereka akhirnya sampai di desa yang dituju. Dengan berbekal alamat dan foto yang lengkap, akhirnya mereka tiba di salah satu kediaman anak buah Wira Pratama. Bagas namanya. Bagas Dwijaya. Tiba di depan sebuah rumah sederhana, Anggoro mengetuk pintu. Tampaklah seorang wanita tua membukakan pintu. Dan dibelakang wanita tua tersebut, tampak seorang wanita yang sedang mengandung sambil memegang anak perempuan berumur 6 tahun. "Permisi, benar ini rumahnya Bagas Dwijay
Tring...tring...tring... Bel masuk berbunyi. Bel panjang menandakan semua siswa siswi harus berkumpul di halaman depan sekolah Kinan. SMU PELITA JAYA. "Selamat pagi anak-anak,"pak Bimantara, kepala sekolah kami menyapa. "Pagi Pak," jawab kami serempak. "Selamat datang kembali di sekolah kita, setelah liburan panjang selesai. Dan selamat kepada siswa siswi baru kita, anak-anak dari seantero Sekolah Menengah Pertama. Terima kasih sudah memilih SMU Pelita Jaya sebagai SMU pilihan kalian," ucap Pak Bimantara. "Saya selaku kepala sekolah disini mewakili para dewan guru untuk menyampaikan apa saja peraturan yang harus ditaati disini." "Sekolah kita terkenal dengan kedisiplinanmya dan juga kebandelannya dalam tanda kutik ya. Selama kebandelan kalian tidak mencoreng nama sekolah dan orangtua, maka kebandelan kalian diizinkan, he...he...he...," tambahnya. "Yang pertama 10 menit sebelum jam pelajaran dimulai, kalian harus sudah ada
"Lihat saja, berani mereka membully gue, gue tunjukin taring gue," batin Kinan tersenyum sinis. Hah, akhirnya bel pulang berbunyi juga. Kinan segera membereskan bukunya. Beno kembali membuat ulah. "Keluarnya satu-satu ya anak-anak. Dan hati-hati dengan bangkunya. Entar patah jangan lupa diganti," ujarnya sambil melirik Kinan. Kinan melirik tajam Beno. "Hati-hati juga untuk mulut yang tajam seperti Beo, ya anak-anak. Bisa2 nyawa tarohannya," ucap Kinan mendelik Beno tajam. Siswa siswi di kelas tersebut tertawa cekikikan. "Sudah...sudah... waktunya pulang jangan ada yang bercanda,"lerai Bu Yaya. Semua siswa berhamburan keluar. Ah, sepertinya perjuangan Kinan untuk keluar dari gerbang sekolah ini belum berakhir. Dia melihat sekelompok kakak kelas yang mentertawainya tadi. Dengan langkah cepat Kinan melewati gerombolan kakak kelasnya. Namun tiba-tiba Reykhel menyeletuk. "Bin
Hari kedua yang masih menyebalkan bagi Kinan.Hufff.. Kinan menghela nafas. Berasa malas ingin keluar kelas setelah bel istirahat berbunyi. Namun perut gak mau kompromi.Kinan mengeluarkan bekalnya, namun dia lupa untuk membawa air minum. Mau tidak mau dia harus ke kantin juga untuk membeli minuman. Sementara Haris, masih dengan buku bacaanya. Kinan meninggalkannya.Di kantin, Kinan celingak celinguk mendatangi penjual kantin."Awas gempa...gempa," teriak seseorang yang sudah Kinan kenal suaranya.Ya, Reykhel siapa lagi. Entah apa sebabnya dari awal suka mencari masalah."Mana gempa?" Ujar siswa lain terheran-heran."Itu penyebabnya," ujar Reykhel menunjuk Kinan. Sontak saja seisi kantin riuh. Sontak semua tertawa. Kinan hanya bisa menggeram dan tetap melangkahkan kakinya mencari air mineral ."Kin...Kinan," terdengar suara berteriak.Kinan mencari sumber suara."Kin...sini.""Berry, ucapnya berteriak
Kinan dan Berry memasuki kantin.Kinan mendengus."Kenapa Kin?" tanya Berry sambil mengikuti ekor mata Kinan."Owh...cari tempat di pojok sana aja yuk," ajak Berry.Kinan mengangguk.Tapi ketenangan mereka tak berlangsung lama."Hai, Gembul. Makan apa hari ini? Berapa porsi? 3 atau 4 porsi cukup?" tanya Reykhel dengan tatapan mengejek.Berry menggeram, namun Kinan memegang pahanya. Berry memang agak tempramen di banding Kinan."Mau gabung Kak? Silahkan duduk. Masih ada bangku kosong," ucap Kinan sopan."Disini? Boleh? Gak takut oleng nanti? Kan berat sebelah," ujar Reykhel terbahak disertai teman-temannya.Seisi kantin juga menjadi riuh."Diam, gak ada yang nyuruh Lo pada ikutan gue tertawa," ucap Reykhel tajam menatap satu persatu siswa di kantin tersebut."Lo apain adek gue, gembul? Adik tersayang gue," tanyanya sambil mengetuk meja.Kinan mengkerutkan keningnya."Apa Beno
Anggoro masih bersama klien dari Kanada untuk membahas pembangunan properti di Jakarta. Jika berhasil memastikan kliennya menginvestasikan dananya ke perusahaannya, tentu saja sayap bisnis Anggoro semakin kuat dan lebar. Untuk itu, Anggoro benar-benar harus jeli berbicara dengan kliennya. "Baiklah Mr. Anggoro. Berdasarkan penjelasan anda dan profit yang Anda sampaikan secara detail, saya bersedia memberikan saham saya 40% sesuai janji saya. Dan jika dalam tempo 6 bulan Anda bisa menunjukkan hasil yang signifikan, saya akan menambah saham saya 10% sehingga total saham yang akan saya tanamkan di perusahaan Anda adalah 50%," sang klien bernama Mr. Samuel menjabat tangan Anggoro. "Terima kasih atas kepercayaan Anda Mr. Samuel. Saya tidak akan mengecewakan Anda. Dan semua berkas nanti asisten saya yang akan mempersiapkannya untuk Anda," Anggoro membalas jabatan tangan Samuel. "Saya permisi, Mr. Anggoro. Nanti asisten saya yang akan mengurus sisanya," balas
Pagi cerah memyelimuti kediaman Anggoro. Khusus hari ini, Anggoro tidak mengizinkan anaknya ke sekolah. Dan tentu saja sebagai salah satu donatur terbesar di sekolah Kinan dan Seefa bukanlah hal yang sulit untuk mendapatkan izin dari kepala sekolah. Anggoro memerintahkan anak buahnya untuk memperketat penjagaan. Kemudian bersama orang kepercayaan dan anak buah yang tersisa, Anggoro berangkat membelah macet kota Jakarta. Dia menuju ke salah satu desa di sudut kota Jakarta. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 4 jam, mereka akhirnya sampai di desa yang dituju. Dengan berbekal alamat dan foto yang lengkap, akhirnya mereka tiba di salah satu kediaman anak buah Wira Pratama. Bagas namanya. Bagas Dwijaya. Tiba di depan sebuah rumah sederhana, Anggoro mengetuk pintu. Tampaklah seorang wanita tua membukakan pintu. Dan dibelakang wanita tua tersebut, tampak seorang wanita yang sedang mengandung sambil memegang anak perempuan berumur 6 tahun. "Permisi, benar ini rumahnya Bagas Dwijay
Tiba di markas kakaknya di belakang bagian sekolah, Beno menceritakan kekesalannya.Reykhel menggeram."Lo gak bisa apa nyelesain sendiri? Masa harus gue juga yang turun tangan?" Bentak Reykhel kepada adiknya."Masalahnya, tadi Berry, bodyguard si gembul datang langsung melintir tangan gue Kak," adu Beno."Payah Lo. Laki koq mlence. Ntar pulang sekolah kita beresin," ujar Reykhel."Mampus Lo," batin Beno.Dan benar saja, begitu jam pelajaran usai, Reykhel, Beno, dan geng nya sudah menunggu Kinan di ujung jalan. Dari kejauhan Kinan sudah melihat gelagat tidak beres, jadi dia segera menelepon Pak Han."Pak Han, tolong jemput kita pas di depan gerbang ya. Dan Bapak juga turun dari mobil dan nungguin kita di sana, sekarang ya Pak," titah Kinan."Baik,Non," ucap Pak Han."Loh...loh...Pak Han, koq turun?" tanya Seena."Jemput non Kinan dan non Berry, Non," jawabnya.Seena mengkerutkan keningnya."Tumben,"
Hembusan angin subuh menyusup tubuh dua insan yang sedang dilanda kasmaran. Anggoro mempererat pelukannya. Jenny menggeliat. Anggoro menyusupkan bibirnya ke leher jenjang istrinya."Hemm...Jenny menggeliat. merasakan kegelian di sekitar tubuhnya. Anggoro semakin menyesapkan wajahnya lebih dalam. Kali ini desahan Jenny juga semakin membuat Anggoro menginginkan yang lebih dari istri tercintanya."Gak capek Pa?" tanya Jenny.Bukannya menjawab, Anggoro semakin menjadi dengan aksinya dan sukses membuat Jenny memecah heningnya subuh dengan desahan kenikmatan. Dan kembali pasangan ini menikmati peraduannya.Dengan sisa-sisa peluh kenikmatan, Anggoro mencium kening Jenny."Terima kasih. I love you Hon," ucapnya sambil menyeka bulir keringat yang membasahi wajah istrinya."I love you too, papa?" ucap Jenny kembali mengecup bibir ranum suaminya. Keduanya tersenyum."Aku mandi dulu Pa," ucap Jenny."Mau ditemani?", tanya Anggo
Anggoro masih bersama klien dari Kanada untuk membahas pembangunan properti di Jakarta. Jika berhasil memastikan kliennya menginvestasikan dananya ke perusahaannya, tentu saja sayap bisnis Anggoro semakin kuat dan lebar. Untuk itu, Anggoro benar-benar harus jeli berbicara dengan kliennya. "Baiklah Mr. Anggoro. Berdasarkan penjelasan anda dan profit yang Anda sampaikan secara detail, saya bersedia memberikan saham saya 40% sesuai janji saya. Dan jika dalam tempo 6 bulan Anda bisa menunjukkan hasil yang signifikan, saya akan menambah saham saya 10% sehingga total saham yang akan saya tanamkan di perusahaan Anda adalah 50%," sang klien bernama Mr. Samuel menjabat tangan Anggoro. "Terima kasih atas kepercayaan Anda Mr. Samuel. Saya tidak akan mengecewakan Anda. Dan semua berkas nanti asisten saya yang akan mempersiapkannya untuk Anda," Anggoro membalas jabatan tangan Samuel. "Saya permisi, Mr. Anggoro. Nanti asisten saya yang akan mengurus sisanya," balas
Kinan dan Berry memasuki kantin.Kinan mendengus."Kenapa Kin?" tanya Berry sambil mengikuti ekor mata Kinan."Owh...cari tempat di pojok sana aja yuk," ajak Berry.Kinan mengangguk.Tapi ketenangan mereka tak berlangsung lama."Hai, Gembul. Makan apa hari ini? Berapa porsi? 3 atau 4 porsi cukup?" tanya Reykhel dengan tatapan mengejek.Berry menggeram, namun Kinan memegang pahanya. Berry memang agak tempramen di banding Kinan."Mau gabung Kak? Silahkan duduk. Masih ada bangku kosong," ucap Kinan sopan."Disini? Boleh? Gak takut oleng nanti? Kan berat sebelah," ujar Reykhel terbahak disertai teman-temannya.Seisi kantin juga menjadi riuh."Diam, gak ada yang nyuruh Lo pada ikutan gue tertawa," ucap Reykhel tajam menatap satu persatu siswa di kantin tersebut."Lo apain adek gue, gembul? Adik tersayang gue," tanyanya sambil mengetuk meja.Kinan mengkerutkan keningnya."Apa Beno
Hari kedua yang masih menyebalkan bagi Kinan.Hufff.. Kinan menghela nafas. Berasa malas ingin keluar kelas setelah bel istirahat berbunyi. Namun perut gak mau kompromi.Kinan mengeluarkan bekalnya, namun dia lupa untuk membawa air minum. Mau tidak mau dia harus ke kantin juga untuk membeli minuman. Sementara Haris, masih dengan buku bacaanya. Kinan meninggalkannya.Di kantin, Kinan celingak celinguk mendatangi penjual kantin."Awas gempa...gempa," teriak seseorang yang sudah Kinan kenal suaranya.Ya, Reykhel siapa lagi. Entah apa sebabnya dari awal suka mencari masalah."Mana gempa?" Ujar siswa lain terheran-heran."Itu penyebabnya," ujar Reykhel menunjuk Kinan. Sontak saja seisi kantin riuh. Sontak semua tertawa. Kinan hanya bisa menggeram dan tetap melangkahkan kakinya mencari air mineral ."Kin...Kinan," terdengar suara berteriak.Kinan mencari sumber suara."Kin...sini.""Berry, ucapnya berteriak
"Lihat saja, berani mereka membully gue, gue tunjukin taring gue," batin Kinan tersenyum sinis. Hah, akhirnya bel pulang berbunyi juga. Kinan segera membereskan bukunya. Beno kembali membuat ulah. "Keluarnya satu-satu ya anak-anak. Dan hati-hati dengan bangkunya. Entar patah jangan lupa diganti," ujarnya sambil melirik Kinan. Kinan melirik tajam Beno. "Hati-hati juga untuk mulut yang tajam seperti Beo, ya anak-anak. Bisa2 nyawa tarohannya," ucap Kinan mendelik Beno tajam. Siswa siswi di kelas tersebut tertawa cekikikan. "Sudah...sudah... waktunya pulang jangan ada yang bercanda,"lerai Bu Yaya. Semua siswa berhamburan keluar. Ah, sepertinya perjuangan Kinan untuk keluar dari gerbang sekolah ini belum berakhir. Dia melihat sekelompok kakak kelas yang mentertawainya tadi. Dengan langkah cepat Kinan melewati gerombolan kakak kelasnya. Namun tiba-tiba Reykhel menyeletuk. "Bin
Tring...tring...tring... Bel masuk berbunyi. Bel panjang menandakan semua siswa siswi harus berkumpul di halaman depan sekolah Kinan. SMU PELITA JAYA. "Selamat pagi anak-anak,"pak Bimantara, kepala sekolah kami menyapa. "Pagi Pak," jawab kami serempak. "Selamat datang kembali di sekolah kita, setelah liburan panjang selesai. Dan selamat kepada siswa siswi baru kita, anak-anak dari seantero Sekolah Menengah Pertama. Terima kasih sudah memilih SMU Pelita Jaya sebagai SMU pilihan kalian," ucap Pak Bimantara. "Saya selaku kepala sekolah disini mewakili para dewan guru untuk menyampaikan apa saja peraturan yang harus ditaati disini." "Sekolah kita terkenal dengan kedisiplinanmya dan juga kebandelannya dalam tanda kutik ya. Selama kebandelan kalian tidak mencoreng nama sekolah dan orangtua, maka kebandelan kalian diizinkan, he...he...he...," tambahnya. "Yang pertama 10 menit sebelum jam pelajaran dimulai, kalian harus sudah ada