Langkah Aldo menuju garasi terhenti ketika melewati gazebo di pinggir kolam renang dan menemukan Akbi di sana.Ia berbelok untuk sekedar menyapa anak bosnya yang sedang galau selama satu minggu ini.Di antara jemari Akbi terselip satu batang rokok, Aldo yang sudah sangat mengenal Akbi semakin yakin bila anak muda itu sedang frustasi.Lelaki itu hanya merokok ketika sedang stress, sedangkan perusahaannya sudah stabil jadi hanya satu yang menyebabkan lelaki itu dilanda kegelisahaan yaitu karena melihat sang istri bersama pria lain di sebuah restoran beberapa hari lalu.“Enggak usah nungguin Bee, dia menginap di rumah produksi Ibu Aneu ... besok malam acara fashion shownya, kamu udah liat karyanya?” celoteh Aldo yang sudah membuka sepatu lalu duduk di depan Akbi.Akbi berdecak sambil memutar bola matanya jengah.Tadi Bee juga menghubunginya tapi ia enggan menjawab panggilan tersebut sampai akhirnya Bee mengirim pesan singkat yang memberi tau bila akan menginap di rumah Ibu Aneu.Akbi se
Bee menangis hingga tersedu, sesekali menahan raungannya tidak dapat meredam rasa sakit dan kecewa di hati.Dosa apa yang dilakukannya di kehidupan yang lalu sehingga cobaan bertubi-tubi datang menghampiri.Kenapa orang-orang selalu berbuat jahat dan seperti senang membuatnya menderita padahal dirinya selalu berusaha tidak menyakiti siapapun termasuk hewan sekalipun.Baik dengan ucapan apalagi dengan perbuatan karena ia tau bagaimana sakitnya diperlakukan seperti itu.Apa yang harus dilakukannya saat ini agar karyanya masih tetap bisa ditampilkan?Bagaimana perasaan Ibu Aneu bila mengetahui hasil karya buatannya yang telah dibeli hancur seperti ini?Ini salahnya, seharusnya ia bisa menjaga gaun kebaya itu dengan baik.“Bee! Ada apa?” Jessie yang baru saja membuka pintu langsung berhamburan memeluk Bee yang sedang menangis sambil memeluk lutut di lantai.Matanya kemudian menatap ngeri gaun yang berada di depan Bee dan langsung mengerti kenapa Bee menangis.Yang tidak ia mengerti adalah
Jantung Bee berdetak kencang, ia berdiri di balik panggung, mengintip para tamu di depan catwalk sana.Banyak sosialita dan istri para pejabat di negrinya ikut hadir menyaksikan fashion show bergengsi itu.Tidak ketinggalan istri presiden beserta istri para mentri menjadi tamu kehormatan pada acara yang digelar malam hari tersebut. Beni di temani Aldo berada di kursi paling depan bersama para pengusaha sukses lainnya yang mengantar istri mereka menghadiri undangan dari Ibu Aneu.Bee bergerak gelisah mondar-mandir ketika para model satu persatu mulai naik ke atas panggung memamerkan karya Ibu Aneu.Ia sampai lupa dengan Akbi yang tadi pergi begitu saja setelah melihat luka di tangannya.Lelaki itu pasti marah karena lagi-lagi ia membantahnya ketika menolak untuk diobati.Melupakan itu sejenak, ada hal penting yang menguras perasaannya saat ini yaitu tentang gaunnya yang akan dipamerkan dalam urutan terakhir di mana setiap gaun yang dipamerkan di bagian akhir adalah gaun masterpiece ya
Bee menggeliatkan tubuh untuk meregangkan ototnya yang terasa kaku.Masih dengan mata terpejam membalikkan tubuh lalu merentangkan tangan untuk memeluk guling namun benda keras yang ia rasakan.Bee tersenyum sangat cantik sebelum membuka matanya karena tau bila yang sedang ia peluk saat ini adalah Akbi.“Lo mimpi apa sampe senyum-senyum gitu?” bisik Akbi kemudian menghadiahkan sebuah kecupan singkat di bibir Bee.Bee membuka mata dan langsung mendapati netra pekat itu menatapnya dari atas.“Mimpi indah banget, aku jadi designer yang karyanya di beli sama istri presiden,” balas Bee lalu tertawa geli.“Itu bukan mimpi ... itu kenyataan, baby!” ujar Akbi gemas sambil menjawil hidung Bee.“Oh kenyataan ya?” Bee tergelak sampai memejamkan mata.Ya ampun, gemesin banget sih istrinya kalau lagi manja gini.“Baby?” “Ya, Bi?” Bee memiringkan tubuhnya agar bisa menatap wajah Akbi yang tampan dengan rambut acak-acakan bangun tidur.Beruntung hari ini adalah hari minggu jadi mereka bisa melaku
“Bi, aku ke toilet sebentar ya ... kamu duluan ke ruang tunggu.” “Gue anterin!” “Enggak usah, tunggu aja di sana ... temen-temen kamu udah di dalem ... nanti aku nyusul.” “Beneran kamu enggak apa-apa?” Ya ampun Akbi, ya enggak mungkin juga Bee kenapa-kenapa.Bee cuma mau pergi ke toilet di bandara yang terjamin keamanannya karena di jaga ketat di setiap penjuru, bukan mau pergi perang.“Ya udah, kalau ada apa-apa telepon gue!” Kalimat perhatian itu lagi yang pernah Bee dengar diucapkan untuk Anggit dan kini ia sering mendapatkannya.“Iya ... sayang,” balas Bee melirih kemudian buru-buru pergi.Kedua sudut bibir Akbi tertarik ke atas membentuk sebuah lengkung senyum.Perempuan itu munafik, selalu mengatakan yang sebaliknya dari apa yang ia rasakan.Bangun tidur tadi Bee memintanya untuk tidak merubah apapun termasuk memberi panggilan sayang dan mengatakan lebih baik hubungan mereka mengalir apa adanya tapi hari masih siang sudah dua kali Bee memanggilnya dengan sebutan sayang.Bag
Akbi tidak sedikitpun melepaskan genggamannya dari tangan Bee.Sesekali lelaki itu merengkuh pinggang Bee atau setengah memeluknya bahkan tidak segan memberikan kecupan di kepala Bee.Terlalu berlebihan di mata Zidan dan Raka karena lelaki itu pernah menyebutkan bila ia hanya mencintai Anggit dan terpaksa menikahi Bee.Bee yang mendapat perlakuan manis seperti itu juga merasakan hal yang sama biarpun memang akhir-akhir ini Akbi selalu bersikap posesif menunjukkan kasih sayangnya.Lupakan lah bagian lelaki itu yang nyaris menganiayanya karena cemburu yang tidak diakui Akbi itu sempat menutup mata hati dan logika.“Istri-istri para senior kamu enggak dateng?” Akbi yang berjalan beriringan dengan Bee menoleh, mata lentik istrinya menatap lurus ke depan padahal baru saja ia melontarkan pertanyaan.Bee sedang menyembunyikan kecewa yang tersirat dari pertanyaannya tadi.Ia pikir Yuni, Hanny dan Icha akan ikut merayakan pesta ulang tahun Akbi bersama para suaminya.Hanya mereka bertiga yang
“Baby!” panggil Akbi dari luar kamar, lelaki itu tengah menyandar sambil meluruskan kakinya di atas sun lounger pinggir kolam.“Ya?” jawab Bee cepat yang baru saja keluar dari kamar mandi setelah membersihkan wajahnya.Perempuan itu celingukan mencari suaminya lalu mempercepat langkah menuju pintu yang menghubungkan area dalam dan area luar kamarnya.“Kamu manggil? Tanya Bee lagi seraya menghampiri Akbi.Lelaki itu memegang coupette berisi gin dan vermouth yang tinggal setengah.Matanya menatap Bee intens, lekukan di tubuh mungil itu nampak jelas karena memakai baju tidur model chemises yang merupakan dress pendek berbahan satin tanpa lengan dengan model baby doll dan sedikit ketat di bagian pinggul.Seringai terbit di sudut bibir Akbi, istri mungilnya juga ternyata sudah mempersiapkan diri untuk malam ini.Akbi mengangkat tangan memberi kode agar Bee lebih mendekat.“Erick lagi ngintip dari kamarnya ... duduk di pangkuan gue.” Akbi memang mahir dalam urusan membuat orang lain cembur
“Ta ... tapi—“ “Lo yakin waktu dulu sampe masuk gini?” Akbi masih belum bergerak, mereka memperdebatkan prasangka Bee yang menganggap dirinya sudah tidak perawan namun kenyataannya beberapa detik lalu Akbi lah yang mendapatkan kesucian Bee.Bee menggelengkan kepala, rasanya tidak tapi ia juga lupa.“Gue ... suami lo yang merawanin lo Bee, bukan Erick,” ucapnya penuh keyakinan.Air mata Bee mulai merebak, ia terisak menarik tubuh Akbi agar memeluknya.“Maafin gue,” Akbi berbisik sambil mengusap kepal Bee lembut.Mengecup kening wanitanya yang melantunkan isak tangis pilu sementara tubuh mereka masih menyatu.“Enggak Bi, justru aku lega karena kamu yang pertama ... aku menyerahkannya untuk kamu, suami aku,” balas Bee di sela isak tangis.Hati Akbi terasa ngilu mengingat ucapan Verro di toilet ketika berlangsungnya pesta pernikahan mereka enam bulan yang lalu.Verro menceritakan bahwa Bee sampai babak belur mempertahankan kesuciannya dari Erick yang kini perempuan itu berikan kepadanya