Akbi mengembuskan nafas kasar, kenapa istrinya menjadi banyak bicara seperti ini? Moodnya kini telah berubah, ia sudah tidak ingin melanjutkannya lagi.Padahal tadi Akbi begitu merindukan melumat bibir mungil itu, betapa manis ketika terakhir ia menikmatinya.Dengan kasar Akbi menarik tangannya dari belakang kepala Bee.Merebahkan tubuhnya terlentang lalu memejamkan mata. Bee mengerjap beberapa kali, tentu saja hal itu membuatnya bingung karena sang suami mendadak berhenti melakukan niatnya.Bee sedikit mengangkat tubuh demi bisa melihat wajah Akbi. “Bi, enggak jadi ciumnya?” “Enggak jadi, bete gue!!” Akbi berseru kesal.Bibir Bee mencebik. “Bete kenapa? Ayo, mau cium enggak? Mumpung aku lagi baik nih.” Kedua alis Akbi terangkat mendengar penuturan istrinya yang bernada menantang.Ada apa dengan istrinya? Apa tadi siang kepalanya terbentur?Salah besar, Bee hanya sedang bahagia karena Diana menerima baju buatannya.Selama beberapa hari Akbi pergi keluar kota, ia tidak mendapat sed
“Lo lagi datang bulan ya, Bee?” tanya Akbi lalu melirik jemarinya yang ia angkat untuk menyakinkan apakah prasangkanya benar.Akbi menggeram frustasi, memejamkan mata dengan rahang mengetat menahan ledakan emosi yang tidak mungkin ia lampiaskan kepada istrinya.Bila sudah seperti ini siapa yang mau di salahkan?Lagi-lagi usahanya gagal dan bila Akbi mengumbar emosinya, sudah dipastikan Bee akan ketakutan dan ia harus melakukan pendekatan kembali dari awal.Lelaki itu pikir bila lembab di bagian inti sang istri adalah dampak dari rangsangannya namun ternyata karena datang bulan.Sementara Bee mengerutkan wajah seraya menggigit bibir bawah ketika melihat darah di jari Akbi kemudian buru-buru turun dari tempat tidur menuju kamar mandi untuk membersihkan bercak darah di bagian intinya.“Bi, maaf ...,” ucap Bee penuh penyesalan setelah selesai membersihkan tubuhnya.“Enggak, Bee ... gue enggak bisa maafin lo! Lo tau gue punya kebutuhan dan udah beberapa bulan ini demi lo, demi pernikahan k
“Hai Tante ... apakabar?” Anggit menyapa Diana dengan nada ramah yang sangat berlebihan.Senyum lebar merekah di wajahnya dengan tulang pipi menonjol yang di balut make up tebal.Perempuan itu sampai berdiri lalu menarik kursi untuk Diana duduki.Siang ini mereka sedang berada disebuah restoran di salah satu Mall terbesar di Jakarta.“Baik sayang, kamu apakabar?” Diana balik bertanya setelah selesai mengecup pipi kiri dan kanan Anggit juga Lisa.“Masih sedikit kecewa sih Tan ... tapi ya sudahlah, dari awal Anggit tau kalau ada kecurangan dalam penjurian ... titipan yang berkuasa ternyata yang bertahan meski tidak memiliki kemampuan,” balasnya menuduh seraya menopang satu kaki.Menceritakan sekilas mengenai suasana hatinya dan mengklarifikasi mengenai kegagalannya daram kontes.Padahal memang kemampuan perempuan itu masih di bawah kriteria rata-rata yang ditetapkan.Setelah melabrak Bee di coffeshop milik sahabat Akbi, Anggit pergi ke Singapura dan beberapa hari berada di sana untuk me
Satu notif muncul di ponsel Bee, malasan-malasan ia meraih dari atas nakas kemudian membacanya.[Gue pulang malem ~ SuamiKu]Tanpa sadar Bee memajukan bibirnya kemudian menarik bibir itu segaris setelah menyadari bila ia dilarang mengeluh.Jemarinya dengan lihai membalas pesan tersebut.[Kenapa? ~Bee]Akbi menelan saliva, menimbang apakah ia harus menjawab jujur.Sementara Bee merutuki pesan yang menurutnya posesif yang baru saja ia kirim karena khawatir bila Akbi akan salah persepsi dan mengira bila dirinya telah terbuai oleh segala perhatian dan perbuatannya yang sangat memabukkan beberapa hari lalu.Setelah beberapa menit berpikir, nampaknya Akbi harus berkata jujur mengingat hubungan mereka yang telah banyak kemajuan.Akbi tidak ingin hubungan mereka dinodai oleh kebohongan juga sekalian mengetes sang istri, apa wanita itu cemburu atau memakluminya.[Ke apartemen Anggit dulu, sebentar ~Suamiku]Jantungnya berdetak kencang seakan ia sedang berlari ke apartemen Anggit untuk menyeret
Bee mengerjap ketika tidur lelapnya terganggu oleh suara berisik di lantai bawah.Ia mendudukkan tubuh sambil memegang kedua kepala yang terasa pening karena harus ditarik paksa dari tidur lelapnya. Mata Bee memicing memandang jam yang tergantung di dinding. Jam yang menunjukkan pukul tiga dini hari membuat rasa ingin taunya bertambah besar apa yang terjadi di bawah sana ketika fajar pun belum menyingsing.Perlahan Bee turun dari tempat tidur melangkah menuju pintu kemudian membukannya.Suara Beni terdengar kencang di sertai sebuah suara hentakkan telapak tangan yang menyentuh kulit dan ia yakini bila itu adalah suara tamparan.Sayangnya Bee tidak bisa mendengar apa yang diucapkan Beni dan hal itu membuat langkahnya semakin cepat menuju lantai bawah.“Akbi,” gumam Bee setelah berada di lantai dua dan melihat sosok suaminya di bawah sana bersama Beni juga Aldo.“Kamu mau bikin Papa mati karena jantungan, iya?!” sentak Beni dengan raut kecewa dan kerutan di dahi yang semakin membuatny
“Jadi itu kenapa lo juga minta gue nginep di sana?” Bee menggelengkan kepala. “Nope, Aku enggak minta ... aku hanya kasih saran!” “Kalau gue nginep trus malah ngelakuin yang enggak-enggak sama Anggit, gimana? Lo enggak sakit hati atau cemburu?” Akbi bertanya lagi ketika sang istri sudah beranjak berdiri.Tangan Bee menarik kaos Akbi hingga melewati kepala lalu menyimpannya di atas ranjang yang sedang mereka duduki kemudian meninggalkannya sebentar.Perempuan yang sedari tadi berekspresi datar itu kini mendekatinya kembali setelah mengambil kapas di atas meja rias lantas membubuhkan obat luka.Tadi Akbi sudah membersihkan tubuhnya terlebih dahulu di kamar mandi sambil membersihkan beberapa lukanya dengan cairan infus sehingga Bee tidak perlu membersihkan luka-luka itu lagi.“Sakit hati mungkin iya karena kamu membohongi aku tapi untuk cemburu, butuh cinta untuk sampai pada tahap itu ...,” balas Bee dengan suara lembut tanpa menatap Akbi karena sedang fokus mengobati luka yang bukan h
Tok ... Tok ...Setelah mengetuk sebanyak dua kali, tangan bergetar Bee memutar knop kemudian mendorong pintu kamar Diana perlahan.“Tan ... tee,” panggilnya dengan suara tercekat.Jantung Bee berdetak semakin kencang seiring dengan langkah kakinya yang semakin jauh masuk ke dalam kamar Diana.Satu mangkuk sup ayam panas yang dibawanya juga ikut bergetar di atas nampan. Berbeda dengan Beni yang beberapa malam lalu jantungnya mendadak nyeri karena harus menghadapi kelakuan sang anak yang tidak dewasa, keesokan harinya beliau nampak fit setelah beristirahat dan minum beberapa obat.Beni malah langsung pergi ke berbagai kota untuk memantau langsung anak perusahaannya.Sementara Diana malah sakit setelah pulang liburan dari luar negri bersama para sahabatnya.Dalam balutan selimut hingga menutupi kepala, Diana memutar tubuhnya kemudian menoleh mencari asal suara.Rambutnya berantakan begitu pula dengan wajahnya yang lesu tanpa make up dan kantung mata di bawah mata dengan bulu mata eyel
“Akbiiii ...,” Bee menjerit ketika Akbi menarik kakinya kemudian mengangkatnya untuk kemudian memikul tubuhnya di pundak kokoh lelaki itu.“Bangun!!” suara tegas Akbi menggelegar di dalam kamar mandi setelah ia berhasil membawa Bee yang meronta ke dalam sana.“Cuci muka! Kita jogging, gue tunggu di bawah!” perintahnya tegas lalu menutup pintu kamar mandi.Bee menghela nafas berat. “Ini hari minggu, masa enggak boleh bangun siang ...,” gerutu Bee namun tak urung tangannya meraih sikat gigi dan membubuhkan pasta gigi di atasnya.Hari sabtu kemarin adalah hari yang sangat melelahkan untuknya.Tiba-tiba saja dosen menetapkan hari sabtu sebagai pengganti jam kuliah yang tidak bisa dihadirinya karena ada keperluan mendesak.Akan tetapi karena hal itu juga Bee bisa merawat ibu mertuanya yang sedang sakit sekaligus mengantarnya ke dokter. Tapi bukan berarti dosen itu harus menggantinya di hari sabtu di mana kebanyakan orang memakainya untuk beristirahat atau berlibur.Meski begitu, Bee juga