Menanggapi penjelasan yang cukup panjang lebar tersebut, Tria menatap Senja dalam-dalam.
Sepintas nada suara Senja bahkan terkesan sedikit kesal atas laporan para tetangga, padahal dengan begitu banyak bagian wajahnya yang membiru itulah yang pastinya telah menguatkan tekad para tetangga untuk berinisiatif melaporkan kejadian penganiayaan suaminya kepada pihak yang berwajib.Tria sungguh tak habis pikir dengan jalan pikiran wanita dihadapannya.Padahal sudah jelas-jelas semua yang dilakukan para tetangga merupakan bentuk kepedulian mereka. Sayangnya, orang yang dikhawatirkan justru tidak bisa melihat niat baik orang lain terhadap dirinya, bahkan terkesan tidak tau cara menyayangi dirinya sendiri."Lagian, laporan atas suami saya juga sudah dicabut, Pak."Nada suara datar milik Senja seolah membuyarkan berbagai pemikiran Tria yang berkecamuk didalam benak, di saat sepasang mata elangnya terus terpatri pada seraut wajah mungil yang terbingkai hijab dengan begitu apik.Wanita itu bahkan kembali berucap, padahal Tria belum sempat menanggapi kalimat pertamanya."Jadi Pak Komandan, apakah bisa saya pulang sekarang?"Tria terus menatap Senja dengan tatapan yang dalam, sedangkan Beno yang sejak awal sudah mendengar permintaan yang entah untuk kesekian kalinya itu, balik menatap Tria ragu seolah meminta pertimbangan."Ben ..." panggil Tria yang kemudian memalingkan tatapannya dari sepasang bola mata indah bak mengandung magnet aneh, sehingga membuatnya sempat merasa terhanyut dan tidak ingin berpaling.Helaan napas berat Tria terdengar berat sebelum akhirnya ia mengangkat alisnya sedikit, menandakan agar saat ini Beno ikut saja dengan kemauan wanita keras kepala dihadapan mereka."Sejujurnya saya sangat berharap, bahwa setidaknya ibu mau memberikan sedikit saja efek jera agar suami ibu tidak lagi melakukan kekerasan fisik dalam rumah tangga. Tapi apa boleh buat jika ibu justru tidak sepemikiran ..." ungkapan hati Beno bahkan mengandung kekecewaan."Maafkan saya, Pak, tapi sungguh, terlepas dari keinginan saya untuk tidak mengumbar aib rumah tangga, saat ini saya juga merasa sedang tidak enak badan. Rasanya terlalu lelah jika harus menjalani semua ini lebih lama. Jauh didalam lubuk hati, saya juga berharap suami saya mau berubah menjadi lebih baik, tapi sekali lagi maaf, Pak, karena saya lebih memilih jalur langit untuk memperjuangkan semua keinginan saya ..."Tria tercenung mendengar lirih kalimat Senja, Beno pun demikian."Yah ... Baiklah kalau begitu. Sepertinya ibu memang perlu banyak beristirahat. Silahkan ..." jawab Tria lagi masih dengan berat hati, namun tak bisa dipungkiri jika ia juga iba mendapati wajah pucat milik Senja."Terima kasih atas pengertiannya, Pak Komandan."Mendengar persetujuan tersebut, Senja terlihat langsung bangkit dari duduknya."Kalau begitu saya permisi pulang, Pak Komandan ...""Iya, Bu, silahkan ...""Assalamualaikum ...""Waalaikumsalam ..."Salam tersebut telah dijawab oleh Beno dan Tria dengan berbarengan, sementara Senja langsung melangkahkan kaki meninggalkan ruang SPK tanpa membuang waktu lebih lama."Padahal semua orang sangat bersimpati, tapi sikapnya malah keras kepala begitu ..."Suara lirih penuh penyesalan milik Beno terdengar menyeruak keheningan."Ben ...""Siap, Ndan?""Siapa sih wanita itu?" usut Tria yang tak lagi mampu menepis rasa penasarannya lebih lama, sembari menatap Beno lewat sepasang mata elangnya."Pelangi Senja ..."Alis Tria sontak mengkerut mendengar ucapan Beno yang terucap lirih dengan nada bak lantunan sepenggal bait dari seorang pujangga."Pelangi Senja ...?" ulang Tria dengan raut wajah bingung. "Kamu ini gimana sih, Ben. Aku tuh nanya siapa nama wanita itu, kamu malah berpuisi ria ..."Tawa kecil Beno sontak menyeruak tertahan atas ucapan Tria."Itu bukan puisi, Ndan. Tapi ibu-ibu tadi itu namanya memang Pelangi Senja, dan orang-orang memanggilnya Senja ..." seloroh Beno lagi, buru-buru menjelaskan.Tria terlihat manggut-manggut, sebelum akhirnya kembali melontarkan tanya. "By the way, kok kamu kelihatannya kenal banget sama ibu Senja, Ben?" Usut Tria lagi."Gimana gak kenal, Ndan, orang langganan Polsek Beo terus ...""Langganan?""Siap, Ndan.""Maksudnya?""Ya itu, Ndan, tiap kali cek-cok suaminya pasti bakal kdrt, dan kalo udah begitu tetangganya hanya bisa ngadu ke Polisi ...""Kenapa tetangganya gak nolong langsung?""Awalnya suka nolong langsung, Ndan, tapi karena suaminya ibu Senja selalu mengancam, mereka jadi segan dan mungkin takut juga, karena suami ibu Senja berasal dari keluarga yang cukup berpengaruh ...""Tapi sebagai sesama manusia kita juga perlu berempati, Ben. Jangan karena lelaki itu berasal dari keluarga terpandang trus dia bisa semena-mena, dan kita pun lupa akan sisi kemanusiaan. Iya kan, Ben?"Beno buru-buru mengangguk tanda setuju, tapi detik berikutnya ia kembali berucap separuh berkeluh."Tapi susah juga sih, Ndan. Lah sikap ibu Senja juga begitu ...""Begitu gimana maksud kamu?""Ya begitu, Ndan. Selalu menolak untuk ditolong dengan alasan gak mau urusan rumah tangganya jadi urusan orang lain. Kalo udah begitu kan tetangganya juga jadi dilemma. Mau nolong, yang ditolong malah gak mau ditolong, mau dibiarin takutnya kenapa-napa. Makanya satu-satunya jalan yang diambil, yah panggil aparat ..."Tria menggelengkan kepalanya berkali-kali usai menyimak penjelasan akhir Beno yang super duper komplit."Intinya kejadian kayak gitu udah sering terjadi dong ..."Beno mengangguk. "Begitulah, Ndan.""Ck, ck, ck," Tria berdecak, masih tak habis pikir dengan jalan pikiran seorang wanita seperti Senja.Tapi kalau dipikir-pikir, kenyataannya dewasa ini hal serupa memang begitu sering terjadi dikalangan masyarakat pada umumnya, dan kaum wanita selalu menjadi sasaran empuknya ...💕(Sepenggal kisah tentang Senja).Wanita itu adalah Pelangi Senja, sehari-harinya orang-orang memanggilnya Senja.Senja adalah wanita berumur dua puluh lima tahun yang selangkah lagi akan menyandang status janda, dan oleh karena itulah ia merasa dirinya adalah wanita yang paling tidak beruntung di dunia.Jalan hidup Senja tak pernah mulus, selalu dipenuhi kerikil tajam dan kepahitan dimana-mana.Bagaimana tidak ...?Senja adalah seorang anak semata wayang yang sejak umur delapan tahun, telah kehilangan kasih sayang seorang ibu.Andita, wanita mulia yang telah melahirkan Senja ke dunia yang fana ini meninggal dunia dalam sebuah tragedi kebakaran besar yang terjadi di sebuah pasar tradisional, saat ia sedang mengais rejeki dengan berjualan kue didepan sebuah lapak sandal milik sepasang suami istri lanjut usia yang baik hati.Saat kebakaran itu terjadi, dikarenakan niat hati yang tulus ingin menolong sepasang suami istri lanjut usia tersebut dari kobaran api yang mulai membesar, entah bagaimana ceritanya pada akhirnya justru Andita-lah yang malah terperangkap amukan si jago merah.Setelah tragedy tersebut, dengan diliputi duka yang mendalam, akhirnya Senja tetap berusaha menjalani hidup selanjutnya, hanya berdua dengan Satya, ayahnya yang mulai sakit-sakitan ...Dua bulan berlalu dalam kepedihan akibat duka yang mendalam karena sebuah kehilangan, sampailah mereka di suatu sore di mana mereka telah kedatangan tiga orang tamu ...To be Continued.Ketiga orang tamu itu diantaranya adalah sepasang suami-istri lanjut usia yang pada beberapa bulan yang lalu telah diselamatkan oleh Andita dari insiden kebakaran pasar.Keduanya tak hanya datang berdua, melainkan dengan seorang pria paruh baya lainnya yang berpenampilan necis.Belakangan baru diketahui bahwa ternyata pria itu adalah seorang pengacara yang sengaja didatangkan sepasang suami-istri tersebut, dalam rangka kepengurusan seluruh berkas transaksi hibah atas kepemilikan sebidang tanah beserta bangunan lapak kecil mereka yang berlokasi di pasar tradisional yang baru saja selesai di renovasi kepada Satya.Sepasang suami istri itu telah memutuskan untuk hijrah dari kota kecil mereka dan pindah bersama anak-anak mereka yang telah sukses di kota besar.Keduanya pun memutuskan untuk menyerahkan kepemilikan kios mereka kepada Satya, sebagai bentuk ucapan terima kasih sekaligus ungkapan rasa penyesalan tak terhingga atas kehilangan Andita untuk selama-lamanya, yang telah rela bertaru
Tidak selevel.Iya, tentu saja.Pada kenyataannya Pelangi Senja hanyalah seorang gadis biasa lulusan SMA.Sehari-harinya aktifitas Senja hanya berjualan sandal di sebuah lapak kecil yang ada di pasar tradisional.Rasanya wajar jika kedua orang tua Yusuf Akhyar yang terkenal memiliki sikap angkuh, arogan dan tinggi hati itu tidak bisa begitu saja menerima sosok Senja, yang dimata mereka bukanlah siapa-siapa.Tapi lagi-lagi karena semua itu merupakan keinginan Yusuf sang anak semata wayang, maka kedua orang tua Yusuf pun tak kuasa berlama-lama menentang.Singkat cerita, mengingat keberadaan Senja sendiri yang merupakan anak yatim piatu, juga sebatang kara tanpa sanak saudara, maka sebuah lamaran resmi pun akhirnya dilakukan oleh keluarga besar Akhyar, untuk seorang Pelangi Senja yang kala itu hanya diwakili oleh keluarga Ustadz Ibrahim dan beberapa orang tetangga terdekat.Tanpa berlama-lama kemudian Senja pun berhasil dipersunting, oleh seorang Yusuf Akhyar.Saat itu Senja merasa sanga
Lirih pertanyaan Senja terdengar mencuat lemah, padahal selama ini mulutnya selalu terkunci rapat."Masih bertanya?" tantang Yusuf sembari tersenyum sinis, terlihat bahagia menyadari bahwa kali ini Senja mulai terpancing untuk menanggapi kegilaannya yang selalu."Katakan apa kekuranganku, Kak. Kalo memang aku yang salah, aku berjanji aku akan berusaha sekuat tenaga untuk memperbaiki ...""Banyaaaaak. Mana mampu kamu perbaiki semuanya?"Tatapan mengejek Yusuf jelas terlihat, saat menatap Senja dari atas sana dengan tatapan mata yang menyayat luka.Senja memilih untuk benar-benar mencabut soket listrik terlebih dahulu, yang semula menghubungkan aliran listrik dengan setrika yang tak lagi berminat ia sentuh, kemudian ia berdiri tegak sembari berusaha menentang kilau mata sang suami yang entah kenapa begitu cepat berubah seolah tak bisa ia kenali lagi."Banyak ...?" ulang Senja."Ya, banyak. Saking banyaknya aku malah kesulitan mencari di mana letak kelebihanmu sampai-sampai dulu aku bisa
Satriadi Narajendra, yang kerap disapa Tria, berasal dari keluarga terpandang, dan sejak kecil selalu menjadi anak yang berprestasi.Cita-cita Tria sejak dini adalah menjadi seorang Aparat Penegak Hukum, mengikuti jejak sang ayah yang saat ini mulai memasuki masa purna bakti.Sepertinya bagi Tria bukanlah hal yang sulit untuk mewujudkan cita-citanya menjadi seorang Perwira Polisi, karena selain pintar dan memiliki jasmani sehat yang membuat Tria menjadi salah satu lulusan terbaik di Akademi Kepolisian, latar belakang ayah Tria yang seorang Jenderal bintang dua tentu saja cukup berpengaruh pada jenjang pendidikannya.Dalam kehidupan percintaan, sudah pasti Tria juga digilai banyak wanita.Namun dibalik sejuta kelebihannya, ternyata Tria merupakan sosok laki-laki yang benar-benar setia.Sungguh pria idaman, bukan?Yah, tentu saja.Betapa beruntungnya seorang gadis yang bisa memenangkan hati pria seperti Tria, dan gadis beruntung itu adalah Calista, pujaan hati Tria yang cantik dan begit
"Nak, anggaplah semua ini merupakan bagian dari proses kehidupan yang harus kamu jalani. Ayah percaya, akan ada hikmah indah yang sedang menanti didepan sana, hanya saja kamu harus kuat, sabar, ikhlas serta tawakal dalam menjalani semua prosesnya terlebih dahulu. Satu hal yang harus kamu ingat, Tria, anakku, tak peduli apapun yang terjadi, ayah akan selalu bangga padamu!"Kalimat sang ayah terucap tidak hanya sekedar panjang lebar, melainkan begitu teduh dan menenangkan bathin.Pelukan hangat pada tubuh tinggi Tria juga berpengaruh besar dalam mendinginkan bara di hati.Sesaat kemudian, pria paruh baya itu harus rela melepas kepergian putra kebanggaannya di pintu terminal keberangkatan bandara Soekarno-Hatta.Yah, apa mau dikata.Sepertinya atas campur tangan ayah Arka yang memegang tampuk tertinggi di divisi propam, pada akhirnya sangsi demosi yang diterima Tria tak tanggung-tanggung.Tria harus menerima kenyataan bahwa dirinya kini dipindahtugaskan ke Polres Talaud, sebuah Polres ya
"Perlu bantuan, Komandan?"Tria tersentak untuk yang kedua kalinya."Egh, apa? Akh ... I-iya ..."Dengan nada suara yang tergeragap, Tria buru-buru mengangkat wajahnya yang baru saja mengalami keterpukauan hebat, manakala suara anak buahnya yang satu lagi berhasil mengusik kesenangannya dalam mengamati keindahan nyata yang merupakan ciptaan Sang Maha Kuasa, yang tadinya seolah tertutupi oleh kabut tebal sehingga Tria baru menyadarinya sekarang."Sebaiknya dibawa ke puskesmas terdekat apa gimana, Ndan?" saran polisi itu lagi."Iya, iya, udah bener saran kamu. Daripada kenapa-napa, mending dibawa ke puskesmas ...""Siap, Ndan!""Tolong siapin mobilnya aja, biar saya sendiri yang akan bawa ibu Senja ke puskesmas terdekat ..." desis Tria lagi sembari memberi perintah."Saya aja yang ambil mobilnya, Ndan ..." ungkap salah seorang anak buah Tria lainnya, berinisiatif."Ya udah, kalo begitu cepat siapkan mobilnya ..."Tanpa menunggu lebih lama, pria yang berucap barusan langsung bergegas men
"Nama ibu ini Pelangi Senja, dok, dan sesungguhnya ibu ini memang bisa dibilang bukan siapa-siapanya saya. Saya bahkan baru saja mengenalnya di kantor, dan memang benar dia baru saja mengalami KDRT. Tapi karena yang bersangkutan tidak berkeinginan sedikitpun untuk melaporkan pelaku yang tak lain merupakan suaminya sendiri apalagi sampai memperpanjang proses hukum dan bersedia menjalani visum, maka untuk saat ini kami hanya bisa menghargai keputusan yang bersangkutan terlebih dahulu. Perihal keputusan saya yang berinisiatif untuk membawanya ke Puskesmas ini, karena tadi ia sempat pingsan, sesaat setelah hendak meninggalkan Polsek ..."Usai berbasa-basi yang terkesan begitu cepat akrab dalam sekejap, Tria pun berucap panjang lebar, berusaha menjelaskan kejadian yang menimpa Senja sehingga membuatnya mengambil keputusan untuk membawa wanita itu langsung ke Puskesmas terdekat."Oh, ternyata seperti itu ..." dokter Richard pun mengangguk-anggukkan kepalanya, menandakan dirinya cukup paham
'Ternyata Pak Komandan ini orangnya cukup keras kepala juga ...'Senja bergumam dalam hati, sembari menghembuskan napasnya berat.Dalam hati ia merutuki dirinya yang sempat terdiam berjenak-jenak seolah kehilangan perbendaharaan kata. Tidak hanya sampai disitu, ia juga merasa sedikit kesal karena tanpa sadar sempat terpukau."Ehem, baiklah, kalau begitu berikan saya alasannya.""Alasan apa?""Alasan tentang kenapa 'harus' ...?"Pertanyaan tersebut dilontarkan Senja dengan nada suara yang seolah menantang."Apanya yang kenapa?"Tria yang bak memiliki kesempatan untuk terus membalikkan sepatah dua patah pertanyaan datar dari Senja, terlihat kembali menatap wajah kaku dihadapannya dengan ekspresi yang stay kalem."I-Iya, kenapa ...? Saya hanya merasa, sepertinya saya butuh penjelasan tentang kenapa Pak Komandan mengatakan harus ..."Satu tarikan napas Tria seolah tak mampu menambah kesabaran Senja dalam menanti jawaban."Jadi ibu Senja benar-benar tidak ingat kalau tadi ibu Senja pingsa
Saat Tria dan Senja tiba di rumah dinas milik Tria yang berada di kawasan Mako, tepat didepan selasar kantor sudah terlihat banyak anggota polisi yang berkumpul menunggu apel pagi yang akan dimulai tak lama lagi.Sebagian besar dari mereka terlihat berseragam dinas seperti halnya Tria, namun ada beberapa diantaranya memakai kemeja putih lengan panjang dipadu celana hitam berbahan kain."Yang satunya biar aku aja yang bawa." ujar Senja yang buru-buru turun dari mobil begitu menyadari pergerakan Tria yang begitu mesin mobil dimatikan terlihat tergesa-gesa turun dan langsung membuka pintu mobil belakang."Oke, kalo gitu abang bawa dua sekalian ..." jawab Tria sembari menyodorkan satu buah kotak kue ke tangan Senja yang buru-buru menyambut pemberian Tria.Detik berikutnya, dengan gesit Tria terlihat sudah menumpuk dua buah kotak kue yang tersisa dan tanpa banyak bicara langsung mengangkat dan membawanya masuk kedalam rumah dinas yang terlihat lenggang.Melihat hal tersebut alhasil secara r
Bertepatan dengan Tria yang sukses memarkirkan mobilnya di seberang jalan, tepat didepan gang sempit yang biasanya menjadi akses masuk ke rumah Senja, secara bersamaan pula sosok yang hendak ia jemput itu terlihat berjalan keluar dari mulut gang.Sangat jelas terlihat bagaimana Senja cukup kerepotan dengan keberadaan tiga buah dus kue berbentuk persegi yang saling bertumpuk dalam genggamannya, ditambah lagi dia harus mengepit tas kecil yang tersampir di bahu kanan.Mendapati pemandangan tersebut sontak Tria melompat turun dari mobil secepat kilat, langsung berlari kecil menyongsong sosok Senja yang ternyata juga langsung notice akan keberadaan Tria dengan outfit khasnya yakni seragam dinas."Bisa-bisanya diborong sekali angkut. Kenapa gak ngomong kalo bawaannya sebanyak ini sih, Nja?" ujar Tria sambil buru-buru mengambil alih tiga buah dus kue yang saling bertumpuk itu sekaligus."Banyak gimana? Cuma tiga dus kue kok ..."Tria terlihat menggelengkan kepalanya mendapati jawaban ngeyel
Usai berbincang dengan Mpok Hindun hingga nyaris menjelang Isya, mendadak Senja seolah mendapatkan sebuah pencerahan, yang membuatnya menyesal mengapa tidak terpikir olehnya sama sekali dalam kurun waktu dua hari terakhir ini.Untuk itulah setelah Mpok Hindun pamit pulang, Senja buru-buru menunaikan sholat Isya kemudian dengan langkah pasti dia menuju ke warung terdekat dari rumahnya, yang menjadi tempat dirinya berbelanja kebutuhan sehari-hari."Beragam amat belanjaannya, Nja? Mau bikin kue ya?" tanya pemilik warung dengan nada suara yang ramah, begitu menyaksikan belanjaan Senja yang meliputi beberapa butir telur, tepung terigu, gula pasir, pengembang kue, pasta pandan dan masih ada beberapa jenis barang lainnya yang identik dengan bahan-bahan untuk membuat kue "Iya, Bu." jawab Senja, singkat."Emang rencananya mau bikin kue apa, Nja?" ujar ibu itu lagi, yang kini sudah mengambil ancang-ancang untuk menjumlah berbagai barang belanjaan Senja yang teronggok diatas meja kasir."Bolu pa
"Untuk anggota yang piket saya harap bisa bertanggung jawab penuh sampai besok pagi. Sementara untuk yang lain, silahkan pulang dan beristirahat, jaga kesehatan, dan jangan lupa seperti biasa besok pagi kita akan tetap melaksanakan apel pagi bersama di jam biasa, diteruskan dengan pelaksanaan operasi cipkon di sektor wilayah. Delapan enam?""Siap, delapan enam, Komandan!" Jawaban yang solid terdengar dari seluruh anggota yang ada, menanggapi titah yang diberikan oleh Tria, sebelum mengakhiri kegiatan patroli di malam itu.Jika kondisi kamtibmas sedang adem ayem begini, semua pihak pastinya merasa lebih lega karena tidak perlu bekerja ekstra, meskipun harus tetap siaga dengan kondisi apapun.Pelaksanaan operasi cipkon yang merupakan kepanjangan dari operasi cipta kondisi itu sendiri memang sudah menjadi kegiatan rutin yang wajib di tingkatkan oleh pihak kepolisian, dan biasanya dilaksanakan setiap akhir pekan dengan melibatkan personil dari berbagai fungsi.Namun mengingat moment perga
Senja sedang duduk lesehan diatas tikar sambil memilah dan mengemasi tumpukan baju-baju miliknya untuk dimasukkan ke dalam sebuah kotak kardus dan sebuah koper besar, saat Mpok Hindun datang menyambangi rumahnya ba'da maghrib."Assalamualaikum ...""Waalaikumsalam. Eh, Mpok? Masuk, Mpok ..." jawab Senja semringah, menyadari salah satu sosok terbaik yang dia miliki muncul di bingkai pintu.Mpok Hindun pun bergegas masuk dengan tatapannya yang tak henti mengawasi tumpukan baju yang berjejer rapi diatas tikar."Udah mulai beberes rupanya ..." gumam Mpok Hindun sambil ikutan duduk lesehan diatas tikar, tepat dihadapan Senja yang kini menjeda sejenak aktifitasnya karena fokus dengan kedatangan Mpok Hindun."Iya, Mpok, ini lagi dipisah-pisahin. Soalnya kemarin kata abang jangan bawa banyak barang, karena selain rumah dinasnya kecil, ntar kalo hijrah ke kota juga gak mungkin dibawa semua ..."Mpok Hindun terlihat manggut-manggut sejenak mendengar penjelasan Senja yang panjang lebar."Trus baj
Semilir angin yang menerpa lembut di wajah sesaat membuat Senja merasa semakin terbuai, sebelum akhirnya dia bak mendapatkan setitik kesadaran yang datang dalam sekali sentak."Astagfirullah ... Aku ada dimana ...?"Punggung Senja sontak menegak, sepasang matanya yang masih terasa sepat mengerjap berkali-kali, sedangkan kepalanya celingak-celinguk kebingungan.Kini Senja sudah sadar sepenuhnya, bahwa ternyata dirinya sedang berada didalam mobil yang terparkir tanpa suara mesin, juga tanpa seorang pun selain dirinya.Di kursi sebelah terdapat seragam dinas yang tersampir begitu saja di jok pengemudi.Seragam tersebut menguarkan perpaduan aroma parfum manis dan maskulin, yang mulai terasa familiar di indera penciuman Senja.Dua kaca depan kiri dan kanan seolah sengaja diturunkan setengah demi memudahkan kesejukan angin laut masuk dengan leluasa.Di ufuk barat, kolaborasi warna yang khas membuat suasana yang mulai temaram terasa semakin syahdu.Sungguh, bahkan hanya dalam sekejap kesadara
Matahari mulai condong ke arah barat saat mobil yang dikemudikan Tria memasuki area Mapolsek Beo."Gak usah dibangunin ..."Tria urung menyentuh pundak dari wanita yang ada disebelahnya."Biar ayah turun dulu, nanti kamu antarkan saja Senja pulang ke rumah. Kasian dia, kayaknya kecapean ..."Tria pun mengangguk patuh, menerima titah ayahnya yang langsung melarangnya untuk membangunkan Senja.Surya Narajendra membuka pintu disebelahnya dengan hati-hati sembari beringsut keluar, begitupun juga dengan Tria yang akhirnya ikut melakukan hal yang serupa yakni membuka pintu yang ada disamping dan keluar dari mobil.Keduanya seolah kompak bergerak perlahan, sepertinya dengan tujuan yang sama yakni sekecil apapun pergerakan mereka tidak akan mengusik wanita yang sedang tertidur nyenyak di kursi depan.Sementara itu, mendapati pergerakan mobil berwarna merah yang melesat masuk ke area Mapolsek Beo, para anggota polisi yang sejak awal sudah standby di sana sontak mendekat dengan sigap.Surya Nara
Pesawat Wings Air tipe ATR 72-500 dengan kapasitas penumpang yang kurang lebih tujuh puluhan kursi, serta menjadi satu-satunya tranportasi udara yang melayani masyarakat di salah satu wilayah terluar perbatasan NKRI tersebut telah mendarat dengan sempurna di landasan pacu.Tak berapa lama kemudian para penumpang pesawat itu pun sudah dipersilahkan turun oleh dua orang pramugari yang bertugas.Yanwar Akhyar bersama istrinya Aminah Akhyar, nampak berada diantara barisan para penumpang yang turun dengan tertib.Ternyata keduanya merupakan bagian dari sekian banyak penumpang pada penerbangan barusan.Baru saja menginjakkan kaki di ruang tunggu Bandar Udara Melonguane, setelah melewati penerbangan selama kurang lebih lima puluh lima menit dari Bandar Udara Sam Ratulangi Manado, hiruk-pikuk kesibukan di bandara itu sudah terlihat jelas."Ada apa yah? Tumben rame banget ..." tanya salah seorang penumpang kepada sesama penumpang yang lain, menyadari ada begitu banyak Polisi yang memadati banda
Rencana kedatangan Irjen Polisi Surya Narajendra di salah satu wilayah perbatasan NKRI sudah jelas-jelas merupakan kunjungan pribadi dan tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan urusan kedinasan.Bahkan Surya Narajendra sengaja mengambil cuti demi bisa mendampingi Tria guna melamar wanita pilihan putra kebanggaannya itu.Namun begitu mendengar kabar kedatangan seorang yang berpangkat jenderal, meskipun sudah jelas-jelas bukan merupakan kunjungan dinas, pada kenyataannya tetap di respon oleh petinggi-petinggi kepolisian di wilayah tersebut."Pak Kapolsek, bisa-bisanya kedatangan Irjen Surya Narajendra gak kamu kasih tau saya?""Siap salah, Ndan." jawab Tria pasrah, saat dirinya ditodong dengan pertanyaan tersebut oleh bapak Kapolres via ponsel di pagi hari, sebelum dirinya memimpin apel bersama para anggotanya."Waduh, untung saja saya dikasih bocoran Pak Kabag Sumda, kalo gak saya malah gak tau sama sekali ..." imbuh sang pimpinan dari seberang sana."Siap salah, Ndan." lagi-lagi T