Satriadi Narajendra, yang kerap disapa Tria, berasal dari keluarga terpandang, dan sejak kecil selalu menjadi anak yang berprestasi.
Cita-cita Tria sejak dini adalah menjadi seorang Aparat Penegak Hukum, mengikuti jejak sang ayah yang saat ini mulai memasuki masa purna bakti.Sepertinya bagi Tria bukanlah hal yang sulit untuk mewujudkan cita-citanya menjadi seorang Perwira Polisi, karena selain pintar dan memiliki jasmani sehat yang membuat Tria menjadi salah satu lulusan terbaik di Akademi Kepolisian, latar belakang ayah Tria yang seorang Jenderal bintang dua tentu saja cukup berpengaruh pada jenjang pendidikannya.Dalam kehidupan percintaan, sudah pasti Tria juga digilai banyak wanita.Namun dibalik sejuta kelebihannya, ternyata Tria merupakan sosok laki-laki yang benar-benar setia.Sungguh pria idaman, bukan?Yah, tentu saja.Betapa beruntungnya seorang gadis yang bisa memenangkan hati pria seperti Tria, dan gadis beruntung itu adalah Calista, pujaan hati Tria yang cantik dan begitu lemah lembut.Saling mengenal karena berasal dari lulusan SMA yang sama, Calista yang saat lulus memilih masuk fakultas kedokteran itu juga merupakan salah satu penyemangat hidup Tria dalam menjalani jenjang pendidikan takkala menjadi seorang Taruna.Lulus dengan segudang prestasi cemerlang, tak berapa lama Tria yang kala itu masih seorang Perwira muda berpangkat IPDA atau Inspektur Polisi Dua, dipindah tugaskan ke salah satu Polda, sehingga mau tak mau Tria dan Calista lagi-lagi berada dalam zona LDR, Long Distance Relationship, alias hubungan jarak jauh.Meskipun menjalani hubungan jarak jauh, hubungan Tria dan Calista tetap terjalin harmonis.Mereka terus saling bertukar kabar tanpa jeda, memupuk cinta, kemudian sesekali menuntaskan rindu yang menggunung dengan bertemu muka, saling bersua.Ibarat kata Tria telah yakin seribu persen dengan Calista, karena sejauh ini Calista juga sudah sedemikian sabar menjalani hubungan mereka, sejak masa pendidikan hingga Tria benar-benar mulai berkutat dengan tugas dan pengabdiannya kepada bangsa dan negara.Bertahun-tahun membina hubungan, pada akhirnya Tria yakin untuk membawa hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius.Tria pun mengungkapkan maksud hatinya yang hendak melamar Calista, dan keinginan hatinya tersebut diterima dengan suka cita oleh Calista, begitupun dengan keluarga kedua belah pihak bak gayung bersambut.Tepat setelah moment kenaikan pangkat, yang disertai keberhasilan Calista menjadi seorang dokter muda, Tria sengaja mengambil cuti sejenak untuk pulang ke kota metropolitan, menemui keluarga besarnya juga sang pujaan hati beserta keluarganya.Singkat cerita, mereka pun resmi bertunangan.Sesuai rencana, tahun depan Tria akan resmi mempersunting Calista menjadi bhayangkarinya. Namun apa boleh buat, ternyata takdir malah berkata lain.Alih-alih bisa mewujudkan setiap jengkal asa yang terajut, yang ada semua mimpi dan harapan Tria yang begitu indah itu harus kandas dalam sekejap mata.Sekembalinya bertugas, awalnya semuanya tetap baik-baik saja, sampai akhirnya bak petir di siang bolong Tria mendapat informasi mencengangkan dari pihak keluarganya sendiri.Berawal dari pingsannya Calista saat sedang menghadiri sebuah seminar yang menyangkut dunia kedokteran, yang telah membuat semua orang menjadi panik.Alih-alih mengkhawatirkan kesehatan Calista, kenyataannya Calista justru kedapatan sedang hamil muda.Saat itu semua orang sontak menuding bahwa sudah pasti itu adalah hasil perbuatan bejat Tria, sehingga ayah Tria bahkan menelpon langsung demi menuntut pertanggungjawaban dari perbuatan putranya sendiri.Oh, my ... Big no ...!Tentu saja Tria kaget setengah mati!Kenyataannya sejauh ini Tria bahkan tidak pernah sekalipun 'menyentuh' Calista.Benar-benar gila!Disaat dirinya berusaha mati-matian menjaga keutuhan Calista begitupun juga dengan kehormatannya, lalu bagaimana mungkin hal mencengangkan itu merupakan hasil perbuatannya ...?Demi Tuhan, tak ada apapun yang bisa menggambarkan betapa hancur dan terpuruknya Tria, terlebih saat tabir pengkhianatan Calista sedikit demi sedikit mulai terbuka lebar.Arka, adalah sahabat Tria sejak di bangku SMA, sehingga otomatis pria itu adalah sahabat Calista juga.Keluarga besar mereka juga cukup dekat satu sama lain, sebelum akhirnya merenggang dengan tiba-tiba usai kasus pemukulan yang dilakukan oleh Tria.Bersama Tria, Arka menjalani jenjang pendidikan yang sama sebagai seorang Taruna, dan ayah Arka juga seorang perwira tinggi berpangkat jenderal bintang dua, sama persis dengan ayah Tria.Bedanya, jika karir ayah Tria dalam institusi Polri dalam kurun waktu beberapa bulan telah memasuki masa purna bakti, karir ayahnya Arka sekarang justru sedang berada di puncak kejayaan karena membawahi sebuah divisi yang cukup bergengsi di Mabes Polri.Yah ... Arka!Pria brengsek itu adalah Arka, sahabat dekat Tria yang begitu tega menikung Calista, kekasih hatinya.Rasanya Tria tidak ingin mempercayainya, saking merasa shock.Nekad pulang tanpa ijin resmi sehingga melalaikan tugas dan tanggung jawabnya ditempat bertugas, Tria pun tak membuang waktu guna menyambangi Arka dengan gelap mata.Saat itu Tria tau Arka tidak sendirian. Arka sedang hangout dengan beberapa orang teman sesama aparat disebuah cafe yang memang menjadi tempat favorite mereka nongkrong selama ini jika tidak sedang bertugas.Kedatangan Tria yang langsung menghadiahi beberapa bogem mentah sekaligus di wajah dan tubuh milik Arka membuat Arka tumbang tanpa perlawanan,Arka langsung dilarikan ke rumah sakit bhayangkara akibat beberapa luka serius di seluruh wajah dan beberapa bagian tubuh yang cukup vital.Untung saja beberapa teman yang ada mampu melerai pergerakan brutal Tria yang telah gelap mata, dan sejak saat itulah episode kehidupan Tria seolah berbalik seratus delapan puluh derajat.Dalam sekejap Tria telah berubah menjadi seorang pesakitan, manakala Arka dan keluarga besarnya yang tak terima dengan tindakan Tria yang main hakim sendiri tentu saja tak tinggal diam.Tidak butuh waktu lama, Tria pun mendapati dirinya telah menjadi seorang tahanan propam.Tria harus menjalani proses atas tindakan konyolnya, dan yang paling apesnya lagi karena saat itu Tria juga kedapatan tengah mengantongi sepucuk pistol di pinggang, posisi Tria semakin tersudutkan.Saat itu, Ayah Tria berusaha sekuat tenaga guna mewujudkan jalan damai, demi kelangsungan masa depan serta karir putra bungsu kebanggaannya yang nyaris berantakan karena perkara seorang wanita yang tidak bisa menjaga marwah dirinya sendiri.Alhasil, lewat sebuah sidang kode etik yang harus dijalani Tria sebagai babak akhir dari drama kehidupan percintaannya yang membawa petaka, berujung dengan sangsi demosi setelah Tria mengucapkan kata maaf kepada Arka dan keluarganya.Sesungguhnya Tria tak pernah sudi mengemis kata maaf untuk Arka, masih lebih memilih menerima konsekwensi terburuk dalam karirnya sekalipun dirinya harus di PTDH alias dipecat dengan tidak hormat.Bagaiamanapun harga diri Tria sebagai seorang lelaki teramat sangat terluka.Namun perjuangan sang ayah hingga detik terakhir, mampu membuat kekerasan hati Tria luluh ...To be Continued."Nak, anggaplah semua ini merupakan bagian dari proses kehidupan yang harus kamu jalani. Ayah percaya, akan ada hikmah indah yang sedang menanti didepan sana, hanya saja kamu harus kuat, sabar, ikhlas serta tawakal dalam menjalani semua prosesnya terlebih dahulu. Satu hal yang harus kamu ingat, Tria, anakku, tak peduli apapun yang terjadi, ayah akan selalu bangga padamu!"Kalimat sang ayah terucap tidak hanya sekedar panjang lebar, melainkan begitu teduh dan menenangkan bathin.Pelukan hangat pada tubuh tinggi Tria juga berpengaruh besar dalam mendinginkan bara di hati.Sesaat kemudian, pria paruh baya itu harus rela melepas kepergian putra kebanggaannya di pintu terminal keberangkatan bandara Soekarno-Hatta.Yah, apa mau dikata.Sepertinya atas campur tangan ayah Arka yang memegang tampuk tertinggi di divisi propam, pada akhirnya sangsi demosi yang diterima Tria tak tanggung-tanggung.Tria harus menerima kenyataan bahwa dirinya kini dipindahtugaskan ke Polres Talaud, sebuah Polres ya
"Perlu bantuan, Komandan?"Tria tersentak untuk yang kedua kalinya."Egh, apa? Akh ... I-iya ..."Dengan nada suara yang tergeragap, Tria buru-buru mengangkat wajahnya yang baru saja mengalami keterpukauan hebat, manakala suara anak buahnya yang satu lagi berhasil mengusik kesenangannya dalam mengamati keindahan nyata yang merupakan ciptaan Sang Maha Kuasa, yang tadinya seolah tertutupi oleh kabut tebal sehingga Tria baru menyadarinya sekarang."Sebaiknya dibawa ke puskesmas terdekat apa gimana, Ndan?" saran polisi itu lagi."Iya, iya, udah bener saran kamu. Daripada kenapa-napa, mending dibawa ke puskesmas ...""Siap, Ndan!""Tolong siapin mobilnya aja, biar saya sendiri yang akan bawa ibu Senja ke puskesmas terdekat ..." desis Tria lagi sembari memberi perintah."Saya aja yang ambil mobilnya, Ndan ..." ungkap salah seorang anak buah Tria lainnya, berinisiatif."Ya udah, kalo begitu cepat siapkan mobilnya ..."Tanpa menunggu lebih lama, pria yang berucap barusan langsung bergegas men
"Nama ibu ini Pelangi Senja, dok, dan sesungguhnya ibu ini memang bisa dibilang bukan siapa-siapanya saya. Saya bahkan baru saja mengenalnya di kantor, dan memang benar dia baru saja mengalami KDRT. Tapi karena yang bersangkutan tidak berkeinginan sedikitpun untuk melaporkan pelaku yang tak lain merupakan suaminya sendiri apalagi sampai memperpanjang proses hukum dan bersedia menjalani visum, maka untuk saat ini kami hanya bisa menghargai keputusan yang bersangkutan terlebih dahulu. Perihal keputusan saya yang berinisiatif untuk membawanya ke Puskesmas ini, karena tadi ia sempat pingsan, sesaat setelah hendak meninggalkan Polsek ..."Usai berbasa-basi yang terkesan begitu cepat akrab dalam sekejap, Tria pun berucap panjang lebar, berusaha menjelaskan kejadian yang menimpa Senja sehingga membuatnya mengambil keputusan untuk membawa wanita itu langsung ke Puskesmas terdekat."Oh, ternyata seperti itu ..." dokter Richard pun mengangguk-anggukkan kepalanya, menandakan dirinya cukup paham
'Ternyata Pak Komandan ini orangnya cukup keras kepala juga ...'Senja bergumam dalam hati, sembari menghembuskan napasnya berat.Dalam hati ia merutuki dirinya yang sempat terdiam berjenak-jenak seolah kehilangan perbendaharaan kata. Tidak hanya sampai disitu, ia juga merasa sedikit kesal karena tanpa sadar sempat terpukau."Ehem, baiklah, kalau begitu berikan saya alasannya.""Alasan apa?""Alasan tentang kenapa 'harus' ...?"Pertanyaan tersebut dilontarkan Senja dengan nada suara yang seolah menantang."Apanya yang kenapa?"Tria yang bak memiliki kesempatan untuk terus membalikkan sepatah dua patah pertanyaan datar dari Senja, terlihat kembali menatap wajah kaku dihadapannya dengan ekspresi yang stay kalem."I-Iya, kenapa ...? Saya hanya merasa, sepertinya saya butuh penjelasan tentang kenapa Pak Komandan mengatakan harus ..."Satu tarikan napas Tria seolah tak mampu menambah kesabaran Senja dalam menanti jawaban."Jadi ibu Senja benar-benar tidak ingat kalau tadi ibu Senja pingsa
"Terima kasih."Tria terkesima. Lagi-lagi alisnya bertaut sempurna menerima tanggapan Senja yang justru berucap terima kasih di saat dirinya dengan sengaja dan begitu rendah hati memperkenalkan diri, demi mengurangi situasi canggung yang ada diantara mereka."Maksud saya, terima kasih karena Pak Komandan sudah menolong saat saya pingsan bahkan membawa saya ke Puskesmas ini ..."'Itu kan yang ingin kamu dengar, Pak Komandan, yang nyebelin ...?''Mau berbuat kebaikan kok mengharapkan pamrih dan ucapan terima kasih ... Huhh ...'Diam-diam dibalik kalimatnya barusan ternyata Senja malah membathin hal yang lain, hal yang justru berkebalikan seratus delapan puluh derajat dari ucapannya sendiri "Tidak apa-apa, Ibu Senja, tidak usah sungkan. Melindungi masyarakat itu memang merupakan bagian dari tugas saya juga ..."Kali ini Tria belum menemukan tanggapan berarti atas balasan kalimatnya untuk ucapan terimakasih yang terucap tanpa setitik pun senyuman itu.Detik selanjutnya keheningan sempat
"Tutup dulu pintunya, Ben." Tria berucap sambil berusaha menepis sejuta pemikirannya yang mulai berspekulasi saat menyadari langkah Beno mulai terayun ringan, hendak memasuki ruangannya yang terasa sejuk oleh hembusan hawa dingin dari air conditioner."Siap, Ndan."Beno mengatupkan pintu ruangan Tria terlebih dahulu dengan sigap, sebelum kembali meneruskan langkahnya mendekati meja biro, dimana sang komandan tengah duduk menunggui dirinya dengan posisi bersandar penuh di kursi sambil melipat kedua lengan diatas dada."Gimana, Ben?" tanya Tria dengan mimik wajah yang belum apa-apa sudah bergelayut kecewa, seolah ia sudah bisa menebak ketidakberhasilan sang anak buah dalam mengemban 'misi pribadi' yang ia perintahkan kira-kira sejam yang lalu."Maaf, Ndan, menurut perawat yang bertugas hari ini, katanya Ibu Senja sudah gak dirawat di Puskesmas Beo lagi."Dalam hati Tria terhenyak mendengar kabar tersebut, namun ia berusaha untuk mempertahankan wajah dan gestur tubuhnya agar rasa terkeju
"Buah darimana ini, Ben?" tanya Sayub yang baru saja ikutan nimbrung bersama rekan-rekannya yang lain, yang ternyata sudah lebih dahulu mengerubungi sebuah keranjang rotan berisikan aneka buah-buahan segar didalamnya."Dari Komandan ..." jawab Beno tanpa menoleh, sibuk mengupas kulit jeruk yang berwarna kuning terang."Kok bisa?" tanya Sayub lagi, yang langsung mencaplok dua buah rambutan sekaligus dari dalam keranjang yang sama."Bisa lah. Emang gak boleh pimpinan kasih sesuatu yang seger-seger sama anak buahnya?"Bukan Beno yang menjawab, melainkan Stenly, seorang anggota yang lumayan senior dengan pangkat AIPDA alias Ajun Inspektur Polisi Dua, yang memangku jabatan sebagai Kanit Sabhara Polsek Beo."Bukan gitu, Kanit, tapi lucu aja sih dikasih buah sama keranjang-keranjang rotannya sekalian. Udah kayak hantaran orang yang mau lamaran aja ..." Sayub nampak terkikik."Yaelah, nih anak, udah di service pimpinan dengan sebaik-baiknya masih protes aja ...""Ha ... Ha ... Ha ... Siap sal
"Baik-baik di sana, dan jaga dirimu."Sebuah nasihat sederhana yang terucap dari suara parau yang khas milik Surya Narajendra terdengar jelas di telinga Tria."Iya, Yah, aku pasti akan mengingat semua pesan ayah." jawab Tria sambil tersenyum dan mengangguk, meskipun ia tau gerak tubuhnya itu tak mungkin dilihat ayahnya yang berada di seberang, nun jauh di sana, namun Tria yakin kesungguhannya bisa dirasakan oleh pria tua kebanggaannya itu."Yah, aku boleh nanya sesuatu gak?""Hemm, apa?""Anu yah ..."Keraguan Tria dijawab oleh sebuah tarikan napas berat, seolah menandakan bahwa kebimbangan Tria tersebut bahkan bisa terbaca dengan mudah dihadapan sang ayah."Setelah sekian lama, kamu masih memikirkannya, Nak?" lembut suara Surya terdengar lagi.Tria terdiam.Sejujurnya Tria memang sangat ingin tau, tentang apa yang terjadi dengan Calista, sang mantan kekasih yang sudah menoreh pengkhianatan yang begitu besar, bahkan hampir saja mencelakai karir cemerlang Tria yang baru saja terbuka pi
Saat Tria dan Senja tiba di rumah dinas milik Tria yang berada di kawasan Mako, tepat didepan selasar kantor sudah terlihat banyak anggota polisi yang berkumpul menunggu apel pagi yang akan dimulai tak lama lagi.Sebagian besar dari mereka terlihat berseragam dinas seperti halnya Tria, namun ada beberapa diantaranya memakai kemeja putih lengan panjang dipadu celana hitam berbahan kain."Yang satunya biar aku aja yang bawa." ujar Senja yang buru-buru turun dari mobil begitu menyadari pergerakan Tria yang begitu mesin mobil dimatikan terlihat tergesa-gesa turun dan langsung membuka pintu mobil belakang."Oke, kalo gitu abang bawa dua sekalian ..." jawab Tria sembari menyodorkan satu buah kotak kue ke tangan Senja yang buru-buru menyambut pemberian Tria.Detik berikutnya, dengan gesit Tria terlihat sudah menumpuk dua buah kotak kue yang tersisa dan tanpa banyak bicara langsung mengangkat dan membawanya masuk kedalam rumah dinas yang terlihat lenggang.Melihat hal tersebut alhasil secara r
Bertepatan dengan Tria yang sukses memarkirkan mobilnya di seberang jalan, tepat didepan gang sempit yang biasanya menjadi akses masuk ke rumah Senja, secara bersamaan pula sosok yang hendak ia jemput itu terlihat berjalan keluar dari mulut gang.Sangat jelas terlihat bagaimana Senja cukup kerepotan dengan keberadaan tiga buah dus kue berbentuk persegi yang saling bertumpuk dalam genggamannya, ditambah lagi dia harus mengepit tas kecil yang tersampir di bahu kanan.Mendapati pemandangan tersebut sontak Tria melompat turun dari mobil secepat kilat, langsung berlari kecil menyongsong sosok Senja yang ternyata juga langsung notice akan keberadaan Tria dengan outfit khasnya yakni seragam dinas."Bisa-bisanya diborong sekali angkut. Kenapa gak ngomong kalo bawaannya sebanyak ini sih, Nja?" ujar Tria sambil buru-buru mengambil alih tiga buah dus kue yang saling bertumpuk itu sekaligus."Banyak gimana? Cuma tiga dus kue kok ..."Tria terlihat menggelengkan kepalanya mendapati jawaban ngeyel
Usai berbincang dengan Mpok Hindun hingga nyaris menjelang Isya, mendadak Senja seolah mendapatkan sebuah pencerahan, yang membuatnya menyesal mengapa tidak terpikir olehnya sama sekali dalam kurun waktu dua hari terakhir ini.Untuk itulah setelah Mpok Hindun pamit pulang, Senja buru-buru menunaikan sholat Isya kemudian dengan langkah pasti dia menuju ke warung terdekat dari rumahnya, yang menjadi tempat dirinya berbelanja kebutuhan sehari-hari."Beragam amat belanjaannya, Nja? Mau bikin kue ya?" tanya pemilik warung dengan nada suara yang ramah, begitu menyaksikan belanjaan Senja yang meliputi beberapa butir telur, tepung terigu, gula pasir, pengembang kue, pasta pandan dan masih ada beberapa jenis barang lainnya yang identik dengan bahan-bahan untuk membuat kue "Iya, Bu." jawab Senja, singkat."Emang rencananya mau bikin kue apa, Nja?" ujar ibu itu lagi, yang kini sudah mengambil ancang-ancang untuk menjumlah berbagai barang belanjaan Senja yang teronggok diatas meja kasir."Bolu pa
"Untuk anggota yang piket saya harap bisa bertanggung jawab penuh sampai besok pagi. Sementara untuk yang lain, silahkan pulang dan beristirahat, jaga kesehatan, dan jangan lupa seperti biasa besok pagi kita akan tetap melaksanakan apel pagi bersama di jam biasa, diteruskan dengan pelaksanaan operasi cipkon di sektor wilayah. Delapan enam?""Siap, delapan enam, Komandan!" Jawaban yang solid terdengar dari seluruh anggota yang ada, menanggapi titah yang diberikan oleh Tria, sebelum mengakhiri kegiatan patroli di malam itu.Jika kondisi kamtibmas sedang adem ayem begini, semua pihak pastinya merasa lebih lega karena tidak perlu bekerja ekstra, meskipun harus tetap siaga dengan kondisi apapun.Pelaksanaan operasi cipkon yang merupakan kepanjangan dari operasi cipta kondisi itu sendiri memang sudah menjadi kegiatan rutin yang wajib di tingkatkan oleh pihak kepolisian, dan biasanya dilaksanakan setiap akhir pekan dengan melibatkan personil dari berbagai fungsi.Namun mengingat moment perga
Senja sedang duduk lesehan diatas tikar sambil memilah dan mengemasi tumpukan baju-baju miliknya untuk dimasukkan ke dalam sebuah kotak kardus dan sebuah koper besar, saat Mpok Hindun datang menyambangi rumahnya ba'da maghrib."Assalamualaikum ...""Waalaikumsalam. Eh, Mpok? Masuk, Mpok ..." jawab Senja semringah, menyadari salah satu sosok terbaik yang dia miliki muncul di bingkai pintu.Mpok Hindun pun bergegas masuk dengan tatapannya yang tak henti mengawasi tumpukan baju yang berjejer rapi diatas tikar."Udah mulai beberes rupanya ..." gumam Mpok Hindun sambil ikutan duduk lesehan diatas tikar, tepat dihadapan Senja yang kini menjeda sejenak aktifitasnya karena fokus dengan kedatangan Mpok Hindun."Iya, Mpok, ini lagi dipisah-pisahin. Soalnya kemarin kata abang jangan bawa banyak barang, karena selain rumah dinasnya kecil, ntar kalo hijrah ke kota juga gak mungkin dibawa semua ..."Mpok Hindun terlihat manggut-manggut sejenak mendengar penjelasan Senja yang panjang lebar."Trus baj
Semilir angin yang menerpa lembut di wajah sesaat membuat Senja merasa semakin terbuai, sebelum akhirnya dia bak mendapatkan setitik kesadaran yang datang dalam sekali sentak."Astagfirullah ... Aku ada dimana ...?"Punggung Senja sontak menegak, sepasang matanya yang masih terasa sepat mengerjap berkali-kali, sedangkan kepalanya celingak-celinguk kebingungan.Kini Senja sudah sadar sepenuhnya, bahwa ternyata dirinya sedang berada didalam mobil yang terparkir tanpa suara mesin, juga tanpa seorang pun selain dirinya.Di kursi sebelah terdapat seragam dinas yang tersampir begitu saja di jok pengemudi.Seragam tersebut menguarkan perpaduan aroma parfum manis dan maskulin, yang mulai terasa familiar di indera penciuman Senja.Dua kaca depan kiri dan kanan seolah sengaja diturunkan setengah demi memudahkan kesejukan angin laut masuk dengan leluasa.Di ufuk barat, kolaborasi warna yang khas membuat suasana yang mulai temaram terasa semakin syahdu.Sungguh, bahkan hanya dalam sekejap kesadara
Matahari mulai condong ke arah barat saat mobil yang dikemudikan Tria memasuki area Mapolsek Beo."Gak usah dibangunin ..."Tria urung menyentuh pundak dari wanita yang ada disebelahnya."Biar ayah turun dulu, nanti kamu antarkan saja Senja pulang ke rumah. Kasian dia, kayaknya kecapean ..."Tria pun mengangguk patuh, menerima titah ayahnya yang langsung melarangnya untuk membangunkan Senja.Surya Narajendra membuka pintu disebelahnya dengan hati-hati sembari beringsut keluar, begitupun juga dengan Tria yang akhirnya ikut melakukan hal yang serupa yakni membuka pintu yang ada disamping dan keluar dari mobil.Keduanya seolah kompak bergerak perlahan, sepertinya dengan tujuan yang sama yakni sekecil apapun pergerakan mereka tidak akan mengusik wanita yang sedang tertidur nyenyak di kursi depan.Sementara itu, mendapati pergerakan mobil berwarna merah yang melesat masuk ke area Mapolsek Beo, para anggota polisi yang sejak awal sudah standby di sana sontak mendekat dengan sigap.Surya Nara
Pesawat Wings Air tipe ATR 72-500 dengan kapasitas penumpang yang kurang lebih tujuh puluhan kursi, serta menjadi satu-satunya tranportasi udara yang melayani masyarakat di salah satu wilayah terluar perbatasan NKRI tersebut telah mendarat dengan sempurna di landasan pacu.Tak berapa lama kemudian para penumpang pesawat itu pun sudah dipersilahkan turun oleh dua orang pramugari yang bertugas.Yanwar Akhyar bersama istrinya Aminah Akhyar, nampak berada diantara barisan para penumpang yang turun dengan tertib.Ternyata keduanya merupakan bagian dari sekian banyak penumpang pada penerbangan barusan.Baru saja menginjakkan kaki di ruang tunggu Bandar Udara Melonguane, setelah melewati penerbangan selama kurang lebih lima puluh lima menit dari Bandar Udara Sam Ratulangi Manado, hiruk-pikuk kesibukan di bandara itu sudah terlihat jelas."Ada apa yah? Tumben rame banget ..." tanya salah seorang penumpang kepada sesama penumpang yang lain, menyadari ada begitu banyak Polisi yang memadati banda
Rencana kedatangan Irjen Polisi Surya Narajendra di salah satu wilayah perbatasan NKRI sudah jelas-jelas merupakan kunjungan pribadi dan tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan urusan kedinasan.Bahkan Surya Narajendra sengaja mengambil cuti demi bisa mendampingi Tria guna melamar wanita pilihan putra kebanggaannya itu.Namun begitu mendengar kabar kedatangan seorang yang berpangkat jenderal, meskipun sudah jelas-jelas bukan merupakan kunjungan dinas, pada kenyataannya tetap di respon oleh petinggi-petinggi kepolisian di wilayah tersebut."Pak Kapolsek, bisa-bisanya kedatangan Irjen Surya Narajendra gak kamu kasih tau saya?""Siap salah, Ndan." jawab Tria pasrah, saat dirinya ditodong dengan pertanyaan tersebut oleh bapak Kapolres via ponsel di pagi hari, sebelum dirinya memimpin apel bersama para anggotanya."Waduh, untung saja saya dikasih bocoran Pak Kabag Sumda, kalo gak saya malah gak tau sama sekali ..." imbuh sang pimpinan dari seberang sana."Siap salah, Ndan." lagi-lagi T