Pacar Pak Barra? Sandra bertanya-tanya. Bukankah tadi Bu Dina marah karena sang anak tidak memberi tahu tentang kekasihnya? Kalau memang gadis di depannya ini adalah pacar atasannya, kenapa tidak diperkenalkan saja? Aneh.Menurut Sandra, Nadine merupakan gadis yang cantik. Tubuhnya langsing. Dia juga tinggi. Rambutnya panjang dan ikal, menggantung di bagian bawah. Ia memiliki poni sepanjang alis yang agak jarang. Pipinya pun tirus. Dan dandanannya seperti artis-artis dari Korea. Kulitnya bening sampai-sampai Sandra curiga dia menempelkan ubur-ubur di sana.Baju yang dikenakannya pun menarik. Nadine memakai setelan dengan rok pendek dan blazer. Tasnya terbuat dari kulit asli, dari merek terkenal pula. Harganya ia taksir sampai puluhan juta. Ia pernah melihat artis Nagita Slavina membawa tas yang serupa di televisi. Jadi, sudah pasti gadis itu adalah anak orang kaya. Namun, mengapa Barra tidak mengenalkannya kepada Bu Dina?“Maaf, Mbak,” kata Sandra kemudian. “Apa Mbak ke sini mau berte
Harapan Sandra memang terpenuhi. Dia tidak bertemu Alex hari itu. Akan tetapi, dia lelah luar biasa. Setelah menghadiri acara pembukaan restoran baru, jadwal Barra selanjutnya adalah menghadiri acara amal.Acara amal itu diselenggarakan di alun-alun kota, dan dipimpin oleh Ibu Walikota, juga disiarkan ke televisi-televisi nasional. Aksara Grup menjadi salah satu sponsornya. Maka dari itu, Barra diharap dapat menghadirinya.Setelah dibuka dengan sambutan-sambutan, tibalah acara inti yaitu membuat adonan kue. Rencananya kue-kue tersebut akan dijual. Dan hasil dari penjualan akan didonasikan ke yayasan panti asuhan.Begitu sampai di alun-alun, Sandra dan Barra segera digeret oleh istri Pak Bupati, yang kebetulan ikut dalam acara tersebut. Mereka lantas diberi celemek, serta tepung dan wadah.“Bu, saya nggak bisa bikin kue. Kalau masak, saya bisa.” Sandra memprotes.Bu Indra, istri sang bupati, mengibaskan tangan. “Ini buat foto aja, kok, Mbak. Kalian kan sponsor.”Wanita itu mendesah leg
Malam itu Sandra pulang dengan terseok-seok. Akan tetapi, ia tak semuram kemarin. Setidaknya rona wajahnya sedikit lebih cerah. Hal itu membuat Chandra curiga.“Hayo, Mbak habis ngapain?”“Huh?” Sandra salah tingkah. Ia melepas sepatu yang dibelikan Barra dengan hati-hati, lalu meletakkannya ke rak sepatu paling tinggi. “Habis kerja, kan? Emang mau ngapain lagi?”Chandra tersenyum jahil. “Kok girang banget?”Wanita itu memegang pipinya dengan telapak tangan. “Masa?”“Bosnya Mbak udah nggak jahat lagi?” tanya Chandra kemudian. Ia sedang duduk di depan laptopnya. Bungkus camilan berserakkan di sekitarnya. Akan tetapi, dia tak peduli.Sandra mengempaskan tubuhnya ke sofa di belakang Chandra yang sedang menggarap tugas. “Siapa bilang bosku jahat?”Chandra pura-pura lupa. “Duh, siapa ya? Kayaknya cewek yang berinisial S, deh.”Sang kakak menendangnya lembut, sekadar ingin menggodanya saja. “Enggak jahat. Cuma gimana, ya? Dia tuh nggak bisa ditebak. Kadang gualaknya kayak singa diinjak ekor
Perlu usaha keras bagi Nadine untuk mengajak Barra ke sebuah pesta. Pasalnya lelaki itu tak pernah mau. Apalagi kalau pesta itu jatuh pada hari liburnya. Selalu saja ada alasan.Nadine sendiri tidak tahu alasan Barra menolak pesta-pesta itu. Padahal sebagai seorang yang masih muda dan bergelimang harta, seharusnya Barra sering-sering ke pesta untuk bersenang-senang, begitu pikir gadis itu.Nadine sendiri sangat menyukai pesta, tapi bukan pesta pernikahan beradat kental. Ia lebih suka pesta-pesta para pemuda seperti ulang tahun, pesta lajang, dsb. Pokoknya yang seru-seru, yang ada musik dan alkohol, sehingga dia bisa berdansa sampai puas. Akan tetapi, dia juga tak menolak pesta elegan berupa makan malam disusul dengan minum wine.Sebagai anak muda, ia tak mau menyia-nyiakan waktunya. Ia ingin mencoba segalanya.Tadinya Nadine mengajak Barra ke pesta lajang yang diadakan temannya. Dulu, dia bersekolah di luar negeri. Australia, tepatnya. Setelah selesai sekolah, ia masih berhubungan den
Sandra terpaksa masuk ke dalam pesta bersama Barra dan Nadine. Sesampainya di pintu masuk, mereka disambut para penerima tamu.Mereka lantas diantar ke meja bundar yang tertata semedikian rupa guna menyambut tamu-tamu. Beberapa kali Barra didatangi kenalannya. Mereka bersalaman serta bercakap sebentar.Di seberang meja, Nadine menatap Sandra dengan raut tak suka. Akan tetapi, ketika ia sadar dilihat oleh Barra, wajahnya berubah seratus delapan puluh derajat. Ia tersenyum manis sekali.“Bagus ya konsep pernikahannya? Adatnya kerasa,” katanya mencuri hati sang CEO.Barra mengangguk setuju. “Mama seneng banget sama konsep pernikahan kayak gini.”Sandra diam saja. Perutnya terasa diaduk-aduk ketika melihat sekeliling. Ia tak mau keluarga mantan suami mengenalinya. Ia takut statusnya terungkap di hadapan Barra. Ia tak mau dipecat.“Kok diem aja, Nan?” Barra bertanya.Nadine mengernyit. “Kok, Nan?”“Namanya kan Tawanan.” “Tawan—oh!” Nadine tertawa hambar. Seperti yang diduganya, selera hum
Di pelaminan, Alex begitu terkejut melihat lelaki yang kemarin dulu datang ke pesta Pak Bupati menggendong Sandra keluar area pesta. Ia bertanya-tanya, apakah memang benar lelaki itu kekasih mantan istrinya sekarang? Kalau memang benar, mengapa hubungan mereka tak terpengaruh oleh gosip yang dulu ia ciptakan? Kalau Alex jadi lelaki itu, pastilah ia sudah meninggalkan Sandra. Pasalnya, ia menggambarkan mantan istrinya sebagai wanita yang matre.Apakah lelaki itu memang menyukai wanita matre? Alex tak habis pikir.“Duh, romantisnya ....” Kristin, istrinya yang baru, tampak iri. “Mana digendong Mas Barra, lagi. Pengen.”“Hus!” Wajah Alex merah padam. “Masa bilang begitu di hadapan suamimu sendiri? Itu namanya nggak menghargai aku.”Kristin melirik suaminya dengan cemberut. “Eh, Mas, asal kamu tahu, ya. Aku mau sama kamu karena gagal menggoda Mas Barra.”Alex memelotot. “Maksudmu aku cadangan?”Wanita yang mengenakan paes di dahinya itu pun memutar bola mata. “Semua wanita yang masih wara
Sementara itu, Barra menurunkan Sandra tepat di depan pintu mobilnya. Sang sopir tergopoh-gopoh menghampiri majikannya. "Buka pintunya, Pak!" perintahnya pada sang sopir. Ia lantas beralih pada Sandra, "Kamu masuk dulu aja." Setelah pintu mobil dapat dibuka, Sandra segera masuk ke jok penumpang belakang. Barra masih meladeni permintaan maaf si tuan rumah. Nadine segera menyusulnya ke dalam. “Gila! Ternyata lo pick me girl banget, ya! Nggak nyangka gue,” ujarnya dengan sengit.Sandra menolak dikatakan seperti itu. “Saya nggak bermaksud begitu, Mbak. Saya malu ditelanjangi di depan umum.”“Alah, sok-sokan jadi yang paling teraniaya.” Nadine menyahut jas Barra yang digunakan untuk menutupi bagian perut Sandra. “Lo tuh munafik. Bilang malu-malu, tapi mau juga kan digendong Barra?”Sandra tak bisa menjawab. Ia merelakan jas itu diambil paksa. Pahanya terekspos. Ia berusaha menutupinya dengan tangan.“Lagian, ini gaun murahan banget. Masa cuma ditarik dikit langsung sobek. Lo nggak mampu
Kejengkelanan Sandra akan sikap mantan mertuanya sejenak terlupakan. Hal itu karena kesalahpahaman yang dilakukan adiknya, yang membuatnya semakin malu.Mulanya, setelah dari pesta itu mereka mampir ke apartemen Nadine. Sandra takjub mendapati betapa mewah apartemen gadis itu. Berada di kawasan elite yang dilengkapi lapangan golf dan sekolah internasional. Mall-nya pun megah.Begitu memasuki gerbang, Sandra merasa seolah berada di dunia lain. Banyak pohon-pohon eksotis yang berdiri di pinggir jalan. Sejauh mata memandang tak ada sampah bercecer di tepi jalan. Ia curiga tong sampahnya dilap sampai mengilap.Cahaya emas seolah memancar dari bangunan besar yang berarsitektur modern dengan sentuhan unik. Apartemen itu bagai istana yang berdiri menjulang dan lebar. Kolam renang super besar tampak berkilauan airnya, membuat apartemen itu semakin estetik ketika dipandang dari jauh.“Loh, mau ke mana, Bar?” Nadine bertanya ketika mobil Barra memasuki gerbang apartemennya.Barra menjawab, “Nga