Beberapa saat sebelum Abimana menyusul. Seorang penunggang kuda yang mengenakan pakaian serba hitam itu melempar sebuah rantai yang di ujung rantai tersebut terdapat sebilah pisau berukuran sedang.
Pria itu melemparkan senjatanya ke arah roda kereta yang ia kejar sehingga kereta itu pun terbalik ketika pria tersebut menarik rantai tersebut yang sengaja ia sangkutkan.
"Kenapa kau membuat pekerjaanku sulit? Andai kau tidak kabur mungkin kematianmu akan aku buat lebih mudah," ucap pria tersebut menyeringai sambil memutar-mutar senjata rantainya.
Pria lain yang terluka parah karena kereta yang ia kendarai jatuh terbalik di tanah tidak menjawab apapun. Dengan wajah penuh darah karena terseret tanah ia hanya mengatur nafasnya yang sangat menggebu. Sepintas ia sudah berpikir sepertinya memang pagi ini hidupnya akan berakhir.
"Hey! Berhenti kau!" jerit Abimana tiba-tiba. Pria berpakaian serba hitam itu langsung berhenti melangkah ke arah targetnya dan menoleh ke belakang.
"Cih, berapa orang pengawal yang sebenarnya kau sewa?"
"Tapi biarlah. Sebanyak apapun kau menyewa pengawal, mereka tidak akan berguna di hadapanku. Pendekar Rantai Besi yang ternama," lanjut pria serba hitam.
Abimana tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tapi pikirannya cukup mudah untuk menangkap bahwa ada yang sedang tidak beres di depannya sekarang. Tidak tahu siapa yang benar atau yang salah. Tetapi sebagai seorang pendekar, sudah menjadi kewajibannya untuk membela yang lemah.
"Kenapa kau membuat pria itu sampai seperti itu! Siapa kau berani tidak sopan di desa orang!" jerit Abimana.
Di mata Abimana, sudah jelas pria serba hitam itu yang terlihat mencurigakan. Ia memakai pakaian serba hitam hingga menutupi seluruh wajahnya kecuali mata dengan kain hitam juga. Hanya seseorang yang punya niat buruk yang biasanya menggunakan pakaian seperti itu.
Mendengar ucapan Abimana barusan, pria serba hitam yang menyebut dirinya Pendekar Rantai Besi itu baru paham. Ternyata pria yang ada di depannya bukan pengawal orang yang ia kejar. Melainkan hanya pahlawan kesiangan yang kebetulan lewat.
"Berani sekali kau tidak mengetahui siapa diriku!" Pendekar Rantai Besi melemparkan rantainya. Ia berniat menyerang Abimana hanya dengan sekali serangan, karena jika ia berlama-lama tidak menutup kemungkinan warga desa yang lain akan melewati jalan itu sehingga membuat misinya berantakan.
"Heeh. Kau pikir aku akan kalah dengan senjata murahan seperti itu?" Abimana mengelaki dengan mudah serangan pisau yang terdapat di ujung rantai.
"Beraninya kau!" Rantai Besi menarik rantainya dan mengeluarkan serangan kedua. Tapi lagi-lagi Abimana berhasil menghindar, ia bahkan tertawa meremehkan kemampuan Rantai Besi.
Pria yang tidak berdaya yang menjadi target Rantai Besi melihat kemampuan Abimana dengan sambil menyandarkan dirinya di kereta yang hancur. Sepertinya ia belum akan mati hari ini.
Rantai Besi yang geram memutar-mutar senjatanya di atas kepalanya. Kali ini ia yakin pasti akan mengenai lawannya. Senjata yang ia gunakan sudah dialiri tenaga kanuragan miliknya. Sehingga senjata itu akan menancap di tubuh yang ia inginkan walau selincah apapun musuhnya.
"Mati kau!" Jleb! Benar saja senjata Rantai Besi menancap di dada Abimana. Abimana pun tampak menjerit kesakitan. Rantai Besi kemudian menarik paksa senjatanya yang tertancap. Zeet!
"Waaaaaurgh!" jerit Abimana yang tubuhnya mengucurkan darah segar.
"Haha, tamat sudah riwayatmu," ucap Rantai Besi.
Tapi baru saja Rantai Besi merasa dirinya sudah menang. Ternyata orang yang ia serang barusan bukanlah tubuh sesungguhnya Abimana. Melainkan itu adalah hanya bayangan belaka yang diciptakan Abimana karena mengeluarkan jurus bayangan. Bayangan Abimana yang sudah tertusuk itu pun perlahan memudar dan menghilang seperti angin.
"Sial! Hanya bayangan!" Rantai Besi tampak geram karena ia sadar sedang dikelabui, sekarang ia juga tampak bingung mencari keberadaan Abimana sebenarnya.
Buag! Tiba-tiba Abimana sudah di belakang Rantai Besi dengan memberi sepakan keras sehingga Rantai Besi pun tersungkur di tanah.
"Hebat," gumam pria yang di dekat kereta. Jurus bayangan yang digunakan Abimana bukannya membuat Abimana menjadi lebih dari satu orang.
Tetapi jurus itu sebenarnya hanya menipu mata Rantai Besi seolah-olah ia melihat Abimana berdiri di depannya lalu dengan cepat menyerang. Padahal Abimana yang asli, bergerak santai ke belakang Rantai Besi. Pria itu menyaksikan semuanya, matanya bisa menangkap keberadaan Abimana yang asli karena bukan dia yang terkena jurus tersebut.
"Sialan! Tidak akan aku biarkan kau mengalahkan aku dengan trik murahan seperti itu!" umpat Rantai Besi yang sudah bangkit.
"Bukankah aku sudah bilang, yang murahan itu senjatamu. Sekarang giliran aku yang menyerang!"
Abimana kemudian mengeluarkan jurus bayangannya lagi. Kini ia membuat seolah dirinya mempunyai kembaran lima orang yang mengelilingi Rantai Besi. Rantai Besi mulai tampak panik, ia benar-benar tidak tahu yang mana tubuh lawannya yang asli.
Bag bug bag bug! Beberapa saat kemudian Rantai Besi di hajar tanpa ampun oleh Abimana dan lima bayangannya, yang sebenarnya hanya Abimana sendiri yang menghajar bandit tersebut. Ia bergerak sangat cepat seolah ada enam orang yang memukuli musuhnya. Rantai Besi pun tergeletak di tanah dengan tubuh babak belur."Pendekar Rantai Besi apanya. Kau hanya pendekar babak belur haha," ejek Abimana sambil mengikat Rantai Besi di pohon agar tidak bisa kabur.
Kemudian Abimana segera mendekati seseorang yang ia tolong dan membantunya menepi dari kereta miliknya yang hancur.
"Si..siapa kau?" tanya pria terluka itu.
Mendengar pertanyaan itu Abimana lantas sangat sumringah. "Aku adalah Abimana Yasa, pendekar dari Desa Asoka yang akan menjadi Raja!" ucapnya dengan semangat. Kalimat yang selalu ia lontarkan ketika ada yang bertanya siapa dirinya.
Pria yang ia tolong langsung tampak bingung dengan semangat dan ucapan orang di depannya. Tapi baru saja ia hendak bertanya lebih, beberapa orang datang yang ternyata adalah para pengawalnya.
"Tuan Muda! Tuan muda? Kau tidak apa?"
"Tuan Muda apakah pria ini yang menolongmu?"
"Tuan Muda maafkan kami karena terlalu lemah!"
Tiga pengawal pria terluka tersebut yang baru saja tiba sahut bersahutan menanyai keadaannya. Abimana berusaha mencerna keadaan, mendengar para pengawalnya memanggilnya Tuan Muda dan setelah ia perhatikan pria yang ia tolong berpakaian sangat mewah. Tidak salah lagi, pria yang ia tolong adalah anak dari seorang saudagar kaya.
"Pendekar, katakan berapapun yang kau minta. Kami akan memberikanmu emas yang banyak karena telah menyelamatkan Tuan Muda," ucap salah seorang pengawal berbicara kepada Abimana.
"Haha! Betapa tercorengnya namaku, jika aku menolong kalian tapi mengambil imbalan. Bukankah menolong yang lemah adalah tugas pendekar?"
Ketiga pengawal itu langsung terpana dengan ucapan Abimana.
"Sudahlah. Rawat saja pria ini, aku harus ke balai desa untuk mengambil misi. Cukup kalian ingat saja wajahku, karena aku akan menjadi Raja suatu hari nanti."
"Dah! Sampai jumpa!" Abimana langsung berlari sambil melambai ke arah orang-orang yang ia tolong dengan penuh semangat dan senyum lebar.
Sementara ketiga pengawal itu tampak terdiam seperti orang bodoh. "Ra..raja katanya? Apa kita baru saja ditolong oleh orang gila?" gumam salah satu pengawal.
Abimana berlari kencang ke arah balai desa. Ia yakin sudah terlambat dari janji temunya bersama dua temannya. Tapi ia tidak begitu khawatir karena ia baru saja menyelamatkan seseorang. Perasaannya sangat bagus sekarang. "Aku tidak sabar memberitahunya kepada Sekar. Ia pasti sangat bangga kepadaku," gumam Abimana sendiri sambil berlari. Beberapa saat kemudian, akhirnya Abimana sampai di balai desa. Seperti biasa suasananya ramai diisi oleh pendekar yang hendak mengambil misi atau pun melaporkan misi. Mata Abimana mencari ke segala arah, hingga akhirnya ia mendapati dua temannya ternyata sudah menunggu dengan kesal di luar balai desa. "Abimana! Kemana saja kau! Beraninya kau membuat kami menunggu!" jerit Sekar. Ia adalah pendekar perempuan yang mempunyai kemampuan pengobatan. Rambutnya
Batara tahu betul kenapa Giri sangat ingin menjalankan misi tingkat menengah. Ia tahu, Giri juga berambisi untuk menjadi jauh lebih kuat. Tapi tidak seperti Abimana, yang berambisi menjadi Raja. Giri berambisi jauh lebih kuat hanya sekedar balas dendam.Giri Mahasura, berasal dari keluarga yang disegani Desa Asoka. Tapi malangnya kini hanya ia sendirilah satu-satunya orang yang berasal dari keluarga Mahasura.Beberapa tahun yang lalu, seluruh garis keturunan Mahasura dibantai oleh seorang yang tidak dikenal, termasuk ayah dan ibu Giri. Giri satu-satunya Mahasura yang selamat atas insiden tersebut karena saat itu ia sedang berlatih di hutan selepas belajar dari perguruan.Sejak saat itu Giri bersumpah akan mencari pelaku atas pembantaian itu. Tapi Giri yang
Di gerbang Desa Asoka, Regu 1 sudah berkumpul bersama Pangeran Jati serta para pengawalnya. Hanya satu orang lagi yang sedang mereka tunggu saat itu."Ah sial, kenapa pria itu harus ikut? Bukankah kita bisa mengawal Jati sendiri hingga sampai ke rumahnya?" gerutu Abimana sembari melipat tangannya dan menghentak-hentakan kakinya. Sementara orang-orang yang disana hanya pura-pura tidak mendengar ocehan Abimana termasuk dua temannya Sekar dan Giri."Sekar, kau sependapat denganku bukan?"Buk! Sekar malah menjitak kepala Abimana dengan cukup keras."Argh Sekar kenapa kau selalu memukulku?""Sopanlah kepada Pangeran Jati. Kau tidak bisa begitu saja menyebut namanya seolah dia temanmu! Kau juga tidak boleh meremehkan misi ini!" bentak Sekar geram."Ah baiklah-baiklah." Abimana segera menciut saat Sekar memarahinya. Sementara Giri sungguh malu melihat tingkah Abimana dan Sekar di depan Pangeran Jati."Pangeran apa
Sudah cukup lama mereka berkuda meninggalkan Desa Asoka. Perjalanan itu sungguh sangat membosankan bagi Abimana. Sementara Zali dan Giri tampak waspada menjaga depan dan belakang. Sedangkan Sekar sibuk curi-curi pandang ke arah Giri. "Sekar, apa kau tidak lelah berkuda sendirian? Bagaimana kalau kita berdua menunggangi di satu kuda yang sama saja?" celetuk Abimana mengganggu konsentrasi Sekar ketika melihat Giri. "Abimana kau benar mau mati ya!!" balas Sekar geram. Sementara Jati cukup terhibur melihat tingkah Abimana dan Sekar. "Abimana, tetaplah waspada," celetuk Giri. "Haha Giri, kau terlalu penakut. Bukankah kita sedang menggunakan rencana Zali agar perjalanan kali ini tidak mencolok? Tidak ada yang sadar bahwa ada pangeran disini." "Awas!" jerit Zali tiba-tiba menarik kudanya dengan kencang. Semua orang yang dibelakangnya pun ikut panik dan menghentikan kuda juga secara bersamaan. Sreek! Sreek! Dua or
Sesaat kemudian beberapa pendekar utusan Desa Asoka tiba ke tempat Zali dan Regu 1 berada. Tapi Pendekar Pedang Bersaudara pun tetap tidak buka suara. Oleh karena itu Zali memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mereka, sedangkan Pendekar Pedang Bersaudara dibawa paksa ke Desa Asoka untuk diperiksa lebih lanjut.Kelompok Pendekar Pelarian memang sudah terkenal sepak terjangnya. Jadi mereka tidak akan bicara hanya dengan interogasi biasa.Perjalan berkuda kembali berlanjut, tapi sekarang kondisi sangat tegang dan waspada. Apalagi Abimana merasa sangat tidak berguna saat mereka diserang terakhir kali. Ia menatap Giri dengan kesal, kenapa selalu saja ia kalah dengan Giri. Giri selalu berada di satu tingkat di atasnya."Hiya! Hiya!" Abimana tiba-tiba memacu kudanya dengan sangat cepat melewati Zali bahkan mulai sangat jauh meninggalkan teman-temannya."Abimana! Sedang apa kau!" jerit Zali. Tapi Abimana tidak peduli, ia sengaja melaju l
"Eh? Apa ini tidak apa?""Pria itu berani sekali. Apa ia sudah memikirkan perbuatannya?""Bukankah kelima orang itu pencuri yang memang sudah sering berulah disekitar sini?"Orang-orang yang melihat Abimana sebenarnya daripada kagum atas apa yang telah ia lakukan mereka sejatinya khawatir."Raja katanya? Apa dia sudah gila?""Hey ayo kita pergi dari sini sebelum orang itu tahu,""Benar, palingan dia besok akan merasakan akibatnya,"Satu per satu warga yang tadi penasaran dengan ulah Abimana mulai membubarkan diri tanpa sepatah rasa terimakasih pun. Tidak ada yang satu warga pun yang tampak memberinya selamat.Abimana yang sedang menunggu pujiannya pun terheran. Kota itu memang tidak beres, pikirnya. "Tuan Pendekar teri..makasih atas bantuan anda. Tapi sebaiknya tadi kau tidak perlu membantu saya," ucap wanita yang ditolong Abimana. "Kenapa Nona? Apa sebenarnya yang akan terjadi," balas Abimana.
"Baiklah, besok kami akan pergi sendiri tanpamu," ujar Zali dengan dingin. "Terserah kalian," balas Abimana tidak mau kalah. "Abimana, jangan gegabah. Apakah kau tahu atas pilihanmu itu? Kau akan dianggap pendekar yang tidak patuh oleh Desa Asoka dan Kerajaan Geni. Kau akan diasingkan sebagai pendekar. Masa depanmu sebagai pendekar akan terancam kecuali kau menjadi pendekar pelarian," jelas Sekar. "Cih." Abimana sedikit terbayang dengan apa yang dijelaskan Sekar. Sepertinya pilihannya kali ini akan membuatnya sulit kedepannya. "Baiklah, aku sadar penuh akan pilihanku. Aku tidak peduli dengan apa yang terjadi ke depannya. Bagiku, ini adalah jalan pendekarku. Membela yang lemah. Apa gunanya setia kepada kerajaan yang tidak dapat mengatasi hal ini?" ucap Abimana kemudian dengan dingin. Semua tercengang mendengar ucapan Abimana. Tidak biasanya Abimana seserius itu. "Aku akan ikut Abimana," celetuk Giri t
Abimana dengan semangat pendekar mencari tiap jalan di kota Hancur untuk mencari Wangkawa yang dikatakan pemimpin dari semua berandal yang ada di kota Hancur. "Hey apa kau tahu dimana Wangkawa?" tanya Abimana bertanya kepada seorang pemuda yang duduk di pinggir jalan. Tapi pemuda itu langsung lari kocar-kacir. "Tidak! Aku tidak tahu!" jerit pemuda itu sambil berlari. "Dasar aneh," gumam Abimana. Tidak jauh dari sana Abimana melihat pengemis, segera ia bertanya juga kepada pengemis tersebut hal yang sama. "Ah pergilah! Jangan ganggu aku!" teriak pengemis tersebut dan langsung lari secepat mungkin meninggalkan Abimana. Tapi Abimana yang sudah geram dan tidak tahu lagi harus mencari kemana, langsung saja ia mengejar pengemis tersebut dan buak! Pengemis tersebut dibuat jatuh oleh Abimana hingga ia tersungkur di tanah. "Tolong lepaskan aku, lepaskan. Aku tidak tahu apa-apa," ucap si pengemis saat tubuhn
Lika maju ke arena dengan perasaan yang sangat takut. Sementara Yodha tampak biasa saja dan terlihat yakin dapat mengalahkan Lika."Mereka berdua dari keluarga yang sama? Tapi berbeda desa?" celetuk Abimana polos."Ya begitulah, keluarga Kusuma tidak hanya ada di Asoka. Mereka juga ada di tempat lain yang masih kekuasaan Kerajaan Geni, tapi Desa Alamanda jumlah anggota keluarga Kusumanya hampir sama banyak seperti Desa Asoka," jelas Sadana.Abimana pun termangu-mangu mengerti."Nona Lika, aku tidak akan menahan diri. Aku akan menghabisimu disini," ujar Yodha, pendekar dengan rambut dikepang tersebut."Ba..iklah," balas Lika masih takut."Djani, kali ini muridmu akan tidak baik-baik saja," celetuk Rumi yang melihat pertarungan tersebut."Cih. Aku sudah tahu itu, Yodha, pendekar pemula terbaik asal Desa Alamanda pasti akan menyulitkan Lika," balas Djani.
Para pendekar yang lain cukup kaget dengan hasil imbang tersebut. Beberapa dari mereka juga baru tahu ternyata jika kedua pendekar tidak dapat melanjutkan pertandingan maka keduanya akan dianggap gugur."Sekar! Kau sudah melakukan yang terbaik!" jerit Abimana.Sekar yang mendengar Abimana berteriak tidak marah lagi kepadanya. Sekar hanya melemparkan senyum saat beberapa pengawas menggotongnya dengan tandu, di pertarungannya dengan Inge barusan jika Abimana tidak berteriak ketika Inge melakukan jurus pemindah jiwa, mungkin ia akan kalah saat itu.Sekar walau telah dianggap gugur pada ujian pendekar. Ia sangat senang dengan hasil pertandingannya terakhir, dulu ia pikir ia tidak bisa melampaui Inge, tapi ternyata tidak. Sekar bisa menyeimbangi Inge.Sementara Inge yang setengah sadar saat digotong oleh beberapa pengawas. Ia sangat kesal tidak bisa mengalahkan Sekar pada saat itu."Uhuk...baiklah aku akan mengambil kertas untuk
Sekar dan Inge sudah berdiri di tengah arena. Inge tampak tersenyum menyeringai, Sekar sendiri tampak terintimidasi karena senyuman Inge tersebut."Sekar berjuanglah!!! Jangan kalah dari nenek lampir itu!" teriak Abimana berusaha memberi semangat Sekar."Diam kau Abimana!!" jerit Sekar kemudian. Abimana pun menjadi ciut. Bukannya tambah semangat, teriakan Abimana di ruangan justru membuatnya tertekan sangat malu."Sekar belahan jiwaku! Berjuanglah!" teriak seseorang lagi, dan ternyata itu adalah Laksmana."Kau juga diam!!!" Sekar sungguh naik pitam."Sekar, masih ada waktu untuk menyerah. Seperti yang kau tahu, kau tidak akan bisa mengalahkan aku," ucap Inge dengan nada provokasi."Diam kau Inge pesek! Aku tidak akan menyerah darimu!""Apa kau bilang? Pesek? Dasar dada rata!""Apa!!!"Eka terlihat jengah, padahal pertarungan belum dimulai, tapi keduanya sudah sangat berisik di arena pertarungan.&n
"Mungkin lebih baik kau menyerah daripada menyesal selanjutnya," ucap Sakta serius."Heeeeh? Kenapa pendekar-pendekar Asoka begitu menyebalkan?" balas Jaku kesal."Aku serius," ucap Sakta lagi."Brengsek kau!""Mulai!" seru Eka.Sakta hanya berdiri begitu santai di tempatnya sementara Jaku langsung menyerang membabi buta. Ia terus menyerang Sakta dengan pukulan dan tendangan. Tapi Sakta tampak santai seolah dia sedang berlatih."Sialan kau! Kau tidak menganggap serius pertarungan ini hah!" ucap Jaku geram."Tembakan angin!" Bush!! Sakta kemudian terdorong saat menerima jurus dari Jaku."Hehe, mampus kau.""Apa hanya ini kemampuanmu? Angin memang sesuatu yang berbahaya. Tapi jika itu anginnya cukup kencang. Jika hanya sebatas ini, bukankah kau hanya akan membuat diriku lebih nyaman dari gerahnya ruangan ini?""Apa kau bilang!!!!" Jaku terpancing saat Sakta memprovokas
Para pendekar Asoka tampak terbelalak, terlebih Abimana dan Sekar.Pembimbing pendekar Swara tampak sangat senang melihat Giri terdesak seperti itu. Tapi tiba-tiba ia mengucapkan beberapa mantra yang hanya dirinya sendiri yang mendengar.Giri melihat Eka hendak menghentikan pertarungan."Aku belum menyerah," ucap Giri dengan leher tercekik. Langsung saja Eka mengurungkan niatnya."Menyerahlah!" ucap Yada semakin kuat menyekik leher Giri."Arrrrg..""Arrrrgghhhhh!" tiba-tiba Giri menjerit hingga terdengar menggelegar satu ruangan."Hey Eka kenapa kau tidak menghentikan pertarungannya! Giri temanku terdesak!" jerit Abimana.Tapi Eka tahu Giri menjerit bukan karena dicekik, tapi karena suatu hal lain."Wuarghhhh!!!!" Giri menjerit menggelegar lagi. Bahkan Yada sendiri tahu itu bukan karena dirinya.Giri dengan sekuat tenaga berdiri, membuat Yada tergendong di belakang Giri.&n
Batara duduk di kursinya, di dekatnya banyak sekali pendekar tingkat tinggi yang berasal dari kerajaan Geni. Baik dari desanya maupun desa lain. Dan terdapat pula dua pendekar tingkat tinggi yang diluar kerajaan Geni.Seorang bernama Biki, ia adalah guru pembimbing tiga pendekar bersaudara Wedhi. Dan satu yang lain tidak diketahui namanya, beliau adalah guru pembimbing dari pendekar asal Desa Swara.Batara tampak senang dari kursinya, karena dalam ujian pendekar kali ini Kerajaan Geni tampak unggul. Tiga regu berasal dari Desa Asoka dan dua regu berasal dari Desa Alamanda.Dari lima kerajaan besar, hanya pendekar Wedhi yang berhasil sampai ke tahap tiga. Sungguh memalukan bagi tiga kerajaan besar lainnya. Banyu, Kilat, Hawa. Pasti mereka gugur pada tahap dua yang memang terkenal paling menyeramkan.Malah Desa Swara yang berhasil maju sampai ke tahap tiga, sebuah tempat yang sangat jauh dari kekuasaan lima
Di Tugu Batu, tidak jauh dari tugu tersebut terdapat bangunan satu lantai yang cukup luas. Bangunan tersebut adalah satu-satunya bangunan yang terdapat di Hutan Terlarang. Bangunan itu sebelumnya berfungsi sebagai tempat peristirahatan untuk para pendekar yang sedang melakukan latihan di hutan tersebut.Tapi kali ini, tempat itu menjadi tempat berkumpulnya para pendekar yang sedang melaksanakan ujian pendekar tahap dua. Tentunya yang sudah berhasil membawa dua gulungan, hitam dan putih.Semua regu yang sudah dinyatakan lolos tahap dua ujian pendekar ada disana. Beberapa regu tampak mengasingkan diri memencar diri dari regu lainnya. Hanya para pendekar Kerajaan Geni yang berkumpul dan bercengkrama satu sama lain."Haha Abimana, aku pikir kau tidak akan lolos pada tahap dua ini," sindir Kaloka."Hey Kaloka, apa kau lupa apa yang sering aku katakan? Aku ini calon Raja. Tentu saja tidak akan begitu saja gugur pada ujian rendahan sepert
Regu 1 bersama Fusena segera bergegas menuju daerah tengah hutan. Ternyata rencana Fusena cukup sederhana, yaitu hanya sebatas pergi ke tengah hutan. Karena menurut pengalamannya yang telah berulang kali mengikuti ujian pendekar, di saat hari terakhir seperti ini akan banyak regu disana yang akan saling menunggu dan bertarung.Jadi Fusena berniat membantu Regu 1 agar kesempatan menang dalam pertarungan tengah hutan tersebut semakin besar. Hal itu juga menguntungkan Fusena sendiri, sehingga dirinya bisa pergi ke Tugu Batu dengan selamat. Karena jika ia sendiri ke tengah hutan tentu itu sangat berbahaya."Baiklah! Ayo kita rebut gulungan milik mereka!" ucap Abimana semangat yang berlari paling depan.Suatu ketika mereka berempat beristirahat sejenak di sebuah bongkahan kayu untuk menegak sedikit air demi mengisi tenaga."Tugu Batu sudah terlihat," tunjuk Fusena. Benar saja yang disebut Tugu Batu itu sangat mudah dikenali. Karena batu
Kaloka sontak langsung menutup mulut Arka yang sejak tadi ia gendong. Sakta pun memberi isyarat jangan berisik dengan jari di bibirnya. Kaloka dan Lika pun sontak saling mengangguk tidak bergerak."Tidak ada siapapun disana," ujar Ranti."Benar, ayo kita segera Tugu Batu," tambah Kamayan.Ranti dan Kamayan sebenarnya juga menyadari ada tiga orang yang sedang bersembunyi di pepohonan tersebut. Tapi mereka ingin mencegah Darsana untuk membunuh orang lagi, mereka sangat tidak bisa mengatasi jika sesuatu yang di dalam diri Darsana keluar."Jangan bodoh, jelas aku merasakan ada tiga orang bersembunyi disana," ucap Darsana dingin.Deg. Darsana tidak bisa didustai, ia bukan pendekar kemarin sore yang tidak bisa merasakan kanuragan milik orang lain.Ranti dan Kamayan pun pasrah, mereka pun kali ini tidak bisa mencegah Darsana. Jika mereka bersikeras, Darsana tidak akan peduli ia akan membunuh mereka berdua walaupun kedu