Batara tahu betul kenapa Giri sangat ingin menjalankan misi tingkat menengah. Ia tahu, Giri juga berambisi untuk menjadi jauh lebih kuat. Tapi tidak seperti Abimana, yang berambisi menjadi Raja. Giri berambisi jauh lebih kuat hanya sekedar balas dendam.
Giri Mahasura, berasal dari keluarga yang disegani Desa Asoka. Tapi malangnya kini hanya ia sendirilah satu-satunya orang yang berasal dari keluarga Mahasura.
Beberapa tahun yang lalu, seluruh garis keturunan Mahasura dibantai oleh seorang yang tidak dikenal, termasuk ayah dan ibu Giri. Giri satu-satunya Mahasura yang selamat atas insiden tersebut karena saat itu ia sedang berlatih di hutan selepas belajar dari perguruan.
Sejak saat itu Giri bersumpah akan mencari pelaku atas pembantaian itu. Tapi Giri yang pintar tahu, mereka yang telah membantai keluarga Mahasura pastilah memiliki kekuatan yang sangat besar. Karena Mahasura terpandang bukan sekedar terpandang. Mahasura adalah salah satu keluarga terkuat di Desa Asoka. Tidak heran Giri sangat pintar dan berkemampuan, memang seperti itulah ciri khas seorang Mahasura. Tapi ia sadar belum cukup kuat untuk segera membalas dendam.
Batara tahu, Giri belum cukup kuat walau ia diakui pendekar terkuat dikalangan pendekar pemula. Teman seregunya Abimana, adalah pendekar terlemah dikalangan pendekar pemula. Tentu tidak akan banyak membantu. Sekar pun ingin mengambil misi tingkat menengah bukan karena ingin, ia hanya ikut kemana pun Giri pergi walau itu ke meloncat ke jurang.
Daripada saling melengkapi, Regu 1 sebenarnya adalah regu yang membebani Giri. Oleh karena itu Batara tidak akan memberikan mereka misi tingkat menengah sebelum waktunya. Ia tidak ingin kehilangan satu-satunya Mahasura tersisa.
Giri dengan perasaan masih kesal berjalan mendekati meja Batara untuk mengambil gulungan misi yang baru saja dibacakan kepada mereka. Tapi tiba-tiba ruangan Batara tersebut dimasuki sekelompok orang.
Batara melihat siapa gerangan yang masuk. Ia tahu betul siapa yang baru saja datang segera ia keluar dari mejanya dan berlutut di lantai lalu diikuti dua pengawalnya.
Seluruh ruangan berlutut kepada seorang yang baru saja datang kecuali seorang, Abimana Yasa. Ia sendiri juga belum menyadari satu ruangan termasuk Batara telah berlutut. Abimana masih terkejut dengan sosok yang datang, karena wajahnya tidak asing baginya.
"Kau...?" gumam Abimana.
"Hey bodoh! Kenapa kau tidak berlutut?" bisik Sekar.
"Kenapa aku harus berlutut?" balas Abimana enteng.
"Bodoh! Dia adalah Pangeran Jati Narapati. Putra mahkota Kerajaan Geni," tambah bisik Giri.
"Eeeh? Pa.. pangeran? Putra Mahkota?" Abimana seolah tidak percaya. Karena orang yang mereka anggap Pangeran adalah orang yang sempat ia tolong saat perjalanan mau kemari.
Jati tersenyum kepada Abimana. "Senang bertemu dengan kau lagi Tuan Pendekar," ucap Jati.
Seluruh ruangan kaget, bagaimana bisa Jati seorang pangeran bisa mengenali Abimana, pendekar bodoh.
Djani yang geram dengan Abimana sontak berdiri dan langsung menekan bahu Abimana dengan keras sehingga Abimana dibuat berlutut secara paksa.
"Argh!" Abimana menyeri kesakitan.
"Tuan Muda, saya sedikit terkejut anda tiba-tiba datang. Apakah ada sesuatu hal mendesak yang bisa saya bantu?" ucap Batara.
"Berdirilah, tolong jangan perlakukan aku seolah aku adalah ayahku. Aku bukanlah Raja, aku hanya putranya," balas Jati.
Dengan sedikit canggung seluruh orang di ruangan itu berdiri secara perlahan dengan perasaan sedikit canggung.
"Haha kita bertemu lagi disini! Siapa yang menyangka ternyata kau juga seorang pangeran?" ucap Abimana dengan nada keras.
Semua orang di sana melotot ke arah Abimana, tapi ia tidak peduli atau memang tidak mengerti isyarat dari mata yang menatap ke arahnya. Tapi Jati yang seharusnya marah karena diperlukan tidak sopan padahal ia pangeran hanya tersenyum kepada Abimana.
Tidak lama kemudian, seorang pendekar tingkat menengah datang masuk ke ruangan tersebut dan menyerahkan sebuah gulungan penting berwarna merah api kepada Batara. Gulungan tersebut adalah gulungan resmi dari Kerajaan Geni. Batara tahu seberapa pentingnya gulungan tersebut, sehingga ia tidak menunda membukanya. Ternyata gulungan tersebut berisi permohonan Raja agar mengawal anaknya Jati saat hendak pulang ke Ibukota.
Batara pun segera bertanya kepada Jati dengan sedikit panik. Kenapa ia tidak memberitahu kedatangannya, terlebih lagi ada apa dengan sekujur tubuhnya yang terdapat perban yang sepertinya baru dipasang. Di depan semua orang Jati pun menjelaskan,
Ternyata Jati telah sampai ke Desa Asoka sejak dua hari yang lalu untuk suatu urusan bisnis. Ia sengaja tidak memberitahukannya kepada Batara karena Jati tidak suka penyambutan yang berlebihan. Jati memang terkenal dengan kerendahan hatinya. Jati lebih memilih menginap di penginapan sederhana seolah hanya seorang pengembara biasa.
Tapi Jati tidak tahu, ternyata ada orang yang mengincarnya. Seorang pendekar tingkat menengah yang terkenal sepak terjang kejahatannya. Pendekar Rantai Besi. Dari sepuluh prajurit yang ia bawa yang dimana adalah lima orang prajurit resmi Kerajaan Geni dan lima orang lagi pendekar bayaran yang diutus ayahnya. Tujuh orang mati dihabisi Pendekar Rantai Besi.
"Lalu bagaimana kau bisa selamat Tuan? Dimana sekarang Pendekar Rantai Besi itu!" ucap Djani geram.
Jati segera menatap ke arah Abimana. "Pria itu sudah tertangkap, semua karena atas bantuan Abimana, ia membantuku saat kupikir aku akan segera mati."
"Terimakasih Abimana, aku akan mengingat selalu jasamu," tambah Jati dengan sedikit menundukkan kepala kepada Abimana.
"Haha aku hanya menjalankan tugasku sebagai pendekar hehe," balas Abimana cengengesan.
Semua orang yang ada di sana terkaget mendengar cerita Jati. Batara bertanya kepada pendekar menengah yang membawa gulungan. Pendekar itu mengangguk bahwa yang dikatakan Jati benar adanya.
Giri terkaget, bukan Abimana yang berlutut dihadapan Pangeran. Tapi Pangeran yang menunduk untuk dirinya. Apa benar Abimana sekuat itu? Giri membatin.
"Baiklah Tuan, aku akan mengutus pendekar tingkat tinggi untuk mengawal anda pulang," celetuk Batara memecahkan keheningan.
"Tidak, tidak perlu Raden Batara. Kau tidak perlu mencari pendekar lain untuk mengawalku. Pendekar yang kau cari sudah ada disini," balas Jati melihat ke arah Abimana.
Lagi-lagi semua terkejut dengan ucapan Jati. "Tapi Tuan, menurutku lebih aman jika anda dikawal oleh pendekar tingkat tinggi. Abimana mungkin beruntung saat mengalahkan Pendekar Rantai Besi. Ia pasti sudah kehabisan banyak tenaga kanuragan saat bertarung dengan para pengawal anda," ujar Zali. Batara dan Djani pun mengangguk setuju.
"Bisa jadi, tapi aku tidak tahu mengapa. Aku merasa lebih aman jika dikawal oleh Abimana."
Batara beserta dua pengawalnya tidak tahu harus berkata apa lagi. Mereka menatap Abimana yang terus tertawa karena dipuji Jati.
"Haha inilah aku, Pendekar Abimana yang menyelamatkan Pangeran haha."
"Djani, siapa pendekar tingkat tinggi yang tersedia sekarang?" bisik Batara.
"Saya juga baru ingat Raden, seluruh pendekar tingkat tinggi sedang menjalankan misi. Hanya ada pendekar tingkat menengah saat ini yang tersedia," balas Djani.
Batara sedikit mengerutkan dahinya. Akhirnya ia terpikir sebuah ide sembari berjalan ke arah mejanya.
"Giri Mahasura, Abimana Yasa, Sekar Candani. Dengan ini kalian akan melakukan misi tingkat tinggi!"
Seluruh Regu 1 terkaget. Abimana berteriak kesenangan.
Di gerbang Desa Asoka, Regu 1 sudah berkumpul bersama Pangeran Jati serta para pengawalnya. Hanya satu orang lagi yang sedang mereka tunggu saat itu."Ah sial, kenapa pria itu harus ikut? Bukankah kita bisa mengawal Jati sendiri hingga sampai ke rumahnya?" gerutu Abimana sembari melipat tangannya dan menghentak-hentakan kakinya. Sementara orang-orang yang disana hanya pura-pura tidak mendengar ocehan Abimana termasuk dua temannya Sekar dan Giri."Sekar, kau sependapat denganku bukan?"Buk! Sekar malah menjitak kepala Abimana dengan cukup keras."Argh Sekar kenapa kau selalu memukulku?""Sopanlah kepada Pangeran Jati. Kau tidak bisa begitu saja menyebut namanya seolah dia temanmu! Kau juga tidak boleh meremehkan misi ini!" bentak Sekar geram."Ah baiklah-baiklah." Abimana segera menciut saat Sekar memarahinya. Sementara Giri sungguh malu melihat tingkah Abimana dan Sekar di depan Pangeran Jati."Pangeran apa
Sudah cukup lama mereka berkuda meninggalkan Desa Asoka. Perjalanan itu sungguh sangat membosankan bagi Abimana. Sementara Zali dan Giri tampak waspada menjaga depan dan belakang. Sedangkan Sekar sibuk curi-curi pandang ke arah Giri. "Sekar, apa kau tidak lelah berkuda sendirian? Bagaimana kalau kita berdua menunggangi di satu kuda yang sama saja?" celetuk Abimana mengganggu konsentrasi Sekar ketika melihat Giri. "Abimana kau benar mau mati ya!!" balas Sekar geram. Sementara Jati cukup terhibur melihat tingkah Abimana dan Sekar. "Abimana, tetaplah waspada," celetuk Giri. "Haha Giri, kau terlalu penakut. Bukankah kita sedang menggunakan rencana Zali agar perjalanan kali ini tidak mencolok? Tidak ada yang sadar bahwa ada pangeran disini." "Awas!" jerit Zali tiba-tiba menarik kudanya dengan kencang. Semua orang yang dibelakangnya pun ikut panik dan menghentikan kuda juga secara bersamaan. Sreek! Sreek! Dua or
Sesaat kemudian beberapa pendekar utusan Desa Asoka tiba ke tempat Zali dan Regu 1 berada. Tapi Pendekar Pedang Bersaudara pun tetap tidak buka suara. Oleh karena itu Zali memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mereka, sedangkan Pendekar Pedang Bersaudara dibawa paksa ke Desa Asoka untuk diperiksa lebih lanjut.Kelompok Pendekar Pelarian memang sudah terkenal sepak terjangnya. Jadi mereka tidak akan bicara hanya dengan interogasi biasa.Perjalan berkuda kembali berlanjut, tapi sekarang kondisi sangat tegang dan waspada. Apalagi Abimana merasa sangat tidak berguna saat mereka diserang terakhir kali. Ia menatap Giri dengan kesal, kenapa selalu saja ia kalah dengan Giri. Giri selalu berada di satu tingkat di atasnya."Hiya! Hiya!" Abimana tiba-tiba memacu kudanya dengan sangat cepat melewati Zali bahkan mulai sangat jauh meninggalkan teman-temannya."Abimana! Sedang apa kau!" jerit Zali. Tapi Abimana tidak peduli, ia sengaja melaju l
"Eh? Apa ini tidak apa?""Pria itu berani sekali. Apa ia sudah memikirkan perbuatannya?""Bukankah kelima orang itu pencuri yang memang sudah sering berulah disekitar sini?"Orang-orang yang melihat Abimana sebenarnya daripada kagum atas apa yang telah ia lakukan mereka sejatinya khawatir."Raja katanya? Apa dia sudah gila?""Hey ayo kita pergi dari sini sebelum orang itu tahu,""Benar, palingan dia besok akan merasakan akibatnya,"Satu per satu warga yang tadi penasaran dengan ulah Abimana mulai membubarkan diri tanpa sepatah rasa terimakasih pun. Tidak ada yang satu warga pun yang tampak memberinya selamat.Abimana yang sedang menunggu pujiannya pun terheran. Kota itu memang tidak beres, pikirnya. "Tuan Pendekar teri..makasih atas bantuan anda. Tapi sebaiknya tadi kau tidak perlu membantu saya," ucap wanita yang ditolong Abimana. "Kenapa Nona? Apa sebenarnya yang akan terjadi," balas Abimana.
"Baiklah, besok kami akan pergi sendiri tanpamu," ujar Zali dengan dingin. "Terserah kalian," balas Abimana tidak mau kalah. "Abimana, jangan gegabah. Apakah kau tahu atas pilihanmu itu? Kau akan dianggap pendekar yang tidak patuh oleh Desa Asoka dan Kerajaan Geni. Kau akan diasingkan sebagai pendekar. Masa depanmu sebagai pendekar akan terancam kecuali kau menjadi pendekar pelarian," jelas Sekar. "Cih." Abimana sedikit terbayang dengan apa yang dijelaskan Sekar. Sepertinya pilihannya kali ini akan membuatnya sulit kedepannya. "Baiklah, aku sadar penuh akan pilihanku. Aku tidak peduli dengan apa yang terjadi ke depannya. Bagiku, ini adalah jalan pendekarku. Membela yang lemah. Apa gunanya setia kepada kerajaan yang tidak dapat mengatasi hal ini?" ucap Abimana kemudian dengan dingin. Semua tercengang mendengar ucapan Abimana. Tidak biasanya Abimana seserius itu. "Aku akan ikut Abimana," celetuk Giri t
Abimana dengan semangat pendekar mencari tiap jalan di kota Hancur untuk mencari Wangkawa yang dikatakan pemimpin dari semua berandal yang ada di kota Hancur. "Hey apa kau tahu dimana Wangkawa?" tanya Abimana bertanya kepada seorang pemuda yang duduk di pinggir jalan. Tapi pemuda itu langsung lari kocar-kacir. "Tidak! Aku tidak tahu!" jerit pemuda itu sambil berlari. "Dasar aneh," gumam Abimana. Tidak jauh dari sana Abimana melihat pengemis, segera ia bertanya juga kepada pengemis tersebut hal yang sama. "Ah pergilah! Jangan ganggu aku!" teriak pengemis tersebut dan langsung lari secepat mungkin meninggalkan Abimana. Tapi Abimana yang sudah geram dan tidak tahu lagi harus mencari kemana, langsung saja ia mengejar pengemis tersebut dan buak! Pengemis tersebut dibuat jatuh oleh Abimana hingga ia tersungkur di tanah. "Tolong lepaskan aku, lepaskan. Aku tidak tahu apa-apa," ucap si pengemis saat tubuhn
Sekar tampak panik, Zali terdesak beradu senjata dengan Wangkawa. Giri pun begitu kaget dengan kehebatan lawannya. Jika ia bergerak maka Pangeran Jati akan tanpa perlindungan, bagaimana jika ada musuh lain yang menargetkan Pangeran. "Hey bangun, aku belum selesai," ucap pria yang membuat Giri terhempas. Kini Giri diangkat hanya dengan menarik pakaian pendekarnya ke atas. "Giri!" jerit Sekar lagi, kali ini ia ingin beranjak dari tempatnya. "Sekar! Fokus saja melindungi Pangeran! Giri tidak selemah itu" jerit Zali membuat langkah Sekar terhenti. Lagi-lagi Sekar tidak bisa mengkendalikan perasaannya ketika melihat Giri terluka. Ia sampai lupa bahwa saat ini keselamatan Pangeran Jati adalah yang utama. "Haha Zali, kau pikir siapa yang sedang dihadapi bawahanmu itu? Dia adalah Manggala, muridku," ucap Wangkawa. "Aku tidak peduli siapa dia, Cepat atau lambat ia akan dikalahkan Giri." "Zali, seharusnya kau mengkhawatir
Trang! Bersama dengan jatuhnya Giri pada pangkuan Abimana. Pedang Zali pun patah ketika beradu dengan parang raksasa Wangkawa. Wangkawa tersenyum puas, entah karena Manggala yang berhasil membunuh Giri atau kerena Zali kini sudah tidak memiliki pedang lagi."Bawahanmu cukup hebat. Tapi masih belum cukup bila lawannya Manggala," ujar Wangkawa menyeringai. Kali ini Zali tidak bisa membantah lagi. Memang tampak jelas tidak jauh dari mereka Giri sudah terbujur kaku di pangkuan Abimana."Kau!!! Tidak akan aku maafkan!" ucap Abimana yang sangat marah. Angin sangat kencang tiba-tiba mengitari Abimana yang sedang meletakkan tubuh Giri secara perlahan.Sangking kencangnya membuat Zali dan Wangkawa menghentikan pertarungan karena angin tersebut sangat mengganggu.Zali, Wangkawa, dan Manggala terbelalak ketika melihat Abimana. Karena mereka bisa merasakan kanuragan, dan kanuragan milik Abimana mendadak menjadi sangat besar dalam sekejap. 
Lika maju ke arena dengan perasaan yang sangat takut. Sementara Yodha tampak biasa saja dan terlihat yakin dapat mengalahkan Lika."Mereka berdua dari keluarga yang sama? Tapi berbeda desa?" celetuk Abimana polos."Ya begitulah, keluarga Kusuma tidak hanya ada di Asoka. Mereka juga ada di tempat lain yang masih kekuasaan Kerajaan Geni, tapi Desa Alamanda jumlah anggota keluarga Kusumanya hampir sama banyak seperti Desa Asoka," jelas Sadana.Abimana pun termangu-mangu mengerti."Nona Lika, aku tidak akan menahan diri. Aku akan menghabisimu disini," ujar Yodha, pendekar dengan rambut dikepang tersebut."Ba..iklah," balas Lika masih takut."Djani, kali ini muridmu akan tidak baik-baik saja," celetuk Rumi yang melihat pertarungan tersebut."Cih. Aku sudah tahu itu, Yodha, pendekar pemula terbaik asal Desa Alamanda pasti akan menyulitkan Lika," balas Djani.
Para pendekar yang lain cukup kaget dengan hasil imbang tersebut. Beberapa dari mereka juga baru tahu ternyata jika kedua pendekar tidak dapat melanjutkan pertandingan maka keduanya akan dianggap gugur."Sekar! Kau sudah melakukan yang terbaik!" jerit Abimana.Sekar yang mendengar Abimana berteriak tidak marah lagi kepadanya. Sekar hanya melemparkan senyum saat beberapa pengawas menggotongnya dengan tandu, di pertarungannya dengan Inge barusan jika Abimana tidak berteriak ketika Inge melakukan jurus pemindah jiwa, mungkin ia akan kalah saat itu.Sekar walau telah dianggap gugur pada ujian pendekar. Ia sangat senang dengan hasil pertandingannya terakhir, dulu ia pikir ia tidak bisa melampaui Inge, tapi ternyata tidak. Sekar bisa menyeimbangi Inge.Sementara Inge yang setengah sadar saat digotong oleh beberapa pengawas. Ia sangat kesal tidak bisa mengalahkan Sekar pada saat itu."Uhuk...baiklah aku akan mengambil kertas untuk
Sekar dan Inge sudah berdiri di tengah arena. Inge tampak tersenyum menyeringai, Sekar sendiri tampak terintimidasi karena senyuman Inge tersebut."Sekar berjuanglah!!! Jangan kalah dari nenek lampir itu!" teriak Abimana berusaha memberi semangat Sekar."Diam kau Abimana!!" jerit Sekar kemudian. Abimana pun menjadi ciut. Bukannya tambah semangat, teriakan Abimana di ruangan justru membuatnya tertekan sangat malu."Sekar belahan jiwaku! Berjuanglah!" teriak seseorang lagi, dan ternyata itu adalah Laksmana."Kau juga diam!!!" Sekar sungguh naik pitam."Sekar, masih ada waktu untuk menyerah. Seperti yang kau tahu, kau tidak akan bisa mengalahkan aku," ucap Inge dengan nada provokasi."Diam kau Inge pesek! Aku tidak akan menyerah darimu!""Apa kau bilang? Pesek? Dasar dada rata!""Apa!!!"Eka terlihat jengah, padahal pertarungan belum dimulai, tapi keduanya sudah sangat berisik di arena pertarungan.&n
"Mungkin lebih baik kau menyerah daripada menyesal selanjutnya," ucap Sakta serius."Heeeeh? Kenapa pendekar-pendekar Asoka begitu menyebalkan?" balas Jaku kesal."Aku serius," ucap Sakta lagi."Brengsek kau!""Mulai!" seru Eka.Sakta hanya berdiri begitu santai di tempatnya sementara Jaku langsung menyerang membabi buta. Ia terus menyerang Sakta dengan pukulan dan tendangan. Tapi Sakta tampak santai seolah dia sedang berlatih."Sialan kau! Kau tidak menganggap serius pertarungan ini hah!" ucap Jaku geram."Tembakan angin!" Bush!! Sakta kemudian terdorong saat menerima jurus dari Jaku."Hehe, mampus kau.""Apa hanya ini kemampuanmu? Angin memang sesuatu yang berbahaya. Tapi jika itu anginnya cukup kencang. Jika hanya sebatas ini, bukankah kau hanya akan membuat diriku lebih nyaman dari gerahnya ruangan ini?""Apa kau bilang!!!!" Jaku terpancing saat Sakta memprovokas
Para pendekar Asoka tampak terbelalak, terlebih Abimana dan Sekar.Pembimbing pendekar Swara tampak sangat senang melihat Giri terdesak seperti itu. Tapi tiba-tiba ia mengucapkan beberapa mantra yang hanya dirinya sendiri yang mendengar.Giri melihat Eka hendak menghentikan pertarungan."Aku belum menyerah," ucap Giri dengan leher tercekik. Langsung saja Eka mengurungkan niatnya."Menyerahlah!" ucap Yada semakin kuat menyekik leher Giri."Arrrrg..""Arrrrgghhhhh!" tiba-tiba Giri menjerit hingga terdengar menggelegar satu ruangan."Hey Eka kenapa kau tidak menghentikan pertarungannya! Giri temanku terdesak!" jerit Abimana.Tapi Eka tahu Giri menjerit bukan karena dicekik, tapi karena suatu hal lain."Wuarghhhh!!!!" Giri menjerit menggelegar lagi. Bahkan Yada sendiri tahu itu bukan karena dirinya.Giri dengan sekuat tenaga berdiri, membuat Yada tergendong di belakang Giri.&n
Batara duduk di kursinya, di dekatnya banyak sekali pendekar tingkat tinggi yang berasal dari kerajaan Geni. Baik dari desanya maupun desa lain. Dan terdapat pula dua pendekar tingkat tinggi yang diluar kerajaan Geni.Seorang bernama Biki, ia adalah guru pembimbing tiga pendekar bersaudara Wedhi. Dan satu yang lain tidak diketahui namanya, beliau adalah guru pembimbing dari pendekar asal Desa Swara.Batara tampak senang dari kursinya, karena dalam ujian pendekar kali ini Kerajaan Geni tampak unggul. Tiga regu berasal dari Desa Asoka dan dua regu berasal dari Desa Alamanda.Dari lima kerajaan besar, hanya pendekar Wedhi yang berhasil sampai ke tahap tiga. Sungguh memalukan bagi tiga kerajaan besar lainnya. Banyu, Kilat, Hawa. Pasti mereka gugur pada tahap dua yang memang terkenal paling menyeramkan.Malah Desa Swara yang berhasil maju sampai ke tahap tiga, sebuah tempat yang sangat jauh dari kekuasaan lima
Di Tugu Batu, tidak jauh dari tugu tersebut terdapat bangunan satu lantai yang cukup luas. Bangunan tersebut adalah satu-satunya bangunan yang terdapat di Hutan Terlarang. Bangunan itu sebelumnya berfungsi sebagai tempat peristirahatan untuk para pendekar yang sedang melakukan latihan di hutan tersebut.Tapi kali ini, tempat itu menjadi tempat berkumpulnya para pendekar yang sedang melaksanakan ujian pendekar tahap dua. Tentunya yang sudah berhasil membawa dua gulungan, hitam dan putih.Semua regu yang sudah dinyatakan lolos tahap dua ujian pendekar ada disana. Beberapa regu tampak mengasingkan diri memencar diri dari regu lainnya. Hanya para pendekar Kerajaan Geni yang berkumpul dan bercengkrama satu sama lain."Haha Abimana, aku pikir kau tidak akan lolos pada tahap dua ini," sindir Kaloka."Hey Kaloka, apa kau lupa apa yang sering aku katakan? Aku ini calon Raja. Tentu saja tidak akan begitu saja gugur pada ujian rendahan sepert
Regu 1 bersama Fusena segera bergegas menuju daerah tengah hutan. Ternyata rencana Fusena cukup sederhana, yaitu hanya sebatas pergi ke tengah hutan. Karena menurut pengalamannya yang telah berulang kali mengikuti ujian pendekar, di saat hari terakhir seperti ini akan banyak regu disana yang akan saling menunggu dan bertarung.Jadi Fusena berniat membantu Regu 1 agar kesempatan menang dalam pertarungan tengah hutan tersebut semakin besar. Hal itu juga menguntungkan Fusena sendiri, sehingga dirinya bisa pergi ke Tugu Batu dengan selamat. Karena jika ia sendiri ke tengah hutan tentu itu sangat berbahaya."Baiklah! Ayo kita rebut gulungan milik mereka!" ucap Abimana semangat yang berlari paling depan.Suatu ketika mereka berempat beristirahat sejenak di sebuah bongkahan kayu untuk menegak sedikit air demi mengisi tenaga."Tugu Batu sudah terlihat," tunjuk Fusena. Benar saja yang disebut Tugu Batu itu sangat mudah dikenali. Karena batu
Kaloka sontak langsung menutup mulut Arka yang sejak tadi ia gendong. Sakta pun memberi isyarat jangan berisik dengan jari di bibirnya. Kaloka dan Lika pun sontak saling mengangguk tidak bergerak."Tidak ada siapapun disana," ujar Ranti."Benar, ayo kita segera Tugu Batu," tambah Kamayan.Ranti dan Kamayan sebenarnya juga menyadari ada tiga orang yang sedang bersembunyi di pepohonan tersebut. Tapi mereka ingin mencegah Darsana untuk membunuh orang lagi, mereka sangat tidak bisa mengatasi jika sesuatu yang di dalam diri Darsana keluar."Jangan bodoh, jelas aku merasakan ada tiga orang bersembunyi disana," ucap Darsana dingin.Deg. Darsana tidak bisa didustai, ia bukan pendekar kemarin sore yang tidak bisa merasakan kanuragan milik orang lain.Ranti dan Kamayan pun pasrah, mereka pun kali ini tidak bisa mencegah Darsana. Jika mereka bersikeras, Darsana tidak akan peduli ia akan membunuh mereka berdua walaupun kedu